Anda di halaman 1dari 8

Gradasi warna

Bicara tentang warna, banyak sekali yang harus dikupas tentang masalah yang satu ini. Warna
adalah bahagian dalam kehidupan di keseharian kita. Bayangkan jika tidak ada warna di alam
ini. Pasti tidak terbayangkan. Memang sulit untuk dibayangkan, karena salah satu persyaratan
setiap benda baru berwujud dan dikenal jika ada dimensi warna pada permukaannya.
Dapatkah Anda membedakan mangga matang dangan yang sudah ranum atau busuk tanpa
bantuan warna? Sifat warna dalam hal ini untuk memperjelas objek yang disajikan. Apalagi
jika sedang kampanye pemilu. Semakin bewarna.
2. Warna Sebagai Unsur Desain
Warna sebetulnya merupakan salah satu unsur sebuah desain, di samping garis, bidang,
bentuk, dimensi, ruang, tekstur, nada (gelap terang), dan arah. Sebagai sebuah unsur desain,
tentu ada kaedah-kaedah tertentu yang harus diperhatikan sebagai pedoman bagi seorang
desainer.
a. Lingkaran Warna
Lingkaran atau piring warna adalah susunan melingkar (siklus) dari beberapa warna pokok
(primer) dan beberapa warna turunannya (sekunder).

Warna primer atau warna pokok adalah warna-warna yang tidak dapat dihasilkan dari
pencampuran warna lainnya. Dari pengertian di atas maka hitam, putih, emas dan perak dapat
dimasukkan dalam kategori warna pokok. Namun karena hitam, putih, emas dan perak tidak
menampakkan kroma tertentu, maka warna-warna tersebut danggap bukan warna. Bahkan
sebahagian orang ada yang mengelompokkan hitam dan putih sebagai warna netral, dapat
dipasangkan sebagai penetralisir bagi warna apapun. Dengan alasan tersebut, maka warna
pokok hanya terdiri dari warna kuning, merah dan biru. Skema warna di atas dikenal juga
dengan skema warna triadic karena masing-masing warna tersebut terletak pada titik sudut
segitiga sama kaki dalam lingkaran warna.
Apabila dua warna pokok dicampurkan dengan kadar yang sama (100% : 100%), maka
dihasilkan sebuah warna baru yang dinamakan warna ke dua (sekunder; dari kata second)
atau warna turunan.

Dari percampuran warna merah dan kuning menghasilkan warna oranye, merah dengan biru
menghasilkan ungu, sedangkan biru dengan kuning kita dapati warna hijau. Oranye, ungu dan
hijau adalah warna sekunder.

Di antara merah dan ungu, masih terdapat jutaan gugus warna merah keungu-unguan atau
ungu kemerah-merahan yang tidak terhingga banyaknya. Demikian juga antara ungu dan
biru, kuning dan oranye, oranye dan merah, biru dan hijau serta hijau dengan kuning.

Rentangan warna yang bersebelahan yang berjumlah jutaan tersebut dinamakan Warna
Analogus. Warna yang berdekatan ini sering juga dinamakan warna-warna harmonis dan
senada (matching), seperti kuning merentang hingga hijau. Hijau merentang hingga biru.
Biru merentang hingga ungu, dan seterusnya.

Kesan kontras dapat dilihat jika warna komplementer ini didekatkan satu dengan yang
lainnya. Jika dalam penampilan (busana) warna ini tabu untuk disandingkan, namun dalam
desain grafis (cetak) atau desain grafis multimedia, para desainer terkadang sengaja
menempatkan warna-warna ini dalam satu frame agar media tersebut mempunyai greget dan
tekanan (emphasis). Sebagai contoh dapat kita lihat beberapa ilustrasi di bawah ini:

Dari contoh di atas dapat kita analisa, seandainya merah dengan hijau (sebaliknya)
didekatkan, paling tersamar sosoknya dibandingkan dengan perpaduan warna yang lainnya.
Hal itu disebabkan kroma yang tidak cukup untuk saling menunjang dalam memberi tingkat
kecerahan satu dengan yang lainnya. Untuk menyiasati hal ini, para desainer biasanya
memberikan hitam atau putih sebagai penetralisir (penengah) agar ke dua warna ini tidak
saling ngotot. Karena hitam masih terlalu gelap/berat untuk bisa mengangkat kroma ke dua
warna ini, maka alternatif ke dua dicoba yaitu dengan memasukkan putih. Lihat hasilnya.
Kadang desainer kurang suka muncul ketegasan kontur dalam warna penetralisir tersebut.
Dalam kasus ini, muncullah istilah outer glow. Efek outer glow memberi kesan pencahayaan
(sign) yang datang dari belakang huruf (font).

Kalaupun hitam ingin dimasukkan sebagai penetralisir, sebaiknya diletakkan pada bahagian
bayang-bayang benda (shadow). Ini bisa lebih mempertegas sosok benda/font tersebut agar
lebih terlihat nyata. Strategi ini rasanya cukup ampuh untuk menampik teori yang selama ini
berkembang bahwa jika warna komplementer didekatkan akan terlihat norak, mblereng dan
membaur secara kacau. Memang masih terlihat ada yang mengganjal dan kurang sedap
dipandang, namun dapat diminimalisasi kesan negatif tersebut dengan munculnya warnawarna netral.

a. Tint dan Shade


Bicara putih dan hitam, tanpa terasa kita memasuki pembahasan Tint dan Shade. Tint
adalah unsur putih yang dimasukkan ke dalam salah satu warna di antara gugus lingkaran
warna. Semakin banyak unsur putih dimasukkan ke dalam warna yang lain, maka warna yang
lain tersebut semakin pucat. Kesannya melembut, seperti merah akan terlihat pink, biru
terkesan menjadi biru muda dan sebagainya. Jika direntang, maka pengaruh tint ini akan
memunculkan warna analogus (masih ingat pengertian warna analogus?) sejuk.

Sedangkan shade adalah warna yang telah dicampur hitam. Warna-warna shade terkesan
memberat, kusam, jorok dan dekil. Namun jika ditempatkan dengan tepat, hasilnya akan
terlihat lain.

Implementasinya dapat kita lihat di bawah ini.

Yang diberi tint adalah tulisan/font sebagai latar depan (front ground) dan yang diberi shade
adalah latar belakang (back ground). Jatuhnya shade berada sebelah kanan bawah. Hal ini
disengaja karena nuansa tint dari warna biru dimulai dari bawah. Dengan demikian sosok
tulisan tersebut terlihat nyata bila dibaca jika shade (shadow) diletakkan sebelah bawah.
Coba Anda praktikkan untuk alternatif yang lain.
a. Intensitas / Value
Tint dan shade memberikan value/intensitas yang dapat dimanfaatkan sebagai efek gelap
terang pada sebuah benda. Dengan pemberian tingkatan value tertentu, maka dimensi benda
dapat dimanipulasi sehingga terlihat benda tersebut seolah memiliki tonjolan (emboss) dan
kedalaman (dimensi).

Bagi desainer grafis multimedia, efek ini sering diterapkan pada bar, tombol (button), icon,
atau untuk banner, dan sebagainya, sehingga terkesan realis. Efek tiga dimensi ini dapat
dimunculkan dengan hanya mengolah warna karena sifat warna itu sendiri yang memiliki
hue, value, dan chroma. Hue menunjukkan dimensi mendatar dalam rentangan warna, value
menunjukkan nada/tone (berat dan ringan) warna, seperti halnya shade dan tint. Chroma
(kroma) menunjukkan kemurnian dan tingkat kecemerlangan warna. Warna yang murni
(tidak dicampur dengan warna lain) tampak cemerlang dan jernih, sedangkan bila tercampur
terlihat kurang cemerlang, redup. Warna-warna cemerlang tampak mendekat, sedangkan
warna-warna redup tampak statis atau cenderung menjauh. Maka kroma menunjukkan
dimensi ke depan dan ke belakang.
umber : http://ariasdimultimedia.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai