Uji klinik adalah tes untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan obat atau alat medis
dengan memantau efek mereka pada sekelompok besar orang. Uji klinik adalah salah satu
tahapan akhir dari proses penelitan yang panjang dan hati-hati. Ada empat jenis uji klinik
yang dapat dilakukan:
Uji coba pengobatan baru (seperti obat baru, pendekatan baru untuk operasi atau
terapi, kombinasi baru dari perawatan, atau metode baru seperti terapi gen).
Uji coba pencegahan dengan pendekatan baru, seperti obat-obatan, vitamin, mineral,
atau suplemen lain yang dipercaya dapat menurunkan risiko penyakit tertentu.
Uji coba tes skrining baru untuk menemukan penyakit, terutama pada tahap awal.
Uji coba peningkatan kualitas hidup (juga disebut percobaan perawatan pendukung)
mengeksplorasi cara untuk meningkatkan kenyamanan dan kualitas hidup bagi pasien.
Sebagian besar uji klinik yang melibatkan pengujian obat baru berlangsung dalam
serangkaian langkah-langkah teratur yang disebut fase. Hal ini memungkinkan peneliti untuk
bertanya dan menjawab pertanyaan dengan cara yang menghasilkan informasi yang dapat
dipercaya tentang obat dan keselamatan pasien.
UJI KLINIS
Uji klinis merupakan penelitian eksperimental terencana yang dilakukan pada
manusia, pada uji klinis peneliti memberikan perlakuan atau intervensi pada subyek
penelitian, kemudian efek perlakuan tersebut diukur dan dianalisis. Bila dibandingkan dengan
study observasional, uji klinis mempunyai kapasitas yang lebih tinggi dalam menerangkan
hubungan sebab akibat. Dalam rancangan ini pula, pariabel perancu dapat dikontrol dengan
baik.
Uji klinis sering dilaksanakan untuk membandingkan satu jenis pengobatan dengan
pengobatan lainnya. Dalam arti kata yang luas, pengobatan dapat berarti medikamentosa,
perasat bedah, terapi psikologis, diet, akupuntus, pendidikan atau intervensi kesehatan
masyarakat dan lain-lain. Uji klinis ini telah dikenal dalam penelitian kedokteran sejak 50
tahun yang lalu, dan kini makin menjadi penting dengan kemajuan teknologi kedokteran.
Pada penelitian uji klinis dikenal uji klinis acak terkontrol atau randomized control
trial= RCT, yang merupakan standar obtimal uji klinis. Dalam istilah tersebut termasuk aspek
ketersamaran atau pembuatan (masking,blinding), hal yang amat penting disamping
randominasi, oleh karena itu maka hulley dan cummings lebih menyukai istilah randomisszed
blinded trial = RBT.
Uji klinis bervariasi dari uji efektivitas obat yang sederhana, yang hanya melibatkan
beberapa puluh kasus dan dapat dikerjakan oleh satu orang peneliti, sampai uji klinis
multisenter yang menuntut organisasi yang rumit, disamping jumlah subjek dan peneliti yang
banyak, factor logistic, system informasi serta manajemen yang rumit.
JENIS UJI KLINIS
Uji klinis pada dasarnya merupakan suatu rangkaian proses pengembangan
pengobatan baru. Biasanya jenis obat ataupun cara pengobatan yang akan diuji diharapkan
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada. Uji klinis
dibagi dalam 2 tahapan, yaitu:
1. Tahapan 1
Pada tahapan ini dilakukan penelitian laboratorium yang disebut juga sebagai uji pre-klinis,
dikerjakan in vitro dengan menggunakan benatan percobaan. Tujuan penelitian tahapan 1 ini
adalah untuk mengumpulkan informasi farmakologi dan toksikologi dalam rangka untuk
mempersiapkankan penelitian selanjutnya yakni dengan menggunakan manusia sebagai
subjek penelitan
2. Tahapan 2
Pada uji klinis tahapan 2, digunakan manusia sebagai subjek penelitian. Tahapan ii
termasuk dalam fase ini. Baku emas uji klinis fase III adalah uji klinis acak terkontrol.
Fase IV : bertujuan untuk mengevaluasi obat baru yang telah dipakai dimasyarakat dalam
jangka waktu yang relative lama (5 tahun atau lebih). Fase ini penting karena terdapat
kemungkinan efek samping obat timbul setelah lebih banyak pemakai. Fase ini disebut juga
sebagai uji klinis pascapasar (post marketing).
DESAIN UJI KLINIS
Pada uji klinis dilakukan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara variable
bebas (predictor) dengan variabel tergantung (efek) dalam periode waktu tertentu. Hasil uji
klinis ditentukan berdasarkan atas perbedaan efek yang terjadi pada kelompok perlakuan
dengan pada kelompok control. Efek yang dinilai dapat merupakan kematian, kejadian klinis
ataupun hasil laboratorium dan dapat berskala nominal, ordinal ataupun numeric.
Uji klinis sesungguhnya sangat mirif dengan study kohort, karena kelompok
perlakuan dan control diikuti diobservasi sampai terjadi efek. Perbedaannya, pada uji klinis
baik alokasi subjek maupun metode perlakuan pada subjek ditentukan oleh peneliti untuk
memastikan bahwa kedua kelompok subjek sebanding dengan sedikit mungkin bisa.
Hal 122
3. Analisis interim
Dalam beberapa keadaan mungkin teori dan pengalaman tidak cukup untuk meyakinkan
bahwa perbedaan yang akan ditemukan antara kelompok terapi dan kelompok control tidak
terlalu besar. Dalam keadaan tersebut, yakni bila dengan subyek yang sedikit susah dapat
diperoleh kesimpulan yang definitive, bila peneliti meneruskan uji klinis berarti ia
membiarkan salah satu kelompok memperoleh pengobatan yang inferior, keadaan ini jelas
tidak etis. Karenanya, bila terdapat kemungkinan beda efek yang sangat besar antara
kelompok pengobatan dan kelompok control, maka diperlukan suatu prosedur untuk menilai
hasil antara sebelum penelitian selesai dilakukan. Prosedur ini disebut sebagai analisis interin.
Bagaimana patokan untuk melakukan analisis interin? Seyogyanya terdapat criteria
objektif untuk menghentikan uji klinis, yakni criteria statistic. Untuk hal ini perlu
diperhatikan 2 hal yakni:
a. Nilai kemaknaan yang semula dipilih
b. Berapa kali analisis interin diperlukan.
Dengan subyek yang lebih sediki dari yang dihitung semula, nilai p<0,05 mungkin ditemukan
meskipun sebenarnya kebenarannya tidak dapat perbedaan. Oleh karena itu pada analisis
interim nilai kemaknaan yang semula dipilih tidak dapat dipakai sebagai batas untuk
menghentikan uji klinis, melainkan harus dipilih nilai yang lebih rendah. Sebagai batasan
umum,bila rencana analisis interim tidak lebih dari 5 kali, batas p<0,01 dapat dipakai sebagai
batas untuk menghentikan uji klinis.
Analisis interim dapat pula dilakukan atas alas an praktis, misalnya masalah biaya,
kendala waktu, keterbatasan jumlah subyek, dan sebagainya; akan tetapi karena prosedur ini
mempunyai konsekuensi yang penting, uji klinis yang terencana dengan baik seyogyanya
tidak dipergunakan hal-hal tersebut untuk alas an melakukan analisis interim. Analisis interim
juga hanya dibenarkan terhadap efek yang penting, misalnya hidup-mati, dan bukan terhadap
efek yang tidak berbahaya, misalnya kadar kolesterol atau kenaikan berat badan.
4. Pemantauan pselama penelitian
Pemantauan kemajuan penelitian penting untuk menilai kelanjutan penelitian, hal-hal yang
perlu dipantau adalah:
a. Kepatuahan pasien (compliance)
Kurang lebih separuh subjek penelitioan cenderung tidak memenuhi petunjuk penelitian.
Banyak factor yang mempengaruhi kepatuhan pasien ini, antara lain sifat obat (rasa, frekuensi
pemberian, efek samping), biaya, penjelasan sebelum penelitian, sikap dan cara pendekatan
peneliti kepada subyek, tingkat pendidikan subyek, lokasi klinik, dan lain-lain. Untuk
mengurangi ketidakpatuhan, subyek perlu diberi pengertian mengenai tujuan dan cara
penelitian, penjelasan dosis dan cara pemberian obat dan untuk pasien rawat inap dapat
diawasi oleh perawat khusus.
b. Drop out
Criteria drop out dan cara mengatasinya harus dijelaskan dalam usulan. Yang termasuk drop
out adalah pasien yang telah masuk dalam randominasi akan tetapi oleh suatu sebab tidak
dilanjutkan pengobatan. Pasien yang menolak atau mengundurkan diri sebelum dilakukan
randominasi tidak dihitung sebagai drop out. Pasien yang tidak datang untuk tindak lanjut
perlu dikunjungi kerumahnya untuk mengetahui sebabnya tidak datang. Bila pasien
menghentikan pengobatan dengan alasan obat tidak bermanfaat atau perjalanan penyakit
memburuk harus dilaporkan sebagai kegagalan pengobatan dan bukan drop out. Perlu diingat
bahwa dalam uji klinis pragmatis pasien drop out harus dimasukan di dalam pengolahan data.
c. Efek samping
Dalam uji klinis laporan mengenai efek samping obat sangat penting. Didalam usulan
penelitian harus sudah dicantumkan bagaimana mengatasi efek samping dan disebutkan
institusi atau orang yang harus dihubungi bila hal ini terjadi.
d. Penyimpangan protocol
Didalam usulan sebaiknya dikemukakan pula bagaimana cara mengatasi bila terjadi hal yang
menyimpang dari protocol, tanpa haru menunggu sampai hal itu terjadi. Misalnya pelajari
dulu kepatuhan pasien terhadap obat yang diberikan, juga modifikasi dosis obat pada pasien
yang mengalami efek samping pada dosis yang ditentukan, deperti halnya dengan upaya
menghindarkan drop out, peneliti harus berupaya untuk menghindarkan penyimpangan dari
proposal.
5. Rencana data
Walaupun masalah pencatatan data tidak merupakan hal istimewa didalam uji klinis, kualitas
formulir pencatatan pasien sangat menentukan kualitas data yang akan diolah; karena
pencatatan berperan pada keberhasilan penelitia.
6. Organisasi uji klinis
Struktur organisasi uji klinis perlu dibuat, khususnya pada uji klinis multisenter, sehingga
dapat diketahui dengan jelas tugas dan tanggung jawab personil yang turut dalam penelitian.
7. Surat persetujuan penelitian (informet consent)
Surat ini diperlukan sebelum pengobatan dilakukan, informed consent ini berisi penjelasan
kepada calon subyek mengenai tujuan, untung rugi turut didalam uji klinis dan apa yang akan
dilakukan bila timbul efek smaping. Pada dasarnya informed consent ini dibuat sebagai bukti
pengakuan dari komite etik bahwa penelitian ini dikerjakan dengan mengacuhkan kode etik
penelitian.
sebanding sehingga bila ada perbedaan efek, perbedaan tersebut oleh perbedaan perlakuan
dan bukan oleh factor lain.
4. Factor lain yang cukup berat pada uji klinis adalah mempertahankan agar setiap pasien yang
masuk penelitian dapat diobservasi sampai selesai.makin banyak pasien yang keluar dari
penelitian, kesahihan hasil penelitian makin berkurang.
5. Dalam analisis harus diperhatikan apakah uji bklinis tersebut merupakanuji klinis
pragmagmatik (untuk menilai efektifitas obat dalam tata laksana pasien).atau uji klinis
explanatory (menerangkan,efficacy secara farmakologis). Pada uji klinis pregmatik (dengan
efek nominal). Setiap subyek yang telah dirandominasi harus diikut sertakan dalam analisis
dalam kelompok semula (intention to treat analysis). Pada uji klinis explonatory analisis
hanya dilakukan pada subyek yang menyelesaikan penelitian (on treatment analysis), untuk
ini desain harus dibuat ideal sehingga seyogyanya tidak ada subyek yang keluar dari
6.
penelitian.
Agar hasil uji klinis sahih, maka pelbagai nilai positif uji klinis harus dibayar dengan
persiapan matang dan rumit, sering mahal dengan memungkinkan peneliti terhadap dengan
masalah etika.
BAB 6
METODE PENELITIAN KELINIKS
(CLINICAL TRIAL)
A. PERKEMBANGAN PENELITIAN KLINIKS
Kegiatan penelitian klinis itu mencakup pemberian obat oleh dokter atau dokter gigi pada
pasien.
b. Adabukti-bukti yang menyatakan bahwa obat tersebut mempunyyaiefek yang bermanfaat
c.
bagi pasien.
Pemberian obat tersebut bertujuan untuk menentukan berapa besardan sampai berapa jauh
suatu obat mempunyai efek-efek yang menguntungkan dan merugikan.
Penelitian klinis sebagai metode penelitian adalah suatu penelitian yang bersifat prospektif
dan komparatif.
menyangkut khasiat obat dengan data yang dikumpulkan adalah : jenis oat, hubungan antar
dosis dengan respons, lama kerja obat pad dosis tunggal, metabolism dan interksi.
2. Tahap kedua
Tujuan penelitian pada tahap ini adalah untuk menentukan apakah kerja farmakologi
yang telah dibuktikan pada tahap pertama tersebut berguna untuk pengobatan. Indicator dari
pengukuran penelitian tahap ini adalah penyembuhan penyakit. Pada tahap ini dapat
ditentukan manfaat obat yang bersangkutan di banding dengan obat atau cara pengobatan
yang lain yang telah ada.
3. Tahap ketiga
Pada tahap ini diperlukan orang percobaan atau penderita yang lebih banyak, dan
dilakukan di luar tempat penelitiian tahap kedua, dan hasil penelitian ini dapat memperkuat
atau menolak hal-hal yang di temukan pada penelitian tahap kedua, misalnya : insiden efek
samping yang frekuensinya rendah, profil obat yang bersangkutan bila di gunakan pada
pasien yang tidak terseleksi secara teliti, dsb
4. Tahap keempat
Tahap ini adalah penelitian yang dilakukan setelah obat dipasarkan.
Penelitian ini mencakup empat masalah pokok yaitu :
a. Efek samping, terutama yang muncul akibat penggunaan obat jangka pendek
b. Masalah manfaat yang mencakup efek obat pada pemberian jangka lama dalam usaha
pencegahan kekambuhan, komplikasi penyakit, dan manfaat obat-obatan di banding dengan
cara penyembuhan yang lain.
c. Data penggunaan, yang mencakup penggunaan obat untuk indikasi baru, kelebihan pakai ,
salah guna , dan penyalahgunaan, yang biasanya sukar di jumpai pada percobaan klinis yang
terkontrol
d. Rasio biaya atau resiko/keuntungan ,bahaya dan biaya.
D. KOMPONEN-KOMPONEN PENELITIAN KLINIS
1. Tujuan
Tujuan penelitian klinis adalah untuk membuktikan derajat dan keamana 0bat yang
digunakan pada manusia. Untuk mencapai perumusan tujuan penelitian yang baik diperlukan
penelusuran kepustakaan yang banyak, terutama mengenai patofisiologi penyakit,
farmakologi, dan hasil penelitian klinis yang telah dilakukan oleh orang lain.
2. Seleksi
Penelitian klinis dirancang untuk menentukan efektifitas suatu obat terhadap penyakit
tertentu. Seleksi penderita berdasarkan penyakit yang di derita dadlah komponen yang sangat
penting dalam penelitian klinis. Seleksi penderita ini mencakup dua hal, yakni demarkasi
a.
b.
c.
3.
E.
1.
2.
3.
F.
a.
f.
BAB 15
ETIKA PENILITIAN
A. PENDAHULUAN
Ethos (tunggal) atau etha (jamak) berasal dari bahasa yunani yang mengandung banyak arti
antara lain: adat,kebiasaan,akhlak,watak perasaan sikap ,dan cara berfikir .Penelitian adalah
upaya mencari kebenaran terhadap semua fenomena kehidupan manusia , baik yang
menyangkut fenomena alam maupun sosial,budaya,pendidikan ,kesehatan ,ekonomi politik
dan sebagainya ,guna pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermuara kepada
kesejahtraan umat manusia. Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku
untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti ,pihak yang di teliti
(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan mempeoroleh dampak asil penelitian tersebut.
B. PERINSIP DASAR DAN KAIDAH ETIKA PENELITIAN .
Pelaku penelitian atau peneliti dalam menjalankan tugas meneliti atau melakakuan penelitia
hendaknya memegang teguh sikap ilmiah ( secientific attitude) serta berpegagang teguh pada
etika penelitian , meskipun mungkin penelitian yang dilakukan tidak akan merugikan atau
membahayakan bagi subjek penelitian . secara garis besar ,dalam melaksanakan sebuah
penelitian ada 4 perinsip yang harus di penggang teguh ( Milton,1999 dalam bondan palestin)
,yakni
a.
Persetujuan penelitian dapat menjawab setiap pertanyaan yang dianjukan subjek berkaitan
dengan perosedur penelitian.
5) Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek peneliti kapan saja.
6) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang di berikan oleh
responden
b.
Menghormati perivasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and
confidentiality)
Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai indentitas dan kerahasiaan subjek .
b. Menunjukkan integritas dan perofesionalisme ,taat kaida keilmuan ,serta menjunjjung tinggi
nama baik universitas atau institusi
c.
d.
Memhami dan dapat menjelaskan manfaat sert resiko bagi masyarakat tentang penelitian
yaqng dilakukan
e.
f.
a.
Subjek penelitian
b. Metodologi
c.
Substansi keilmuan
d. Pelaksanaan penelitian
e.
f.
Informed Consent adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan dari
persetujuan tindakan medik. Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu Informed dan.
Informed diartikan telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan dan
Consent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu.
Dengan demikian pengertian bebas dari informed Consent adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu setelah mendapatkan
penjelasan atau informasi.
Pengertian Informed Consent oleh Komalawati ( 1989 :86) disebutkan sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan informed Consent adalah suatu kesepakatan / persetujuan pasien
atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien
mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukanuntuk
menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
Sedangkan tatacara pelaksanaan tindakan medis yang akan dilaksanakan oleh dokter
pada pasien , lebih lanjut diatur dalam Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2009 Tentang Praktek
Kedokteran yang menegaskan sebagai berikut :
(1) Setiap Tindakan Kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien diberikan
penjelasan lengkap
(3) Penjelasan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a.
b.
c.
d.
e.
Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal hal yang telah dinyatakan
sebelumnya, dan tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas smua tindakan
yang akan dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi yang telah disepakati
hnya apabila terjadi keadaan gawat darurat dan keadaan tersebut
membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.
Proxy consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu
sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara
pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan
diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya (baik buat pasien,
bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan
proxy consent adalah suami / istri, anak yang sudah dewasa (umur 21 tahun
atau pernah menikah), orangtua, saudara kandung, dan lain-lain.
Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran daripada hak
menyetujui terapi. Banyak ahli yang mengatakan bahwa hak menolak terapi
bersifat tidak absolut, artinya masih dapat ditolak atau tidak diterima oleh
dokter. Hal ini oleh karena dokter akan mengalami konflik moral dengan
kewajiban menghormati kehidupan, kewajiban untuk mencegah perbuatan yang
bersifat bunuh diri atau self inflicted, kewajiban melindungi pihak ketiga, dan
integritas etis profesi dokter. Namun perkembangan nilai demikian cepat terjadi
sehingga saat ini telah banyak dikenal permintaan pasien untuk tidak
diresusitasi, terapi minimal, dan menghadapi kematian yang alami tanpa
menerima terapi / tindakan yang extraordinary.
Dalam praktik sehari hari, informed consent tidak hanya diperlukan pada
tindakan operatif, melainkan juga pada prosedur diagnostik atau tindakan
pengobatan yang invasif lainnya, misalnya pada waktu arteriografi, pemeriksaan
laboratorium tertentu, kateterisasi, pemasangan alat bantu napas, induksi
partus, ekstraksi vakum, dan lain lain