Anda di halaman 1dari 11

Negeri Hastinapura

Alkisah seorang raja di Negeri Hastinapura yang bernama Santanu


sedang pergi kesuatu tempat yang plosok untuk berburu dan mencari jodoh.
Ketika di tepi sungai Gangga, Santanu bertemu dengan Dewi yang cantik
jelita, Santanu pun jatuh cinta kepadanya. Dewi tersebut bernama Dewi
Gangga dan Santanu pun mengajak Dewi Gangga agar menjadi istrinya.
Untuk menikahi Dewi Gangga, Santanu harus memenuhi persyaratan dengan
berjanji agar tidak membentak dan memarahi Dewi Ganggan apa pun yang
terjadi. Santanu menerima syarat tersebut dan menikah dengan Dewi
Gangga.
Ketika kelahiran anak pertama, karena Dewi Gangga sakti maka dia
bisa bersalin sendiri. Setelah selesai melahirkan, Dewi Gangga membawa
anak tersebut kesuatu tempat dan Santanu hanya diperbolehkan untuk
mengikuti Dewi Gangga dengan jarak yang jauh dan tidak diperbolehkan
bertanya tentang apa pun yang dilakukan Dewi Gangga kepada anaknya.
Sesampai ditujuan Dewi Gangga langsung membuang anak yang baru
dilahirkan ke sungai Gangga, Santanu yang mengikuti dari kejauhan hanya
bisa menahan perasaannya karena ingat janjinya. Pada kelahiran anak yang
ke dua Dewi Gangga tetap membuang anak yang baru dilahirkan kesungai
Gangga. Sampai anak ke tujuh Dewi Gangga tetap membuang anak yang
baru dilahirkan ke sungai Gangga, namun pada kelahiran anak yang ke
delapan Santanu langsung merebut dari Dewi Gangga dan karena kesabaran
Santanu yang sudah memuncak langsung memarahi Dewi Gangga dengan
menasehatinya Tingkah laku mu itu baik, tapi kenapa setiap kamu
melahirkan anak langsung kamu buang ke sungai? Karena telah memarahi
Dewi Gangga, Santanu secara tidak langsung telah menalak Dewi Gangga
karena melanggar janjinya dan Dewi Gangga langsung menjelaskan bahwa
bayi yang kedelapan tersebut merupakan bayi yang terakhir harus dibuang
karena kedelapan bayi tersebut merupakan Dewa yang dikutuk karena telah
mencuri sapi milik Wasistha.
Awal mulanya ada empat pasang Dewa Dewi yang sedang bulan madu
di Wasia (danau) yang berada di Dundaka (hutan) dengan naik kereta
mereka melihat sapi yang menarik perhatian istri Dyaus dan langsung
menaiki sampai mengambil sapi tersebut untuk dibawa ke kayangan oleh
para Wasu. Suatu ketika Wasistha yang memiliki sapi tersebut mengetahui
bahwa sapinya diambil oleh para Wasu, Wasistha langsung mengkutuk Wasu
sehingga kehilangan kekuatan Dewa dan menjadi manusia. Karena para
Wasu mengakui kesalahaanya langsung mengembalikan para sapi yang
telah dicuri dan meminta maaf kepada Wasistha, namun untuk

mengembalikan para Wasu seperti semula harus inkarnasi dari rahim Dewi
yang setiap kelahiran harus dibuang di Sungai Gangga. Suatu ketika delapan
Wasu bertemu Dewi Gangga yang turun dari kayangan karena disuruh untuk
lahir kedunia oleh Dewa Indra. Dengan bertemunya dengan Dewi Gangga,
para Wasu langsung meminta tolong agar dilahirkan kembali lalu dibuang
karena telah dikutuk oleh Wasistha. Oleh karena itu sudah tujuh Wasu yang
telah kembali kekayangan dan yang ke delapan ini merupakan Dyaus yang
mengawali pengambilan sapi.
Setelah mendengarkan Dewi Gangga, Santanu hanya bisa menyesali
karena telah menikahinya. Dewi Gangga pun pergi dan membawa anak ke
delapan yang baru dilahirkan untuk dibesarkan sampai umur 16 tahun akan
dikembalikan kepada Santanu. Pada 16 tahun kemudian, Santanu berjalan
ditepi sungai Gangga dan bertemu pemuda yang dapat membendung
sungani dengan panah. Ternyata pemuda tersebut merupakan anak dari
mantan istrinya Dewi Gangga yang bernama Bewa Brata.
Santanu langsung memeluk Dewa Brata dan membawanya ke istana.
Anak yang dikelilingi aura keagungan dan menunjukkan watak kesatria sejati
itu dinobatkannya menjadi putra mahkota. Pada suatu hari, karena masih
merasa sendiri tanpa pendamping hidup Santanu jalan-jalan ke hutan. Saat
berada ditepi sungai Santanu melihat seorang gadis cantik jelita, secantik
bidadari kahyangan sedang membawa hasil tambang. Santanu mendekati
wanita tersebut dengan berpura-pura akan menyeberang, lalu berbicara
dengan wanita tersebut.
Karena Santanu tertarik kepada Satyawati, wanita yang baru dia temui.
Santanu pun langsung berbicara untuk mempersunting Satyawati. Namun
untuk mempersunting Satyawati, Santanu harus meminta izin kepada ayah
Satyawati. Ketika Santanu bertemu dengan ayah Satyawati, dia langsung
mengutarakan niatnya Wahai Bapak tua, aku temukan putrimu yang jelita
ini di tepi sungai sedang menambang. Aku sangat terpesona oleh kecantikan
dan tutur katanya yang lembut. Aku ingin mempersunting dia menjadi istriku
dan memboyongnya ke istanaku. Ayah gadis itu orang yang cerdik. Ia
menyembah Raja Santanu dan berkata, Daulat Tuanku. Memang sudah
waktunya anak hamba menikah dengan seorang lelaki, seperti gadis-gadis
lain. Paduka Tuanku adalah raja yang mulia dan berkedudukan jauh di atas
dia. Hamba tidak keberatan jika anak hamba Paduka persunting. Tetapi,
sebelum Satyawati hamba serahkan, Paduka harus berjanji. Raja Santanu
membalas, Apa pun syarat yang kau ajukan, aku akan memenuhinya.
Bapak tua itu memohon, Jika anak hamba melahirkan seorang bayi lelaki,
Paduka harus menobatkannya menjadi putra mahkota dan kelak setelah
Paduka mengundurkan diri, Paduka harus mewariskan kerajaan ini
kepadanya. Meskipun tergila-gila pada anak gadis bapak tua itu, namun

Raja Santanu tak dapat menyanggupi persyaratan itu. Ia sadar, jika dia
memenuhi semua syarat yang diajukan ayah si gadis, berarti ia harus
menyingkirkan Dewabrata yang sudah dinobatkannya menjadi putra
mahkota dan berhak atas takhta kerajaannya kelak. Terlalu besar yang harus
ia pertaruhkan untuk mempersunting Satyawati. Sungguh tidak pantas dan
memalukan, jika ia menuruti kata hatinya.
Setelah bergulat dengan perasaannya, Raja Santanu kembali ke
istananya di Hastinapura. Perasaannya campur aduk hingga tidak
menghiraukan Dewa Brata yang sedang menyambutnya dan merahasiakan
apa telah terjadi. Santanu pun lebih banyak mengurung diri di ruang
peraduannya dan melamun. Tugas-tugas kerajaan lebih banyak dilakukan
oleh Dewabrata. Suatu ketika Dewa Brata bertanya kepada Satanu dan
Santanu berusaha keras untuk tidak memberitahuyang sebenarnya.
Dewabrata yang bijaksana dan setia kepada ayahnya menyadari hal
itu. Ia tidak mau mendesak agar ayahnya mengungkapkan hal-hal yang
dirahasiakannya dan menyebabkannya berprilaku seperti itu, selalu murung
dan gelisah. Dewabrata kemudian bertanya kepada patih kerajaan. Barulah
ia tahu bahwa belum lama ini ayahnya berkenalan dengan seorang gadis
cantik di tepi Sungai, bahwa ayahnya kemudian akan meminang gadis itu,
dan bahwa tak sanggup memenuhi syarat yang diajukan ayah si gadis.
Mendengar itu, Dewabrata memutuskan untuk menemui ayah si gadis dan
meminang putrinya atas nama ayahnya.
Sesaimpai disungai Dewa Brata bertemu dengan wanita yang cantik
jelita bersama pak tua, Satyawati dan ayahnya. Karena ayah Satyawati
mengetahui apa yang telah terjadi dikerajaan, dia langsung sujut kepada
Dewa Brata dengan berkata Wahai Putra Mahkota, hamba mohon maaf atas
kelancangan hamba kepada paduka raja, hamba rela dihukum. Karena
Dewa Brata yang baru tiba dan mendengar ampunan pak tua langsung
menjawab Pak tua saya kesini bukan untuk menghukum anda, namun untuk
mencari tahu penyebab kesedihan Ayah Handa, Apakah pak tua tahu? Tolong
jelaskan! Pak tua pun menjelaskan persyaratan yang harus ditepati
Santanu untuk menikahi anaknya.
Setelah mendengar penjelasan pak tua, Dewa Brata yang ingin
membahagiakan ayahnya bersumpah untuk mengundurkan diri menjadi
putra mahkota Ingat baik-baik pak tua, kelak cucu laki-laki mu yang lahir
akan dinobatkan menjadi raja dan aku rela turun takhta demi kebahagian
ayah handa. Setelah bersumpah Dewa Brata dipersilahkan untuk membawa
calon ibunya, namun pak tua memberi persyaratan lagi karena kelak bila
Dewa Brata menikah dan mempunyai keturunan, anaknya pasti dapat
menjadi raja. Dengan niat suci Dewa Brata langsung memutuskan untuk

bersumpah tidak akan kawin selamanya. Setelah Dewa Brata mengucapkan


sumpahnya, berguguranlah kembang-kembang harum dan suara bergema
dari langit. Sejak itu, Dewabrata melepas gelar sebagai putra mahkota.
Kemudian dia digelari dengan nama Bisma dan memiliki dua kesaktian yang
pertama tidak akan terluka atau sakit dan yang kedua tidak akan mati
kecuali dengan keinginan sendiri.
Setelah memenuhi persyaratan dari pak tua, Bisma membawa calon
ibunya ke istana. Setelah Santanu melihat Satyawati langsung
penderitaannya menghilang, maka pernikahan pun disiapkan. Menikahlah
Santanu dengan Satyawati, setelah menikah Santanu terkejut Adinda,
kenapa kamu mau menikah dengan ku? Satyawati pun menjawab Tanyalah
kepada Bisma kanda Santanu pun bertanya kepada Bisma. Setelah
mengetahui sumpah yang telah dilakukan oleh Bisma, Santanu pun merasa
telah dipermalukan karena Bisma yang muda rela menderita selamanya
untuk ayahnya. Pernikahan Santanu dan Satyawati mendapatkan keturunan,
anak pertama yang bernama Chitragadha kemudian anak yang kedua lahir
Wichitrawirya. Walau sudah memiliki keturunan Santanu tetap bersedih dan
membujuk Bisma untuk mencabut janji-janjinya, namun Bisma tidak mau.
Oleh karena itu Santanu pun sakit-sakitan dan meninggal.
Saat Bisma berusia 39 tahun, anak pertama berusia 14 tahun, dan
anak ke dua berusia 11 tahun. Di nobatkan lah Chitragadha menjadi raja dan
Bisma menjadi pelayannya. Ketika Chitragadha sudah terlihat Dewasa, Bisma
menawarkan Chitragadha untuk menikah Baginda, dinegeri Khasih sedang
ada saimbara untuk mencari suami untuk 3 orang putri yang bernama Amba,
Ambika, dan Ambalika. Maka hamba akan ikut berlomba dan putri ke tiganya
akan aku bawa untuk menjadi istri mu.
Bisma pergi ke Negeri Khasih dan disana sudah ada para pangeran
yang datang untuk meminang putri Khasih, karena ke tinganya cantik jelita.
Lomba pun dimulai dan tidak ada satupun pangeran yang bisa mengalahkan
Mahendra, ketika itu Amba tersenyum karana sudah jatuh cinta kepada
seorang raja yang bernama Salwa. Sebelum saimbara Amba berbicara
kepada Salwa agar Mahendra pura-pura kalah saat bertarung, namun Salwa
menolak untuk curang. Sebelum itu Bisma muncul dan membuat heran
semua orang. Pangeran Bisma ada apa engkau kesini? aku sedan
mengadakan saembara untuk putri ku Tanya raja Khasih, Bisma menjawab
Betul, aku disini untuk ikut saembara tapi bukan untuk aku, tapi untuk ku
kujodohkan kepada raja ku Chitragadha. Bisma pun diperbolehkan untuk
ikut saembara, namun sebelum saembara dimulai Mahendra langsung
menyerah. Jangan kau permalukan raja mu didepanku, kau harus
bertarung Bujuk Bisma, walau pertarungan berjalan tapi tetap saja
Mahendra kalah karena kesaktian Bisma. Karena kemenang Bisma yang

telah mengalahkan Mahendra, maka Bisma akan membawa tiga putri Khasih.
Ketika itu Salwa baru datang dan melihat bahawa Bisma sudah
memenangkan saembara tersebut, namun Salwa tidak mau mengalah dan
akan menantang Bisma untuk merebut tiga putri tersebut. Karena kesaktian
Bisma yang tinggi, sekali menepak dada Salwa langsung muntah darah dan
Amba pun menangis.
Ketiga putri dibawa Bisma ke Hastinapura, ketika ditengah jalan Amba
berbicara ke Bisma bahwa dia tidak mencintai Chitragadha dan lebih
mencintai Salwa. Untuk mengabulkan perasaan Amba, Bisma meminta
kebijaksanaan kepada Chitragadha. Ketika sampai ke kerajaan Hastinapura,
Bisma langsung menjelaskan perasaan Amba kepada Chitragadha dan
Chitragadha meminta pertimbangan kepada Bisma. Di perbolehkan Amba
untuk tidak menikah dengan Chitragadh dan langsung Amba pergi menuju
kerajaan Salwa. Sesampai dikerajaan Salwa, Amba langsung memeluk Salwa
dan berbicara bengannya bahwa dia tidak akan menikah Raja Chitragadha,
namun Salwa menolak untuk menikah dengan Amba karena harga dirinya
lebih penting dari pada cinta. Ketika itu Amba keluar dari kerajaan Salwa dan
langsung menuju ke kerajaan Hastinapura untuk dapat menikah kembali
dengan Chitragadha. Sesampai dikerajaan Hastinapura, Amba meminta
bantuan kepada Bisma untuk untuk menyampaikan kepada Chitragadha,
namun karena sebelumnya Amba sudah terlanjur untuk tidak menikah
kepada Chitragadha dan pernikahaan sudah dipersiapkan untuk dua
pengantin wanita maka Chitragadha menolak untuk menikah dengan Amba.
Karena Amba yang ditolak Salwa dan Chitragadha, dia menyalahkan Bisma
hingga meminta pertanggungjawaban untuk menikahinya, Bisma pun
menolak karena sumpahnya untuk tidak menikah dan Amba langsung
membenci Bisma dan bersumpah kelak kematian Bisma itu akbiatnya. Amba
pun pergi dengan kesedihan dan tidak tahu mau kemana lagi.
Setelah pernikahan Chitragadha dengan Ambika dan Ambalika di
Kerajaan Hastinapura terjadi peperangan dengan raksasa, untuk mengetahui
seberapa kuat Chitragadha, ia melawan raksasa tersebut tanpa bantuan
Bisma, namun Chitragadha yang tidak sakti langsung kalah dan meninggal
dalam melawan raksasa. Bisma yang telah melihat Chitragadah meninggal
langsun marah dan membunuh semua raksasa. Dengan meninggalnya
Chitragadha, Wichitrawirya dinobatkan menjadi raja dan sekaligus menikahi
Ambika dan Ambalika yang belum disentuh oleh Chitragadha. Setelah
pernikahan Wichitrawirya dengan Ambika dan Ambalika, tiba-tiba
Wichitrawirya jatuh dikolam dan meninggal karena menyakit bawaan. Karena
semua raja sudah meninggal dan belum menghasilkan keturunan, Bisma
dipanggil Satyawati tentang kekosongan kekuasaan, Wahai anak ku, engkau
lah yang mengisi kekosongan kekuasaan dan cabut janji mu yang dulu!

Bisma yang masih memegang teguh sumpahnya ditekan Satyawati sampai


marah dan dilampiaskan ke Dewa kematian, Yama. Awalnya Bisma memanah
langit dan jatuh Yama, mau tidak mau Yama harus menerima siksaan karena
kedua adiknya yang menjadi raja meninggal. Saat mau menyikasa Yama
memberi usul kepada Bisma untuk mengambil sperma Wichitrawirya yang
belum dikubur dan akan diberikan kepada Ambika dan Ambalika dengan
bantuan kakeknya yang bernama Wiyasa, yaitu dukun yang pandai
memasukan ruh. Setelah menerima usul dari Yama, Bisma mengurung Yama
karena yang bertanggungjawab sebelum selesai.
Ketika persiapan sperma Wichitrawirya sudah siap, Ambika yang
menjadi pertama untuk mendapatkan keturunan. Karena kecantikan Ambika,
Wiyasa yang seorang laki-laki menutup matanya saat melakukan ritual,
Wiyasa yang sakti dapat mempercapat kelahiran dan anak yang lahir dari
Ambika ternyata matanya buta. Saat giliran Ambalika, Wiyasa tidak menoleh
sambil melakukan ritual dan anak yang lahir tengeng tidak bisa menoleh.
Ketika Ambika dan Ambalika sudah selesai, tiba-tiba pembantu masuk ke
ruangan ritual, karena pembantu tersebut tidak cantik, Wiyasa yang tidak
tahu bahwa itu pembantu langsung melakukan ritual kepadannya dan
melahirkan anak laki-laki yang rupawan dan pintar. Ketiga anak tersebut
yang pertama bernama Drastarastra, yang kedua bernama Pandu, dan yang
ketiga bernama Widura anak dari pembantuk yang kelak mengikuti jejak
Bisma. Saat masih terjadi kekosongan kekuasaan diadakan musyawarah
untuk menentukan siapa yang akan menjadi raja, Dritarastra yang buta
tentunya tidak bisa menjadi raja dan Pandu pun yang akan menjadi Raja
walau terjadi pro dan kontra karena masih kecil.
Ketika Pandu sudah Dewasa, dia izin kepada Bisma untuk mencari
pendamping hidup dinegeri Boja yang disana akan diadakan saembara oleh
Raja Kunthiboja. Saembara tersebut untuk mencari calon suami putrinya
yang bernama Khunti, karena Raja Khuntiboja ingin punya menantu yang ahli
dalam memanah, maka saembaranya adalah lomba memanah kloaka
burung sampai tembus kekepala yang sedang berada didalam sangkar yang
berputar kencang. Saembara yang diadakan pada hari Jumat itu di adakan di
alun-alun kerajaan Boja didatangi semua putra mahkota dan raja ikut
saembara tersebut dan satu persatu peserta gagal. Sampai pada sore hari
peserta yang terakhir pun gagal dan raja Kunthiboja bersedih karena takut
anaknya tidak akan memiliki suami. Saat mau penutupan saembara, Pandu
baru datang dan ikut lomba, Pandu yang sudah dididik oleh Bisma
melesatkan panahnya dengan doa. Secepat kilat panah melesat hingga
membuat sanggkar burung berhenti dan burungnya tembus dari kloaka
hingga kepala, Raja Khuntiboja pun langsung memeluk pandu dan sorak-

sorak mengiringi. Saat itu Khunti gelisah dan melamun karena teringat masa
lalunya.
Pada umur 7 tahun Khunti mengabdi kepada guru spiritual Karajaan
Boja, Benggali. Khunti yang melayani Benggali dengan baik, suatu ketika
Benggali pergi negeri lain. Saat mau berpisah dengan Khunti, Benggali
merasa kasihan karena dia bisa melihat masa depan Khunti, Nduk, aku mau
kasih kamu ilmu dan jangan kamu baca sebelum diperlukan. Lima mantra itu
akan memanggil Dewa untuk memberi kamu anak. Khunti yang pintar
langsung patuh. Namun ketika Khunti berumur 9 tahun ingat ilmu yang
diberikan oleh Benggali, ia yang ingin tahu mencoba mantra tersebut
dikamar dan setelah melafalkan salah satu mantra kemudian datang Dewa
Surya untuk memberi anak, Khunti yang sudah terlanjur meminta untuk
melahirkan lewat telinga. Maka lahir lah anak dari telinga dan diberikan
nama Karna. Untuk menyembunyikan bayi sudah dilahirkan Khunti harus
menghanyutkan bayi tersebut kesungai sebelum subuh. Setelah bungkus
dengan rapi dan diberi tanda nama Karna, Khunti menghanyutkan bayi
tersebut dan langsung kembali kekerajaan hingga pingsan dikamar. Bayi
yang hanyut tadi saat pagi hari ditemukan Sais kereta yang bernama Ajisaka
saat sedan memandikan kuda. Di bawalah bayi tersebut kerumah Ajisaka
dan bayi tersebut dijadikan anak angkat.
Khunti yang melamun dan tetap diam terhadap masalalunya. Akhirnya
Khunti dibawa oleh Pandu ke Kekerajaan Hastinapura. Ketika mau berangkat,
Pandu dicegat oleh kesatria yang bernama Sawiya yang sedang membawa
adiknya, Madre, untuk menjadi taruhan bila Pandu menang dan merebut
Khunti bila Sawiya menang. Madre yang jatuh cinta saat melihat Padun
langsung mendoakan agar kakaknya kalah. Sawiya yang kalah sakti, saat
melawan Pandu kalah dan dia mempersilahkan Pandu untuk pergi dengan
membawa adiknya. Belum lama kereta berjalan, Sangkuni muncul dan
mengajak Pandu bertarung untuk merebut kedua wanita yang dibawa Pandu.
Sangkuni yang angkuh membawa adiknya, Gandari, untuk menjadi taruhan
bila Pandu menang. Gandari yang jatuh cinta saat melihat Pandu langsung
mendoakan agar kakaknya kalah. Pandu yang memiliki kesaktian yang unik,
bila musuhnya marah Pandu semakin kuat. Sangkuni yang dapat dibuat
marah oleh Pandu langsung kalah dan menyerah karena adinya menerima
untuk dipersunting Pandu.
Sesampai di Kerajaan Hastinapura, Pandu yang menghormati kakaknya
yang buta untuk memilih salah satu wanita yang telah dibawanya. Dari
ketiga wanita tersebut, Gandari lah yang dipilih oleh kakaknya Pandu.
Gandari pun marah dan tidak terima untuk dijodohkan ke kakaknya Pandu
yang buta, dan akhirnya Gandari bersumpah untuk menjadi orang buta
untuk menikahi kakaknya Pandu dan nanti keturunan Gandari dan Pandu

menjadi musuh bebuyutan. Gandari yang bersumpah menjadi buta


mendapat kekuatan kelak bila dia membuka mata, orang yang dilihat
menjadi sakti.
Pandu yang akhirnya menikah dengan Khunti dan Madre, suatu ketika
mereka sedang berbulan madu. Saat Pandu sedang memburu, ia memanah
rusa yang ternyata sedang kawin, karena Pandu yang tidak mengetahui
bahwa rusa tersebut sedang kawin, maka Pandu kaget ternyata rusa yang
sedang kawin tersebut adalah Reshi yang sakti sedang berubah bentuk.
Reshi yang kesakitan dan mengetahui Raja Pandu yang memanahnya, maka
Reshi mengutuk Pandu akan mati bila dia melakukan perkawinan dengan
istrinya.
Setelah kutukan Reshi menimpa Pandu langsung memberi tahu kepada
istrinya, Khunti. Karena Pandu tidak bisa memiliki keturunan, ia
mengundurkan diri menjadi raja dan akan pergi kehutan untuk menyesali
nasibnya. Khunti yang dulu diberi ilmu oleh Benggali masih memiliki empat
mantra diusulkan kepada Pandu dan diizinkan lah Khunti untuk membaca
mantra tersebut. Mantra yang pertama dibacakan akan memanggil Yama
sang Dewa Kematian yang memberi anak putra yang diberi nama Yudistira.
Mantra yang kedua akan memanggil Bayu sang Dewa Angin yang memberi
anak yang berupa labu yang belum menetas, Pandu yang gelisah karena
belum menetas, Bayu memberitahu agar labu tersebut ditaruh dihutan untuk
dijadikan bola sepak oleh gajah yang bernama Sheno dan akan menetas 1
tahun kemudian. Saat bayi menetas dari labu langsung membunuh gajah,
maka bayi tersebut diberi nama Sheno. Sedangkan mantra yang ketiga
memanggil Dewa Hendra dan memberi anak yang diberi nama Arjuna. Madre
yang ingin memiliki anak bertanya kepada Khunti, Khunti kamu masih
punya mantra berapa? Khunti yang masih punya 1 mantra hampir tidak
sengaja akan mengatakantelah diberi 5 mantra. Setelah Madre sudah tahu
mantra, ia ingin meminta anak kembar dari Dewa Kembar. Anak kembar
tersebut bernama Nakula dan SaDewa.
Ketika musim semi bunga-bunga sedang mekar, Madre merayu Pandu
untuk membuktikan kutukan yang diberikan oleh resi, bila Pandu melakukan
hubungan badan akan mati itu. Akhirnya Pandu dan Madre lupa dengan
kutukan tersebut dan melakukan hubungan badan lalu kesakitan hingga
meninggal dunia. Kamatian Pandu akhirnya diketahui oleh Bisma di istana,
dengan terpaksa kerajaan Hastinapura mengangkat Dastrarasta untuk
menjadi raja. Dastrarastra akan memiliki anak seratus karena meminta
kepada Gandarwa, makhluk halus. Ketika Gandari hamil besar hingga
melahirkan, ternyata hanya segumpal darah yang keluar. Karena hanya
segumpal darah yang keluar, Gandari pun marah kemudian pergi dengan
menutupi segumpal darah tersebut dengan daun jati. Saat Gandari pergi,

segumpal darah yang ditutup dengan daun jati berubah menjadi anak yang
berjumlah seratus, anak yang paling besar bernama Doryodana, kemudian
Dorsasana, Dorsaksini, dan seterusnya yang terdiri dari 99 laki-laki dan 1
perempuan. Setelah Dastrarasta mengetahui telah memiliki anak yang
berjumlah seratus,dia yang aslinya baik karena anaknya yang tidak baik
maka Dastrarastra terpengaruh dan menjadi tidak baik.
Saat Bisma mejadi sesepuh Kerajaan Hastinapur, dia meminta
Dastrarastra agar putra dari Pandu yang akan menjadi raja selanjutnya,
Yudistira. Namun Doryodana protes karena seharusnya dia yang menjadi
raja, padahal sebelumnya raja yang asli adalah Pandu dan bukan
Dastrarastra. Akhirnya Bisma memberi arahan Baik lah, kalau begitu para
putra kerajaan belajar bersama dengan mengundang guru. Siapa yang pintar
dia lah yang akan menjadi raja.
Di Negeri Pancala memiliki putra mahkota bernama Drupada yang
disekolahkan di padepokan yang berada ditengah hutan Negeri Larik.
Padepokan tersebut dikelola oleh Resi Walmita yang sakti mandraguna
memiliki anak yang sebaya dengan Drupada, yaitu Drona. Semasa sekolah
Drupada dan Drona menjadi sahabat yang baik, Drupada yang pintar dalam
tatanegara dan Drona pintar menjadi guru. Suatu ketika Drupada berjanji
Drona, kelak aku akan kembali ke Negeri Pancala untuk menjadi Raja dan
aku berjanji kepadamu untuk membagi Negeri Pancala menjadi dua,
kemudian kamu akan kujadikan Raja pada Negeri Pancala yang ke dua.
Drona pun menanggapi Drupada janji mu jangan terlalu tinggi sobat. Walau
terdengar sampai Walmita, namun Drupada tetap teguh dengan janjinya dan
janji tersebut sampai ditulis Drona, sedangkan Drupada tidak.
Tiba lah saatnya Drupada untuk kembali ke Negeri Pancal dan akan
menjadi Raja. Setelah satu tahun Drupada menjadi raja, Drona yang
menunggu tidak mendapat kabar dari Kerajaan Pancala. Drona pun gelisah
dan akan pergi ke Negeri Pancala untuk menagih janji dari Drupada.
Sesampai dipintu gerbang Kerajaan Pancala, Drona yang memakai pakaian
Resi ditolak Gupala, penjaga kerajaan. Drona yang ditolak oleh Gupala
karena mencurigakan, dihajar Gupala. Karena Drona sakti, para Gupala
langsung kalah, kemudian datang lah para kesatria kerajaan untuk
menghajar Drona hingga kalah. Akibat keramaian yang terjadi, Drupada
datang dan melihat Drona yang babak berlur akibat dikroyok, namun
Drupada berpura-pura bahwa dia tidak mengenal orang yang dikroyok
tersebut dan beralasan bahwa Drona tidak sejelek itu. Di balik itu semua
Drupada aslinya tidak mau membagi kerajaannya karena hatinya sudah
digelapkan oleh harta.

Setelah ditolaknya dari Kerajaan Pancala, Drona berjalan kaki dengan


tongkat selama dua hari dua malam dengan kelaparan karena belum makan.
Pada hari yang ketiga di sore hari Drona duduk dibawah pohon Beringin
dipinggir lapangan yang besar. Saat itu dilapangan sedang ada pertandingan
sepak bola antara Pandawa dan Kurawa. Di tengah pertandingan terjadi
tendangan pinalti yang dilakukan oleh Pandawa karena Doryodana mentekel
Bima diwilayah pinalti. Tendangan pinalti dilakukan Bima itu sendiri, karena
tenaga Bima yang besar, tendangannya membuat bola melesat sampai
gawangnya tembus dan melesat sampai masuk ke sumur Jorotunda yang
berada didekat pohon Beringin. Akibat sumurnya yang sangat dalam,
terjadilah keributan antara Pandawa dan Kurawa karena bolanya masuk ke
sumur tersebut. Drona yang berada didekat sumur mengetahui dan
membantu untuk mengambilkan bola yang masuk ke sumur dengan
kesaktiannya. Untuk mengambil bola, Drona membutuhkan 1000 jerami
yang nantinya akan dilempar kedalam sumur. Jerami yang pertama dilempar
sampai mengikat bola, kemudian jerami yang kedua dan lanjutnya dilempar
satu-persatu hingga saling mengait sampai keatas sehingga bola dapat
ditarik keluar.
Sebahis Drona mengambil bola dari sumur, Pandawa dan Kurawa yang
sangat senang langsung pergi untuk pulang. Sangat malang nasib Drona
yang kelaparan sampai-sampai tidak mendapatkan ucapan trimakasih dari
para anak Kerajaan Hastinapura tersebut. Drona pun langsung kembali ke
bawah pohon Bringin. Namun saat hari mulai petang, Yudistira bercerita
kepada Bisma bahwa dia lupa berterimakasih kepada kakek yang telah
membantu mengambilkan bola yang terjatuh disumur. Bisma yang
mendengarkan langsung berkata Yudistira, aku sudah tahu kakek tersebut,
dari sastra yang aku baca, dia lah guru mu dan saudara-saudara mu. Ayo
kita jemput guru mu. Dengan menaiki kuda Bisma dan Yudistira menjemput
Drona. Sesampai Bisma dan Yudistira bertemu dengan Drona dibawah pohon
Beringin, Drona langsung dipeluk Bisma dan meminta untuk menjadi guru
untuk Pandawa dan Kurawa. Namun untuk menjadi guru bagi Pandawa dan
Kurawa, Drona bersumpah dan meminta permintaan yang tidak boleh
ditolak, yaitu murid-murid nantinya harus pandai dan bisa mengalahkan
Drupada tanpa dia.
Akhirnya Drona menjadi guru untuk mendidik Pandawa dan Kurawa
walau sebelumnya sudah ada guru, yaitu Tripa yang mengajarkan baca tulis.
Saat Drona mengajar, dia mendidik para murid sesuai dengan bakatnya. Di
Pandawa, Yudistira yang ahli menombak dan ahli dalam tatakerajaan, Bima
yang pintar main Gada, Arjuna yang pintar memanah, Nakula dan SaDewa
pintar berpedang, dan sedangkan di Kurawa yang memiliki bakat cuma dua,
yaitu Doryodana yang pintar main Gada dan Dorsasana yang pintar main

tombak. Saat Drona merasa murid-muridnya sudah cukup pandai, dia


mengadakan ujian awal. Selama ujian Doryodana dan Bima imbang dalam
menggunakan Gada, sedangkan dalam hal menombak tidak ada yang bisa
mengalahkan Yudistira, dalam bermain pedang tidak ada yang bisa
mengalahkan Nakula dan SaDewa, dan dalam bermain panah tidak ada
satupun yang bisa mengalahkan Arjuna. Akhirnya ujian awal selesai dan
pelatihan dilanjutkan lagi, namun ada seseorang bernama Palguna yang
ingin ikut belajar kepada Drona. Karena Palguna termasuk golongan rakyat
jelata, maka dia ditolak oleh Drona.
Walau Palguna tidak bisa belajar kepada Drona, namu Palguna tidak
mau menyerah dengan membuat patung yang menyerupai Drona, dia yakin
dalam dirinya walupun tanpa adanya guru, setiap mau latihan sendiri dia
meminta restu kepada patung tersebut karena yakin dan beranggapan
ruhnya Drona ada di patung. Selama 36 hari Palguna selalu latihan dengan
meminta restu dan merawat patung Drona, karena keyakinan Palguna yang
luar biasa, maka kemampuannya luar biasa.
Ketika ujian akhir dari pelatihan Pandawa dan Kurawa, saat Arjuna mau
memanah ada orang yang memanah dari belakan target. Maka Arjuna kaget
karena Drona menilai dia adalah yang terbaik dalam memanah. Arjuna pun
protes kepada Drona dan Palguna dipanggil ke Kerajaan untuk menceritakan
apa yang dia percayai dari patung Drona, karena itu dipotong lah ibu
jarinanya demi Drona dan agar tidak bisa memanah.
Suatu ketika Palguna meniggal dunia kemudian ruhnya masuk kedalam
tubuh Arjuna, sejak saat itu Arjuna diberinama lain yaitu Palguno.
Pada ujian untuk menjadi raja dan dilakukan pertandingan antar putra
mahkota kerajaan Hastinapura. Selama petandingan tidak ada yang bisa
mengalahkan Arjuna karena kesaktiannya, walau melawan Gadanya
Doryodana tetap kalah. Di akhir pertunjukan kesaktian Arjuna ada seorang
yang menantang yang bernama Karna, karena Karna merupakan rakyat
jelata, maka dia tidak bisa dan ditolak oleh Bisma. Dengan melihat Karna
bersama panahnya, Doryodana mendekati Karna dan menjadikannya Raja
atas nama Dastrastra. Setelah dilantik Karna tidak besar kepala, namun
langsung sujud dan memuji kebaikan Doryodana serta berjanji akan menjadi
tamengnya. Konon kesaktian Arjuna dan Karna adalah seimbang. Berakhirlah
pendidikan para Pandawa dan Kurawa yang didik dengan baik oleh Drona,
walau terdapat trik-trik yang dapat menjadi perang dan gurunya sudah
membenarkan.

Anda mungkin juga menyukai