Anda di halaman 1dari 20

DISKUSI TOPIK

CASE VIGNETTE
Carl, 13 tahun, dikonsultasikan kepada seorang psikiater anak. Kepandaiannya biasa saja,
menurut Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC), dengan hasil kemampuan lisan lebih
baik daripada keterampilan non verbal. Dia mengerjakan tugas hafalan dengan baik, tapi gurunya
bingung dan prihatin terhadap kurangnya pemahaman pada ide abstrak.
Ibunya menyadari masalah pada anaknya pada saat berusia 6 bulan ketika Carl mengalami
cedera kepala. Sejak saat itu, Carl menjadi penyendiri dan terasing, menghabiskan waktu dengan
menatap tangannya, dan kemudian menggerakkannya dalam pola yang aneh sebelum menutup
mukanya. Pada usia 1 tahun, dia mulai memperhatikan lalu lintas, tapi tampak mengabaikan
adanya orang disekitarnya. Carl tampak menjauh dan sedikit kontak mata sampai usia 5 tahun.
Dia tumbuh sesuai dengan usia, fisik sempurna, senang memainkan benda ditangannya, dan ia
akan teriak jika ada yang berusaha menghentikannya. Dia bertingkah laku seperti anak kecil,
seperti meloncat, bertepuk lengan dan menggerakkan tangannya dengan berputar.
Usia 3 tahun, Carl sudah mengenal huruf alfabet, dan ia cepat terampil dalam
menggambar; dia menggambar tempat garam dan merica, dapat meniru nama dan menuliskannya
dengan benar. Kadang-kadang hal ini menjadi satu-satunya aktifitas dia dan dilakukan berulangulang. Bersamaan dengan ini, dia tampak tertarik dengan tiang dan gedung tinggi, dan akan
memandanginya dari berbagai sudut kemudian menggambarnya. Carl tidak dapat bicara sampai
usia 4 tahun, dan kemudian dalam waktu yang lama hanya menggunakan satu kata. Setelah itu,
dia sering mengulang kalimat dan membalikkan pengucapannya.
Setelah usia 5 tahun, kemampuan bicara dan kontak sosial mengalami kemajuan. Sampai
usia 11 tahun, ia bersekolah di sekolah luar biasa. Guru dapat mengerti akan perilaku dan
1

rutinitas yang berulang pada Carl. Sebagai contoh, Carl meminta sebelum pelajaran dimulai,
semua teman-teman dikelas dan guru harus menggunakan jam tangan yang dia buat dari lilin.
Meskipun bermasalah, Carl membuktikan kemampuan dengan hafalan yang luar biasa, dapat
menyerap semua pelajaran yang diajarkan, dan bisa meniru kata demi kata ketika ditanya. Dia
kemudian dipindahkan ke sekolah reguler saat berusia 11 tahun.
Carl menggunakan tata bahasa yang baik dan memiliki kosa kata yang banyak, tapi
pembicaraannya kaku dan tidak dewasa dan lebih mengutamakan kepentingannya sendiri. Dia
belajar untuk tidak membuat orang lain malu, tapi cenderung mengulang pertanyaan. Dia tidak
bersikap menarik diri, tapi lebih memilih kelompok orang dewasa dibandingkan anak seusianya,
tampak mengalami kesulitan penyesuaian terhadap aturan yang diterapkan dalam interaksi sosial.
Dia berkata pada dirinya, Saya takut saya menjadi tidak sportif. Carl menikmati lelucon, tetapi
tidak bisa mengerti lebih banyak humor. Dia sering digoda oleh teman-teman sekelasnya.
Kesenangan Carl yang utama adalah peta dan tanda-tanda jalan. Dia memiliki ingatan
yang luar biasa dari rute jalan dan bisa menggambarnya secara cepat dan akurat. Dia juga
membuat bentuk besar dan sulit, abstrak dari bahan yang berada di tangannya dan menunjukkan
kepandaian dalam memastikan bahwa itu akan dikumpulkan secara bersama. Dia tidak pernah
tertarik bermain peran dan sangat dekat dengan mainan panda dengan berberbicara sebagai orang
dewasa ketika dia butuh kenyamanan.
Ketrampilan tangan Carl baik, tapi dia kikuk dan tidak dapat mengkoordinasikan
gerakannya. Sampai saat ini ia tidak pernah dipilih oleh anak lainnya untuk bermain dalam
aktivitas kelompok dan olah raga.

TANDA DAN GEJALA


6 bulan
1 tahun
3 tahun
Sampai 4 tahun
Sampai 11 tahun
Saat ini

- Penyendiri
- Menghabiskan waktu menatap dan menggerakkan tangan
- Mengabaikan orang sekitar
- Kontak mata kurang
Melakukan aktivitas berulang-ulang
Tidak dapat berbicara
Sekolah di SLB
- Pembicaraan kaku, tidak dewasa
- Tidak dapat mengkoordinasikan gerakan
- Lebih memilih kelompok orang dewasa
- Pemahaman ide abstrak kurang

MULTI AXIAL DIAGNOSIS


-

AXIS I
AXIS II
AXIS III
AXIS IV
AXIS V

: F84.0 Autisme pada masa kanak


: R46.8 Diagnosis aksis II tertunda
: Tidak ada
: Tidak ada
: GAF tertinggi 1 tahun terakhir: GAF sekarang: 65

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Autisme merupakan salah satu jenis gangguan yang terdapat pada kelompok Gangguan
Perkembangan Pervasif, biasa muncul sebelum usia 3 tahun. Kondisi ini mengakibatkan
gangguan pada interaksi sosial, pola komunikasi, minat dan gerakan terbatas, stereotipik dan
diulang-ulang (ICD-X/ DSM-IV).

EPIDEMIOLOGI
Autisme ditemukan pada 4-5 per 10.000 anak (penelitian Victor Lotter, di Inggris, 1966)
kemudian ditemukan adanya peningkatan autisme: 13 per 10.000 anak (penelitian Tanoue, di
Jepang 1988) dan penelitian (2000) menunjukkan angka 1 per 1000, bahkan laporan tahun 2005
ditemukan pada 1 per 160 anak pra sekolah di Amerika Serikat (Research Units on Pediatric
Psychopharmacology, Autism Network, Nov 2005)
Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 52 juta kasus autisme di dunia, dengan prevalensi
7.6 per 1000 atau setara dengan 1 per 132 anak. (The epidemiology and global burden of autism
spectrum disorders, Feb 2015)
Di Indonesia belum ada penelitian khusus mengenai epidemiologi autisme, namun dari
berdasarkan data BPS tahun 2010 maka diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak
penyandang autisme pada rentang usia 5-19 tahun.

ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti apa penyebab dari autisme itu. Ada berbagai
macam teori tentang penyebab autisme, antara lain:
Teori Psikososial
Kanner mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik sebagai penyebab autisme:
orang tua yang emosional, kaku dan obsesif yang mengasuh anak mereka dalam suatu atmosfer
yang secara emosional kurang hangat bahkan dingin. Menurut Bruno Bettelheim, perilaku orang
tua dapat menimbulkan perasaan terancam pada anak.
Teori ini pada sekitar tahun 1950-1960 sempat membuat hubungan dokter dan orangtua
mengalami krisis dan menimbulkan perasaan bersalah dan bingung pada para orang tua yang
telah cukup berat bebannya dengan mengasuh anak autistik. Sekarang teori ini tidak dipakai lagi.
Teori Biologis
Adanya hubungan yang erat dengan retardasi mental (75-80%), perbandingan laki-laki :
perempuan = 4:1, meningkatnya insiden gangguan kejang (25%) dan adanya beberapa kondisi
medis dan genetik yang mempunyai hubungan dengan gangguan ini. Sehingga sekarang ini
diyakini bahwa gangguan autistik ini merupakan suatu sindrom perilaku yang dapat disebabkan
oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Walaupun sampai saat ini belum
diketahui pasti dimana letak abnormalitasnya, diduga adanya disfungsi dari batang otak dan
mesolimbik, namun dari penelitian terakhir ditemukan kemungkinan adanya keterlibatan dari
serebelum.
Berbagai kondisi tersebut antara lain:
-

Faktor genetik
5

Hasil penelitian pada keluarga dan anak kembar menunjukkan adanya faktor genetik yang
berperan dalam perkembangan autisme. Pada penelitian dalam keluarga ditemukan 2,5-3%
autisme pada saudara kandung, yang berarti 50-100 kali lebih tinggi dari pada populasi normal.
Penelitian terbaru menemukan adanya peningkatan gangguan psikiatri pada anggota
keluarga dari anak autistik, berupa peningkatan insiden gangguan afektif dan anxietas, juga
peningkatan gangguan dalam fungsi sosial.
Juga telah ditemukan adanya hubungan autisme dengan sindrom fragile-X, yaitu suatu
keadaan abnormal dari kromosom X. Pada sindrom ini ditemukan kumpulan berbagai gejala,
seperti retardasi mental dari ringan sampai berat, kesulitan belajar yang ringan, daya ingat jangka
pendek yang buruk, fisik yang abnormal pada 80% laki-laki dewasa, clumsiness, serangan
kejang, dan hiper-refleksi. Sering tampak pula gangguan perilaku seperti hiperaktif, gangguan
pemusatan perhatian, impulsif, dan anxietas. Diduga terdapat 0-205 sindrome fragile-X pada
autisme, walau hal ini masih diperdebatkan.
-

Faktor perinatal
Komplikasi pranatal, perinatal, dan neonatal yang meningkat juga ditemukan pada anak

austik. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah adanya perdarahan setelah trimester
pertama dan adanya kotoran pada amnion janin, yang merupakan tanda bahaya janin (fetal
distress). Penggunaan obat-obatan tertentu pada ibu yang sedang mengandung diduga ada
hubungannya dengan timbulnya autisme. Adanya komplikasi waktu bersalin seperti terlambat
menangis, gangguan pernafasan, anemia pada janin, juga diduga ada hubungan dengan autisme.
-

Model neuroanatomi

Berbagai kondisi neuropatologi diduga dapat mendorong timbulnya gangguan perilaku


pada autisme, ada beberapa daerah di otak anak autistik yang diduga mengalami disfungsi.
Adanya kesamaan perilaku autistik dan perilaku abnormal pada orang dewasa yang telah
diketahui mempunyai lesi di otak, dijadikan dasar dari beberapa teori penyebab autisme.
-

Hipotesis neurokemistri
Sejak ditemukannya adanya kenaikan kadar serotonin didalam darah pada sepertiga anak

autistik (1961), fungsi neurotransmiter pada anak autisme menjadi fokus perhatian banyak
peneliti. Dengan anggapan bila disfungsi neurokemistri yang ditemukan merupakan dasar dari
perilaku dan kognitif yang abnormal, tentunya dengan terapi obat diharapkan disfungsi sistem
neurotransmiter ini akan dapat dikoreksi. Beberapa jenis neurotransmiter yang mempunyai
hubungan dengan autisme antara lain serotonin, dopamin, dan opioid endogen.
Teori Imunologi
Ditemukannya penurunan respon sistem imun pada beberapa anak autistik meningkatkan
kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus autisme. Ditemukannya antibodi
beberapa ibu terhadap antigen leukosit anak mereka yang autistik, memperkuat dugaan ini karena
ternyata antigen lekosit itu juga ditemukan pada sel-sel otak, sehingga antibodi ibu dapat secara
langsung merusak jaringan saraf otak janin, yang menjadi penyebab timbulnya autisme.
Peningkatan frekuensi yang tinggi dari gangguan autisme pada anak-anak dengan
congenital rubella, herpes simplex, encephalitis, dan cytomegalovirus infection, juga pada anakanak yang lahir selama musim semi dengan kemungkinan ibu mereka menderita influensa musim
dingin saat mereka ada didalam rahim, telah membuat para peneliti menduga infeksi virus ini
merupakan salah satu penyebab autism.
7

GEJALA KLINIS
Ada 3 kelompok gejala yang harus diperhatikan untuk dapat mendiagnosis autism:
-

Dalam interaksi sosial


Dalam komunikasi verbal dan non verbal saat bermain
Dalam berbagai aktivitas dan minat

Namun demikian anak-anak autistik kemungkinan sangat berbeda satu dengan yang lain,
tergantung pada derajat intelektual serta bahasanya. Anak yang mutisme (membisu) dan suka
menyendiri maupun anak yang mampu bertanya dengan tatabahasa yang benar, hanya saja tidak
sesuai dengan situasi yang ada, kedua kelompok ini merupakan anak autisme. Dapat pula terjadi
salah diagnosis pada keadaan fungsi intelektual yang ekstrem (sangat tinggi atau sangat rendah).
Hilangnya tingkah laku yang khas autism bersamaan dengan meningkatnya usia, membuat
diagnosis autisme dibuat setelah masa kanak lewat menjadi kurang signifikan.
Biasanya gejala autisme mulai muncul sebelum usia 3 tahun dan ditandai kegagalan
dalam perkembangan berbahasa dan kegagalan dalam menjalin hubungan dengan orang tuanya.
Ciri Khas Perilaku
1. Hendaya kualitatif di dalam interaksi sosial
Anak autistik sering tidak memahami atau membedakan orang-orang yang penting
dalam hidupnya-orangtua, saudara kandung, dan guru, serta dapat menunjukkan
ansietas yang berat ketika rutinitas biasanya terganggu, dan bereaksi tidak terbuka
jika ditinggalkan dengan seorang yang asing. Defisit jelas di dalam kemampuannya
untuk bermain dengan teman sebaya dan berteman; perilaku sosial aneh dan tidak
dapat sesuai. Secara kognitif anak dengan gangguan autistik lebih terampil dalam
tugas visual-spasial, tidak demikian dengan tugas yang memerlukan ketrampilan
8

dalam pemberian alasan secara verbal. Anak dengan autisme, mereka tidak mampu
menghubungkan motivasi atau tujuan orang lain, sehingga tidak dapat memberikan
empati.
2. Gangguan komunikasi dan bahasa
Defisit perkembangan bahasa dan

kesulitan

menggunakan

bahasa

untuk

mengkomunikasikan gagasan adalah kriteria utama untuk mendiagnosis gangguan


autistik. Anak autistik memiliki kesulitan yang signifikan di dalam menggabungkan
kalimat yang bermakna meskipun memiliki kosakata yang luas.
3. Gangguan kognitif
Hampir 75-80% anak autistik mengalami retardasi mental, dengan derajat
retardasinya rata-rata sedang.
Menarik untuk diketahui bahwa beberapa orang autistik menunjukkan kemampuan
memecahkan masalah yang luar biasa, seperti mempunyai daya ingat yang sangat
baik,

kemampuan

membaca

yang

diatas

batas

penampilan

intelektualnya

(hiperleksia).
50% dari idiot savants, yaitu orang dengan retardasi mental yang menunjukkan
kemampuan luar biasa, seperti menghitung kalendar, memainkan satu lagu hanya dari
sekali mendengar, mengingat nomer telepon yang ia baca dari buku telepon adalah
seorang penyandang autisme.
4. Gangguan pada perilaku motorik
Kebanyakan anak autistik menunjukkan adanya stereotipi, seperti bertepuk-tepuk
tangan. Menggoyang goyang tubuh.
Hiperaktivitas biasa terjadi terutama pada anak pra sekolah. Namun sebaliknya dapat
terjadi hipoaktivitas. Beberapa anak juga menunjukkan gangguan pemusatan
perhatian dan impulsivitas. Juga didapatkan adanya koordinasi motorik yang
terganggu, tiptoe walking, clumsiness, kesulitan belajar mengikat tali sepatu,
menyikat gigi, memotong makanan, dan mengancing baju.
5. Reaksi abnormal terhadap perangsangan indera

Beberapa anak menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara (hiperakusis) dan


menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti petasan, gonggongan
anjing, atau sirine polisi. Anak lain mungkin tertarik pada suara jam tangan, atau
remasan kertas. Sinar yang terang mungkin akan membuat tegang, namun ada juga
yang senang terhadap sinar. Mereka mungkin sensitif terhadap sentuhan, memakai
baju yang terbuat dari wol. Atau baju dengan label yang masih menempel, atau
berganti baju yang terbuat dari lengan pendek menjadi lengan panjang, semua itu
dapat membuat mereka menjadi tantrum. Di pihak lain ada juga anak yang tidak peka
terhadap rasa sakit, dan tidak menangis saat mengalami luka yang parah.
6. Gangguan tidur dan makan
Gangguan tidur berupa terbaliknya pola tidur. Gangguan makan berupa keengganan
terhadap makanan tertentu karena tekstur dan baunya, menolak makanan baru, atau
pika
7. Gangguan afek dan mood/ perasaan/ emosi
Beberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba, mungkin menangis atau
tertawa tanpa alasan yang jelas, beberapa anak mudah emosional. Rasa takut yang
sangat kadang-kadang muncul terhadap objek yang sebetulnya tidak menakutkan.
Cemas perpisahan yang berat, juga depresi berat mungkin ditemukan pada anak
autistik.
8. Perilaku yang membahayakan
Ada kemungkinan mereka menggigit lengan, tangan atau jari sendiri sampai
berdarah. Membentur-benturkan kepala, mencubit, menarik rambut sendiri atau
memukuli diri sendiri. Temper tantrums, ledakan agresivitas tanpa pemicu, kurangnya
perasaan terhdap bahaya dapat terjadi pada anak autistik.
9. Gangguan kejang
Terdapat kejang epilepsi pada sekitar 10-25% anak autistik. Ada korelasi yang tinggi
antara serangan kejang dengan beratnya retardasi mental, derajat disfungsi susunan
saraf pusat.
10

Fungsi Intelektual
Kemampuan visuomotor atau kognitif yang tidak biasa atau prekoks terjadi pada beberapa
anak autistik yang disebut sebagai splinter functions atau islet of precocity. Contoh menonjol
adalah, pelajar autistik atau idiot, yang memiliki daya ingat menghafal atau kemampuan
berhitung yang luar biasa, biasanya di luar kemampuan sebaya yang normal. Kemampuan lain
mencakup hiperleksia, kemampuan awal untuk membaca dengan baik (meskipun tidak mengerti),
mengingat dan menceritakan kembali, serta kemampuan musikal (bernyanyi atau memainkan
nada atau memainkan alat musik).

PEMERIKSAAN MEDIS
-

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologis
Tes neuropsikologis
Tes pendengaran dengan BERA
Tes ketajaman penglihatan
Berbagai rating scales, CARS (Chidhood AutismRating Scale), GARS (Gilian Autism

Rating Scale)
MRI, Ct scan, PET, brain maping
EEG
Pemeriksaan sitogenetik

DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Autistik
A Keenam (atau lebih) hal dari (1), (2), (3), dengan sedikitnya dua dari (1), dan satu masingmasing dari (2) dan (3) :
11

Hendaya kualitatif dalam hal interaksi sosial, seperti yang ditunjukkan oleh sedikitnya
dua dari hal berikut:
a Hendaya yang nyata dalam hal penggunaan berbagai perilaku non verbal seperti
pandangan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan sikap untuk mengatur interaksi
b

sosial
Kegagalan mengembangkan hubungan sebaya yang sesuai dengan tingkat

perkembangan
Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau
pencapaian dengan orang lain (cth., dengan tidak menunjukkan, membawa, atau

menunjukkan objek minat)


Hendaya kualitatif dalam hal komunikasi seperti yang ditunjukkan dengan sedikitnya
salah satu dari di bawah ini:
a Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa lisan (tidak disertai
dengan upaya untuk mengompensasikan melalui cara komunikasi alternatif seperti
b

sikap atau mimik)


Pada orang dengan pembicaraan yang adekuat, hendaya yang nyata dalam hal
kemampuannya untuk memulai atau mempertahankan pembicaraan dengan orang

c
d
3

lain
Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang atau bahasa yang aneh
Tidak adanya berbagai permainan sandiwara spontan atau permainan pura-pura

sosial yang sesuai dengan tingkat perkembangan


Pola perilaku, minat, dan aktivitas stereotipik berulang, dan terbatas, yang ditunjukkan
oleh sedikitnya salah satu dari berikut:
a meliputi preokupasi terhadap salah satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan
b

terbatas yang abnormal baik dalam intensitas atau fokus


tampak terlalu lekat dengan rutinitas atau ritual yang spesifik serta tidak

fungsional
manerisme motorik berulang dan stereotipik (cth., ayunan atau memuntir tangan
atau jari, atau gerakan seluruh tubuh yang kompleks)

12

B Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sedikitnya salah satu area ini, dengan onset
sebelum usia 3 tahun: (1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi
sosial, atau (3) permainan simbolik dan khayalan.
C Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegeratif masa
kanak-kanak.

Pedoman diagnosis anak autis menurut PPGDJ-III adalah :


-

Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan/atau hendaya
perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam

tiga bidang : interkasi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas, dan berulang.
Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya, tetapi bila ada,
kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun, sehingga diagnosis
sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala-gejalanya (sindrom) dapat didiagnosis pada semua

kelompok umur.
Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik (reciprocal social
interaction). Ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat yang sosioemosional, yang tampak sebagai kurangnya respons terhadap orang lain dan/atau
kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan
isyarat sosial dan integrasi yang lemah dalam perliaku sosial, emosional, dan komunikatif;

dan khususnya, kurangnya respon timbal balik sosio-emosional.


Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya
penggunaan ketrampilan bahasa yang dimiliki di dalam hubungan sosial; hendaya dalam
permainan imaginatif dan imitasi sosial; keserasian yang buruk dan kurangnya interaksi
timbal balik dalam percakapan; buruknya keluwesan dalam bahasa ekspresif dan
kreativitas, dan fantasi dalam proses pikir yang relatif kurang; kurangnya respon
emosional terhadap ungkapan verbal dan

non-verbal orang lain; hendaya dalam


13

menggunakan variasi irama atau penekanan sebagai modulasi komunikatif; dan


kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau memberi arti tambahan dalam
-

komunikasi lisan.
Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, berulang,
dan stereotipik. Ini berbentuk kecenderungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam
berbagai aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru dan juga
kebiasaan sehari-hari serta pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak yang dini,
dapat terjadi kelekatan yang khas terhadap benda-benda yang aneh, khususnya benda
yang tidak lunak. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang
sebetulnya tidak perlu; dapat terjadi preokupasiyang stereotipik terhadap suatu minat
seperti tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipi motorik; sering menunjukkan
minat khusus terhadap segi-segi non-fungsional dari benda-benda (misalnya bau atau
rasanya); dan terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam detil dari

lingkungan hidup pribadi (seperti perpindahan mebel atau hiasan dalam rumah).
Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme, tetapi pada
tiga perempat kasus secara signifikan terdapat retardasi mental.

DIAGNOSIS BANDING
1. Retardasi mental
Keterampilan sosial dan komunikasi verbal/ non verbal pada anak retardasi mental adalah
sesuai dengan usia mental mereka. Tes intelegensi biasanya menunjukkan suatu
penurunan yang menyeluruh dari berbagai tes, berbeda dengan anak autistik hasil tesnya
tidak menunjukkan hasil yang sama rata. Kebanyakan anak dengan taraf retardasi yang
berat dan usia mental yang sangat rendah menunjukkan tanda-tanda autisme yang khas,

14

seperti gangguan dalam interaksi sosial, stereotipi, dan buruknya kemampuan


berkomunikasi.
2. Skrizofrenia
Kebanyakan anak dengan skizofrenia tampak normal pada saat usia 2-3 tahun, dan baru
kemudian muncul halusinasi dan waham, gejala yang tidak terdapat pada autisme.
Biasanya anak dengan skizofrenia tidak retardasi mental, sedangkan pada autisme sekitar
75-80% adalah retardasi mental.
3. Gangguan perkembangan dan bahasa
Kondisi ini menunjukkan adanya gangguan pada pemahaman dan dalam mengekspresikan
pembicaraan. Namun komunikasi non-verbalnya baik, dengan memakai gerakan tubuh
dan ekspresi wajah. Juga tidak ditemukan adanya stereotipi dan gangguan yang berat
dalam interaksi sosial.
4. Gangguan penglihatan dan pendengaran
Mereka yang buta dan tuli tidak akan bereaksi terhadap rangsang lingkungan sampai
gangguannya terdeteksi dan memakai alat bantu khusus untuk mengkoreksi kelainannya.
5. Gangguan kelekatan yang reaktif
Suatu gangguan dalam hubungan sosial pada bayi dan anak kecil. Keadaan ini
dikarenakan pengasuhan yang buruk, sehingga dengan terapi dan pengasuhan yang baik
dan sesuai, kondisi ini dapat kembali normal.
6. Semua ganggguan yang termasuk dalam kelompok PDD: Sindrom Asperger, Sindrom
Rett, Autisme yang tak khas, gangguan desintegratif masa kanak, PDD NOS.
7. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH)
Banyak anak autisme yang juga mempunyai gejala hiperaktif, impulsif, dan inatensi,
namun dengan pengamatan klinis yang teliti akan tampak bedanya dengan GPPH. Pada
GPPH anak masih mempunyai interaksi sosial yang baik, komunikasi non-verbal yang
baik dan minat/aktivitas motorik yang sesuai dan terarah, ada tujuan walau tidak selesai.
15

PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi pada gangguan autistic adalah untuk:
-

Mengurangi masalah perilaku


Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penguasaan

bahasa
Mampu bersosialisasi dan beradaptasi di lingkungan sosialnya

Non-medikamentosa
1. Pendekatan edukatif
2. Terapi perilaku
- Metode ABA (Applied Behavioral Analysis): terapi dilakukan dengan memberikan
positive reinforcement bila anak menuruti perintah terapis. Disini anak diarahkan
untuk mengubah perilaku yang tidak diinginkan dan menggantikannya dengan
-

perilaku yang lebih bias diterima


Metode option: lebih child centered dimana terapis selalu mengikuti perilaku anak.
Yang ditekankan disini adalah acceptance and love . orang tua justru harus

berusaha untuk masuk kedalam dunia tersebut


Metode floor time: sejenis terapi bermain pada anak.
Tidak ada terapi khusus yang digunakan untuk menangani gangguan autis. Deteksi
dan penanganan dini dapat memperbaiki gejala dan perkembangan dengan signifikan.
Tujuan terapi untuk anak dengan gangguan autistik adalah untuk meningkatkan
perilaku proposial dan perilaku yang secara sosial dapat diterima, untuk mengurangi
gejala perilaku yang aneh, dan untuk memperbaiki komunikasi verbal serta non
verbal. Perbaikan bahasa dan akademik sering diperlukan. Anak dengan retardasi
mental memerlukan intervensi perilaku yang sesuai secara intelektual untuk
mendorong perilaku yang dapat diterima secara sosial dan mendorong ketrampilan
16

perawatan diri. Orang tua, yang sering putus asa, membutuhkan dukungan dan
konseling. Psikoterapi individual yang berorientasi tilikan terbukti tidak efektif.
Intervensi edukasi dan perilaku dianggap terapi pilihan. Pelatihan di dalam ruang
kelas yang terstruktur dikombinasikan dengan metode perilaku adalah metode terapi
-

yang paling efektif untuk banyak anak autistik.


Pelatihan yang teliti pada orang tua mengenai konsep dan ketrampilan modifikasi
perilaku serta resolusi perhatian orang tua dapat menghasilkan cukup keuntungan di

dalam bahasa, kognitif, dan area perilaku sosial anak.


3. Terapi khusus: Psikoterapi
4. Terapi obat
Diberikan pada kelompok anak dengan gela seperti temper tantrums, agresivitas,
melukai diri sendiri, hiperaktivitas dan stereotipi. Obat-obat yang digunakan:
-

Antipsikotik : memblok reseptor dopamine


SSRI : merupakan selective serotonin reuptake inhibitor
Methylphenidate : menurunkan hiperaktivitas, inatensi
Naltrexone : antagonis opioida
Clopramine : antidepresan
Clonidine : menurunkan aktivitas noradrenergic

Medikamentosa
Antipsikotik
Risperidone (risperidal): efektif untuk terapi anak autistic yang disertai dengan tantrums,
agresivitas, dan perilaku yang membahayakan diri sendiri, iritabel, stereotipik, hiperaktif, dan
gangguan komunikasi. Beberapa antipsikotik atipikal lain juga.
Beberapa antipsikotik atipikal lain juga mempunyai efek positif namun masih diperlukan
penelitian lebih lanjut:

17

Olanzapine (zyprexa): penelitian pada anak autistic usia 6-16 tahun dengan
menggunakan olanzapine meunjukkan perbaikan dalam iritabilitas, hiperaktivitas,
bicara yang berlebihan, dan komunikasi. Efek samping yang sering muncul

penambahan BB dan mengantuk.


Aripriprazole (abilify): mempunyai efek terapi yang hampir sama, dengan ES
menambahan BB yang lebih minimal dibanding obat dari kelompok yang sama.

SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor)


Termasuk: fluoxetine (procaz), sertraline (Zoloft), fluvoxamine (Luvox), sangat efektif
untuk depresi, cemas, dan obsesif, perilaku stereotipik, juga meningkatkan perilaku secara umum
menjadi lebih terkendali, interest yang terbatas, inatensi, hiperaktif, labilitas mood, proses belajar,
bahasa, dan sosialisasi

Methylphenidate
Hiperaktivitas dan inatensi merupakan gejala yang sering ditemukan oada anak dengan
gangguan autistic. Dari penelitian didapatkan hasil sekitar 50% anak dengan autistic yang disertai
hiperaktifitas memberi respons terhadap methylphenidate.

PROGNOSIS
Gangguan anak autistik umumnya merupakan gangguan seumur hidup dengan prognosis
terbatas. Prognosis pasien dengan autisme besar hubungannya dengan IQ mereka. Pasien dengan
fungsi-fungsi yang rendah tidak dapat hidup mandiri. Mereka rata-rata membutuhkan perawatan
18

di rumah selama hidupnya. Sedangkan pada pasien dengan fungsi yang masih baik dapat hidup
dengan mandiri, memiliki pekerjaan yang sukses, dan bahkan dapat menikah dan mempunyai
anak.
Area gejala yang tidak nampak membaik seiring waktu adalah gejala yang terkait perilaku
berulang atau ritualistik. Umumnya, studi hasil saat dewasa menunjukkan bahwa kira-kira dua
pertiga orang dewasa dengan autistik tetap mengalami hendaya berat dan hidup benar-benar
bergantung, baik dengan kerabatnya atau di institusi jangka panjang. Prognosisnya membaik jika
lingkungan atau rumah bersifat suportif dan dapat memenuhi kebutuhan ekstensif anak tersebut.
Meskipun pengurangan gejala dicatat pada banyak kasus, mutilasi diri yang berat atau agresivitas
serta regresi dapat terjadi pada yang lain.

19

DAFTAR PUSTAKA

Elvira SD, Hadisukanto G. 2010. Autisme Pada Anak. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. 2010. Gangguan Autistik. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara
Maslim R. 2013. Autisme Masa Anak. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III dan
DSM V. Jakarta: PT. Nuh Jaya

20

Anda mungkin juga menyukai