Anda di halaman 1dari 4

Proses Produksi Kalsium Asetat dan Magnesium Asetat

Untuk memproduksi CMA secara umum dengan menggunakan prinsip reaksi netralisasi antara:
a. Asam asetat dengan dolomit
CaMg(CO3)2 + 4CH3COOH

(CH3COO)2Ca+ (CH3COO)2Mg + 2CO2 + 2H2O

b. Asam asetat dengan calcite dan dengan magnesit


CaCO3 + 2CH3COOH

(CH3COO)2Ca + CO2 + H2O

MgCO3 + 2CH3COOH

(CH3COO)2Mg + CO2 + H2O

c. Asam asetat dengan kalsium hidroksida dan magnesium hidroksida


Ca(OH)2 + 2CH3COOH

(CH3COO)2Ca + 2H2O

Mg(OH)2 + 2CH3COOH

(CH3COO)2Mg + 2H2O

d. Asam asetat dengan kalsium oksida dan magnesium oksida


CaO + MgO+ 4CH3COOH

Ca(CH3COO)2 + Mg(CH3COO)2 + 2H2O


(Leineweber,2002)

Berdasarkan kemungkinan umpan balik bahan baku setelah proses sintesis terjadi, batu dolomit
sebagian besar dipisahkan untuk dimasukkan ke dalam reaktor. Proses pemisahan dilakukan
dengan menggunakan alat rotary screen berfungsi memisahkan produk dengan batu dolomit
berupa padatan kapur yang tidak larut sehingga pada overflow diperoleh produk yang bebas
padatan. Sedangkan batu dolomit sebagian dikembalikan ke reaktor dan sisanya dapat dibuang
ataupun dicampurkan dengan kalsium magnesium asetat sebagai produk. Jumlah bahan baku
yang paling banyak digunakan dalam reaksi pembuatan CMA adalah asam asetat dan tergolong
bahan baku yang sangat mahal sehingga dicari alternatif sebagai sumber asam asetat yang dapat
mengurangi biaya produksi. Berdasarkan sumber asam asetat maka proses produksi CMA dibagi
kedalam tiga bagian yaitu:
1. Proses Konvensional
Proses ini menggunakan asam asetat glasial yang disintesis dari minyak tanah atau gas
alam. Asam asetat yang diperoleh dengan cara ini tergolong mahal sekalipun dibuat dalam
skala besar karena sejumlah besar bahan baku digunakan dalam proses sintesis yaitu
hampir 80% fraksi berat asetat dalam CMA. Karena biaya asam asetat adalah kunci yang

sangat mempengaruhi biaya produksi CMA, kecilnya kesempatan mengakibatkan cara ini
dikesampingkan mengingat pentingnya harga yang lebih rendah dari produksi CMA. Suatu
cara sudah pernah diteliti dan sekarang telah dipatenkan dengan mereaksikan asam asetat
dengan dolime atau dolomite untuk menghasilkan CMA dan melalui tahap berikutnya yang
disarankan untuk menghasilkan produk dalam bentuk flakes atau kristal. Chevron Chemical
Co. telah memproduksi CMA-deicer ICE-B-GONTM sejak tahun 1985.
Untuk memproduksi CMA dengan cara mereaksikan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan
magnesium hidroksida (Mg(OH)2) dengan asam asetat (CH3COOH) dapat dilakukan tanpa
perlakuan khusus karena reaksinya sangat cepat dan bersifat eksotermis, tetapi dilihat dari
bahan bakunya, biaya produksi yang dibutuhkan sangat besar dan tidak ekonomis.
Penggunaan magnesit dan calcite sebagai bahan baku juga membutuhkan biaya produksi
yang cukup besar.

Untuk skala yang besar, CMA diproduksi dengan mereaksikan asam

asetat dengan batu dolomit. Untuk meningkatkan reaksi maka batu dolomit harus
dibakar/dikalsinasi terlebih dahulu di dalam furnace dengan temperatur antara 600OC900OC, tetapi pembakaran batu dolomit dengan suhu lebih tinggi biasanya dihindari karena
dapat menurunkan/memperlambat proses reaksi pembentukan CMA. (Leineweber,2002)
2. Proses Fermentasi
Pada proses fermentasi ini menggunakan bahan baku seperti glukosa, jagung atau limbah
buangan organik yang diubah menjadi asam asetat dengan memanfaatkan mikroorganisme
Clostridium thermoaceticum. Berdasarkan bahan baku, maka diperlukan perlakuan
sebelum fermentasi. Pada dasarnya ada tiga cara yang berbeda membuat CMA:
a. Asam asetat diekstrak dari fermentasi air daging/kaldu dengan menggunakan liquidion exchanger selanjutnya direaksikan dengan batu dolomit. Keuntungannya yaitu
memperbolehkan pengoperasian secara terus menerus dan dihasilkan yield larutan
CMA dengan konsentrasi yang tinggi. Masalah utamanya ialah besarnya biaya
untuk alat exchanger dan kenyataan bahwa ekstraksi terjadi pada pH asam dan
hanya mengekstrak asam yang tidak terdisosiasi.
b. CMA diproduksi secara langsung di dalam fermentor dengan mengatur jumlah
dolomit yang ditambahkan ke dalam kaldu sehingga pH sesuai dengan
mikroorganisme selama fermentasi. Mengingat konsentrasi akhir yang diharapkan
lebih tinggi maka disarankan fermentasi secara batch. Keuntungan cara ini yaitu

laju produksi asam asetat lebih tinggi dan memungkinkan investasi modal yang
lebih rendah karena peralatan yang digunakan lebih kecil. Masalahnya diantara
kesulitan menghasilkan larutan CMA yang stokiometri dari asam asetat encer pada
kondisi sekitar pH netral dan terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme saat
konsentrasi CMA tinggi. Konsentrasi CMA di dalam air kaldu dibatasi sampai 5%
berdasarkan persen berat dengan organisme yang ada, karena itu energi yang
dibutuhkan cukup besar untuk mendapatkan produk.
c.

Berpuluh-puluh tahun yang lalu sebelum orang membicarakan CMA dan


kegunaannya sebagai deicer, pH fermentasi diatur dengan menggunakan
ammonium asetat sehingga dihasilkan larutan encer ammonium asetat. Air kaldu
disaring dan kapur atau senyawa basa lainnya ditambahkan sehingga dihasilkan
kalsium asetat atau garam asetat lainnya, sedangkan senyawa ammonium
sebelumnya terdekomposisi menjadi ammonium hidroksida. Larutan ammonium ini
diperoleh kembali melalui scrubing column kemudian larutan dilalukan ke
evaporator multi tahap untuk mendapatkan garam asetat kering. Perlu dilakukan
penelitian yang lebih jauh lagi untuk menemukan organisme yang lebih baik lagi
sehingga laju produksi dan konsentrasi produk lebih tinggi.

3. Proses Alkaline Fusion


Proses ini dilakukan berdasarkan penemuan dengan memanaskan bahan buangan
berselulosa kedalam larutan alkali berlebih pada suhu 200OC, reaksi yang bersifat
eksotermis ini akan mengubah selulosa menjadi asetat (lebih dari 30%), metanol, aseton,
karbonat dan oksalat. Proses seperti ini telah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan dari
percobaan yang pernah dilakukan diperoleh bahwa yield asetat menurun tajam jika
menggunakan larutan logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium daripada logam
alkali seperti natrium. Baru-baru ini diperhatikan mulai ada minat untuk mengembangkan
proses alkaline fusion (Leineweber, 2002).
Deskripsi Proses (Pembuatan Kalsium Magnesium Asetat dari Asam Asetat dan
Batu Dolomit) Umpan berupa batu dolomit alam dalam bentuk bongkahan pertama-tama
diangkut dengan bucket elevator (L-101) dan dihancurkan dengan menggunakan roll
crusher (RC-101) sehingga berbentuk butiran, lalu butiran-butiran dolomit tadi dikalsinasi
dengan menggunakan furnace (B-101) dengan suhu 900 0C selama 4 jam sehingga kalsium

karbonat dan magnesium karbonat terdekomposisi menjadi kalsium oksida dan magnesium
oksida. Lalu setelah itu dolomit yang telah terkalsinasi tersebut didiamkan sampai
mencapai temperatur kamar. Panas gas buangan yang berasal dari furnace dimanfaatkan
kembali untuk menghasilkan steam dengan menggunakan waste heat boiler (E-101).
Setelah didiamkan, batu dolomit diangkut dengan screw conveyor (C-101)

menuju

kedalam tangki pencampur (M101) yaitu untuk melarutkan batu dolomit tersebut dengan
asam asetat (kadar

80%), setelah itu larutan dialirkan menuju reaktor tangki

berpengaduk (CSTR) R-201 sehingga terjadi pembentukan kalsium asetat dan magnesium
asetat yang dihasilkan dari reaksi antara asam asetat dan batu dolomit yang bersifat
eksotermis , sebagai berikut:
CaO + MgO+ 4CH3COOH

Ca(CH3COO)2 + Mg(CH3COO)2 + 2H2O

Anda mungkin juga menyukai