Fournier Gangren
Fournier Gangren
A.
PENDAHULUAN
Fournier gangren pertama kali ditemukan pada tahun 1883, ketika ahli
penyakit kelamin asal Perancis Jean Alfred Fournier mendapatkan dimana 5 lakilaki muda yang sebelumnya sehat menderita gangren dengan cepat progresif pada
penis dan skrotum tanpa sebab yang jelas. Penyakit ini yang kemudian dikenal
sebagai Fournier gangren, didefinisikan sebagai fasciitis nekrotikans pada daerah
perineum perianal atau genital. Berbeda dengan deskripsi awal Fournier, penyakit
ini tidak hanya terdapat pada laki-laki dewasa muda tapi pada usia lanjut
penyebab biasanya akibat gangguan sistem imun. Penyakit ini kebanyakan terjadi
pada penderita usia 40-70 tahun dengan faktor resiko keadaan umum kurang baik
seperti gizi buruk, penggunaaan imunosupresan, alkohol dan diabetes melitus.1&2
Gejala yang bervariasi mulai dari nyeri pada daerah anorektal atau genital
dengan presentasi gejala minimal berupa nekrosis kulit, nekrosis yang cepat
menyebar pada kulit dan jaringan lunak, sepsis sistemik tanpa sumber infeksi
yang jelas. Fournier Gangren adalah kegawatdaruratan bedah, dan karena
perbedaan dalam presentasi klinis, pasien mungkin awalnya ditemui dalam
berbagai keadaan klinis. Karena keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan
dari kondisi ini bisa berakibat fatal, sangat penting untuk tidak mengabaikan
gejala, bahkan jika gejala tidak spesifik. Setelah Fournier gangrene didiagnosis,
pengobatan yang tepat sangat penting. Penyakit ini merupakan kedaruratan di
bidang urologi karena mula penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak,
cepat berkembang, bisa menjadi ganggren yang luas dan menyebabkan
septisemia.3&4
B.
EPIDEMIOLOGI
Fournier gangren relatif jarang, namun kejadian yang tepat dari penyakit
ini tidak diketahui. Dalam review Fournier gangren pada tahun 1992, Paty dan
rekan kerja terdapat sekitar 500 kasus infeksi telah dilaporkan dalam literatur
Page | 1
ETIOLOGI
Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat kelamin,
Page | 2
D.
Streptococcus Group B
Streptococcus faecalis
Staphylococcus epidermidis
Anaerobes
Peptococcus
Fusobacterium
Clostridium perfringens
Mycobacteria
Mycobacterium tuberculosis
Yeasts
Candida albican
Page | 3
Penis berasal dari bahasa Latin yang artinya berarti "ekor" akar katanya sama
dengan phallus, yang memiliki arti sama adalah alat kelamin jantan. Penis
merupakan organ eksternal, karena berada di luar ruang tubuh. Pemakaian istilah
"penis" praktis selalu dalam konteks biologi atau kedokteran. Istilah "falus" (dari
phallus) dipakai dalam konteks budaya, khususnya menerangkan gambran penis
yang menegang (ereksi). Lingga (atau lingam) adalah salah satu penggambaran
falus. Penis terdiri dari:
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di ujung
glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat
(sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi
glans penis. Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil. Dua
rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosum yang terletak
bersebelahan. Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra.
Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak
(mengalami ereksi). Penis terletak menggantung didepan skrotum, bagian ujung
disebut glans penis, bagian tangah disebut korpus penis, bagian pangkal disebut
radiks penis. Kulit ini berhubungan dengan pelvis, skrotum, dan perineum. Penis
adalah alat kelamin laki-laki dan berisi saluran keluar bersama untuk urin dan
cairan mani. Penis terdiri dari tiga badan jaringan erektil karvenosus silindris yang
diliputi oleh kapsula fibrosa, yakni tunika albugenia. Di sebelah luar tunika
albugenia terdapat fascia penis profunda yang membentuk pembungkus bersama
untuk corpus spongiosum penis dan kedua korpus kavernosum penis. Di dalam
korpus kavernosum penis melintas pars spongiosa urethra. Kedua korpus
kavernosum penis saling bersentuhan di bidang medial, kecuali di sebelah dorsal
yang berpisah untuk membentuk crus masing-masing yang melekat pada ramus
bersama os pubis dan os ischii di sebelah kanan dan sebelah kiri. 6,7
Gambar 1
Penis potongan melintang6
Page | 4
Radix penis terdiri dari krus penis, bulbus penis, dan musculus iskhiocavernosus
dan muskulus bulbospongiosus di kedua sisi. korpus penis adalah bagian bebas yang
tergantung sewaktu penis berada dalam keadaan lemas. Kecuali serabut muskulus
bulbospongiosus yang menutupi bulbus penis dan serabut muskulus iskhiokavernosus
pada kedua krus penis, penis tidak memiliki otot. Penis terdiri dari kedua korpus
kavernosum dan sebuah korpus spongiosum dan dilapisi oleh kulit. Ke arah distal
korpus spongiosum penis melebar untuk membentuk glans penis. Tepi glans penis,
yakni corona glandis, melewati ujung kedua korpus kavernosum penis. korona penis
berada di atas sebuah penyempitan melewati alur yang serong, yakni kolum glandis,
yang membatasi glans penis terhadap corpus penis.6,7
Ligamentum suspensorium penis adalah kondensasi fascia superfisialis yang berasal
dari permukaan ventral simpisis pubik. Ligamentum suspensorium penis melintas ke
kaudal dan bercabang dua yang melekat pada fascia penis yang tak dapat digerakan dan
merupakan bagian yang bebas. Muskulus perinei superfisialis ialah muskulus transverse
perinei superfisialis, muskulus bulbospongiosus, muskulus ischiocavernosus. Otot-otot
ini terletak dalam spatium perinei superficial, dan semua dipersarafi oleh nervus
perinealis. Prepusium yang menutupi glans dipisahkan dari prepusium dan di dalamnya
terdapat ruangan yang dangkal.
Fasia superfisialis
Secara langsung berhubungan dengan fasia skrotum dengan lapisan sel otot
polos.
Korpora kavernosa penis
Korpora kavernosus penis ditutupi oleh kapsul kuat yang terdiri atas
benang-benang superfisialis dan profunda mempunyai arah longitudinal dan
Page | 5
lebih besar hingga membentuk pinggir yang bundar disebut korona glandis.
Bulbus uretra
Merupakan pembesaran bagian posterior 3-4 cm dari korpus kavernosa
uretra, letaknya superfisialis dari diafragma urogenitallis.
Penis dilekatkan oleh beberapa ligamentum antara lain Ligamentum
fundiformis penis : lapisan tebal yang berasal dari fasia superfisialis dan dari
dinding abdominalis anterior diatas pubis Ligamentum suspensorium penis
berupa benang berbentuk segitiga. Bagian eksterna dari fasia profunda
menggantung pada dorsum, sedangkan akar penis ke bagian inferior linea alba,
simpisis pubis, dan ligamentum arkuarta pubis, kruris iskhio pubis dan bulbus
diafragma urogenitalis sebagai alat penggantung penis. Pada penis juga terdapat
beberapa pembuluh darah. Pembuluh darah penis antara lain Arteri pudenda
interna : cabang arteri hipogastrika yang menyuplai darah untuk ruangan
kavernosa. Arteri profunda penis : cabang dari arteri dorsalis penis, bercabang
terbuka langsung ke ruangan kavernosa. Cabang kapiler ini akan menyuplai
darah ke trabekula ruangan kavernosa dan dikembalikan ke vena pada dorsum
membentuk vena dorsalis penis melewati permukaan superior korpora lalu
bergabung dengan yang lain. Saraf pada penis merupakan cabang dari nervus
pudendus dan pleksus. Fungsi penis secara biologi adalah sebagai alat
pembuangan (organ ekskresi) sisa metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan
sebagai alat bantu reproduksi. 6,7,8
Page | 6
Gambar 2
Anatomi penis7
2. Skrotum
Skrotum adalah sebuah kantung yang terdiri dari kulit dan otot yang melindungi
testis berwarna gelap dan berlipat-lipat. Skrotum terletak di antara penis dan anus
serta di depan perineum. Skrotum berasal dari bagian yang sama dengan labia
mayora pada organ kelamin perempuan. Skrotum manusia dan beberapa mamalia
dapat ditumbuhi rambut kemaluan. Pada manusia, rambut ini mulai tumbuh ketika
individu memasuki tahap pubertas. Skrotum terdiri atas kulit tanpa lemak memiliki
sedikit jaringan otot yang berada dalam pembungkus disebut tunika vaginalis.
Sepasang skrotum ini menggantung didasar pelvis. Pada bagian depan skrotum
terdapat penis dan dibelakangnya terdapat anus. Skrotum adalah sebuah kantong
fibromuskular untuk kedua testis dan bangunan yang berhubungan. Skrotum
terletak dorsokaudal terhadap penis dan kaudal terhadap simphisis pubik.
Pembentukan embrional skrotum secara bilateral menjadi nyata dari raphe scrota di
garis tengah yang dilanjutkan pada permukaan ventral penis sebagai raphe penis
dan ke arah dorsal sebagai raphe perinei mengikuti garis median perineum.
Vaskularisasi arterial pada skrotum mulai dari arteri pudenta externa mengurus
pendarahan bagian ventral skrotum, dan arteria pudenta interna bagian dorsal. Bagian
ini juga dipasok oleh cabang-cabang dari arteria testikularis dan arteria kremasterica.
Penyaluran balik darah dan penyaluran limfe pada skrotum di mulai dari vena scrotales
mengiringi arteria scrotales dan bergabung dengan vena pudenta externa. Pembuluh
limfe dari skrotum ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales. Skrotum
adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis : kulit dan fascia superficialis.
Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fascia superficialis
terdapat lapisan otot polos yang tipis, dikenal sebagai fascia dartos, yang berkontraksi
Page | 7
sebagai reaksi terhadap dingin, dan dengan demikian mempersempit luas permukaan
kulit. Ke arah ventral fascia superficialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang
berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan
menjadi fascia superficialis perineum. 6,7,8
Gambar 3
Anatomi skrotum7
dorsal.
Ramus perinealis dari nervus kutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk
Page | 8
Lapisan skrotum.
Kulit
: warna kecoklatan, tipis, dan mempunyai flika/rugae.
Tunika dartos : berisi lapisan otot polos yang tipis sepanjang basis skrotum.
Fungsi skrotum adalah menjaga suhu dari testis agar tetap optimal yakni di bawah
suhu tubuh. Pada manusia, suhu testis sekitar 34 C. Pengaturan suhu dilakukan dengan
mengeratkan atau melonggarkan skrotum, sehingga testis dapat bergerak mendekat atau
menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada suhu dingin dan bergerak
menjauh pada suhu panas. 6,7,8
Gambar 3
Anatomi skrotum9
E.
PATOFISIOLOGI
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya Fournier
Page | 9
mikroorganisme
penyebab.
Faktor
etiologi
memungkinkan
untuk
masuknya
Gambar 4
Pengaruh faktor terhadap Fournier gangren1
Page | 10
organisme
mikroaerofilik.
Mikroorganisme
kemudian
pada
gilirannya
dapat
G.
DIAGNOSIS
1.
Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit di
Page | 11
Gambar 5
Edema dinding skrotum dan perubahan warna kulit 11
Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan fisik.
Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf menjadi
nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal tanpa disertai syok
septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar derajat nekrosis, yang lebih
mendalam efek sistemik. Pada Pemeriksaan fisis yang dapat dilakukan adalah
palpasi dari alat kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai
tanda-tanda penyakit dan untuk mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat
juga ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem,
edema, sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut
dapat menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri
anaerob dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang dapat
memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia dan
hipotensi.1,5
2. Pemeriksaan penunjang
Tes Darah Lengkap
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan untuk
memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi sepsis-yang
menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT),
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar
Page | 12
dan luasnya penyakit fournier, terutama jika dari pemeriksaan klinis tidak dapat
disimpulkan. Gas dalam jaringan lunak dapat lebih mudah terdeteksi modalitas
pencitraan dibandingkan dengan pemeriksaan fisik. Radiografi polos harus menjadi
pemeriksaan pencitraan awal. Untuk mengetahui seberapa besar jumlah gas
jaringan lunak, benda asing, atau edema pada jaringan skrotum. Gas dalam jaringan
lunak bermanifestasi sebagai daerah hiperlusen. Namun, tidak adanya gas
(hiperlusen) pada foto polos tidak dapat menyingkirkan diagnosis.13
Page | 13
Gambar 6
Fournier gangren pada pria umur 32 tahun dengan riwayat nyeri testis dan
infeksi kulit. Pada foto polos radoiografi anteroposterior menunjukkan tanda radiolusen (panah) dalam jaringan lunak
yang melapisi daerah skrotum dan perineum yang dapat dicurigai sebagai emfisema subkutan
13
CT-scan dapat membantu pada pasien yang diagnosis tidak jelas atau sulit untuk
menetukan luasnya penyakit. CT-scan memiliki kekhususan yang lebih besar untuk
mengevaluasi penyakit dibandinkan foto polos radiografi, USG, atau pemeriksaan
fisik. Dengan meluasnya penggunaan CT-scan dalam kondisi darurat, Fournier
gangren semakin banyak dipelajari dengan teknik pencitraan. CT-scan memainkan
peran penting dalam diagnosis serta evaluasi penyakit, jalur anatomi penyebaran
gangren, akumulasi cairan,abses, emfisema subkutan dan perluasannya yang paling
baik dinilai dengan CT-scan. CT-scan juga tidak hanya membantu mengevaluasi
struktur perineum yang dapat terlibat oleh Fournier gangren, tetapi membantu
menilai retroperitoneum yang dapat menyebar pada penyakit ini. CT-scan dapat
mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum krepitasi terdeteksi. Hingga
90% dari pasien dengan Fournier gangren telah dilaporkan memiliki emfisema
subkutan, sehingga setidaknya 10% tidak menunjukkan pada temuan ini. 13
CT-scan dapat membantu mengevaluasi baik bagian superfisial dan profunda
dari fasia. Dalam banyak kasus, pemeriksaan fisik tidak akurat membantu
memprediksi tingkat nekrosis ditemukan di operas. CT-scan juga penting dalam
membedakan Fournier gangren dari yang lain kurang agresif seperti jaringan lunak
edema atau selulitis, yang mungkin tampak mirip dengan Fournier gangren pada
pemeriksaan fisik. Selain itu, CT-scan sangat bermanfaat dalam post treatment yang
merupakan tindak lanjut dari terapi respon seperti pada pemberian antibiotik spektrum luas
dan debridemen yang penting untuk keberhasilan. 13
Page | 14
Gambar 7
Fournier gangren pada seorang pria 61 tahun dengan pembengkakan skrotum, nyeri, dan kemerahan yang bersama
dengan nyeri perut. CT-scan kontrast yang diperbesar menunjukkan skrotum yang mengandung fokus gas (Panah
gambar a) Pada daerah sisi kanan dan kiri terjadi perluasan pada daerah perineum dan jaringan subkutan dari daerah
medial kanan di region glutealis melalui fasia Colles (panahgambar b).13
USG (Ultrasonografi)
Gambaran USG pada Fournier gangren dinding skrotum menebal
mengandung fokus hiperekoik yang menunjukkan mewakili gas dalam dinding
skrotum. Bukti gas dalam skrotum dinding dapat dilihat sebelum pemeriksaan
fisik yang ditemukan adanya krepitasi. Biasanya juga terdapat hidrokel
unilateral atau bilateral. Testis dan epididimis sering normal dalam ukuran dan
ekotekstur karena vaskularisasi yang berbeda. Vaskularisasi testis adalah paling
sering bertahan karena suplai darah ke skrotum berbeda dengan yang ke testis.
Pasokan darah skrotum adalah dari arteri pudenda cabang dari arteri femoralis
sedangkan pasokan darah testis adalah dari cabang dari aorta. Jika terdapat
keterlibatan testis, ada kemungkinan sumber infeksi berasal dari intra abdominal
atau retroperitoneal. USG juga berguna dalam membedakan Fournier gangren
dari hernia inguinal skrotalis. Dalam fase lanjut, gas dapat diamati dalam lumen
usus, jauh dari dinding skrotum. USG lebih unggul dalam foto polos radiografi,
karena isi skrotum dapat diperiksa bersama dengan aliran darah Doppler.
Jaringan lunak udara juga lebih jelas di USG daripada di radiografi, tetapi CT
lebih unggul baik di USG dan radiografi menunjukkan Fournier gangren baik
melaui perluasannya dan penyakit yang mendasarinya. 13
Page | 15
Gambar 9
Fournier gangren pada seorang pria umut 71tahun dengan demam. USG menunjukkan daerah hyperechoic (panah
melengkung) dengan bayangan ang kabur yang mewakili udara di dinding skrotum dan perineum. Terdapat juga
akumulasi cairan (tanda panah) di jaringan subkutan.
13
Histopatologis
Biopsi insisional pada saat debridemen memungkinkan jenis patologis
Fournier gangren yaitu nekrosisi infeksi dari selulitis. Yang pertama akan
mendapat manfaat dari debridement eksisional, sedangkan yang kedua jarang
membutuhkan bedah eksisi. Sampel biopsi harus diambil mencakup kulit dan
fasia superfisialis dan profunda. Sampel ini dapat dikirim untuk frozen section
untuk menilai nekrosis fasia. Keterlibatan fasia muncul sebagai pembengkakan
juga akibat nekrosis pada analisis mikroskopis.
Gambar 10
Temuan Histologis (mikroskop optic dengan eosin-hematoxilin) necrotizing fasciitis dari dinding skrotum. Tampak
jaringan granulasi . Panah menunjuk ke absen epidermis, menunjukkan ulserasi. Bagian kulit skrotum hiper-dan
parakeratotic memberi jalan untuk ulserasi luas..14
H.
PENATALAKSAAN
Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki keadaan
Page | 16
Fournier
meliputi
resusitasi
agresif
dalam
mengantisipasi
operasi.
Menyediakan manajemen jalan nafas jika ada indikasi, berikan oksigen tambahan, dan
membangun intravena (IV) akses dan pemantauan jantung terus menerus. Pengganti
kristaloid diindikasikan untuk pasien yang mengalami dehidrasi atau menampilkan
tanda-tanda syok. Awal, antibiotik spektrum luas yang ditunjukkan. Tetanus profilaksis
diindikasikan jika terjadi ulkus pada jaringan lunak.Selain itu, kondisi komorbiditas
yang mendasari (misalnya, diabetes, alkoholisme) harus diatasi. Kondisi seperti itu
sering terjadi pada pasien-pasien dan berpotensi sebagai faktor predisposisi Fournier
ganggren. Kegagalan untuk memadai mengelola kondisi komorbiditas dapat
mengancam keberhasilan bahkan intervensi yang paling tepat untuk menyelesaikan
Penyakit menular.1,5,16
Antibiotik
Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas terapi
menunjukkan adanya jamur, tambahkan agen empirik anti jamur seperti amfoterisin B
atau caspofungin.1
Debridemen
Page | 17
Gambar 11
Ektensif debridemen dari Fournier gangren 5
Oksigen Hiperbarik
menit. HBO meningkatkan kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan memiliki
efek menguntungkan berbagai penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas adalah
jaringan dari hipoksik yang dibebaskan, yang secara langsung beracun terhadap
bakteri anaerob. Aktifitas fibroblast meningkat dengan angiogenesis berikutnya
mengarah ke penyembuhan luka dipercepat. Ini merupakan kontraindikasi untuk
ruang vakum udara di dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan karena
ekspansi setelah kembali tekanan atmosfer normal, seperti sinusitis, otitis
media, asma, dan penyakit paru bulosa. Pada pasien diabetes, seperti
hipoglikemia dapat diperburuk oleh HBO. Beberapa penulis mempertanyakan
efektivitas empiris HBO, menunjukkan bahwa pasien harus dipilih hanya jika
ada permukaan tubuh daerah besar keterlibatan yang siap untuk transplantasi
Page | 19
Gambar 12
Transplantasi kulit pada Fournier ganggrene 5
J.
KOMPLIKASI
Sepsis mungkin karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi sistemik, atau
respon yang kurang baik. Banyak pasien yang gagal karea kekebalan organ yang
merupakan konsekuensi paling ditakuti sepsis yang belum terselesaikan dan biasanya
melibatkan paru, kardiovaskular, sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis acalculous, dan
cedera serebrovaskular juga telah. Miositis dan mionekrosis dari paha atas dapat terjadi
sebagai akibat sepsis yang berasal dari kantong testis subkutan saat dilakukan
debridemen. Komplikasi akhir meliputi5&15:
K. PROGNOSIS
Page | 20
Kecacatan pada skrotum, perineum, penis, dan kulit di perut memerlukan prosedur
rekonstruksi. Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi Fournier gangren biasanya
baik. Skrotum memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah
infeksi dan terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan
keterlibatan penis mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan jaringan
parut pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang, mungkin terjadi
gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi, edema dan selulitis. Fournier
Gangrene Severity Index (FGSI) mendasar pada penyimpangan dari rentang referensi
parameter klinis berikut1&16:
Suhu
Denyut jantung
Pernapasan Tingkat
Darah putih jumlah sel
Hematokrit
Serum natrium
Serum kalium
Serum kreatinin
Serum bikarbonat
Resiko kematian berbanding lurus dengan usia pasien dan tingkat toksisitas
sistemik pada saat masuk, serta keterlibatan jaringan lokal. Prognosis yang lebih baik
ada pada usia yang lebih muda dari 60 tahun, penyakit klinis lokal, tidak adanya
toksisitas sistemik (misalnya, FGSI rendah), dan kultur darah steril. Pada penyakit
diabetes dan infeksi HIV tidak terkait dengan kematian yang lebih tinggi. Dalam
beberapa penelitian, Fournier gangren yang berasal dari penyakit anorektal membawa
prognosis yang lebih buruk daripada kasus yang disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Tingkat kematian dilaporkan untuk Fournier gangren bervariasi mulai setinggi 75%.
Namun, dalam 600 kasus Fournier gangren ditemukan 100 kematian terjadi untuk
tingkat kematian 16,5%. Dalam seri yang mencakup lebih dari 20 pasien, angka
kematian berkisar 4-54%, dengan sebagian besar studi melaporkan tingkat kematian
dari 20-30%. Faktor yang terkait dengan kematian yang tinggi termasuk sumber
anorektal, usia lanjut, penyakit yang luas (melibatkan dinding perut atau paha),
syokatau sepsis pada presentasi, gagal ginjal, dan disfungsi hati. Kematian biasanya
Page | 21
terjadi akibat penyakit sistemik seperti sepsis (biasanya gram negatif), koagulopati,
gagal ginjal akut, diabetik ketoasidosis, atau kegagalan organ multipel. Mortalitas pada
tetanus yang terkait dengan Fournier gangren telah dilaporkan dalam literatur.1&16
Page | 22
REFERENSI
1. Pais, Vernon M. Fournier Gangerene Medication. [online]. 2011. [citied Agustus,
2012]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/2028899-overview
2. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta : EGC. 2008.
795-800
3. Morpurgo, Emillio, Susan. Fournier gangrene. [online]. 2006. [citied Agutus 2012].
Available from : http://www/midcf.org/journlas/4335.pdf
4. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 2. Malang : Sagung Seto, 2008. 50-56.
5. Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London : Springer. 2006.
50-140
6. Slone, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC. 2005. 347-52
7. Putz, R, Pabst. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Volume 2, 14 th edition. Elsevier.
2005. 198
8. Price, Sylvia A, Lorraine. Patofiiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi : 6,
volume :2. 2005. Jakarta : EGC. 1311-22.
9. Hansen JT, Koeppen BM. Netters Atlas of Human Physiology. Volume 1, 10th edition.
Elsevier. 20010. 365
10. Stockinger, Zsolt. Fournier Gangrene. [online]. 2011. [citied Agustus, 8 2012].
Available from : http://www.guttmacher.org/pubs/journals/3116205.pdf
11. Burch, Draion, Timothy, Vincent. Fourniers Gangrene : Be Alert forThis Medical
Emergency.
[online].
2007.
[citied
Agustus,
2012].
Available
from
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW770.pdf
12. Thwaini, Khan A, Malik A. Fourniers gangrene and its Emergency Management.
[online].
2005.
[citied
Agustus,
2012].
Available
from
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW780.pdf
13. Levenson, Robin B, Ajay K, Noveline Robert. Fournier Gangrene : Role of Imaging 1.
[online].
2008.
[citied
agustus,
2012].
Avaiabe
from
http://pdf.guttmacher.org/pubs/journals/311267.pdf
14. Zgraj, Oskar, Sri Paran, Maureen. Neonatal Scrotal Wall Necrotizing Fasciitis (Fournier
Gangrene) : A Case Report. [online]. 2011. [citied Agustus, 8 2012]. Available from :
http://creative.commons.org/licenses/by/2.0
15. Thimons, Jhon. Recognizing Necrotising fasciitis. [online].2012. [citied Agustus, 8
2012]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22621627.pdf
16. Neary, Elaine. A Case of Fourniers Gangrene. [online]. 2005. [citied Agustus 2012].
Available from : http://www.nejm.org/36621.pdf.
Page | 23