Uji klinis adalah salah satu jenis penelitian eksperimental, terencana yang dilakukan pada manusia dimana
peneliti memberikan perlakuan athau intervensi pada subjek penelitian kemudian efek dari penelitian tersebut
Uji klinik kegiatan penelitian dengan mengikut sertakan subjek manusia disertai adanya intervensi produk uji,
untuk menemukan atau memastikan efek klinik, farmakologik atau farmakodinamik lainnya, dan
mengidentifikasi setiap reaksi yang tidak diinginkan, dan mempelajari absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi dengan tujuan untuk memastikan keamanan dan efektifitas produk yang diteliti.
Penggunaan Uji Klinik
Uji klinis dilakukan untuk membandingkan satu jenis pengobatan dengan pengobatan
lainnya dalam hal ini pengobatan dapat berarti medikamentosa, perasat beda, terapi
psikologis, diet, akupuntur, pendidikan atau intervensi kesehatan masyarakat dan lain-
lain. Uji klinis pada dasarnya merupakan satu rangkaian proses pengembangan
Pada tahapan ini dilakukan penelitian laboratorium yang disebut juga sebagai uji pre-klinis, dikerjakan in
vitro dengan menggunakan benatan percobaan. Tujuan penelitian tahapan 1 ini adalah untuk mengumpulkan
informasi farmakologi dan toksikologi dalam rangka untuk mempersiapkankan penelitian selanjutnya yakni
Tahap II
Pada uji klinis tahapan 2, digunakan manusia sebagai subjek penelitian. Tahapan ii berdasarkan tujuannya
Fase I adalah uji coba pertama dari bahan aktif baru atau formulasi baru yang dilakukan pada manusia dan
biasanya sering dilakukan pada sukarelawan sehat. Tujuannya adlah untuk membentuk suatu evaluasi awal mula dari
keamanan, kerangka awal farmakokinetik, dan jika memungkinkan profil farmakodinamik dari bahan aktif pada
manusia.
Tujuan fase ini adalah menentukan besarnya dosis maksimal yang dapat toleransi (maximally tolerated dose =
b. Fase II
Bertujuan untuk menilai system atau dosis pengobatan yang paling efektif, biasanya dilaksanakan dengan
Bertujuan untuk mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru dibandingkan dengan pengobatan
yang telah ada (pengobatan standal). Uji klinis yang banyak dilakukan termasuk dalam fase ini. Baku
emas uji klinis fase III adalah uji klinis acak terkontrol.
d. Fase IV
Bertujuan untuk mengevaluasi obat baru yang telah dipakai dimasyarakat dalam jangka waktu
yang relative lama (5 tahun atau lebih). Fase ini penting karena terdapat kemungkinan efek samping
obat timbul setelah lebih banyak pemakai. Fase ini disebut juga sebagai uji klinis pascapasar (post
marketing).
Asas Uji Klinik
Semua penelitian yang melibatkan subjek manusia harus dilakukan sesuai dengan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam versi saat ini dari Deklarasi Helsinki. Tiga prinsip dasar etika
didefinisikan oleh revisi dari International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving
Human Subjects yang dikeluarkan oleh Council for International Organizations of Medical Sciences
(CIOMS).
Rancangan Uji Klinik
Pada uji klinis dilakukan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara variable bebas (predictor) dengan
variabel tergantung (efek) dalam periode waktu tertentu. Hasil uji klinis ditentukan berdasarkan atas perbedaan efek
yang terjadi pada kelompok perlakuan dengan pada kelompok control. Efek yang dinilai dapat merupakan kematian,
kejadian klinis ataupun hasil laboratorium dan dapat berskala nominal, ordinal ataupun numeric.
Uji klinis sesungguhnya sangat mirip dengan studi kohort, karena kelompok perlakuan dan kontrol diikuti
diobservasi sampai terjadi efek. Perbedaanya, pada uji klinis baik alokasi subyek maupun metode perlakuan pada
subjek di tentukan ole peneliti, untuk memastikan bahwa kedua kelompok subyek sebanding dengan sesedikit mungkin
bias. Sedangkan pda studi kohort, peneliti hanya melakukan observasi tanpa membererikan perlakuan; perbedaan
pajanan pada kelompok yang diteliti dan kelompok kontrol terjadi secara alamiah.
Terdapat pelbagai bentuk desain uji klinis,dari yang sederhana sampai yang
yakni:
bukan.
Jenis desain ini paling banyak digunakan, baik pada penyakit akut maupun kronik. Pada desain ini disusun dua
kelompok atau lebih, sedangkan pengobatan pada kelompok-kelompok tersebut dilakukna secara paralel atau
simultan. Yang paling banyak dilakukan adalah desain paralel dengan dua kelompok; kelompok pertama
memperoleh pengobatan baru, sedangkan kelompok lainnya menerima pengobatan standar dan berlaku sebagai
kontrol.
Untuk memperoleh hasil yang sahih diperlukan kelompok yang seimbang, terutama dalam hal faktor
prognosis yang penting. Untuk tujuan ini cara yang sering digunakan adalah:
Dalam desain ini tiap subyek menjadi kontrol bagi dirinya. Bentuk yang paling sederhana dengan
subyek sebagai kontrol bagi dirinya sendiri ini disebut sebagai desain before and after sekelompok subyek
diberikan perlakuan, hasil perlakuan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Pada desain menyilang
subyek di randomisasi; kelompok A menerima obat yang diteliti; kelompok B menjadi kontrol. Setelah waktu
tertentu, jenis pengobatan dipertukarkan, dan sebaliknya. Desain ini di terapkan pada penyakit kronik yang
relatif stabil seperti hipertensi, asma, hiperlipidemia. Keuntungannya adalah dapat menyingkirkan variasi
individu hingga lebih peka menemukan perbedaan, dan mengurangi subyek yang diperlukan (separuh dari
desain paralel). Namun waktu penelitian menjadi lebih lama dengan kemungkinan drop out yang lebih besar
pula.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada desain cross-over :
a. Terdapatnya efek carry over yaitu efek obat pertama belum hilang pada saat dimulai pengobatan
kedua.
b. Terdapatnya efek order, yaitu terjadi perubahan derajat berat penyakit, keadaan lingkungan selama
penelitian berlangsung.
c. Terdapatnya periode wash out yaitu waktu untuk menghilangkan efek obat awal, sebelum
pengobatan kedua dimulai. Lama periode wash out ini bergantung kepada sifat kinetik obat, dapat
hanya beberpa jam (misal dopamin) atau beberapa minggu ( misal fenobarbital).
Langkah-Langkah Pelaksanaan Uji Klinik
5. Melakukan randomisasi
6. Melaksanakan perlakuan
8. Menganalisis data
Menetapkan pertanyaan penelitian dan hipotesis
Menuangkan desain uji klinis yang samar-samar menjadi rencana kegiatan yang nyata tidak mudah, bahkan
sangat kmopleks. Konsep awal yang berisi skema umum, memerlukan penjabaran lebih spesifik. Rumusan masalah
serta hipotesis yang sesuai harus dituliskan, dengan memperlihatkan hubungan antar variabel yang diteliti.
Menentukan desain
Berdasarkan hipotesis yang dibangun dari pertanyaan penelitian, maka dapat ditetapkan jenis desain yang akan
dipergunakan, apakah akan dipakai desain paralel atau desain menyilang, ataukah dengan desain lain yang lebih
kompleks. Dalam praktek, bilamana mungkin desain yang dipilih adalah desain yang paling sederhana yang dapat
menjawab pertanyaan penelitian, karena biasanya desain yang sederhana memberikan hasil yang lebih langsung dan
mudah diinterpretasi, sedangkan desain yang lebih kompleks sering memberikan hasil yang tidak mudah diinterpretasi
Populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target yang merupakan sumber subyek yang akan diteliti.
Karakteristik subyek harus sesuai dengan pertanyaan penelitian dan efek yang akan diamati. Pada rncan uji klinis
tentang manaat antibiotik baru terhadap sepsis neonaturum, misalnya, populasi terjangkaunya adalah bayi dengan
Kriteria pemilihan membatasi karakteristik populasi terjangkau yang memenuhi persyaratn untuk uji klinis.
Kriteria ini harus dijelaskan secara rinci sejak awal perencanaan, oleh karena penting untuk menyusun
desain penelitian, pemilihan subjek, dan untuk generalisasi ke dalam populasi. Kriteria pemilihan terdiri dari
Suatu hal yang penting dalam uji klinis adalah menentukan besar sampel; di satu sisi harus
cukup besar untuk mewakili populasi terjangkau, tetapi di lain sisi harus sesuai dengan dana dan
waktu yang tersedia. Jumlah subyek yang terlalu sedikit dapat dianggap tidak etis karena akhirnya
hasil penelitian tidak sahih, sebaliknya jumlah subyek yang terlalu banyak juga tidak etis karena
menyia-nyiakan pasien dari sumber daya lainnya secara sia-sia. Pada umumnya variabel yang di
teliti dalam uji klinis adalah variabel nominal (misalnya proporsi kesembuhan) atau numerik
(misalnya penurunan tekanan darah). Keduanya penting diperhatikan dalam penetapan besar sampel.
Melakukan pengukuran variabel tabel dasar
Selain identitas pasien, sebelum dilakukan randonisasi perlu pula di catat data demografis, klinis, dan
laboratorium relevan dengan pertanyaan penelitian. Data klinis seperti umur, jenis kelamin, diagnosis, dan lain-lain
yang relevan dengafrognosis harus di catat, antara lain unutk melihat kesetaraan pel bagai variabel di antara kelompok
setelah dilakukan randonisasi. Jangan di lupakan bahwa dalam setiap prosedur pengukuran, prinsip-prinsip pengukuran
harus selalu di patuhi.
Melakukan randomisasi
Aspek yang terpenting di dalam uji klinis, adalah randonisasi. Yang dii maksud randonisasi (bedakan dengan pemilihan
sunyek secara random) adalah alokasi acak (random allocation), untuk menentukann subyek penelitian mana yang akan
mendapat perlakuan dan mana yang menjadi kontrol. Tujuan utama randonisasi adalah unntuk mengurangi bias seleksi
dana perancu (confounding), yakni dengan terbaginya variabel-variabel yang tak di teliti secara se imbang pada
kelompok yang ada. Dijumpai berbai jenis cara randomisasi yaitu :
a. Randomisasi sederhana (Simple Randomization)
Untuk uji uji klinis dengan dua kelompok subyek, cara acak dengan dengan melemparkan mata uang logam dapat
dipakai. Tetapi cara ini terasa kaku, memakan waktu, dan tidak andal, maka para peneliti lebih menganjurkan penggunaan tabel
random.Keuntungan randomisasi sederhana ini adalah tiap subyek tidak dapat diduga akan memperoleh perlakuan apa, dan bila
b. Randomisasi blok
Untuk menghindari ketidakseimbangan,dapat dilakukan cara randomisasi blok. Cara ini bertujuan untuk membuat setiap
Bila pada uji klinis terdapat factor prognosis yang penting yang akan mempengaruhi hasil penelitian, maka perlu
dilakukan stratifikasi prognosis.Hal ini dimaksudkan agar diperoleh sub kelompok (strata) yang lebih homogeny. Randomisasi
dilakukan pada setiap strata secara terpisah, kemudian subyek yang terpilih digabungkan kembali dalam kelompok yang sesuai.
Melakukan Intervensi
Alih-alih istilah pembutaan (blinding), kami lebih menyukai istilah ketersamaran (masking)
untuk menghindari kerancuan bila substansi penelitian menyangkut masalah penglihatan atau
visus. Ketersamaran bertujuan untuk menghindarkan bias, baik yang berasal dari peneliti, subyek,
maupun evaluator penelitian. Oleh karena bias dapat terjadi diberbagai bagian uji klinis, maaka
ketersamaran juga harus diupayakan pada berbagai bagian uji klinis, seperti pada saat randomisasi,
maka pasien dan pemeriksa tidak mengetahui yang mana obat yang diuji dan yang mana
pembandingnya. Biasanya bentuk obat yang diuji dan pembandingnya dibuat sama. Tujuan
utama penyamarannya ini adalah juga untuk menghindari bias pada penilaian respons
terhadap obat yang diujikan. Penyamaran dapat dilakukan secara : single blind, double blind,
Pada uji klinis terbuka, baik peneliti maupun subyek mengetahui pengobatan yang
diberikan. Desain ini seringkali dilakukan untuk penelitian pendahuluan, yang akan dilanjutkan dengan desain acak
tersamar ganda, atau apabila secara teknis ketersamaran tidak mungkindilaksanakan. (missal study untuk
membandingkan mastektomi sederhana plus radiasi dengan mastektomi radikalpada pengobatan kanker payudara.
Pada desain ini subyek tidak tahu pengobatan yang diberikan, sedangkan peneliti mengetahuinya. Secara teoritis hal
yang sebaliknya juga dapat dilakukan (subyek mengetahui sedangkan dokter tidak), namun hal ini jarang, kerugian pada
uji klinis tersamar tunggal adalah seperti pada uji klinis terbuka , terjadinya bias(terutama bias pengukuran)oleh karena
Pada desain ini baik peneliti maupun subyek tidak mengetahui pengobatan yang diberikan ,
hal ini akan mengurangi terjadinya berbagai bias dan dianggap sebagai baku emas untuk uji
klinis.
d. Triple mask
Pada desain ini baik subyek, peneliti, maupun evaluator tidak tahu obat apa yang diberikan.
Sebagian ahli tidak mempergunakan istilah ini, meski terdapat tiga komponen ketersamaran,
Menganalisa data
Analisis data uji klinis harus dilaksanakan dengan menggunakan uji statistic yang sesuai, yang sudah ditulis dalam
usulan penelitian. Uji hipotesis yang akan digunakan harus pula ditetapkan sewaktu melaksanakan uji klinis. Hal-hal
yang perlu difikirkan untuk uji hipotesis adalah skala pengukuran, distribusi sampel, besar sampel, jumlah kelompok,
serta jumlah variable.
Keuntungan dan Kerugian Uji Klinik
c. Uji klinis paling sering dihadapkan kepada masalah etik, misalnya apakah etis bila kita
control.
Validitas uji klinis dilihat terutama pada randomisasi, lamanya pemantauan, dan apakah seluruh subyek dianalisis
sesuai dengan alokasi awalnya. Pentingnya hasil uji klinis dilihat dari besarnya NNT dan NNH, yang memberikan
pengertian berapa besar usaha yang dilakukan untuk mencegah atau menyebabkan tambahan 1 hasil yang tidak
diinginkan. Aspek ketiga dari EBM ialah patient’s preference, sehingga hasil uji klinis baru dapat diaplikasikan kepada
pasien kita setelah disesuaikan dengan keadaan pasien yang kita hadapi, dan mendapat persetujuan pasien.
TERIMAKASIH