EKSPERIMENTAL
Astrisa Faadhilah, SST., M. Epid
Penelitian Eksperimental
◦ Prinsip dasar rancangan ini adalah secara acak subjek dibagi ke dalam
2 atau lebih kelompok pengobatan.
◦ Jumlah subjek pada setiap kelompok harus seimbang atau sama.
◦ Masing-masing kelompok akan memperoleh pengobatan/perlakuan
yang berbeda, sesuai dengan jenis perlakuannya.
RCT Parallel Design
Kelebihan:
◦ Kelompok cenderung hampir sama ciri-cirinya
◦ Pasien, staf, dan penilai dapat diblinding
◦ Sebagian besar uji statistik didasarkan atas asumsi alokasi secara acak.
Kelemahan:
◦ Relatif mahal dan memakan waktu
◦ Sukarelawan mungkin tidak mewakili seluruh pasien
◦ Pengobatan efektif yang potensial mungkin tidak diperoleh subjek, atau subjek
mungkin terekspos ke paparan yang mungkin berbahaya
Rancangan RCT Cross-over Design
Kelemahan:
◦ Subjek yang merespons terhadap intervensi harus beralih ke plasebo
◦ Washed-out period untuk obat tertentu memerlukan waktu yang lama
◦ Tidak dapat digunakan apabila pengobatan mempunyai efek yang permanen (misalnya
program pendidikan, fisioterapi, terapi perilaku)
3. Jenis intervensi dan
pembandingnya
◦Dalam uji klinik, jenis intervensi dan pembandingnya harus didefinisikan secara jelas.
◦Informasi yang perlu dicantumkan meliputi jenis obat dan formulasinya, dosis dan
frekuensi pengobatan, waktu dan cara pemberian serta lamanya pengobatan dilakukan.
◦Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan uji klinik dan keberhasilan pengobatan,
hendaknya dipertimbangkan segi-segi teknis yang berkaitan dengan ketaatan pasien serta
ketentuan lain yang diberlakukan selama uji klinik.
◦Sebagai contoh adalah apabila frekuensi pemberian terlalu sering (misalnya lebih dari 4
kali sehari), maka kemungkinan ketaatan pasien juga semakin berkurang.
◦Penjelasan lain meliputi obat-obat apa yang boleh dan tidak boleh diminum selama uji
berlangsung.
◦Perlakuan pembandIng juga harus dijelaskan, apakah pembanding positif (obat standard
yang telah terbukti secara ilmiah kemanfaatannya) atau negatif (plasebo). Mengingat
bahwa plasebo bukanlah obat, maka pemberian plasebo tidak dianjurkan untuk penyakit-
penyakit yang berakibat fatal dan serius.
◦Yang digarisbawahi disini adalah bahwa pembanding positif hendaknya merupakan obat
pilihan pertama (drug of choice) suatu penyakit.
4. Pengacakan atau randomisasi
intervensi
◦ Randomisasi atau pengacakan intervensi mutlak diperlukan dalam uji klinik
terkendali (RCT), dengan tujuan utama menghindari bias.
◦ Dengan pengacakan maka:
setiap subjek akan memperoleh peluang yang sama dalam mendapatkan obat
uji atau pembandingnya (sebagai kelompok intervensi atau kontrol)
subjek yang memenuhi kriteria inklusi akan terbagi sama rata dalam setiap
kelompok intervensi, dimana ciri-ciri subjek dalam satu kelompok praktis
seimbang.
5. Besar sampel
Faktor yang mempengaruhi penetapan besar sampel :
◦ Derajat kepekaan uji klinik: jika diketahui bahwa perbedaan
kemaknaan klinis antara 2 obat yang diuji tidak begitu besar, berarti
diperlukan jumlah sampel yang besar
◦ Keragaman hasil: makin kecil keragaman hasil uji antar individu dalam
kelompok yang sama, semakin sedikit jumlah subyek yang diperlukan.
◦ Derajat kebermaknaan statistik: semakin besar kebermaknaan statistik
yang diharapkan dari uji klinik, semakin besar pula jumlah subyek
yang diperlukan.
Apabila kita ingin membandingkan 2 jenis obat, A dan B, dimana
diperkirakan bahwa prosentase kesembuhan setelah pemberian obat A
adalah 95%, sementara prosentase kesembuhan pada pemberian obat
B 90%. Dengan menentukan kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II
maka digunakan cara penghitungan sebagai berikut:
n (per kelompok) = p1 x (100 - p1) + p2 x (100 - p2) x f (alpha,
beta)
(p1 - p2)2
Contoh Cara
Penghitunga imana: n = jumlah sampel per perlakuan
p1 = prosentase kesembuhan yang diharapkan dari
◦ Analisis dan interpretasi hasil bergantung pada metode statistik yang dipakai.
◦ Sebagai contoh, untuk menguji perbedaan rerata antara 2 kelompok uji, maka
digunakan uji t (student-t test).
◦ Pertimbangan lain adalah konsep kemaknaan statistik dan kemaknaan klinis.
9. Protokol Uji Klinik
◦ Protokol uji klinik memuat petunjuk pelaksanaan uji klinik dan rancangan
ilmiah yang digunakan.
◦ Kerangka protokol uji klinik idealnya mencakup hal berikut ini: latar belakang
dan tujuan umum, tujuan khusus, kriteria pemilihan pasien, prosedur dan tata
laksana intervensi, kriteria penilaian respons, rancangan uji, pencatatan dan
randomisasi subjek, persetujuan tertulis dari pasien, besar sampel, pemantauan,
pencatatan dan manajemen data, penyimpangan protokol, rencana analisis
statistik, dan administrasi.
10. Etika
Etika uji klinik mencakup:
◦ Protokol uji klinik yang telah mendapat persetujuan dari komisi etik
(ethical clearance)
◦ Menjamin kebebasan pasien untuk ikut serta secara sukarela atau
menolak atau berhenti sewaktu-waktu dari penelitian
◦ Menjamin kesehatan dan keselamatan pasien sejak awal, selama dan
sesudah penelitian
◦ Keikutsertaan pasien harus dinyatakan dalam written informed-consent.
◦ Menjamin kerahasiaan identitas dan segala informasi yang diperoleh
dar
Penelitian Kuasi Eksperimental
Kelemahan :
-karena pada desain ini tidak dilakukan randomisasi maka peneliti
kurang mampu mengendalikan factor-faktor penganggu.
-alokasi non random dapat mengakibatkan bias yang sulit dikontrol pada
analisis data.
Jenis Desain Eksperimen Kuasi
1. One group pre and post test design
Merupakan kuasi eksperimental dimana masing-masing subjek menjadi
kontrol bagi dirinya sendiri dan pengamatan variabel hasil dilakukan sebelum
dan sesudah perlakuan. Kelompok kontrol untuk dirinya sendiri disebut
dengan kontrol internal.
4. Desain campuran
Desain campuran mengkombinasikan elemen-elemen pembanding internal dan
eksternal. Kombinasi tersebut meningkatkan kemampuan mengatasi ancaman
validitas selanjutnya meningkatkan kemampuan untuk manrik inferensi kausal.
Daftar Pustaka
◦Feinstein AR. 1979. Methodologic Problems and Standards in Case Control Research. J Chron
Dis, 32:35-41.
◦Ibrahim MA & Spitzer WO. 1979. The Case control study: the problem and the prospect. J
Chron Dis, 32:139-144.
◦Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM 9 Magister Manajemen
Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM 10
◦Kelsey JL, Whittemore AS, Evans A, Thompson WD. 1996. Methods in observational
epidemiology. 2nd edition. New York, Oxford University Press, p. 244-267.
◦Meinert CL. 1986. Clinical trials, design, conduct, and analysis. New York: Oxford University
Press.
◦Murti B, 2003, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, GMU Press
◦Schlesselman JJ. 1982. Case-Control Studies. Design, Conduct, Analysis. New York: Oxford
University Press.
◦Streiner DL, Norman GR, and Blum HM. 1989. PDQ Epidemiology. Toronto, BC Decker Inc.
◦Strom BL. 1994. Other Approaches to Pharmacoepidemiology Studies. Dalam BL Strom.
Pharmacoepidemiology. Second Edition. New York: John Wiley & Sons.