Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus,
dinding selnya tersusun dari asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat,
dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Struktur dinding sel
yang kompleks tersebut membuat Myocobacterium Tuberculosis bersifat tahan
asam. Sebagian besar kuman Mycobacterium Tuberculosis menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Sumber penularan adalah pasien TB
dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif melalui percikan dahak yang
mengandung kuman (droplet nuclei).1, 2,
World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga penduduk
dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan 5 - 10% diantaranya akan
menjadi sakit atau menularkan kepada orang lain selama hidupnya. Berdasarkan
WHO dalam Global Report Tuberculosis, diperkirakan terdapat 9 juta kasus TB
baru dan 1,5 juta penderita yang meninggal dunia pada tahun 2013. Menurut
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), pada tahun 2011 kasus baru TB paru
terbanyak di Asia sekitar 60% dari kasus baru yang terjadi di seluruh dunia.2,3
Berdasarkan laporan WHO Global Tuberculosis Control diketahui bahwa
pada tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia untuk kasus TB. Data
Riskesdas 2013 menunjukan bahwa lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah
Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten
1

(0.4%) dan Papua Barat (0.4%). Laporan program TB paru 2014 memperlihatkan,
total kasus baru dengan BTA positif sebanyak 23.405 kasus di Jawa Barat dan
terdapat 1.378 kasus baru dengan BTA positif di Kota Bandung.4,5
Mycobacterium tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru dan membentuk suatu koloni yang disebut fokus
primer. Myobacterium tuberkulosis akan mengalami proses inkubasi selama 4-8
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah
103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Fokus primer di jaringan paru membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan dibatukkan sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru berupa kavitas.3, 6, 7
Diagnosis TB paru pada orang remaja dan dewasa dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan sputum BTA yang merupakan diagnosis utama penyakit TB paru.
Pemeriksaan lain seperti foto thorax, dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis.3 Pemeriksaan foto thorax merupakan cara yang praktis dan tidak
invasif dengan sensitivitas sebesar 86% dan spesifisitas sebesar 83%.9 Sputum
BTA positif menandakan adanya suatu proses aktif akibat infeksi Mycobacterium
Tuberculosis pada jaringan paru, sehingga umumnya pada pemeriksaan radiologi
akan ditemukan gambaran lesi aktif berupa kavitas. Namun di lapangan banyak
ditemukan pasien dengan BTA negatif memiliki gambaran radiologi berupa lesi

aktif pada pemeriksaan foto rontgen thorax ataupun sebaliknya, pasien dengan
BTA positif dengan gambaran radiologi inaktif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jamzad et al. Pada tahun 2009
didapatkan bahwa gambaran radiologi yang paling sering ditemukan pada pasien
tuberkulosis paru berupa infiltrat paru yang disertai konsolidasi. 9 Sedangkan
penelitian Gomes et al. Pada tahun 2003 menunjukkan gambaran radiologi yang
tersering adalah lesi infiltrat dengan kavitas. Selain itu ditemukan pula adanya
hubungan antara pemeriksaan BTA pada sputum dengan lesi kavitas paru.8
Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu merupakan rumah sakit dibawah
Kementrian Kesehatan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan utama
untuk penderita penyakit paru. Rumah sakit ini memiliki pelayanan pojok TB
serta fasilitas alat pemeriksaan yang lengkap. Berdasarkan hal-hal tersebut peneliti
tertarik untuk meneliti hubungan pemeriksaan sputum BTA dengan gambaran
radiologi pada pasien TB paru di Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu.

1.2. Identifikasi Masalah


1) Bagaimana distribusi pasien TB paru berdasarkan hasil sputum BTA di
RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu Bandung periode Januari Desember 2013?
2) Bagaimana distribusi pasien TB paru berdasarkan hasil gambaran
radiologi di RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu Bandung periode Januari
Desember 2013 ?

3) Bagaimana hubungan hasil sputum BTA dengan gambaran radiologi pada


pasien TB paru di RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu Bandung periode Januari
Desember 2013 ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara sputum BTA dengan gambaran
radiologi thorax pada pasien TB paru di RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu Bandung
periode Januari Desember 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mengetahui distribusi pasien TB paru berdasarkan hasil sputum BTA di RS
Paru Dr. H. A. Rotinsulu Bandung.
2) Mengetahui distribusi pasien TB paru berdasarkan hasil gambaran radiologi
di RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu Bandung.
3) Mengetahui hubungan hasil sputum BTA dengan gambaran radiologi pada
pasien TB paru rawat jalan di RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1

Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk sebagai masukan

dalam penelitian selanjutnya dan juga dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan mengenai hubungan sputum BTA dengan gambaran radiologi
sebagai salah satu pemeriksaan penunjang pada TB paru.

1.4.2

Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar evaluasi efektifitas

pemeriksaan sputum sebagai pemeriksaan TB paru

Anda mungkin juga menyukai