Anda di halaman 1dari 7

PENTINGNYA KALIUM

BAGI TANAMAN TEBU


(MK. Manajemen Kesuburan Tanah, smno.jursntnh.fpub.2013)
Kalium diserap dalam bentuk K+, kalium banyak terkandung
pada abu. Pucuk tebu yang muda mengadung 60-70% K2O. Di

dalam 1 ton hasil panen tebu terdapat sekitar 1,95 kg N; 0,30 0,82 kg P2O5 dan 1,17 - 6,0 kg K2O yang berasal dari dalam
tanah.
Kalium terdapat didalam sel-sel yaitu sebagai ion-ion didalam
cairan sel dan sebagai persenyawaan adsorptif didalam zat putih telur
dari sitoplasma. Inti sel tidak mengandung kalium. Sebagai ion
didalam cairan sel, Kalium berperan dalam melaksanakan turgor
yang disebabkan oleh tekanan osmotis.

Pengelolaan K pertanaman tebu


Survei tentang status hara tanaman tebu tahun 2000-01
menunjukkan kandungan kalium daun ( K ) di sebagian
sampel dari New South Wales jauh di bawah nilai kritis. Tidak
ada data yang menunjukkan pentingnya informasi ini untuk
hasil panen tebu dan manajemen K di masa depan . Pada
tahun 2002 , percobaan dosis pupuk K dilakukan di dua
lokasi di wilayah Broadwater Mill pada tanah liat di mana
tukar K adalah 0,13-0,14 cmol ( + ) / kg dan K nitrat adalah
0,78-1,04 cmol ( + ) / kg . Kejenuhan Kalsium ( Ca ) +
magnesium ( Mg ) adalah 91-95 % dari total basa . Dosis
terendah aplikasi pupuk K adalah strategi petani, yaitu 39
dan 42 kg K / ha . Perlakuan 0 sampai tambahan 300 kg K /
ha diaplikasikan dalam interval 50 kg sebagai dressing
dalam baris tanaman tebu. Lima tanaman dipanen antara
tahun 2003 dan 2005 . Kandungan K-Daun (%K) selalu di
bawah nilai kritis dalam perlakuan standar , dan di atas nilai
kritis untuk beberapa tingkat lebih tinggi dari K pada tahun
2003 dan 2005 . Tidak ada respon hasil tanaman terhadfap
pupuk K di atas tingkat basal; hal ini menunjukkan
pasokan K dari cadangan tanah non - tukar cukup memadai .
K-Biomassa meningkat dengan dosis pupuk K , tetapi
keseimbangan K negatif bila kurang dari 192 kg K / ha pupuk
yang diaplikasikan . Data daun menyarankan bahwa
tingginya kandungan ( Ca + Mg ) dalam tanah dapat
mengganggu penyerapan K . Rasio ( Ca + Mg ) / K > 0.55
dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel daun dari
tanah-jenuh basa yang mungkin memerlukan interpretasi

dengabn menggunakan nilai kritis di kisaran 0,75-0,9 % K.


Tidak adanya respon hasil tanaman tebu menunjukkan
bahwa tanaman tidak tidak memerlukan lebih banyak K
daripadayang diaplikasikan ,te tapi statusnya K tanah harus
dipantau untuk menunjukkan kapan potensi respon hasil
harus dievaluasi kembali (Kingston, Anink, Clift dan
Beattie, 2009).

Fungsi K dalam Tanaman


Dalam metabolisme tanaman tebu, kalium juga berfungsi
sebagai activator ensim; K sangat penting dalam sintesis dan
translokasi sukrosa dari daun menuju ke jaringan simpanan dalam
batang. Kalium juga berperan dalam mengendalikan hidrasi dan
osmosis dalam guard-cell stomata.
Pergerakan karbohidrat dari daun menuju batang berlangsung
dengan kecepatan sekitar 2.5 cm / minute dalam tanaman yang
kecukupan kalium; kekurangan kalium akan meredukasi kecepatan
pengangkutan ini hingga separuhnya. Oleh karena itu kekurangan K
dalam tanaman akan mengakibatkan sebagian hasil fotosintesis tetap
berada di daun, tidak dapat dikirim dan disimpan dalam batang.
Selanjutnya kalau tanaman kekurangan kalium, aktivitas hidrolisis dari
ensim invertase akan meningkat dan hasilnya adalah tanaman tebu
kaya gula-reduksi dan kandungan sukrosenya rendah.

Dinamika K dalam tanaman tebu

Dalam penelitian ini distribusi kalium pada tanaman


tebu telah dipelajari selama musim pertumbuhannya.
Lahan itu telah dipersiapkan dengan pupuk alami
dengan ampas tebu . Untuk pengukuran konsentrasi
kalium dalam setiap bagian tanaman , digunakan
Metode Spektrometri sinar gamma untuk mengukur
sinar gamma yang dipancarkan dari radioisotop (40) K.
Konsentrasi kalium dalam akar , batang dan daun
diukur setiap dua sampai tiga bulan dimulai sekitar
lima bulan setelah tanam tebu. Hasilnya menunjukkan
konsentrasi
K yang lebih tinggi pada awal
perkembangan tanaman dan dari waktu ke waktu , ada
osilasi konsentrasi K di setiap bagian tanaman ,
mencapai konsentrasi yang lebih rendah pada saat
tanaman dewasa . Untuk menggambarkan evolusi
distribusi kalium dalam tebu diusulkan sebuah model
fenomenologis
dengan
asumsi
bahwa
tingkat
penggabungan kalium sebanding dengan perbedaan
antara konsentrasi unsur dalam tanaman dan nilai

keseimbangan jangka panjang dan itu digabungkan ke


model pertumbuhan dengan sumberdaya terbatas.
Model yang diusulkan berhasil dalam menafsirkan hasil
untuk distribusi kalium dalam batang dan daun selama
pertumbuhan tebu (Medina, Branco, Silveira dan
Santos, 2013).
Kekurangan K
Tanaman yang kekurangan Kalium akan cepat mengayu atau
menggabus, hal ini disebabkan kadar lengasnya yang lebih rendah.
Kalium berpengaruh baik pada pembentukan dinding-dinding sel lebih
baik keadaannya dan lebih baik kandungan airnya, sel-sel ini tumbuh
lebih baik, lebih kuat dan lebih panjang.
Kalium dalam tanaman tebu bersifat mobile, gejala awal
defisiensi K muncul pada daun-daun tua. Bagian tepi dan pucuk daundaun tua menunjukkan gejala klorosis kuning-orange dengan becakbecak khlorosis
dan selanjutnya menjadi becak-becak klorosis
kecoklatan. Gejala ini akan mengurangi luas daun hijau dan dapat
mereduksi kemampuan fotosintesis tanaman.
Kalau laju fotosintesis menurun dengan meningkatnya tingkat
keparahan defisiensi K, pertumbuhan tanaman akan terhambat, ruas
menjadi memendek dan batang tebu menjadi lebih pendek, demikian
juga diameter batang tebu menjadi lebih kecil. Tanaman tebu yang
defisien K tidak mampu berfotosintesis dengan baik kalau kadar Kdaun mencapai 0.40 % K atau kurang.

Pemupukan K Tebu

Respon tebu terhadap pemupukan kalium sangat tergantung


pada ketersediaan kalium dalam tanah. Tanaman tebu mempunyai
kemampuan yang kuat untuk menyerap kalium dari dalam tanah.
Pengaruh pemupukan kalium terhadap tinggi tanaman, jumlah
batang dan hasil tanaman tebu (Donaldson et al., 1980):

Respon tanaman tebu terhadap pemupukan kalium sangat


beragam, dosis pupuk K yang optimal juga beragam tergantung
kondisi tanah dan iklim.
Waktu aplikasi pupuk K juga berpengaruh terhadap hasil dan
status hara tanaman tebu. Penangguhan seluruh atau separuh dosis
pupuk rekomendasi 150 Kg K/ha hingga periode puncak pertumbuhan
tanaman tebu tidak berpengaruh terhadap hasil dan status hara K
tanaman tebu. Di daerah-daerah dengan curah hujan kurang dari
2000 mm per tahun (di Mauritius), kebutuhan K tebu hingga ratoon ke
enam dapat dipenuhi dengan sekali aplikasi upupk K pada saat tanam
bibit. Aklan tetapi di daerah dengan curah hujan lkebih dari 2000 mm
per tahun, aplikasi pupuk K setiap tahun memberikan hasil lebih baik.
Peningkatan hasil tebu dan gula akibat pemupukan K terjadi
kalau tanahnya miskin kalium (<0.30 cmol kg1 ekstraks 0.1M
H2SO4) , sedangkan respon hasil tebu tidak nyata pada tanah yang
kaya kalium (> 0.60 cmol kg1 soil).
Demikian juga respon tanaman tebu terhadap pupuk kalium
tidak nyata kalau tanah mengandung lebih dari 0.23 cmol K-tukar per
satu kg tanah.
Pemupukan kalium tidak direkomendasikan pada tanaman
tebu dan ratoonnya kalau tanahnya mengandung K-tukar melebihi
0.70 cmol kg1.

Peningkatan hasil tebu akibat pemupukan kalium, ada kalanya


diikuti oleh peningkatan rendemen, dan ada kalanya tidak diikuti oleh
peningkatan rendemen.
Penyerapan kalium oleh tanaman tebu yang berlebihan dari
dalam tanah dapat mereduksi recovery sukrose selama proses
penggilingan tebu.
Kalium cenderung meningkatkan kelarutan
sikrose selama proses pengolahan gula, sehingga mempertahankan

jumlah tertentu sucrose dalam larutan, satu K+ mengikat satu molekul


sucrose. Penelitian Wood (1990) di Afrika Selatan mencapat adanya
reduksi konsentrasi sucrose tanaman tebu setelah aplikasi pupuk
kalium 183 kg K/ha. Sedangkan penelitian Chapman (1980) di
Australia menunjukkan bahwa pemupukan kalium 196 kg K/ha sedikit
menurunkan kadar sucrose tanaman tebu dibandingkan dnegan
tanaman kontrol tanpa pupuk K.
Hasil penelitian Korndorfer (1990) di Brazil menunjukkan
pemupukan kalium dapat emningkatkan hasil tebu dari 98 menjadi
127 t/ ha, tetapi menurunkan rendemen dari 15.0 menjadi 13.1%.
Tanaman tebu tergolong the heavy feeder of K. Kelebihan
kalium pada tanaman tebu dapat mengganggu proses pengolahan
gula. Kebutuhan K tanaman tebu dapat mencapai 800 kg/ha dan ada
kecenderungan perilaku tanaman tebu luxury consumption. Menurut
Humbert (1968), setiap 100 ton tebu menyrap sekitar 500 kg K2O/ha.
Peningkatan respon tanaman diikuti oleh kadar K-tanaman hingga
optimum dan luxury consumption, bahkan tingkat toksik. Dosis
pupuk K harus ditetapkan untuk mencapai kondisi K-tanaman yang
optimum.
Nilai agronomis pupuk K adalah peningkatan volume tebu,
ukuran dan bobot batang tebu, ketahanan kekeringan dan gangguan
penyakit, serta tahan roboh.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, K mempunyai
peranan sanghat penting bagi tanaman tebu, tetapi serapan K yang
berlebihan dapat mengurangi hasil gula.
Dengan demikian
epenentuan rekomendasi dosis pupuk kalium seharusnya bersifat
spesifik lokasi, sangat tergantung pada ketersediaan kalium dalam
tanah, dan perimbangannya dnegan unsuir N dan P.

Strategi Pemupukan K Tanaman Tebu


Tebu adalah consumer berat K. Kelebihan K dalam
jaringan tanaman tebu dapat mengganggu dalam
proses pengolahan gula karena pembentukan kerak di
panci. Kebutuhan K tanaman dapat melebihi 800 kg /
ha. Nilai agronomi K terletak pada peningkatan volume
hasil tebu, ukuran dan bobot tebu, ketahanan
kekeringan dan ketahanan terhadap penyakit, dan
mengurangi bahaya roboh. Dalam ransum, K sangat
esensial untuk mewujudkan hasil tebu yang tinggi dan

kualitasnya dan responnya lebih dari respon pupuk NP.


Sumber K tidak berpengaruh. Aplikasi basal tunggal
diperlukan dan dan respon K berkisar 0,01-0,352 t / ha
dan 0,06 - 0,117 t / ha per kg K dalam tanaman dan
ratoons, masing-masing pada dosis optimal. Beberapa
larutan pengekstraks asam encer hingga alkali telah
diuji tetapi 1 N H2SO4 atau 1M BaCl2 memberikan
prediksi yang lebih baik karena menghilangkan
sebagian K non-tukar. K tersedia dalam tanaman
dikenal sebagai STEP-K. Akhir-akhir ini, analisis data
100 tahun dari Rothamsted , Inggris, telah melaporkan
hubungan
yang
kuat
dengan
tukar
K
dan
keseimbangan K (Gururaj Hunsigi, 2011).

Daftar Pustaka
Chapman, L.S. 1980. Long term responses in cane yields and
soil analyses from potassium fertilizer. Proceedings of
the 1980 Conference of the Australian Society of Sugar
Cane Technologists: 63-68.
Chatterjee, C., Nautiyal, N. and Dube, B.K. 1998. Effects of
potassium concentration on biochemistry, yield and
sucrose concentration in sugarcane. Sugar Cane 5: 1215.
Donaldson, R.A., Meyer, J.H. and Wood, R.A. 1990. Response
to potassium by sugarcane grown on base saturated
clay soils in the Eastern Transvaal lowland. Proceedings
of the Annual Congress of South African Sugar
Technologists Association 64: 17-21.
Filho, J.O. 1985. Potassium nutrition of sugarcane. In :
Potassium in agriculture. (Ed. Munson, R.D.). American
Society of Agronomy, Crop Science Society of America,
Soil Science Society of America, Madison. pp 10451062.
Gulati, J.M.L., Behera, A.K., Nanda, S. and Saheb, S.K. 1998.
Response of sugarcane to potash. Indian Journal of
Agronomy 43: 170-174.

Gururaj
Hunsigi.
2011.
Potassium
management
strategies to realize high yield and quality of
sugarcane. Karnataka J. Agric. Sci.,24 (1) : (45-47)
2011
Humbert, R.P. 1968. The growing of sugarcane. Elsevier
Publishing Co. Ltd, Amsterdam.
Kingston, G., M.C.Anink, B.M.Clift dan R.Beattie. 2009.
Potassium management for sugarcane on base
saturated soils in northern New South Wales.
Proceedings of the Australian Society of Sugar Cane
Technologists 31: 186-194. (2009).
Korndorfer, G.H. 1990. Potassium and sugarcane quality.
Informacoes Agronomicas 49: 1-3.
Medina, N.H., M.L.Branco, M.A.Silveira dan R.B.Santos. 2013.
Dynamic distribution of potassium in sugarcane.
Journal
of
Environmental
Radioactivity.
2013,
126C:172-175.
Wood, R.A. 1990. The roles of nitrogen, phosphorus and
potassium in the production of sugarcane in South
Africa. Fertilizer Research 26: 87-98.
Wood, R.A. and Burrows, J. R. 1980. Potassium availability in
soils of the South African sugar belt. Proceedings of the
Congress of the International Society of Sugar Cane
Technologists 17: 182-195.

Anda mungkin juga menyukai