Untuk memproduksi CMA secara umum dengan menggunakan prinsip reaksi netralisasi antara:
a. Asam asetat dengan dolomit
CaMg(CO3)2 + 4CH3COOH
MgCO3 + 2CH3COOH
(CH3COO)2Ca + 2H2O
Mg(OH)2 + 2CH3COOH
(CH3COO)2Mg + 2H2O
Berdasarkan kemungkinan umpan balik bahan baku setelah proses sintesis terjadi, batu dolomit
sebagian besar dipisahkan untuk dimasukkan ke dalam reaktor. Proses pemisahan dilakukan
dengan menggunakan alat rotary screen berfungsi memisahkan produk dengan batu dolomit
berupa padatan kapur yang tidak larut sehingga pada overflow diperoleh produk yang bebas
padatan. Sedangkan batu dolomit sebagian dikembalikan ke reaktor dan sisanya dapat dibuang
ataupun dicampurkan dengan kalsium magnesium asetat sebagai produk. Jumlah bahan baku
yang paling banyak digunakan dalam reaksi pembuatan CMA adalah asam asetat dan tergolong
bahan baku yang sangat mahal sehingga dicari alternatif sebagai sumber asam asetat yang dapat
mengurangi biaya produksi. Berdasarkan sumber asam asetat maka proses produksi CMA dibagi
kedalam tiga bagian yaitu:
1. Proses Konvensional
Proses ini menggunakan asam asetat glasial yang disintesis dari minyak tanah atau gas
alam. Asam asetat yang diperoleh dengan cara ini tergolong mahal sekalipun dibuat dalam
skala besar karena sejumlah besar bahan baku digunakan dalam proses sintesis yaitu
hampir 80% fraksi berat asetat dalam CMA. Karena biaya asam asetat adalah kunci yang
sangat mempengaruhi biaya produksi CMA, kecilnya kesempatan mengakibatkan cara ini
dikesampingkan mengingat pentingnya harga yang lebih rendah dari produksi CMA. Suatu
cara sudah pernah diteliti dan sekarang telah dipatenkan dengan mereaksikan asam asetat
dengan dolime atau dolomite untuk menghasilkan CMA dan melalui tahap berikutnya yang
disarankan untuk menghasilkan produk dalam bentuk flakes atau kristal. Chevron Chemical
Co. telah memproduksi CMA-deicer ICE-B-GONTM sejak tahun 1985.
Untuk memproduksi CMA dengan cara mereaksikan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan
magnesium hidroksida (Mg(OH)2) dengan asam asetat (CH3COOH) dapat dilakukan tanpa
perlakuan khusus karena reaksinya sangat cepat dan bersifat eksotermis, tetapi dilihat dari
bahan bakunya, biaya produksi yang dibutuhkan sangat besar dan tidak ekonomis.
Penggunaan magnesit dan calcite sebagai bahan baku juga membutuhkan biaya produksi
yang cukup besar.
asetat dengan batu dolomit. Untuk meningkatkan reaksi maka batu dolomit harus
dibakar/dikalsinasi terlebih dahulu di dalam furnace dengan temperatur antara 600OC900OC, tetapi pembakaran batu dolomit dengan suhu lebih tinggi biasanya dihindari karena
dapat menurunkan/memperlambat proses reaksi pembentukan CMA. (Leineweber,2002)
2. Proses Fermentasi
Pada proses fermentasi ini menggunakan bahan baku seperti glukosa, jagung atau limbah
buangan organik yang diubah menjadi asam asetat dengan memanfaatkan mikroorganisme
Clostridium thermoaceticum. Berdasarkan bahan baku, maka diperlukan perlakuan
sebelum fermentasi. Pada dasarnya ada tiga cara yang berbeda membuat CMA:
a. Asam asetat diekstrak dari fermentasi air daging/kaldu dengan menggunakan liquidion exchanger selanjutnya direaksikan dengan batu dolomit. Keuntungannya yaitu
memperbolehkan pengoperasian secara terus menerus dan dihasilkan yield larutan
CMA dengan konsentrasi yang tinggi. Masalah utamanya ialah besarnya biaya
untuk alat exchanger dan kenyataan bahwa ekstraksi terjadi pada pH asam dan
hanya mengekstrak asam yang tidak terdisosiasi.
b. CMA diproduksi secara langsung di dalam fermentor dengan mengatur jumlah
dolomit yang ditambahkan ke dalam kaldu sehingga pH sesuai dengan
mikroorganisme selama fermentasi. Mengingat konsentrasi akhir yang diharapkan
lebih tinggi maka disarankan fermentasi secara batch. Keuntungan cara ini yaitu
laju produksi asam asetat lebih tinggi dan memungkinkan investasi modal yang
lebih rendah karena peralatan yang digunakan lebih kecil. Masalahnya diantara
kesulitan menghasilkan larutan CMA yang stokiometri dari asam asetat encer pada
kondisi sekitar pH netral dan terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme saat
konsentrasi CMA tinggi. Konsentrasi CMA di dalam air kaldu dibatasi sampai 5%
berdasarkan persen berat dengan organisme yang ada, karena itu energi yang
dibutuhkan cukup besar untuk mendapatkan produk.
c.
karbonat dan magnesium karbonat terdekomposisi menjadi kalsium oksida dan magnesium
oksida. Lalu setelah itu dolomit yang telah terkalsinasi tersebut didiamkan sampai
mencapai temperatur kamar. Panas gas buangan yang berasal dari furnace dimanfaatkan
kembali untuk menghasilkan steam dengan menggunakan waste heat boiler (E-101).
Setelah didiamkan, batu dolomit diangkut dengan screw conveyor (C-101)
menuju
kedalam tangki pencampur (M101) yaitu untuk melarutkan batu dolomit tersebut dengan
asam asetat (kadar
berpengaduk (CSTR) R-201 sehingga terjadi pembentukan kalsium asetat dan magnesium
asetat yang dihasilkan dari reaksi antara asam asetat dan batu dolomit yang bersifat
eksotermis , sebagai berikut:
CaO + MgO+ 4CH3COOH