Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN HOME VISIT

TUBERKULOSIS PARU

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas SMF Ilmu Kesehatan


Masyarakat
Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung

Disusun oleh :
Fitri Arfiatny

12100115138

Preseptor :
Dadi S Argadiredja, dr., MPH, DTM&H
Lucy Permatasari, dr.,

SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA
PUSKESMAS PANGALENGAN KABUPATEN
BANDUNG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium Tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Sumber
penularan adalah pasien TB dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif melalui
percikan dahak yang mengandung kuman (droplet nuclei).
World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga penduduk
dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan 5 - 10% diantaranya akan
menjadi sakit atau menularkan kepada orang lain selama hidupnya. Berdasarkan
WHO dalam Global Report Tuberculosis, diperkirakan terdapat 9 juta kasus TB
baru dan 1,5 juta penderita yang meninggal dunia pada tahun 2013. Menurut
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), pada tahun 2011 kasus baru TB paru
terbanyak di Asia sekitar 60% dari kasus baru yang terjadi di seluruh dunia.2,3
Berdasarkan laporan WHO Global Tuberculosis Control diketahui bahwa
pada tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia untuk kasus TB. Data
Riskesdas 2013 menunjukan bahwa lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah
Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten
(0.4%) dan Papua Barat (0.4%). Laporan program TB paru 2014 memperlihatkan,
total kasus baru dengan BTA positif sebanyak 23.405 kasus di Jawa Barat dan
terdapat 1.378 kasus baru dengan BTA positif di Kota Bandung.
Pelayanan dokter keluarga melibatkan Dokter Keluarga
sebagai pelayanan kesehatan di tingkat primer sebagai bagian

suatu jaringan pelayanan kesehatan terpadu yang melibatkan


dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit
rujukan

sebagai

tempat

pelayanan

rawat

inap,

dengan

mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan


lingkungannya serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada
semua pasien tanpa memilah jenis kelamin, usia serta faktorfaktor lainnya.
Dokter yang bekerja di tingkat pertama (primer) pelayanan
kesehatan, harus menguasai hal-hal terbaru mengenai prediksi,
tanda,

gejala,

penegakan

diagnosis

dan

penatalaksanaan

komprehensif mengenai berbagai penyakit. Pencegahan penyakit


yang kini menjadi produk lokal harus dipahami oleh setiap dokter
yang bekerja di tengah masyarakat (yang heterogen) agar pasien
ke depan memperoleh pelayanan kesehatan yang terjangkau,
dengan kualitas tinggi serta mencapai kesembuhan.
Dokter keluarga tentunya akan menjadi kontak pertama
pasien saat sakit. Ini akan mengurangi angka rujukan ke rumah
sakit, karena harapannya pasien akan mendapatkan pengobatan
yang efektif dan efisien pada layanan tingkat pertama
Oleh karena itu maka penulis melakukan kegiatan home
visit ke masyarakat di sekitar Puskesmas Pangalengan. Untuk
mempelajari keterampilan berkomunikasi dengan masyarakat,
khususnya pasien dan keluarganya guna mendapatkan informasi
mengenai masalah kesehatan yang dialami dan faktor resiko

yang terdapat pada keluarga agar dapat mengoptimalkan


pelayanan kesehatan yang akan kami lakukan ketika menjadi
dokter kelak.

BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Keterangan Umum
Nama
: Tn. D
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Usia
: 26 tahun
Alamat
: Pada Awas, Pangalengan
Agama
: Islam
Suku
: Sunda
Pekerjaan
: Buruh
Status
: Menikah
Tanggal Pemeriksaan
: 4 Januari 2016

2.2 Anamnesis
Keluhan utama
: Batuk
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Pasien mengeluhkan batuk terus menerus sejak 2 minggu
sebelum datang ke puskesmas 5 bulan yang lalu. Batuknya
disertai dengan adanya dahak, namun menurut pasien dahaknya
sulit untuk dikeluarkan. Semakin hari batuk semakin memburuk
dan terasa mengganggu kegiatan sehari-hari.
Keluhan disertai dengan adanya demam,

menggigil,

keringat yang sering keluar dimalam hari, pusing, dan lemas.


Keluhan juga disertai adanya penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan. Sebelum merasakan adanya keluhan
3

pasien mempunyai kebiasaan merokok, dalam 1 hari pasien


menghabiskan 6 batang rokok.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pada tahun 2014 pasien dirawat di RS Soreang karena tipes
selama 1 minggu.
-

Riwayat penyakit keluarga :


Ayah pasien meninggal pada tahun 2013 akibat penyakit DM,

jantung, dan hipertensi.


2 Kakak pasien terdiagnosis

TB,

namun

telah

selesai

melakukan pengobatan.
Riwayat Kebiasaan :
-

Pasien mengaku jarang berolahraga.


Pasien mengaku jarang memakan lauk maupun daging.
Pasien seringkali makan makanan yang berminyak dan ikan

asin.
Pasien memiliki riwayat merokok.
Riwayat Pengobatan :
Pasien

mengkonsumsi

obat

Rifampisin

dan

Isoniazid

seminggu 3 kali.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1
Kesan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran

2.3.2

: tampak sehat
: kompos mentis

Tanda Vital

Tekana Darah

: 100/70 mmHg

Nadi
Respirasi
Suhu
2.3.3

: 84 x/menit
: 24 x/menit
: Afebris

BMI ( Body Mass Index )

Berat Badan : 46 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI
: 17,96 kg/m2
2.3.4

Status Generalis

Kepala
Rambut
Kulit wajah
Mata

: hitam
: pigmentasi (+), jaringan parut (-), edema (-)
: simetris, palpebra edema (-), konjunctiva
anemis (-/-), sklera icteris (-/-), pupil bulat

Hidung

isokor.
: simetris, deviasi septum (-), sekret (-/-),

massa (-/-)
Mulut
:
Leher
JVP
:
KGB
:
Kelenjar tiroid
Thorax
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru-Paru
Inspeksi

bibir tampak lembap


tidak meningkat
tidak teraba membesar
: tidak teraba adanya pembesaran

: Ictus cordis tidak tampak


: Iktus kordis teraba pada ICS V linea midclavicular
sisnitra
: Batas kanan : ICS V parasternal dextra
Batas kiri: ICS V linea midclavicular sisnitra
Batas atas: ICS II linea midclavicular sisnitra
: Suara jantung S1 dan S2 regular, murmur (-)
: Gerak dan bentuk simetris, warna kulit
normal, jejas (-), kemerahan (-), jaringan parut
(-), ICS tidak tampak pelebaran

Palpasi

: Kulit hangat, ICS normal, focal fremitus kanan

= kiri
Perkusi
Auskultasi

: Sonor (+/+)
: VBS (+) kanan = kiri, ronchi -/- dan wheezing

-/Abdomen
Inspeksi

: Datar, distensi (-), jejas/jar.parut/luka bekas

Palpasi

operasi (-), massa abdomen (-).


: Massa (-), hepar dan lien tidak teraba
pembesaran
Ginjal : tidak teraba pembesaran, ketok CVA

Perkusi
Auskultasi

(-/-)
: Timpani
: BU (+) 8x/menit

Ekstremitas
Atas Ka-Ki
Edema -/Sianosis (-)
Capillary refill < 2

Bawah Ka-Ki
Edema -/Sianosis (-)
Capillary refill < 2

detik

detik

2.4 Kunjungan Rumah


2.4.1 Faktor Lingkungan Fisik
a. Luas Rumah
Rumah ini memiliki luas 56 m2 yang dihuni oleh 3 orang
anggota keluarga. Dinding tembok terbuat dari triplek sudah dicat, atap
rumah menggunakan bahan asbes yang tampak kotor dan lantai keramik. Ruangan
terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tengah yang menyatu dengan ruang tamu,musola,
dapur,1 kamar mandi, dan warung.

Gambar 2.1 Langit-langit dan dinding rumah

Gambar 2.2 Lantai rumah


b. Pencahayaan
Pencahayaan rumah pasien kurang terang karena tidak
terdapat jendela pada ruang tamu hanya ada 1 pintu, 1 jendela
dan 2 ventilasi, 2 kamar tidur masing-masing memiliki 1 jendela
yang jarang dibuka. Cahaya dapat masuk melewati jendela, pintu
dan ventilasi yang berada di ruang tamu. Di rumah juga terdapat
cahaya

buatan

menggunakan

lampu

bohlam

di

setiap

ruangannya. Ideal pencahayaan didalam rumah menurut kepmenkes nomor

829, bahwa pencahayaan alami minimal intensitasnya 60 lux dan tidak


menyilaukan.

Gambar 2.3 Lampu rumah

Gambar 2.4 Pintu rumah dan Ventilasi rumah


c. Ventilasi
Ventilasi didalam rumah terdapat 5 buah yang terletak di 2
kamar dan ruang tamu dengan ukuran 75cmx10cm. Ideal

ventilasi 10% dari luas lantai, banyaknya ventilasi pada rumah kurang
dibandingkan 10% dari luas lantai..

Gambar 2.5 Jendela Kamar


d. Kebersihan
Lantai rumah pasien sudah terbuat dari keramik semua dan terlihat cukup
bersih. Pasien membersihkan rumahnya setiap hari, menyapu setiap hari dan
mengepel lantai setiap hari, namun membersihkan langit-langit jarang.
e. Sarana sanitasi
Pemilik rumah sudah memiliki jamban namun tidak memiliki septictank
sehingga limbah biologis maupun limbah rumah tangga akan mengalir ke selokan
dan menuju sungai, sumber air berasal dari sumur dan mesin jet untuk
memenuhi kebutuhan air bersih. Kualitas air terlihat jernih, dan tidak
berbau. Rumah ini tidak memiliki tempat sampah khusus, menurut pemilik rumah
sampah kering akan dibakar di kebun di dekat rumahnya, sedangkan sampah
basah akan dibuang ke sungai.

Gambar 2.6 Jamban

2.4.2. Faktor Lingkungan Biologis


Tidak terlihat hewan di sekitar rumahnya seperti kecoa
ataupun tikus tidak kecuali lalat. Pasien tidak memiliki tanaman
apapun di halaman maupun didalam rumah.

2.4.3. Faktor Ekonomi


Pasien bekerja sebagai buruh pabrik di daerah cimahi
dengan penghasilan sekitar Rp 1.500.000 Rp 2.500.000/bulan,
Kebutuhan sehari-hari menggunakan uang hasil dari pasien dan
juga istrinya. Istrinya merupakan seorang buruh pabrik garment
di Moh. Toha dengan penghasilan Rp 1.600.000/bulan, namun
sekarang istrinya sedang cuti melahirkan.

10

2.4.4. Faktor Sosial


Pasien bergaul baik dengan tetangga di lingkungan sekitar
rumahnya. Hubungan pasien dengan keluarga pasien juga
harmonis tidak terdapat pertengkaran.

2.4.5. Faktor Genetik


Tidak ada keterkaitan antara faktor genetik dengan pasien
penyakit TB Paru.

2.4.6. Faktor perilaku


Pasien membuang limbah sampah pada keresek kemudian
dibuang ke sungai. Pasien jarang membuka jendela kamar, tapi
setiap pagi hari selalu membuka jendela ruang keluarga dan
ditutup kembali saat sore hari.
Pasien sering

mengkonsumsi makanan berminyak

dan

merokok sebanyak 6 batang/hari. Pasien jarang berolahraga saat


sebelum sakit sampai sekarang.
Pasien
Rifampisin

sudah
dan

bulan

Isoniazid

mengkonsumsi

seminggu

kali.

obat

TB

Pasien

yaitu
belum

sepenuhnya memahami dan menyadari mengenai bahaya dan


faktor risiko penyakit TB Paru.

2.5. Pelayanan Kesehatan

11

Pasien

menggunakan

BPJS

untuk

biaya

berobat

ke

Puskesmas Pangalengan. Lokasi Puskesmas Pangalengan tidak


jauh dari rumah pasien 1 KM.

2.6 Diagnostik Holistik


A.

Aspek Personal

: Pasien khawatir penyakit TB Paru

menular kepada anak dan juga keluarganya. Persepsi pasien


mengenai TB adalah penyakit yang harus diobati selama 6

C.

bulan.
Aspek Klinis
Pasien (Tn. D, 26 tahun) menderita penyakit TB Paru.
Aspek Individual : Pasien memiliki kebiasaan merokok 6

D.

batang/hari.
Aspek Psikososial : Pasien dan keluarga pasien memiliki

B.

pengetahuan yang rendah tentang masalah kesehatan dan


E.

lingkungan.
Aspek Fungsional : Derajat 1, mampu melakukan pekerjaan
seperti

sebelum sakit

2.7 Penilaian Struktur dan Komposisi Keluarga


Keluarga terdiri atas 2 generasi, kepala keluarga bernama
Tn. A yang sudah meninggal dalam usia 59 tahun pada tahun
2013 dan ibu bernama Ny. E berusia 50 tahun. Dari pernikahan
ini mereka mempunyai 5 orang anak yang terdiri dari anak
pertama Ny. I berusia 36 tahun, anak kedua bernama Tn. I

12

berusia 33 tahun, anak ketiga Ny. N berusia 31 tahun, anak


keempat Tn. D berusia 26 tahun, dan anak kelima An. Yanti
berusia 18 tahun.

GENOGRAM

Gambar 2.7 Genogram


Keterangan :
Terinfeksi TB

: Pasien

: Tinggal serumah

13

2.8 Permasalahan

Lingkungan
Keluarga pasien
tinggal bersama
orang tuanya,
kakaknya yang
terkena TB dan
adiknya. Luas rumah
56 m22 dengan 5 ventilasi
yang jarang dibuka.

Perilaku
Pasien mempunyai
kebiasaan merokok 6
batang/hari.

Pasien Tn.
D 26 Th ,
menderita
TB Paru

Bagan 2.8 Permasalahan dengan Teori Hendrik L. Blum

2.5 Kesimpulan
Berdasarkan teori Hendrik L Blum dapat digambarkan bahwa penyakit TB Paru
memiliki faktor resiko yang mempengaruhi yaitu lingkungan dan perilaku, adalah :
1. Faktor lingkungan karena 2 orang kakak pasien sebelumnya pernah
menjalani pengobatan TB paru selama 6 bulan. Pasien juga tinggal
bersama orang tua, kakak dan adiknya dengan ventilasi rumah dan
pencahayaannya yang kurang .
2. Faktor Perilaku, karena pasien memiliki kebiasaan merokok.

2.6 Rencana Tindak Lanjut


1. Menjelaskan kepada keluarga mengenai penyakit TB Paru karena
keluarga pasien belum paham mengenai penyebab dan resiko TB
paru.
2. Menjelaskan tentang PHBS rumah tangga dan rumah sehat.
3. Memberikan penjelasan tentang kepatuhan pengobatan TB dan resiko apabila putus
berobat.

Anda mungkin juga menyukai