Anda di halaman 1dari 25

EPIDEMIOLOGI

EKSPERIMENTAL
Astrisa Faadhilah, SST., M. Epid
Penelitian Eksperimental

◦ Penelitian eksperimental adalah penelitian dengan kontrol (perlakuan) terhadap


eksposur.
◦ Status eksposur ditetapkan oleh peneliti sendiri.
◦ Kelebihan utama rancangan penelitian ini adalah apabila intervensi (eksposur)
dialokasikan secara acak terhadap sampel yang cukup besar, penelitian ini
mempunyai derajat validitas yang tinggi yang tidak mungkin dicapai oleh
penelitian observasional lainnya (yaitu deskriptif, kasus kontrol, ataupun
kohort).
Penelitian Eksperimental Dibagi Menjadi 2 :
(Dari aspek alokasi intervensi pada subjek penelitian)

1. Penelitian eksperimental murni


 Intervensi dibagi secara acak pada subjek penelitian. Sebaliknya,
pembagian subjek dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak
dilakukan secara random.
 Dalam konteks klinik dibedakan menjadi penelitian eksperimental dengan
intervensi pencegahan dan intervensi terapetik (uji klinik)
2. Kuasi eksperimental.
Desain Eksperimental dalam
Epidemiologi
◦ 1. Penelitian eksperimen /randomised controlled trial (RCT)
◦ Eksperimen dengan desain RCT umumnya dilakukan untuk intervensi
secara individu seperti percobaan obat baru, efektivitas vaksin

◦ 2. Penelitian eksperimen klaster / cluster randomised controlled trial


(Cluster RCT).
◦Cluster RCT dilakukan untuk intervensi secara kelompok (cluster)
seperti untuk melihat efektivitas promosi dan pelayanan
kesehatan.Dalam perhitungan analisa statistik dan perhitungan sampel,
korelasi dan jumlah kluster lebih harus diperhitungkan dibandingkan
desain RCT yang berasumsi setiap individu itu mandiri.
Komponen-komponen uji klinik
1. Seleksi atau pemilihan subjek
2. Rancangan uji klinik
3. Jenis intervensi dan pembandingnya
4. Pengacakan atau randomisasi intervensi
5. Besar sampel
6. Pembutaan (blinding)
7. Penilaian respons
8. Analisis dan interpretasi data
9. Protokol Uji Klinik
10. Etika
1. Seleksi atau pemilihan subjek
Dalam uji klinik, harus ditentukan secara jelas kriteria-kriteria pemilihan pasien, yaitu:
Kriteria inklusi
-Syarat-syarat yang secara mutlak harus dipenuhi subjek untuk dapat berpartisipasi
dalam penelitian.
-Kriterianya antara lain kriteria diagnosis baik klinik maupun laboratoris, tingkat
keparahan penyakit, asal pasien (rumah sakit atau populasi), umur, dan jenis kelamin.
Kriteria eksklusi (pengecualian)
-Kriteria yang membatasi partisipasi subjek dalam penelitian.
- Contoh hampir sebagian besar uji klinik obat tidak memasukkan wanita hamil
sebagai subjek mengingat pertimbangan risiko yang mungkin lebih besar dibanding
manfaat yang didapat. Subjek yang mempunyai risiko tinggi terhadap
pengobatan/perlakuan uji juga secara ketat tidak dilibatkan dalam penelitian.
2. Rancangan Uji Klinik

◦ Untuk memperoleh hasil yang optimal perlu disusun


rancangan penelitian yang dapat dipertanggung-
jawabkan secara ilmiah dan etis, dengan tetap
mengutamakan segi keselamatan dan kepentingan
pasien.
◦ Dua rancangan yang sering digunakan :
(a) Rancangan RCT parallel design
(b) Rancangan RCT cross-over design
Rancangan RCT Parallel Design

◦ Prinsip dasar rancangan ini adalah secara acak subjek dibagi ke dalam
2 atau lebih kelompok pengobatan.
◦ Jumlah subjek pada setiap kelompok harus seimbang atau sama.
◦ Masing-masing kelompok akan memperoleh pengobatan/perlakuan
yang berbeda, sesuai dengan jenis perlakuannya.
RCT Parallel Design
Kelebihan:
◦ Kelompok cenderung hampir sama ciri-cirinya
◦ Pasien, staf, dan penilai dapat diblinding
◦ Sebagian besar uji statistik didasarkan atas asumsi alokasi secara acak.

Kelemahan:
◦ Relatif mahal dan memakan waktu
◦ Sukarelawan mungkin tidak mewakili seluruh pasien
◦ Pengobatan efektif yang potensial mungkin tidak diperoleh subjek, atau subjek
mungkin terekspos ke paparan yang mungkin berbahaya
Rancangan RCT Cross-over Design

◦ Setiap subjek akan memperoleh semua bentuk pengobatan/perlakuan


secara selang-seling, yang ditentukan secara acak.
◦ Untuk menghindari kemungkinan pengaruh obat/perlakuan yang satu
dengan yang lainnya, setiap subjek akan memperoleh periode bebas
pengobatan (washed-out period atau WOP).
◦ Rancangan ini hanya dapat dilakukan untuk penyakit yang bersifat
kronik dan stabil, seperti misalnya rematoid artritis dan hipertensi.
RCT Cross-over Design
Kelebihan:
◦ Subjek berlaku sebagai kontrolnya sendiri, sehingga mengurangi variasi. Oleh
karenanya jumlah subjek yang dibutuhkan lebih sedikit daripada RCT parallel design.
◦ Seluruh subjek menerima kedua intervensi
◦ Uji statistik yang berdasarkan prinsip randomisasi dapat dipakai
◦ Dapat dilakukan blinding pasien, staf, dan penilai

Kelemahan:
◦ Subjek yang merespons terhadap intervensi harus beralih ke plasebo
◦ Washed-out period untuk obat tertentu memerlukan waktu yang lama
◦ Tidak dapat digunakan apabila pengobatan mempunyai efek yang permanen (misalnya
program pendidikan, fisioterapi, terapi perilaku)
3. Jenis intervensi dan
pembandingnya
◦Dalam uji klinik, jenis intervensi dan pembandingnya harus didefinisikan secara jelas.
◦Informasi yang perlu dicantumkan meliputi jenis obat dan formulasinya, dosis dan
frekuensi pengobatan, waktu dan cara pemberian serta lamanya pengobatan dilakukan.
◦Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan uji klinik dan keberhasilan pengobatan,
hendaknya dipertimbangkan segi-segi teknis yang berkaitan dengan ketaatan pasien serta
ketentuan lain yang diberlakukan selama uji klinik.
◦Sebagai contoh adalah apabila frekuensi pemberian terlalu sering (misalnya lebih dari 4
kali sehari), maka kemungkinan ketaatan pasien juga semakin berkurang.
◦Penjelasan lain meliputi obat-obat apa yang boleh dan tidak boleh diminum selama uji
berlangsung.
◦Perlakuan pembandIng juga harus dijelaskan, apakah pembanding positif (obat standard
yang telah terbukti secara ilmiah kemanfaatannya) atau negatif (plasebo). Mengingat
bahwa plasebo bukanlah obat, maka pemberian plasebo tidak dianjurkan untuk penyakit-
penyakit yang berakibat fatal dan serius.
◦Yang digarisbawahi disini adalah bahwa pembanding positif hendaknya merupakan obat
pilihan pertama (drug of choice) suatu penyakit.
4. Pengacakan atau randomisasi
intervensi
◦ Randomisasi atau pengacakan intervensi mutlak diperlukan dalam uji klinik
terkendali (RCT), dengan tujuan utama menghindari bias.
◦ Dengan pengacakan maka:
setiap subjek akan memperoleh peluang yang sama dalam mendapatkan obat
uji atau pembandingnya (sebagai kelompok intervensi atau kontrol)
subjek yang memenuhi kriteria inklusi akan terbagi sama rata dalam setiap
kelompok intervensi, dimana ciri-ciri subjek dalam satu kelompok praktis
seimbang.
5. Besar sampel
Faktor yang mempengaruhi penetapan besar sampel :
◦ Derajat kepekaan uji klinik: jika diketahui bahwa perbedaan
kemaknaan klinis antara 2 obat yang diuji tidak begitu besar, berarti
diperlukan jumlah sampel yang besar
◦ Keragaman hasil: makin kecil keragaman hasil uji antar individu dalam
kelompok yang sama, semakin sedikit jumlah subyek yang diperlukan.
◦ Derajat kebermaknaan statistik: semakin besar kebermaknaan statistik
yang diharapkan dari uji klinik, semakin besar pula jumlah subyek
yang diperlukan.
Apabila kita ingin membandingkan 2 jenis obat, A dan B, dimana
diperkirakan bahwa prosentase kesembuhan setelah pemberian obat A
adalah 95%, sementara prosentase kesembuhan pada pemberian obat
B 90%. Dengan menentukan kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II
maka digunakan cara penghitungan sebagai berikut:
n (per kelompok) = p1 x (100 - p1) + p2 x (100 - p2) x f (alpha,
beta)
(p1 - p2)2
Contoh Cara
Penghitunga imana: n = jumlah sampel per perlakuan
p1 = prosentase kesembuhan yang diharapkan dari

n Besar perlakuan1, yakni 95%


p2 = prosentase kesembuhan yang diharapkan dari

Sampel perlakuan 2, yakni 90%


alpha = kesalahan tipe I, misalnya 0,05
beta = kesalahan tipe II, misalnya 0,1
f (alpha, beta) adalah 10,5 (dari tabel).

◦ Maka jumlah sampel per perlakuan yang diperlukan adalah:


n (per kelompok) = 95 x (100 - 95) + 90 x (100 - 90) x 10,5 =
578 pasien
(95-90) 2
6. Pembutaan (blinding)
◦ Merahasiakan bentuk terapi yang diberikan.
◦ Dengan pembutaan, maka pasien dan/atau pemeriksa tidak mengetahui yang
mana obat yang diuji dan yang mana pembandingnya.
◦ Biasanya bentuk obat yang diuji dan pembandingnya dibuat sama.
◦ Tujuan utama pembutaan ini adalah untuk menghindari bias pada penilaian
respons terhadap obat yang diujikan. P
◦ Pembutaan dapat dilakukan secara:
single blind (jika identitas obat tidak diberitahukan kepada pasien),
double-blind (jika baik pasien maupun dokter pemeriksa tidak diberitahu
obat yang diuji maupun pembandingnya),
triple blind (jika pasien, dokter pemeriksa ataupun individu yang melakukan
analisis tidak mengetahui identitas obat yang diuji dan pembandingnya).
7. Penilaian Respons
◦ Penilaian respons pasien terhadap proses terapetik yang diberikan harus bersifat
objektif, akurat, dan konsisten.
◦ Empat kategori utama yang sering digunakan adalah:
a) Penilaian awal sebelum perlakuan: sesaat sebelum uji dilakukan, keadaan klinis
hendaknya dicatat secara seksama berdasarkan parameter yang telah disepakati.
Sebagai contoh tekanan darah, hendaknya diukur sesaat sebelum uji klinik dimulai.
b) Kriteria utama respons pasien: indikasi utama pengobatan merupakan kriteria utama
yang harus dinilai. Jika yang diuji obat analgetik-antipiretika, maka kriteria utama
penilaian adalah penurunan panas, ada tidaknya kejang atau gejala lain sebagai
manifestasi demam dan yang lainnya.
c) Kriteria tambahan: dari segi keamanan pemakaiannya. Misalnya efek samping baik
yang berbahaya maupun yang tidak.
d) Pemantauan pasien: faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan pasien untuk
berpartisipasi dalam penelitian hendaknya dapat dikontrol sebaik mungkin.
8. Analisis dan Interpretasi Data

◦ Analisis dan interpretasi hasil bergantung pada metode statistik yang dipakai.
◦ Sebagai contoh, untuk menguji perbedaan rerata antara 2 kelompok uji, maka
digunakan uji t (student-t test).
◦ Pertimbangan lain adalah konsep kemaknaan statistik dan kemaknaan klinis.
9. Protokol Uji Klinik

◦ Protokol uji klinik memuat petunjuk pelaksanaan uji klinik dan rancangan
ilmiah yang digunakan.
◦ Kerangka protokol uji klinik idealnya mencakup hal berikut ini: latar belakang
dan tujuan umum, tujuan khusus, kriteria pemilihan pasien, prosedur dan tata
laksana intervensi, kriteria penilaian respons, rancangan uji, pencatatan dan
randomisasi subjek, persetujuan tertulis dari pasien, besar sampel, pemantauan,
pencatatan dan manajemen data, penyimpangan protokol, rencana analisis
statistik, dan administrasi.
10. Etika
Etika uji klinik mencakup:
◦ Protokol uji klinik yang telah mendapat persetujuan dari komisi etik
(ethical clearance)
◦ Menjamin kebebasan pasien untuk ikut serta secara sukarela atau
menolak atau berhenti sewaktu-waktu dari penelitian
◦ Menjamin kesehatan dan keselamatan pasien sejak awal, selama dan
sesudah penelitian
◦ Keikutsertaan pasien harus dinyatakan dalam written informed-consent.
◦ Menjamin kerahasiaan identitas dan segala informasi yang diperoleh
dar
Penelitian Kuasi Eksperimental

◦ Kuasi eksperimental adalah sebuah studi eksperimental yang dalam


mengontrol situasi penelitian menggunakan cara non random.
◦ Desain ini berasal dari riset ilmu sosial yang kemudian diadopsi oleh
epidemiologi untuk mengevaluasi dampak intervensi kesehatan
masyarakat.
◦ Untuk memperoleh taksiran dampak perlakuan yang sebenarnya maka
peneliti harus memilih kelompok kontrol yang memiliki karakteristik
variable perancu yang sebanding dengan kelompok perlakuan.
◦ Kuasi eksperimental ini dilakukan sebagai alternatif eksperimen
randomisasi, tatkala pengalokasian faktor penelitian pada subjek penelitian
tidak mungkin, tidak etis atau tidak praktis dilaksanakan dengan
randomisasi, misalnya ketika ukuran sampel terlalu kecil.
Penelitian Kuasi Eksperimental

Kelebihan : lebih mungkin diterapkan dan lebih murah dibandingkan


eksperimen randomisasi, terutama pada penelitian yang ukuran sampel
sangat besar atau sangat kecil.

Kelemahan :
-karena pada desain ini tidak dilakukan randomisasi maka peneliti
kurang mampu mengendalikan factor-faktor penganggu.
-alokasi non random dapat mengakibatkan bias yang sulit dikontrol pada
analisis data.
Jenis Desain Eksperimen Kuasi
1. One group pre and post test design
Merupakan kuasi eksperimental dimana masing-masing subjek menjadi
kontrol bagi dirinya sendiri dan pengamatan variabel hasil dilakukan sebelum
dan sesudah perlakuan. Kelompok kontrol untuk dirinya sendiri disebut
dengan kontrol internal.

2. After only with control design


Mengamati variable hasil pada saat yang sama terhadap kelompok perlakuan
dan kelompok control, setelah perlakuan diberikan kepada kelompok
perlakuan (subjek). Dengan cara non random peneliti memilih kelompok
control yang memiliki karakteristik atau variable variable perancu potensial
yang sebanding dengan kelompok perlakuan.
Jenis Desain Eksperimen Kuasi
(lanjutan)
3. After and Before with control design
Desain ini mirip dengan RCT kecuali penunjukan kelompok subjek tidak
dilakukan dengan random. Pengaruh perlakuan ditentukan dengan
membandingkan perubahan nilai-nilai variable hasil pada kelompok
perlakukan dengan perubahan nilai-nilai pada kelompok control. Desain ini
lebih baik dari dua desain eksperimen kuasi yang terdahulu, karena mengatasi
kemungkinan variasi eksternal yang diakibatkan perubahan waktu serta
menggunakan kelompok pembanding eksternal

4. Desain campuran
Desain campuran mengkombinasikan elemen-elemen pembanding internal dan
eksternal. Kombinasi tersebut meningkatkan kemampuan mengatasi ancaman
validitas selanjutnya meningkatkan kemampuan untuk manrik inferensi kausal.
Daftar Pustaka
◦Feinstein AR. 1979. Methodologic Problems and Standards in Case Control Research. J Chron
Dis, 32:35-41.
◦Ibrahim MA & Spitzer WO. 1979. The Case control study: the problem and the prospect. J
Chron Dis, 32:139-144.
◦Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM 9 Magister Manajemen
Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM 10
◦Kelsey JL, Whittemore AS, Evans A, Thompson WD. 1996. Methods in observational
epidemiology. 2nd edition. New York, Oxford University Press, p. 244-267.
◦Meinert CL. 1986. Clinical trials, design, conduct, and analysis. New York: Oxford University
Press.
◦Murti B, 2003, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, GMU Press
◦Schlesselman JJ. 1982. Case-Control Studies. Design, Conduct, Analysis. New York: Oxford
University Press.
◦Streiner DL, Norman GR, and Blum HM. 1989. PDQ Epidemiology. Toronto, BC Decker Inc.
◦Strom BL. 1994. Other Approaches to Pharmacoepidemiology Studies. Dalam BL Strom.
Pharmacoepidemiology. Second Edition. New York: John Wiley & Sons.

Anda mungkin juga menyukai