Anda di halaman 1dari 26

JOURNAL READING

ALLERGIC CONJUNCTIVITIS:
A COMPREHENSIVE REVIEW OF
THE LITERATURE

Di susun oleh:
Niken Faradila Kartika Utami
Pembimbing:
dr. Hari Trilunggono, Sp.M
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RST DR. SOEDJONO MAGELANG
RUMAH SAKIT TK II RST DR.SOEDJONO MAGELANG.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
VETERAN JAKARTA 2015

PENDAHULUAN
Alergi pada mata merupakan salah satu kondisi mata yang paling
umum yang dihadapi dalam praktek klinis. Alergi pada mata dapat
disebabkan berbagai faktor, termasuk genetika, polusi udara di
perkotaan, hewan peliharaan, dan paparan awal pada anak
Konjungtivitis alergi adalah istilah inklusif yang mencakup seasonal
allergic conjunctivitis (SAC), perennial allergic conjunctivitis (PAC),
vernal keratokonjungtivitis (VKC), dan atopik keratocongiuntivitis (AKC).
Adapun lensa kontak atau prostesis mata terkait giant papillary
conjunctivitis (GPC) sering termasuk dalam kelompok alergi mata,
namun tidak dianggap sebagai penyakit alergi yang nyata, tetapi
sebagai gangguan mikro-trauma terkait penyakit mata kronis
Pemahaman tentang mekanisme imunologi, fitur klinis, diagnosis
banding, dan pengobatan alergi mata mungkin berguna untuk semua
spesialis yang berhubungan dengan pasien ini. Untuk tujuan ini, secara
literatur sistematis kita ulas semua bentuk klasifikasi dari alergi mata.

Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) dan


perennial allergic conjunctivitis (PAC)
Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) dan
perennial allergic conjunctivitis (PAC) adalah
bentuk alergi mata yang paling umum.
Konjungtivitis alergi disebabkan oleh alergen
yang diinduksi sebagai respon inflamasi di mana
reaksi tersebut dimediasi oleh IgE terhadap
alergen.
Aktivasi sel mast menginduksi peningkatan kadar
histamin dalam air mata, tryptase, prostaglandin
dan leukotrien. Respon segera atau respon awal
ini berlangsung secara klinis 20-30 menit.

Perbedaan konjungtivitis alergi sesonal dan


perennial adalah waktu timbulnya gejala. Gejala
pada individu dengan konjungtivitis alergi seasonal
timbul pada waktu tertentu seperti pada musim
semi dan musim panas dan umumnya mereda
selama musim dingin Sedangkan individu dengan
konjungtivitis alergi perennial akan menunjukkan
gejala sepanjang tahun.
Gejala klinis dari SAC dan PAC yaitu gatal,
kemerahan dan pembengkakan konjungtiva.
Kemerahan, atau injeksi konjungtiva, cenderung
ringan sampai sedang (Gambar 1). Pembengkakan
konjungtiva atau kemosis cenderung moderat.

Keratoconjunctivitis
Vernal

VKC adalah penyakit yang sering terjadi pada iklim


hangat. Hal ini lebih umum terjadi di daerah tropis.
Dalam bentuk ini, terjadi hiperaktivitas yang
disebabkan oleh rangsangan nonspesifik seperti angin,
debu dan sinar matahari serta variabilitasnya yang
tidak terkait dengan tingkat alergen di lingkungan.
VKC adalah peradangan alergi kronis pada permukaan
mata yang dimediasi terutama oleh Th2 - limfosit; pada
patogenesis yang kompleks juga memiliki peran
mengekspresikan sel mast, eosinofil, neutrofil, Th2
yang berasal dari sitokin, kemokin, molekul adhesi,
faktor pertumbuhan, fibroblast dan limfosit. IL-4 dan IL13 yang terlibat dalam pembentukan papila raksasa
dengan menginduksi produksi dari matriks
ekstraseluler dan proliferasi dari fibroblast konjungtiva.

Gejala klinis yang dirasakan diantaranya


mata gatal, kemerahan, bengkak dan berair.
Gatal mungkin dirasakan cukup berat. Pasien
sering merasakan fotofobia yang terkadang
sangat parah.
Tanda yang paling khas adalah papila
raksasa di konjungtiva tarsal atas (Gambar
2). Biasanya 10-20 ditemukan pada
konjungtiva tarsal dan dapat dilihat dengan
mudah dengan membalik kelopak mata atas.

Terdapat titik-titik yang bergabung


membentuk plak keputihan atau keabu-abuan
di bawah epitel (Gambar 3). Plak vernal ini
dapat mengganggu penglihatan dan
menyebabkan jaringan parut di tengah
kornea. Secara histologis, plak terdiri dari
mucin dan sel epitel.
Titik Tranta terdiri dari kumpulan eosinofil
nekrotik, neutrofil, dan sel epitel. (Gambar 4).
Titik Tranta cenderung muncul ketika VKC
aktif, dan hilang ketika gejala mereda

Keratoconjunctivitis
Atopik
Atopik keratoconjunctivitis (AKC) adalah inflamasi
kronis bilateral pada permukaan mata dan
kelopak mata. Patomekanisme melibatkan kedua
degranulasi kronis dari sel mast dan mekanisme
imunologi yang dimediasi oleh Th1 dan Th2
limfosit yang berasal sitokin. Konjungtivitis atopi
sering diderita oleh pasien dermatitis atopi.
Lesi eksimatosus dapat ditemukan di kelopak
mata, atau di tempat pada tubuh. Lesi kulit
berwarna merah. injeksi konjungtiva dan kemosis
bisa ringan atau berat.


Alergi Kontak
Alergi kontak atau dermatitis kontak alergi bukan alergi yang
dimediasi oleh IgE dan dapat dianggap dalam kategori yang berbeda
dari kondisi alergi sebelumnya . Alergi kontak ini adalah jenis reaksi
hipersensitive IV tipe lambat, yang terjadi melalui interaksi antigen
dengan Th1 dan subset sel Th2 diikuti dengan pelepasan sitokin .
Reaksi alergi ini terdiri dari dua tahap yaitu fase sensitisasi (pada
saat pertama paparan terhadap alergen, dengan produksi dari T
limfosit memori) , dan elisitasi dari respon inflamasi (paparan ulang
antigen , dimediasi oleh aktivasi T-limfosit memori alergen spesifik)
Secara khusus dalam fase sensitisasi, antigen menghadirkan sel
antigen proses- MHC kelas II berinteraksi kompleks dengan T-limfosit,
sehingga diferensiasi CD4 + T-limfosit ke dalam T-limfosit memori.
Dalam fase elisitasi, interaksi antara antigen MHC-II kompleks dan sel
T memori merangsang proliferasi dari sel T. T-limfosit memori selama
proliferasi menghasilkan sitokin [26].

Th1 atau Th2 yang berasal dari sitokin melakukan fungsi yang berbeda. Th1 yang berasal
sitokin meliputi IL-2, IL-3, IFN-, menengahi rekrutmen makrofag. Th2 yang berasal dari
sitokin yang meliputi IL-4 dan IL-5 berpartisipasi dalam aktivasi dan kemotaksis eosinofil
[27,28]. Dua subset sel Th, IL-17 yang diproduksi sel Th (sel Th17) dan regulatory sel T (sel
Treg) juga ditemukan untuk menjadi kontributor dalam patogenesis konjungtivitis. Namun,
peran sel-sel ini dalam aktivasi sel mast belum diidentifikasi dengan jelas [29]. Alergen
adalah bahan kimia yang umumnya sederhana, berat molekul yang rendah yang menggab
ungkan dengan protein kulit untuk membentuk alergen lengkap. Contohnya termasuk
poison ivy , poison oak , neomisin , nikel , lateks , atropin dan turunannya . Alergi kontak
melibatkan permukaan mata, kelopak mata dan kulit periokular. Meskipun reaksi alergi
kontak biasanya terjadi pada kulit, termasuk kulit kelopak mata, konjungtiva mungkin juga
mendukung reaksi kontak alergi. Sensitisasi awal dengan alergen kontak dapat
berlangsung beberapa hari. Setelah paparan ulang dengan alergen, sebuah indurasi, reaksi
eritematosa perlahan berkembang. Reaksi dapat mencapai puncaknya 2-5 hari setelah
paparan ulang. Keterlambatan perkembangan reaksi adalah karena migrasi yang lambat
dari limfosit untuk menjadi depot antigen. Istilah 'hipersensitivitas lambat' kadang-kadang
diberikan kepada reaksi ini, berbeda dengan 'hipersensitivitas langsung', istilah ini
menekankan perkembangan pesat IgE yang dimediasi reaksi antibodi. Reaksi alergi kontak
umumnya berhubungan dengan rasa gatal. Pengobatan terdiri dari penarikan serta
menghindari kontak dengan alergen. Reaksi yang berat dapat diobati dengan kortikosteroid
topikal atau sistemik [6].

Giant Papillary
Conjunctivitis
Giant Papillary Conjunctivitis (GPC) adalah penyakit inflamasi yang ditandai
dengan hipertrofi papiler dari superior konjungtiva tarsal; penampilannya mirip
dengan konjungtivitis vernal [30], tetapi tidak ada keterlibatan kornea yang
signifikan (Gambar 6).GPC bukan penyakit alergi, insidensi dari alergi sistemiki
pada pasien GPC serupa dengan yang ada pada populasi pada umumnya, dan
rangsangan untuk perubahan konjungtiva papiler adalah bahan inert daripada
alergen. Sebagai contoh, GPC dapat disebabkan oleh jahitan limbal, kontak
lensa, prostesis okular, dan dermoid limbal [31]. Kapan rangsangan iritasi ini
dapat hilang, papiler konjungtiva dapat terselesaikan. Jaringan konjungtiva
mungkin berisi sel mast, basofil atau eosinofil atau tetapi tidak sejauh dari reaksi
alergi. Tidak ada peningkatan IgE atau histaimine di air mata pasien GPC. Sejak
munculnya lensa kontak sekali pakai, frekuensi GPC menurun. Tampaknya
muncul bangunan protein pada permukaan kontak lensa, dan tepi yang tidak
teratur adalah alasan utama yang berhubungan dekat antara lensa kontak dan
GPC [6], kekebalan atau mekanisme mekanis deposit protein tertentu pada
permukaan lensa kontak bisa menjadi antigenik dan merangsang produksi IgE;
trauma mekanis dan iritasi kronis dapat mengakibatkan pelepasan beberapa
mediator (CXCL8 dan TNF-) dari cedera konjungtiva sel epitel [9,32].

Diagnosis Konjungtivitis
Alergi
Diagnosis alergi mata adalah hal yang utama
dalam klinis, ada beberapa tes laboratorium
yang dapat berguna dalam mendukung
diagnosis [33] . Alergi dapat diuji dengan tes
kulit awal untuk alergen spesifik atau suntikan
intradermal alergen. Tes in-vitro untuk
antibodi IgE untuk alergen tertentu yang
banyak digunakan. Tes alergi akan membantu
dalam membedakan bentuk intrinsik dan
ekstrinsik, oleh karena itu hal tersebut sangat
membantu dalam pengobatan [6].

Pilihan Pengobatan
Menghindari antigen adalah modifikasi kebiasaan awal untuk
semua jenis konjungtivitis alergi; Namun, mata menyajikan
area permukaan besar dan dengan demikian sering tidak
mungkin untuk menghindari paparan mata dari udara
alergen. Pengganti air mata buatan menyediakan fungsi
penghalang dan membantu meningkatkan pertahanan lini
pertama di tingkat mukosa konjungtiva. Agen ini membantu
untuk mencairkan berbagai alergen dan mediator inflamasi
yang mungkin ada pada permukaan okular, dan membantu
menyiram permukaan okular dari agen ini. Ketika
menghindari sebagai terapi strategi nonfarmakologis tidak
memberikan perbaikan gejala yang adekuat, perawatan
farmakologi topikal dapat diterapkan atau diberikan secara
sistemik untuk mengurangi respon alergi.

Pengelolaan andalan alergi pada mata melibatkan penggunaan agen terapi antialergi seperti antihistamin, beberapa tindakan agen anti-alergi dan stabilisator
sel mast. Sebagai contoh, antihistamin topikal H1 hidroklorida levocabastine
efektif dalam mengurangi peradangan mata bila diberikan cepat secara topikal
pada mata [34,35]. Antihistamin topikal kompetitif dan reversibel memblokir
reseptor histamin dan meringankan gatal dan kemerahan tetapi hanya untuk
waktu yang singkat. Obat-obat ini bekerja tidak mempengaruhi mediator
proinflamasi lainnya, seperti prostaglandin dan leukotrien, yang tetap ada tanpa
hambatan. Durasi terbatas ini menyebabkan penggunaannya hingga 4 kali per
hari, dan antihistamin topikal mungkin menyebabkan iritasi pada mata, terutama
dengan penggunaan jangka panjang [36]. Terapi kombinasi menggunakan
dekongestan dengan antihistamin telah terbukti lebih efektif, dan diberikan pada
mata sebagai obat tetes sampai 4 kali sehari [37]. Dekongestan bertindak
terutama sebagai vasokonstriktor dan efektif dalam mengurangi eritema, efek
samping termasuk rasa terbakar dan berangsur-angsur menyengat, midriasis,
dan hiperemia atau konjungtivitis medicamentosa dengan penggunaan jangka
panjang [37]. Oleh karena itu, terapi ini cocok hanya untuk menghilangkan gejala
jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk digunakan pada pasien glaukoma
sudut sempit.

Stabilisator sel mast memiliki mekanisme kerja yang belum jelas.


Kemungkinan dapat meningkatkan masuknya kalsium ke dalam sel,
mencegah perubahan membran dan atau dapat mengurangi fluiditas
membran sebelum degranulasi sel mast. Hasil akhir adalah penurunan
degranulasi sel mast dengan mencegah pelepasan histamin dan faktor
kemotaktik lainnya yang telah ada maupun yang baru dibentuk .
Stabilisator sel mast tidak meredakan gejala yang ada dan dapat
digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah degranulasi sel mast
dengan paparan berikutnya terhadap alergen. Terapi stabilisasi sel mast
juga dapat diterapkan topikal untuk mata, dan mungkin cocok untuk
bentuk konjungtivitis yang lebih berat. Membutuhkan periode waktu di
mana harus diterapkan sebelum paparan antigen. Dalam beberapa
tahun terakhir telah diperkenalkan beberapa multimodal agen anti-alergi,
seperti olopatadine, ketotifen, azelastine dan epinastine serta
bepostatine, yang mengerahkan beberapa efek farmakologis seperti aksi
antagonis reseptor histamin, stabilisasi degranulasi sel mast dan
menekan aktivasi dan infiltrasi dari eosinofil [38].

Ketotifen menghambat aktivasi eosinofil, generasi leukotrien dan


pelepasan sitokin [39,40]. Azelastine adalah generasi kedua selektif
antagonis reseptor H1 dan juga bertindak dengan menghambat
aktivasi faktor platelet (PAF) dan menghalangi ekspresi molekul
adhesi interseluler 1 (ICAM - 1) [41]. Epinastine memiliki efek
keduanya dari reseptor H1 dan H2 (efek terakhir mungkin
bermanfaat dalam mengurangi pembengkakan kelopak mata) dan
juga memiliki stabilisasi sel mast dan efek anti-inflamasi [42]. Obatobat ini menjadi obat pilihan untuk mengurangi gejala segera untuk
pasien dengan konjungtivitis alergi. Disebutkan obat anti-alergi
tidak memungkinkan kontrol yang adekuat dari proses inflamasi
alergi, agen anti-inflamasi yang digunakan. Obat anti inflamasi non
steroid (NSAID ) dapat digunakan sebagai obat aditif, untuk ,
mengurangi hiperemia konjungtiva dan pruritus, terkait khususnya
prostaglandin D2 dan prostaglandin E2 [43].

Kortikosteroid tetap salah satu agen farmakologis yang paling ampuh yang
digunakan dalam bentuk alergi mata yang lebih berat dan juga efektif
dalam pengobatan bentuk akut dan kronis dari AC [44-48]. Kortikosteroid
memiliki sifat imunosupresif dan antiproliferasi karena dapat menghambat
faktor transkripsi yang mengatur transkripsi Th2 yang diturunkan sitokin
gen dan diferensiasi dari pengaktifan T-limfosit ke Th2-limfosit. Obat ini
memiliki beberapa keterbatasan termasuk menimbulkan efek samping pada
mata, seperti penyembuhan luka yang lama, infeksi sekunder, tekanan
intraokular tinggi, dan pembentukan katarak. Karena itu agen ini untuk
penggunaan singkat (hingga 2 minggu); Namun jika dibutuhkan untuk
jangka waktu yang lebih lama, pemeriksaan mata harus dilakukan,
termasuk penilaian dasar katarak dan pengukuran tekanan intraokular
[3,49] . Khasiat imunoterapi terhadap gejala pada mata awalnya dipicu
oleh tantangan antigen konjungtiva yang ditunjukkan pada tahun 1911 dan
metode ini dapat dipertimbangkan untuk kontrol jangka panjang dari AC
[50]. Meskipun beberapa penelitian yang lebih baru telah berfokus pada
hidung bukan gejala mata, orang lain telah mengkonfirmasi khasiat
imunoterapi terhadap gejala pada mata [50-56].

Imunoterapi alergen spesifik adalah pengobatan yang efektif untuk pasien dengan
rhinoconjunctivitis alergi yang memiliki antibodi IgE spesifik terhadap alergen. Tujuan utama
pengobatan ini adalah untuk mendorong toleransi klinis untuk alergen spesifik: mengurangi
kenaikan IgE spesifik musiman untuk alergen tersebut, dan meningkatkan produksi dari IgG4
spesifik dan IgA; efek tersebut dimediasi oleh peningkatan produksi IL-10 dan TGF-1 [57].
Namun, respon imun terhadap paparan alergen tidak dapat diprediksi efektivitas terapinya
dan terapi itu sendiri dapat menghasilkan reaksi sistemik, kejadian dan keparahan yang
bervariasi tergantung pada jenis paparan alergen [58,59]. Secara tradisional, immunotherapy
dilakukan melalui injeksi subkutan. Namun, imunoterapi sublingual (oral) (SLIT) mendapatkan
momentum antara alergi. SLIT membutuhkan evaluasi lanjut untuk membantu alergi pada
mata; telah terbukti dapat mengontrol tanda-tanda dan gejala pada mata, meskipun gejala
pada mata merespon tidak lebih baik dari gejala pada hidung [60-65]. Antihistamin oral pada
umumnya digunakan untuk terapi hidung dan gejala alergi pada mata. Antihistamin baru
generasi kedua ini direkomendasikan daripada antihistamin generasi pertama karena
memiliki kecenderungan mengurangi efek samping seperti mengantuk [3]. Generasi kedua
antihistamin dapat menginduksi pengeringan mata, yang dapat mengganggu barier yang
disediakan oleh film air mata dan dengan demikian dapat benar-benar memperburuk gejala
alergi [66,67]. Oleh karena itu disarankan bahwa penggunaan tetes mata mungkin dapat
mengobati gejala alergi pada mata lebih efektif [67]. Kortikosteroid intranasal sangat efektif
untuk mengobati gejala hidung dari rinitis alergi, tapi bukti bahwa dapat juga mungkin
efektif untuk pengobatan gejala mata walaupun tidak konsisten [68-70].


Konjungtivitis Alergi pada Anak
Konjungtivitis alergi sering terjadi pada usia anak,
dengan usia puncak pada akhir masa kanak-kanak
dan dewasa muda . Pasien sering memiliki riwayat
penyakit atopik lainnya seperti eksim, asma,
paling sering adalah rhinitis. Gejala yang
ditimbulkan keterlibatan bilateral, gatal, merobek,
mata beraiar, kemerahan, edema kelopak mata
ringan, dan kemosis. AKC dan VKC jarang terjadi,
tetapi berpotensi lebih berat. Oleh karena itu,
keterlibatan dokter anak mata mungkin diperlukan
untuk mencegah hilangnya penglihatan pada
kasus berat [71].

Kesimpulan
Istilah konjungtivitis alergi adalah istilah inklusif klinis yang
berbeda berdasarkan pada asumsi klasik bahwa mekanisme
hipersensitivitas tipe 1 bertanggung jawab untuk semua
bentuk klinis penyakit alergi pada mata. Namun, mekanisme
IgE dan non-IgE terlibat dalam pengembangan penyakit alergi
pada mata. Beberapa mediator, sitokin, kemokin, reseptorreseptor, protease, faktor pertumbuhan, sinyal intraseluler,
jalur pengaturan dan inhibisi, dan faktor lainnya yang tidak
diketahui serta jalur yang berbeda dinyatakan dalam berbagai
gangguan alergi, menginduksi aspek klinis yang berbeda, fitur
diagnostik dan respon terhadap pengobatan. Oleh karena itu,
sistem klasifikasi baru yang diinginkan sebaiknya berasal dari
mekanisme patofisiologis yang bervariasi dan beroperasi di
berbagai bentuk alergi mata

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen7 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Bab Viii Penutup
    Bab Viii Penutup
    Dokumen3 halaman
    Bab Viii Penutup
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Bab Viii Penutup
    Bab Viii Penutup
    Dokumen3 halaman
    Bab Viii Penutup
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Bab V Metode Penelitian
    Bab V Metode Penelitian
    Dokumen7 halaman
    Bab V Metode Penelitian
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka NIKEN
    Daftar Pustaka NIKEN
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka NIKEN
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • MIOKARDITIS
    MIOKARDITIS
    Dokumen2 halaman
    MIOKARDITIS
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Bab II Tinjauan Pustaka
    Bab II Tinjauan Pustaka
    Dokumen20 halaman
    Bab II Tinjauan Pustaka
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka NIKEN
    Daftar Pustaka NIKEN
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka NIKEN
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Perikarditis Kronik
    Perikarditis Kronik
    Dokumen31 halaman
    Perikarditis Kronik
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Kasus Mandiri Ods Miopia
    Kasus Mandiri Ods Miopia
    Dokumen22 halaman
    Kasus Mandiri Ods Miopia
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • ENDOKARDITIS
    ENDOKARDITIS
    Dokumen7 halaman
    ENDOKARDITIS
    Annizada intan pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Case I
    Case I
    Dokumen29 halaman
    Case I
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Topografi Abdomen
    Topografi Abdomen
    Dokumen3 halaman
    Topografi Abdomen
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Histologi Jantung
    Histologi Jantung
    Dokumen9 halaman
    Histologi Jantung
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Tuturial Kelompok
    Tuturial Kelompok
    Dokumen85 halaman
    Tuturial Kelompok
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Ekg
    Ekg
    Dokumen4 halaman
    Ekg
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Jur Ding
    Jur Ding
    Dokumen16 halaman
    Jur Ding
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Lefl Eat
    Lefl Eat
    Dokumen2 halaman
    Lefl Eat
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Kelompok Mata
    Tutorial Kelompok Mata
    Dokumen49 halaman
    Tutorial Kelompok Mata
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Risiko Perdarahan Intrakranial Pada Pengguna Antidepresan Dengan Penggunaan Bersamaan Obat Non
    Risiko Perdarahan Intrakranial Pada Pengguna Antidepresan Dengan Penggunaan Bersamaan Obat Non
    Dokumen15 halaman
    Risiko Perdarahan Intrakranial Pada Pengguna Antidepresan Dengan Penggunaan Bersamaan Obat Non
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Herpes Zoster
    Herpes Zoster
    Dokumen17 halaman
    Herpes Zoster
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Tuturial Kelompok
    Tuturial Kelompok
    Dokumen85 halaman
    Tuturial Kelompok
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Parkinson Niken
    Parkinson Niken
    Dokumen32 halaman
    Parkinson Niken
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Jurding Saraf
    Jurding Saraf
    Dokumen20 halaman
    Jurding Saraf
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Epilepsi
    Penyuluhan Epilepsi
    Dokumen14 halaman
    Penyuluhan Epilepsi
    Niken Faradila Kartika Utami
    100% (3)
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Word Varisella Zoster
    Word Varisella Zoster
    Dokumen13 halaman
    Word Varisella Zoster
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Parkinson Niken
    Parkinson Niken
    Dokumen32 halaman
    Parkinson Niken
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Dokumen39 halaman
    Presentation 2
    Niken Faradila Kartika Utami
    Belum ada peringkat