mengembalikan para Wasu seperti semula harus inkarnasi dari rahim Dewi
yang setiap kelahiran harus dibuang di Sungai Gangga. Suatu ketika delapan
Wasu bertemu Dewi Gangga yang turun dari kayangan karena disuruh untuk
lahir kedunia oleh Dewa Indra. Dengan bertemunya dengan Dewi Gangga,
para Wasu langsung meminta tolong agar dilahirkan kembali lalu dibuang
karena telah dikutuk oleh Wasistha. Oleh karena itu sudah tujuh Wasu yang
telah kembali kekayangan dan yang ke delapan ini merupakan Dyaus yang
mengawali pengambilan sapi.
Setelah mendengarkan Dewi Gangga, Santanu hanya bisa menyesali
karena telah menikahinya. Dewi Gangga pun pergi dan membawa anak ke
delapan yang baru dilahirkan untuk dibesarkan sampai umur 16 tahun akan
dikembalikan kepada Santanu. Pada 16 tahun kemudian, Santanu berjalan
ditepi sungai Gangga dan bertemu pemuda yang dapat membendung
sungani dengan panah. Ternyata pemuda tersebut merupakan anak dari
mantan istrinya Dewi Gangga yang bernama Bewa Brata.
Santanu langsung memeluk Dewa Brata dan membawanya ke istana.
Anak yang dikelilingi aura keagungan dan menunjukkan watak kesatria sejati
itu dinobatkannya menjadi putra mahkota. Pada suatu hari, karena masih
merasa sendiri tanpa pendamping hidup Santanu jalan-jalan ke hutan. Saat
berada ditepi sungai Santanu melihat seorang gadis cantik jelita, secantik
bidadari kahyangan sedang membawa hasil tambang. Santanu mendekati
wanita tersebut dengan berpura-pura akan menyeberang, lalu berbicara
dengan wanita tersebut.
Karena Santanu tertarik kepada Satyawati, wanita yang baru dia temui.
Santanu pun langsung berbicara untuk mempersunting Satyawati. Namun
untuk mempersunting Satyawati, Santanu harus meminta izin kepada ayah
Satyawati. Ketika Santanu bertemu dengan ayah Satyawati, dia langsung
mengutarakan niatnya Wahai Bapak tua, aku temukan putrimu yang jelita
ini di tepi sungai sedang menambang. Aku sangat terpesona oleh kecantikan
dan tutur katanya yang lembut. Aku ingin mempersunting dia menjadi istriku
dan memboyongnya ke istanaku. Ayah gadis itu orang yang cerdik. Ia
menyembah Raja Santanu dan berkata, Daulat Tuanku. Memang sudah
waktunya anak hamba menikah dengan seorang lelaki, seperti gadis-gadis
lain. Paduka Tuanku adalah raja yang mulia dan berkedudukan jauh di atas
dia. Hamba tidak keberatan jika anak hamba Paduka persunting. Tetapi,
sebelum Satyawati hamba serahkan, Paduka harus berjanji. Raja Santanu
membalas, Apa pun syarat yang kau ajukan, aku akan memenuhinya.
Bapak tua itu memohon, Jika anak hamba melahirkan seorang bayi lelaki,
Paduka harus menobatkannya menjadi putra mahkota dan kelak setelah
Paduka mengundurkan diri, Paduka harus mewariskan kerajaan ini
kepadanya. Meskipun tergila-gila pada anak gadis bapak tua itu, namun
Raja Santanu tak dapat menyanggupi persyaratan itu. Ia sadar, jika dia
memenuhi semua syarat yang diajukan ayah si gadis, berarti ia harus
menyingkirkan Dewabrata yang sudah dinobatkannya menjadi putra
mahkota dan berhak atas takhta kerajaannya kelak. Terlalu besar yang harus
ia pertaruhkan untuk mempersunting Satyawati. Sungguh tidak pantas dan
memalukan, jika ia menuruti kata hatinya.
Setelah bergulat dengan perasaannya, Raja Santanu kembali ke
istananya di Hastinapura. Perasaannya campur aduk hingga tidak
menghiraukan Dewa Brata yang sedang menyambutnya dan merahasiakan
apa telah terjadi. Santanu pun lebih banyak mengurung diri di ruang
peraduannya dan melamun. Tugas-tugas kerajaan lebih banyak dilakukan
oleh Dewabrata. Suatu ketika Dewa Brata bertanya kepada Satanu dan
Santanu berusaha keras untuk tidak memberitahuyang sebenarnya.
Dewabrata yang bijaksana dan setia kepada ayahnya menyadari hal
itu. Ia tidak mau mendesak agar ayahnya mengungkapkan hal-hal yang
dirahasiakannya dan menyebabkannya berprilaku seperti itu, selalu murung
dan gelisah. Dewabrata kemudian bertanya kepada patih kerajaan. Barulah
ia tahu bahwa belum lama ini ayahnya berkenalan dengan seorang gadis
cantik di tepi Sungai, bahwa ayahnya kemudian akan meminang gadis itu,
dan bahwa tak sanggup memenuhi syarat yang diajukan ayah si gadis.
Mendengar itu, Dewabrata memutuskan untuk menemui ayah si gadis dan
meminang putrinya atas nama ayahnya.
Sesaimpai disungai Dewa Brata bertemu dengan wanita yang cantik
jelita bersama pak tua, Satyawati dan ayahnya. Karena ayah Satyawati
mengetahui apa yang telah terjadi dikerajaan, dia langsung sujut kepada
Dewa Brata dengan berkata Wahai Putra Mahkota, hamba mohon maaf atas
kelancangan hamba kepada paduka raja, hamba rela dihukum. Karena
Dewa Brata yang baru tiba dan mendengar ampunan pak tua langsung
menjawab Pak tua saya kesini bukan untuk menghukum anda, namun untuk
mencari tahu penyebab kesedihan Ayah Handa, Apakah pak tua tahu? Tolong
jelaskan! Pak tua pun menjelaskan persyaratan yang harus ditepati
Santanu untuk menikahi anaknya.
Setelah mendengar penjelasan pak tua, Dewa Brata yang ingin
membahagiakan ayahnya bersumpah untuk mengundurkan diri menjadi
putra mahkota Ingat baik-baik pak tua, kelak cucu laki-laki mu yang lahir
akan dinobatkan menjadi raja dan aku rela turun takhta demi kebahagian
ayah handa. Setelah bersumpah Dewa Brata dipersilahkan untuk membawa
calon ibunya, namun pak tua memberi persyaratan lagi karena kelak bila
Dewa Brata menikah dan mempunyai keturunan, anaknya pasti dapat
menjadi raja. Dengan niat suci Dewa Brata langsung memutuskan untuk
telah mengalahkan Mahendra, maka Bisma akan membawa tiga putri Khasih.
Ketika itu Salwa baru datang dan melihat bahawa Bisma sudah
memenangkan saembara tersebut, namun Salwa tidak mau mengalah dan
akan menantang Bisma untuk merebut tiga putri tersebut. Karena kesaktian
Bisma yang tinggi, sekali menepak dada Salwa langsung muntah darah dan
Amba pun menangis.
Ketiga putri dibawa Bisma ke Hastinapura, ketika ditengah jalan Amba
berbicara ke Bisma bahwa dia tidak mencintai Chitragadha dan lebih
mencintai Salwa. Untuk mengabulkan perasaan Amba, Bisma meminta
kebijaksanaan kepada Chitragadha. Ketika sampai ke kerajaan Hastinapura,
Bisma langsung menjelaskan perasaan Amba kepada Chitragadha dan
Chitragadha meminta pertimbangan kepada Bisma. Di perbolehkan Amba
untuk tidak menikah dengan Chitragadh dan langsung Amba pergi menuju
kerajaan Salwa. Sesampai dikerajaan Salwa, Amba langsung memeluk Salwa
dan berbicara bengannya bahwa dia tidak akan menikah Raja Chitragadha,
namun Salwa menolak untuk menikah dengan Amba karena harga dirinya
lebih penting dari pada cinta. Ketika itu Amba keluar dari kerajaan Salwa dan
langsung menuju ke kerajaan Hastinapura untuk dapat menikah kembali
dengan Chitragadha. Sesampai dikerajaan Hastinapura, Amba meminta
bantuan kepada Bisma untuk untuk menyampaikan kepada Chitragadha,
namun karena sebelumnya Amba sudah terlanjur untuk tidak menikah
kepada Chitragadha dan pernikahaan sudah dipersiapkan untuk dua
pengantin wanita maka Chitragadha menolak untuk menikah dengan Amba.
Karena Amba yang ditolak Salwa dan Chitragadha, dia menyalahkan Bisma
hingga meminta pertanggungjawaban untuk menikahinya, Bisma pun
menolak karena sumpahnya untuk tidak menikah dan Amba langsung
membenci Bisma dan bersumpah kelak kematian Bisma itu akbiatnya. Amba
pun pergi dengan kesedihan dan tidak tahu mau kemana lagi.
Setelah pernikahan Chitragadha dengan Ambika dan Ambalika di
Kerajaan Hastinapura terjadi peperangan dengan raksasa, untuk mengetahui
seberapa kuat Chitragadha, ia melawan raksasa tersebut tanpa bantuan
Bisma, namun Chitragadha yang tidak sakti langsung kalah dan meninggal
dalam melawan raksasa. Bisma yang telah melihat Chitragadah meninggal
langsun marah dan membunuh semua raksasa. Dengan meninggalnya
Chitragadha, Wichitrawirya dinobatkan menjadi raja dan sekaligus menikahi
Ambika dan Ambalika yang belum disentuh oleh Chitragadha. Setelah
pernikahan Wichitrawirya dengan Ambika dan Ambalika, tiba-tiba
Wichitrawirya jatuh dikolam dan meninggal karena menyakit bawaan. Karena
semua raja sudah meninggal dan belum menghasilkan keturunan, Bisma
dipanggil Satyawati tentang kekosongan kekuasaan, Wahai anak ku, engkau
lah yang mengisi kekosongan kekuasaan dan cabut janji mu yang dulu!
sorak mengiringi. Saat itu Khunti gelisah dan melamun karena teringat masa
lalunya.
Pada umur 7 tahun Khunti mengabdi kepada guru spiritual Karajaan
Boja, Benggali. Khunti yang melayani Benggali dengan baik, suatu ketika
Benggali pergi negeri lain. Saat mau berpisah dengan Khunti, Benggali
merasa kasihan karena dia bisa melihat masa depan Khunti, Nduk, aku mau
kasih kamu ilmu dan jangan kamu baca sebelum diperlukan. Lima mantra itu
akan memanggil Dewa untuk memberi kamu anak. Khunti yang pintar
langsung patuh. Namun ketika Khunti berumur 9 tahun ingat ilmu yang
diberikan oleh Benggali, ia yang ingin tahu mencoba mantra tersebut
dikamar dan setelah melafalkan salah satu mantra kemudian datang Dewa
Surya untuk memberi anak, Khunti yang sudah terlanjur meminta untuk
melahirkan lewat telinga. Maka lahir lah anak dari telinga dan diberikan
nama Karna. Untuk menyembunyikan bayi sudah dilahirkan Khunti harus
menghanyutkan bayi tersebut kesungai sebelum subuh. Setelah bungkus
dengan rapi dan diberi tanda nama Karna, Khunti menghanyutkan bayi
tersebut dan langsung kembali kekerajaan hingga pingsan dikamar. Bayi
yang hanyut tadi saat pagi hari ditemukan Sais kereta yang bernama Ajisaka
saat sedan memandikan kuda. Di bawalah bayi tersebut kerumah Ajisaka
dan bayi tersebut dijadikan anak angkat.
Khunti yang melamun dan tetap diam terhadap masalalunya. Akhirnya
Khunti dibawa oleh Pandu ke Kekerajaan Hastinapura. Ketika mau berangkat,
Pandu dicegat oleh kesatria yang bernama Sawiya yang sedang membawa
adiknya, Madre, untuk menjadi taruhan bila Pandu menang dan merebut
Khunti bila Sawiya menang. Madre yang jatuh cinta saat melihat Padun
langsung mendoakan agar kakaknya kalah. Sawiya yang kalah sakti, saat
melawan Pandu kalah dan dia mempersilahkan Pandu untuk pergi dengan
membawa adiknya. Belum lama kereta berjalan, Sangkuni muncul dan
mengajak Pandu bertarung untuk merebut kedua wanita yang dibawa Pandu.
Sangkuni yang angkuh membawa adiknya, Gandari, untuk menjadi taruhan
bila Pandu menang. Gandari yang jatuh cinta saat melihat Pandu langsung
mendoakan agar kakaknya kalah. Pandu yang memiliki kesaktian yang unik,
bila musuhnya marah Pandu semakin kuat. Sangkuni yang dapat dibuat
marah oleh Pandu langsung kalah dan menyerah karena adinya menerima
untuk dipersunting Pandu.
Sesampai di Kerajaan Hastinapura, Pandu yang menghormati kakaknya
yang buta untuk memilih salah satu wanita yang telah dibawanya. Dari
ketiga wanita tersebut, Gandari lah yang dipilih oleh kakaknya Pandu.
Gandari pun marah dan tidak terima untuk dijodohkan ke kakaknya Pandu
yang buta, dan akhirnya Gandari bersumpah untuk menjadi orang buta
untuk menikahi kakaknya Pandu dan nanti keturunan Gandari dan Pandu
segumpal darah yang ditutup dengan daun jati berubah menjadi anak yang
berjumlah seratus, anak yang paling besar bernama Doryodana, kemudian
Dorsasana, Dorsaksini, dan seterusnya yang terdiri dari 99 laki-laki dan 1
perempuan. Setelah Dastrarasta mengetahui telah memiliki anak yang
berjumlah seratus,dia yang aslinya baik karena anaknya yang tidak baik
maka Dastrarastra terpengaruh dan menjadi tidak baik.
Saat Bisma mejadi sesepuh Kerajaan Hastinapur, dia meminta
Dastrarastra agar putra dari Pandu yang akan menjadi raja selanjutnya,
Yudistira. Namun Doryodana protes karena seharusnya dia yang menjadi
raja, padahal sebelumnya raja yang asli adalah Pandu dan bukan
Dastrarastra. Akhirnya Bisma memberi arahan Baik lah, kalau begitu para
putra kerajaan belajar bersama dengan mengundang guru. Siapa yang pintar
dia lah yang akan menjadi raja.
Di Negeri Pancala memiliki putra mahkota bernama Drupada yang
disekolahkan di padepokan yang berada ditengah hutan Negeri Larik.
Padepokan tersebut dikelola oleh Resi Walmita yang sakti mandraguna
memiliki anak yang sebaya dengan Drupada, yaitu Drona. Semasa sekolah
Drupada dan Drona menjadi sahabat yang baik, Drupada yang pintar dalam
tatanegara dan Drona pintar menjadi guru. Suatu ketika Drupada berjanji
Drona, kelak aku akan kembali ke Negeri Pancala untuk menjadi Raja dan
aku berjanji kepadamu untuk membagi Negeri Pancala menjadi dua,
kemudian kamu akan kujadikan Raja pada Negeri Pancala yang ke dua.
Drona pun menanggapi Drupada janji mu jangan terlalu tinggi sobat. Walau
terdengar sampai Walmita, namun Drupada tetap teguh dengan janjinya dan
janji tersebut sampai ditulis Drona, sedangkan Drupada tidak.
Tiba lah saatnya Drupada untuk kembali ke Negeri Pancal dan akan
menjadi Raja. Setelah satu tahun Drupada menjadi raja, Drona yang
menunggu tidak mendapat kabar dari Kerajaan Pancala. Drona pun gelisah
dan akan pergi ke Negeri Pancala untuk menagih janji dari Drupada.
Sesampai dipintu gerbang Kerajaan Pancala, Drona yang memakai pakaian
Resi ditolak Gupala, penjaga kerajaan. Drona yang ditolak oleh Gupala
karena mencurigakan, dihajar Gupala. Karena Drona sakti, para Gupala
langsung kalah, kemudian datang lah para kesatria kerajaan untuk
menghajar Drona hingga kalah. Akibat keramaian yang terjadi, Drupada
datang dan melihat Drona yang babak berlur akibat dikroyok, namun
Drupada berpura-pura bahwa dia tidak mengenal orang yang dikroyok
tersebut dan beralasan bahwa Drona tidak sejelek itu. Di balik itu semua
Drupada aslinya tidak mau membagi kerajaannya karena hatinya sudah
digelapkan oleh harta.