Anda di halaman 1dari 14

PORTOFOLIO

Kehamilan Ektopik Terganggu

Oleh : dr. Fransisca Pekerti

Pendamping : dr. Eva Maya

RSUD 45 KUNINGAN
JAWA BARAT
2015

I.

Identitas Pasien
Nama
: Ny. M
Umur
: 31 tahun
Jenis Kelamin
: perempuan
Alamat
: Sidaraja
Tanggal masuk IGD : 17 Februari 2016

II.

Anamnesa
Autoanamnesa pada tanggal 17 Februari 2016
Keluhan Utama

: nyeri perut bawah 1 jam SMRS

Keluhan Tambahan : lemas, mual


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke IGD RSUD 45 Kuningan dengan keluhan nyeri perut
sejak 1 jam SMRS. Nyeri perut seperti melilit seperti ditusuk-tusuk, dirasakan
sangat hebat terutama di perut bagian bawah dan menjalar ke punggung.
Selain itu os mengeluh lemas dan mual. 3 hari SMRS os mengalami keluhan
yang sama, namun tidak seberat saat ini. Muntah dan demam disangkal. BAB
dan BAK lancar. Nyeri saat BAK disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat Hipertensi. Riwayat DM, asma, penyakit
jantung disangkal. Keluhan serupa sebelumnya disangkal.
Riwayat Mesntruasi :
Riwayat menstruasi lancar dan teratur. Namun bulan ini belum haid,
hanya keluar flek-flek saja. HPHT 20 januari 2016.
Riwayat Penggunaan KB :
Pasien mengaku tidak menggunakan KB selama kurang lebih 2 tahun.
III.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Compos Mentis, tampak sakit berat
Frekuensi Nadi

: 112 x/menit, regular, isi cukup

Tekanan Darah

: 80/60 mmHg

Suhu Tubuh

: 37,2 oC

Frekuensi Napas

: 24 x/menit

Kepala
Mata
Hidung
Telinga

: tak tampak kelainan


: anemis +/+, sclera ikterik -/: dalam batas normal
: dalam batas normal

Mulut
Leher
Thorax

: dalam batas normal


: JVP tidak meningkat
: Bentuk dan Gerak simetris
Cor : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : VBS kanan sama dengan kiri, ronkhi -/-, wheezing

/Abdomen

Genitalia
Extremitas

: Tampak cembung, BU (+) menurun, tegang, nyeri tekan


di region
abdomen bagian bawah
: Tidak tampak kelainan dari luar
: Tidak tampak deformitas, akral dingin, CRT 2,
reflex fisiologis (+), reflex patologis (-)

Pemeriksaan Dalam

: Vulva vagina tidak terdapat kelainan, Portio

kuncup, tebal, lunak,


Perdarahan (+), nyeri goyang portio (+)
IV.

Pemeriksaan Penunjang
PP Test (+)

V.

Diagnosis Kerja
Syok Hipovolemik et causa suspek KET

VI.

Planning Diagnostik
1. Darah rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)
2. SGOT/SGPT, Ureum/ Creatinin, BT/CT, HbsAg, Elektrolit darah
3. EKG
4. USG Abdomen
5. Saran : Pungsi Kavum Douglasi

VII.

Planning Terapi
1. Resusitasi Cairan (Kristaloid : Koloid 3 : 1)
2. Inj. Cefotaxime 2 x 1 gram IV (ST)
3. Pasang DC
4. Puasakan rencana operasi pk. 09.00
5. Sedia darah

VIII.

Prognosa
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam

: dubia
: dubia
: dubia

KEHAMILAN EKTOPIK
A Definisi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus. Termasuk
dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, ovarial, kehamilan intra
ligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal (Prawirohardjo,
2005).

Gambar. Lokasi Kehamilan Ektopik


B Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu
yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan
terapi induksi superovulasi (digilib.unsri.ac.id, 2009).
Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam
dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi
19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi
penyebab kematian utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari
20 kematian ibu pertahun (Murray et al, 2005). Pada tahun 1980-an,
kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung
sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat (digilib.unsri.ac.id,
2009).

Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik


pada tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26
persalinan (Prawirohardjo, 2005).
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur
antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.1 Sekurangnya 95
% implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang
paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars
isthmic, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis. Implantasi yang
terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan
(digilib.unsri.ac.id, 2009).
C Faktor Resiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.
Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.1
Lebih dari setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan
pada wanita tanpa ada faktor resiko (Murray et al, 2005).
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:
1 Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka
kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan
meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua (Murray et al,
2

2005).
Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan
sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah

dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim (Murray et al, 2005).


Kerusakan dari saluran tuba
Faktor dalam lumen tuba (Prawirohardjo, 2005):
1 Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau
2

membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping.


Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini

disertai gangguan fungsi silia endosalping.


Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi

sebab lumen tuba menyempit.


Faktor pada dinding tuba (Prawirohardjo, 2005):

Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi

dalam tuba.
Divertikel tuba

kongenital

atau

ostium

assesorius tubae

dapat

menahan telur yang dibuahi di tempat itu.


Faktor di luar dinding tuba (Prawirohardjo, 2005):
1

Perlekatan

peritubal

dengan

ditorsi

atau

lekukan

tuba

dapat

menghambat perjalanan telur.


2 Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
4 Faktor lain (Prawirohardjo, 2005):
1 Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi
ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan
2

implantasi prematur.
Fertilisasi in vitro dapat menyebabkan luka parut pada tuba akibat

operasi.
Merokok.

Kehamilan

ektopik

meningkat

sebesar

1,6

3,5

kali dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan


karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya
telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di
saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh (Shaw et al, 2010).

D Patomekanisme
Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya kehamilan ektopik di
tuba fallopi adalah pertama faktor dari transport embrio di tuba pada proses
ini berperan kontraksi dari dinding tuba dan pergerakan daripada silia tuba.
Pada keadaan normal kontraksi otot polos di dinding tuba dipengaruhi oleh
neuron beta adrenergik dan beberpa substnasi yang dihasilkan oleh saluran
telur itu sendiri seperti prostaglandin, prostasiklin, camp dan nitrat oksida
juga berpengaruh pada transport tuba sedangkan akitivitas silia dipengaruhi
oleh hormon-hormon seks dan IL-6. Namun pada kehamilan ektopik tuba
aktivitas beta adrenergik untuk menstimulasi otot polos tuba dihambat oleh
isoproterenol suatu antagonis dari beta adrenergik dan pada kehamilan
ektopik tuba juga terjadi deplesi dari silia tuba. Selain dari kontraksi dinding
tuba dan pergerkan silia juga berpengaruh dari lingkungan tuba itu sendiri
seperti hormon-hormon seks yang dihasilkan pada tempat itu (Shaw, et.al,
2010).
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga
tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10
minggu. Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam
tuba yaitu (Prawirohardjo, 2005):
1 Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total.
Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya
2

terlambat untuk beberapa hari (Prawirohardjo, 2005)


Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh
darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah
ostium tuba abdominal. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan
tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping) dan selanjutnya darah
mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum

douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina (Prawirohardjo,


3

2005).
Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan
ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba
terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena
trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui
ostium tuba abdominal. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat
terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi
trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur
terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter
antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi
kehamilan intraligamenter (Prawirohardjo, 2005).
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih
diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi
kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk
mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian
uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus (Prawirohardjo, 2005).

E Tanda dan Gejala


Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik
belum terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita
mengalami abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas
(Basuki dan Saifuddin, 1999).
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan
kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal
terutama bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama
kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis
kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan

pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif (Lozeau, Anne & Potter
2005)
Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada
perdarahan di dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan.
Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara
tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik
(Basuki dan Saifuddin, 1999).
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin
ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat
diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba
tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum
Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel
retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan perbedaan
dengan infeksi pelvic (Lozeau, Anne & Potter 2005)
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan
12 minggu. Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah
memperlihatkan gejala-gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau
uterus pada wanita dengan kehamilan intrauterin yang normal telah
mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik
(Basuki dan Saifuddin, 1999).
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel
darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik
terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
Pada kasus tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat
bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. Perhitungan
leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit
meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi
pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari
20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvic (Basuki dan Saifuddin, 1999).
Pemeriksaan penunjang, meliputi:
Pengukuran kadar beta HCG: hal ini penting untuk memastikan
kehamilan. Pada unit kegawatdaruratan, kehamilan didiagnosis dengan
menentukan urin atau konsentrasi serum human chorionic gonadotropin (hCG). Hormon ini terdeteksi dalam urin dan darah sedini 1 minggu sebelum
menstruasi pada periode yang diharapkan. HCG pada serum dapat terdeteksi
pada konsentrasi terendah yaitu 5 IU / L, sedangkan tes urin terdeteksi pada

konsentrasi terndah 20-50 IU/L. Dalam kebanyakan kasus, skrining dilakukan


dengan tes urine, karena untuk mendapatkan hasil tes serum memakan
waktu dan tidak selalu mungkin di malam hari dan pada malam hari. Namun,
jika kehamilan diduga kuat, bahkan ketika tes urin memiliki hasil negatif,
pengujian serum akan menjadi definitif. Pengukuran serum -hCG dan urin
tidak dapat menentukan letka kehamilan sehingga harus didikung dengan
ultrasonografi. Meskipun wanita dengan kehamilan ektopik cenderung
memiliki kadar -hCG yang lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan
intrauterine (Muray, et.al 2005). Pada kehamilan intrauterin, normalnya HCG
dihasilkan 53 persen tiap 2 hari yaitu sekitar lebih dari 100,000 mIU per mL
(100,000 IU per L). Sedangkan pada kehamilan ektopik dihasilkan 1500 IU/L.
(Lozeau, Anne & Potter 2005)
Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
apakah terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk
membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,
kemudian
-

dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior

ditampakkan
Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan. Hasil positif bila dikeluarkan darah
berwarna coklat sampai hitam yang tdak membeku atau berupa bekuan-

bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :


Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau

kista ovarium yang pecah.


Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang

appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).


Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku,
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
Ultrasonografi : USG merupakan sebuah transformasi saat ini yang

sangat sering digunakan untuk mendiagnosis kehamilan pada trimester awal,


juga untuk mengetahui apakah janin di dalam kandungan normal atau
abnormal. (Muray, et.al 2005). Kehamilan ektopik diduga jika transabdominal
ultrasonografi tidak menunjukkan kantung kehamilan intrauterine dan kadar
beta-hCG pasien lebih besar dari 6.500 mIU per mL (6.500 IU per L) atau jika

ultrasonografi tidak menunjukkan kantung kehamilan intrauterine dan kadar


beta-hCG pasien adalah 1.500 mIU per mL (1.500 IU per L) atau lebih besar.
Temuan USG juga harus dikombinasikan dengan kadar beta-hCG pasien.
(Lozeau, Anne & Potter 2005)
Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir
untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam
dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum
Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis
mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk
dilakukan laparotomi (digilib.unsri.ac.id, 2009).
F Diagnosis Banding
1

Salfingitis

Abortus imminens atau abortus incompletus

Corpus luteum atau kista folikel yang pecah

Torsi kistoma ovarii

Appendisitis

Gastroentritis (Murray et al, 2005).

G Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu (Prawirohardjo, 2005) :
1. kondisi penderita saat itu
2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3. lokasi kehamilan ektopik
4. kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.
Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi (digilib.unsri.ac.id, 2009).
1 Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan
ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu

pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama


ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya.
Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan
apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum
terjadi ruptur pada tuba (digilib.unsri.ac.id, 2009).
a Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena
lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari
tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan
menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang
meregang. Hasil konsepsi dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam
lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan
melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer
laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada
mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan,
karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan
postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan
lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan
b

(digilib.unsri.ac.id, 2009).
Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan
sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan
dengan mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan
merestorasi arsitektur normal tuba. Hanya pasien dengan perdarahan
yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini.
Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan
hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum
latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan

mikroskop/loupe (digilib.unsri.ac.id, 2009).


Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba
mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan
harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan

pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius. Insisi


suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat
mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong
irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang
terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan
benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium pada sisi
reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan
menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat
penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum
(digilib.unsri.ac.id, 2009).
2

Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan
ektopik secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan
ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis
dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu
kurang invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi,
mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta
memperpendek waktu penyembuhan (Murray et al, 2005).
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum
pecah pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan
cara ini ialah (Murray et al, 2005) :
1
2
3
4

Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah


Diameter kantong gestasi 4cm
Perdarahan dalam rongga perut 100 ml
Tanda vital baik dan stabil
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan

faktor sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8
hari. Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara
menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan
menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara oral,
sistemik iv,im atau injeksi local. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga

diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan


leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah
ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan
kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen (Murray et al, 2005).
H Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup tetapi bila
pertolongan terlambat angka kematian dapat meningkat. Pada umumnya
kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian
wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk wanita dengan anak
yang sudah cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salfingektomi bilateral.
Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui untuk suami istri sebelumnya
(Basuki dan Saifuddin, 1999).

Anda mungkin juga menyukai