Anda di halaman 1dari 8

PUISI

Kepalang Merahan
Palang merah remaja…
Kami berdiri, berbaris rapi.
Menatap satu tujuan. . .
Kami berlari, berpegangan erat mengejar satu tujuan itu. . .

Kami tahu, kami bukan Tuhan


Yang bisa tentukan apa yang kami dapatkan.
Tetapi kami tahu, kami adalah relawan muda
Yang selalu ikhlas untuk memberikan pertolongan pertama
Bagi mereka yang membutuhkan pertolongan. . .

Seperangkat bidai di punggung


Dengan membawa sebuah tas berwarna merah…
Dengan slayer berwarna biru
Terpampang sebuah lambang palang merah.
Sebagai sebuah tanda identitas. . .

Kami di sini sebagai relawan muda


bersama seorang leader memimpin untuk
siap siaga melakukan pertolongan tanpa mengharapkan
sebuah imbalan dari orang lain. . .

Hanya 3 huruf (PMR). . .


Betapa sangat berharga nama itu yang selalu
Mengharumkan nama baik organisasi ini. . .
Kaulah yang menjadi inspirasi untuk kami sebagai manusia
Yang mempuyai jiwa social yang begitu besar untuk orang lain

PMR ku...
Organisasiku tercinta..
Yang selalu memberi warna di hidupku..
Yang tidak pernah membuatku bosan

Latihan di setiap jumat cerah


Dari jam 11 hingga usai
Dari semangat menjadi lebih semangat
Dari malas menjadi rajin

OH PMR MATSANSA..
Kau ubah hidupku
Dari biasa menjadi luar biasa
Kau ciptakan bibit-bibit prestasi

PMR Kami

Panasnya matahari terus membakar jiwa kami


Jiwa untuk menolong
Jiwa yang berbakti

Disini kami belajar


Di jalan ini kami melangkah
Membantu dan menolong
Untuk umat manusia
Para senior yang mengajar arti kebaikan
Untuk kami sang junior
Untuk kebaikan semua

Semua di hadapi dengan kebersamaan 

BalasTeruskan

Suatu hari, di suatu kampung yang bernama Kampung


Ora Ketar, duduklah Azkha bersama Putri dan Statistika
sedang mendiskusikan sesuatu. Tiba-tiba Cahyo datang
diantara mereka.

Cahyo : “Hei, lagi pada apa nih?”

Azkha : “Lagi ngobrol aja, kenapa?”REPORT THIS AD

Cahyo : “Gak, aku Cuma mau ngasih tahu sesuatu?”

Statistika : “Sesuatu? Apa itu?”

Cahyo : “Hemm.. gimana ya? Aku gak enak


ngomongnya.”

Putri : “Emang ada apa? Cerita aja.”


Cahyo : “Begini, dikampung Ora Ketar kan lagi ada isu tuyul
pencuri uang, nah aku mau ngasih tahu sesuatu, kalo yang
menjelma jadi tuyul itu si Ridho, salah satu warga kampung Ora
Ketir.”

Mendengar hal itu, Azkha, Putri dan Statistika terkejut bukan


main.

Azkha : “Apa?! Kamu jangan ngomong sembarangan ya!”

Cahyo : “Gak sembarangan kok, ini berdasarkan fakta. Kalo gak


percaya, yaudah.”

Cahyo pun pergi meninggalkan Azkha dkk yang sedang


kebingungan.

Azkha: “Put, kamu percaya? Kalo yang jadi tuyul itu warga
Kampung Ora Ketir?”

Putri : “Nah, aku juga gak percaya, kalo kamu Tik?”

Statistika : “Masih ragu-ragu. Yaudah kita temuin si Ridho dulu.”

Kemudian mereka pun pergi menuju pos ronda Kampung Ora


Ketir. Di Pos Ronda terlihat Ridho dan Suci yang sedang bermain
catur.

Azkha : “Ridho! Sini kamu.”

Merasa namanya dipanggil, Ridho pun menghampiri Azkha.

Ridho : “Iya, ada apa?”

Azkha : “Bener kamu yang jadi tuyul?”


Ridho : *pasang muka cengo* “Eng.. tuyul apa?”

Putri : “Gak usah pura-pura gak tahu deh, jujur aja.”

Ridho : “Kalian ngomongin apa sih? Tuyul apa?”

Statistika : “Tuyul yang nyuri uang warga Kampung Ora Ketar,


kamu kan pelakunya?”

REPORT THIS AD
Ridho : “Bukan, bukan aku! aku aja gak tahu apa-apa!”

Azkha : “Jujur aja Dho, susah amat disuruh jujur.”

Ridho : “Ish beneran bukan aku. Udah, berkelahi aja yok.”

Azkha : “Oh, jadi nantangin nih! Boleh, mau kapan?”

Ridho : “Besok jam 9, di lapangan perbatasan kampung!”

Azkha : “Ok sip. Jangan sampe gak dateng.”

Ridho : “Harusnya aku yang ngomong itu ke kamu!”

Azkha dkk pun pergi. Sementara Ridho menghampiri Suci yang


sedari tadi memperhatikan percakapan mereka.

Suci : “Ada apa Dho? Kok mukanya marah gitu.”

Ridho : “Panggil warga semua. Besok kita ribut di perbatasan.”

###

Keesokan harinya, di perbatasan jam 9 pagi. Ridho dan


pasukannya telah berkumpul dan mempersiapkan alat-alat yang
akan dipakai untuk tawuran. Sementara Azkha dan pasukan
datang dengan membawa alat-alat seadanya.

Azkha : “Hoi Dho! Pasukanku siap tempur.”

Ridho : “Sama, pasukanku juga, ayo tempurr!!!”

Pertempuran sengit pun terjadi. Tanpa mereka sadari, dari balik


pohon, Caahyo sedang menyaksikan tawuran itu dengan
perasaan senang.

Cahyo : “Yes, berhasil, kayaknya bakal jadi tawuran seru nih.”

Tiba-tiba, lewatlah Fitri dan Aul yang menyaksikan tawuran itu.

Aul : “Fit, ada tawuran apa ini?”

Fitri : “Entah, aku juga gak tahu. Banyak korban berjatuhan tuh.”

Aul : “Panggil pasukan perwira 7. Kita harus enolong mereka.”

Fitri : “sip, ayo.”

REPORT
THIS AD
Mereka pun segera pergi ke markas PMI dan memberitahu
teman-temannya kalau ada tawuran. Tak lama kemudian, Fitri
dkk tiba dilokasi dan segera menolong mereka.

Sementara itu, Cahyo yang sedang mengintip segera berlari ke


jalan raya karena khawatir kalau perwira 7 datang membawa
polisi. Namun sebuah hal tidak menyenangkan terjadi. Karena
tidak hati-hati, Cahyo pun tertabrak motor saat menyebrang.

Ulumi : “Eh, lihat! Ada yang kecelakaan!”


Dinar : “Mana?”

Ulumi : “Itu disana. Ayok kita kesana.”

Ulumi dan Dinar pun segera menghampiri Cahyo yang tidak


sadarkan diri akibat tertabrak motor. Mereka pun segera
menelpon ambilance dan melakukan pertolongan pertama kepada
Cahyo. Setelah ambulance datang, Cahyo pun segera diangkut
kerumah sakit.

Sementara itu, di perbatasan kampung.

Ayu : “Kalian emang ada masalah apa? Kenapa sampe tawuran


kayak gini?”

Wina : “Wrga kampung Ora Ketir ada yang menjelma menjadi


tuyul untuk mencuri uang kami, warga kampung Ora Ketar.”

Vany : “Kan masih bisa diselesaikan secara baik-baik, kenapa


harus ribut?”

Yola : “Gak tau. Kita Cuma ngikutin perintah komandan Ridho


buat tempur hari ini.”

Ridho :”aku gak terima, habis mereka dengan seenaknya


menuduhku sebagai tuyul. Memangnya kepalaku botak?”

Azkha : ”Kita kan Cuma minta kamu jujur Dho, kamunya malah
ngajak berkelahi.”

Ridho : “Habis, kalian menuduhku.”

Azkha :”Kami gak nuduh. Cahyo yang bilang begitu.”

Lita : “Apa? Cahyo? Cahyo warga Kampung X? Bisa-bisanya dia


fitnah kita.”
Nanda : “iya. Emang kenapa dengan Cahyo?”

Talitha : “Sebenernya, tuyul itu berasal dari kampung X. Dan


denger-denger dari warga sana, si Cahyo tuyulnya.”

Azkha :”Apa?! Wahh kita diadu domba nih. Dho kami minta maaf
ya, udah berprasangka buruk sama kamu.”

Ridho : “Kami juga ya, udah ngajak berkelahi.”

Para peserta tawuran pun saling bersalaman. Kemudian mereka


hidup damai sebagai warga antar-kampung.

Anda mungkin juga menyukai