Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Indeks Massa Tubuh


2.1.1 Definisi Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan
antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat
menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang.
IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan
bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti
underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn
LM et al., 2002). IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak
tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah
dilakukan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Menurut rumus metrik:

IMT

Berat badan (Kg)


= ------------------------------------------------------[Tinggi badan (m)]2

Atau menurut rumus Inggeris:


IMT = Berat badan (lb) / [Tinggi badan (in)]2 x 703

2.1.2 Kategori Indeks Massa Tubuh


Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi
menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur
bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah
spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (CDC, 2009).
Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obes. Standar baru
untuk IMT telah dipublikasikan pada tahun 1998 mengklasifikasikan BMI di

Universitas Sumatera Utara

bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai
berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT
yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas
dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat
III (>40) (CDC, 2002).
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada
akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.1: Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT

KATEGORI

< 18,5

Berat badan kurang

18,5 22,9

Berat badan normal

23,0

Kelebihan berat badan

23,0 24,9

Beresiko menjadi obes

25,0 29.9

Obes I

30,0

Obes II

Sumber: Centre for Obesity Research and Education 2007

2.1.3 Kekurangan dan Kelebihan Indeks Massa Tubuh


Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator yang dapat
dipercayai untuk mengukur lemak tubuh. Walaubagaimanapun, terdapat beberapa
kekurangan dan kelebihan dalam mnggunakan IMT sebagai indikator pengukuran
lemak tubuh.
Kekurangan indeks massa tubuh adalah:
1. Pada olahragawan: tidak akurat pada olahragawan (terutama atlet bina)
yang cenderung berada pada kategori obesitas dalam IMT disebabkan
mereka mempunyai massa otot yang berlebihan walaupun presentase
lemah tubuh mereka dalam kadar yang rendah. Sedangkan dalam
pengukuran berdasarkan berat badan dan tinggi badan, kenaikan nilai IMT
adalah disebabkan oleh lemak tubuh.

Universitas Sumatera Utara

2. Pada anak-anak: tidak akurat karena jumlah lemak tubuh akan berubah
seiringan dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan seseorang.
Jumlah lemak tubuh pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama
pertumbuhan. Oleh itu, pada anak-anak dianjurkan untuk mengukur berat
badan berdasarkan nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan
usia.
3. Pada kelompok bangsa: tidak akurat pada kelompok bangsa tertentu
karena harus dimodifikasi mengikut kelompok bangsa tertentu. Sebagai
contoh IMT yang melebihi 23,0 adalah berada dalam kategori kelebihan
berat badan dan IMT yang melebihi 27,5 berada dalam kategori obesitas
pada kelompok bangsa seperti Cina, India, dan Melayu. (CORE, 2007).

Kelebihan indeks massa tubuh adalah:


1. Biaya yang diperlukan tidak mahal
2. Untuk mendapat nilai pengukuran, hanya diperlukan data berat badan dan
tinggi badan seseorang.
3. Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah
dinyatakan pada table IMT.

2.2 Obesitas
2.2.1 Definisi
Obesitas merupakan kelainan dari sistem pengaturan berat badan
yang ditandai oleh akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Dalam
masyarakat primitif, dimana kehidupan sehari-hari membutuhkan aktivitas
fisik yang tinggi dan makanan hanya tersedia sesekali, kecenderungan genetik
akan berperan dalam penyimpan kalori sebagai lemak karena makanan yang
dikonsumsi tidak melebihi kebutuhan (Richard Harvey et al., 2005).
Obesitas

didefinisikan

sebagai

keadaan

di

mana

adanya

peningkatan yang sangat berlebihan pada massa jaringan adiposa (lemak).


Obesitas bisa disalahartikan sebagai peningkatan berat badan yang sangat
berlebihan bagi kebanyakan masyarakat. Namun, konsep ini tidak begitu

Universitas Sumatera Utara

relevan karena konsep obesitas tidak bisa diambil akibat peningkatan berat
badan semata-mata melainkan adanya peningkatan massa jaringan adiposa
(Gabriel Uwaifo, 2009).
Obesitas dan kegemukan merupakan faktor resiko utama untuk
sejumlah penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker.
Obesitas dianggap merupakan masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi,
tetapi sekarang jumlah pederita obesitas dan kegemukan semakin meningkat
di negara berpenghasilan rendah dan menengah khususnya di perkotaan
(WHO, 2010).

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko


Penambahan berat badan terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara jumlah kalori yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Jika makanan
yang dimakan memberikan kalori lebih dari kebutuhan tubuh, maka kalori
tersebut akan ditukar atau disimpan sebagai lemak. Pada awalnya, hanya ukuran
sel-sel lemak yang akan meningkat. Tetapi apabila ukuran sel-sel tersebut tidak
bisa lagi mengalami peningkatan, maka sel-sel akan menjadi bertambah banyak.
Apabila tubuh mengalami pengurangan berat badan, yang akan berkurang
hanyalah ukuran sel-sel lemak, bukan jumlahnya yang berkurang mengakibatkan
lemak akan mudah terbentuk semula.
Terdapat banyak penyebab obesitas. Ketidakseimbangan asupan kalori dan
konsumsi bervariasi bagi tiap individu. Turut memainkan peranan dan
berkontribusi adalah usia, jenis kelamin, genetik, psikososial, dan faktor
lingkungan (Gayle Galletta, 2005).

A. Faktor Genetik
Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh
faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup.
Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak
menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas (Gayle Galletta,
2005).

Universitas Sumatera Utara

B. Faktor Emosional
Sebagian masyarakat mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang
banyak karena depresi, putus asa, marah, bosan, dan banyak alasan lain
yang tidak ada hubungannya dengan rasa lapar. Ini tidak berarti bahwa
penderita obesitas mengalami lebih banyak masalah emosional daripada
orang normal yang lain. Tetapi hanya berarti bahwa perasaan seseorang
mempengaruhi kebiasaan makan dan membuat seseorang makan terlalu
banyak. Dalam kasus yang jarang, obesitas dapat digunakan sebagai
mekanisme pertahanan akibat tekanan sosial yang dihadapi terutama pada
dewasa putri. Dalam kasus seperti ini ditambah dengan masalah
emosional yang lain, intervensi psikologis mungkin menberikan manfaat
(Gayle Galletta, 2005).

C. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang paling memainkan peranan adalah gaya
hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang dipengaruhi
oleh masyarakat sekitarnya. Makan terlalu banyak dan aktivitas yang
pasif (tidak aktif) merupakan faktor resiko utama terjadinya obesitas
(Gayle Galletta, 2005).

D. Faktor Jenis Kelamin


Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang lebih banyak
dari wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari wanita bahkan
saat istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak berbanding tipetipe jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah
bertambah berat badan berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama
(Gayle Galletta, 2005).

E. Faktor Usia
Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung kehilangan
massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar metabolisme

Universitas Sumatera Utara

juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih


rendah (Gayle Galletta, 2005).

F. Kehamilan
Pada wanita, berat badannya cenderung bertambah 4 6 kilogram
setelah kehamilan dibandingkan dengan berat sebelum kehamilan. Hal ini
bisa terjadi setiap dari kehamilan dan kenaikan berat badan ini mungkin
akan menyebabkan obesitas pada wanita (Gayle Galletta, 2005).

2.2.3 Obesitas Tipe Android dan Tipe Ginekoid


Terdapat beberapa tipe obesitas. Tipe obesitas pada lelaki (android)
menunjukkan distribusi dan akumulasi dominan jaringan adiposa pada bagian
visceral dan upper thoracic menunjukkan gambaran seperti buah apel. Sedangkan
tipe obesitas pada wanita (ginekoid) menunjukkan akumulasi jaringan adiposa
dijumpai secara dominan pada bagian bawah tubuh yaitu di daerah panggul dan
paha yang mempunyai gambaran seperti buah pir. Obesitas tipe android adalah
merupakan salah satu resiko penyebab penyakit kardiovaskular dan lebih banyak
jikan dibandingkan dengan obesitas tipe ginekoid.
Faktor keturunan atau genetik memberikan kontribusi yang penting
terhadap insidensi penyakit ini dalam keluarga, meskipun faktor lingkungan
memainkan peran dalam perkembangannya. Obesitas android berhubungan
dengan kelainan metabolik yang juga merupakan ciri sindrom X: resistensi
insulin, hipertensi arterial, dan dislipidemia. Kecenderungan seseorang dengan
obesitas android menjadi diabetes adalah terletak pada faktor keturunan dan faktor
lingkungan.
Hiperinsulinemia dan jumlah asam lemak bebas tinggi yang betindak pada
hati dan pankreas untuk meningkatkan resistensi insulin dan munurunkan sekresi
insulin merupakan 2 faktor terjadinya diabetes tipe II. Kelainan fungsional lain
yang

terjadi

menyebabkan

obesitas

android

adalah

disregulasi

steroid

adrenokortikal dan stress. Namun tidak ada bukti yang signifikan untuk
membuktikan hipotesa diatas (D. Janjic, 1997).

Universitas Sumatera Utara

2.3 Penyakit Jantung Koroner


2.3.1 Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang terjadi sebagai
manifestasi dari penurunan suplai oksigen ke otot jantung akibat dari penyempitan
atau pnyumbatan aliran darah arteri koronaria yang manifestasi kliniknya
tergantung pada berat ringannya penyumbatan arteri koronaria (Perki, 2004).
Selain itu, penyakit jantung koroner juga membawa arti penyakit
kompleks yang disebabkan oleh menurun atau terhambatnya aliran darah pada
satu atau lebih arteri yang mengelilingi dan mengsuplai darah ke jantung (Justin
Pearlman, 2009).
Penyakit jantung koroner (PJK) juga boleh diartikan sebagai kelainan pada
satu atau lebih pembuluh arteri koroner dimana terdapat penebalan dinding dalam
pembuluh darah (intima) disertai adanya aterosklerosis yang akan mempersempit
lumen arteri koroner dan akhirnya akan mengganggu aliran darah ke otot jantung
sehingga terjadi kerusakan dan gangguan pada otot jantung (Budiono &
Bambang, 2006).

2.3.2 Sindrom Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome)


Penyempitan pembuluh darah akan menghasilkan neovaskularivasi
(pembentukan pembuluh darah baru) yang akan mengeliling pembuluh darah
yang tersumbat untuk tetap mensuplai darah dan oksigen ke jantung. Namun, pada
saat olahraga atau stress, neovaskularisasi tidak dapat mensuplai darah kaya
oksigen sesuai dengan kebutuhan otot jantung.
Pada kasus lain, bekuan darah akan sepenuhnya menghalangi suplai darah
ke otot jantung, menyebabkan sindroma yang disebut sebagai sindroma koroner
akut (acute coronary syndrome). Sindroma ini adalah sindroma yang diberikan
untuk tiga kondisi serius yaitu:
A. Unstable angina
Nyeri dada yang dapat dikurangi dengan obat oral, tidak stabil, dan
dapat berkembang menjadi serangan jantung. Biasanya pengobatan dan

Universitas Sumatera Utara

prosebur yang lebih intens diperlukan untuk mengobati sindroma koroner


akut ini.

B. Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarct or non-Q-wave MI


Serangan jantung atau infark miokard ini tidak menyebabkan
perubahan khas pada elektrokardiogram (EKG). Tetapi, terdapat penanda
kimia (chemical markers) dalam darah yang menunjukkan kerusakan yang
telah terjadi pada otot jantung.

C. ST Segment Elevation Myocardial Infarction or Q-wave MI


Serangan jantung atau infark miokard ini disebabkan oleh periode
sumbatan pembuluh darah yang lanjut. Ini mempengaruhi atau
merusakkan area besar dari otot jantung, dan menyebabkan perubahan
EKG serta penanda kimia dalam darah.

Pada sesetengah orang, terdapat beberapa gejala yang menunjukkan bahwa


mereka akan segera mengalami sindroma koroner akut. Namun begitu, ada juga
yang tidak menunjukkan gejala sehingga terjadi sesuatu dan ada juga yang sama
sekali tidak memiliki gejala sindroma koroner akut (Robert Bryg, 2009).

2.3.3 Etiologi dan Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner


A. Faktor Utama
1. Hipertensi
Salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK
adalah hipertensi. Perubahan struktur arteri dan arterial sistemik,
terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati biasanya
mengakibatkan komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial.
Terjadi hipertropi dari tunika media pada permulaan diikuti dengan
hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima
kemudian akan terjadi penyempitan pembuluh darah pada akhirnya.

Universitas Sumatera Utara

Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai


miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri koroner, arteri serebral
serta pembuluh darah ginjal. Kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti
angina pektoris dan miokard infark adalah merupakan komplikasi
yang paling sering terjadi akibat penyakit hipertensi. Dari penelitian
yang telah dilakukan, 50% daripada penderita miokard infark dan 75%
kegagalan ventrikel kiri adalah diakibatkan oleh hipertensi.
Perubahan hipertensi terutamanya pada jantung diakiatkan oleh:
a) Meningkatnya tekanan darah yang merupakan beban yang
berat pada jantung.
b) Mempercepatkan terjadinya arterosklerosis karena trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria
yang diakibatkan oleh tekanan darah yang tinggi dan menetap

2. Hiperkolesterolemia
Hiperkolestrolemia juga masalah yang harus diperkirakan
karena merupakan salah salu faktor resiko utama PJK. Asupan makan
atau diet yang diambil sehari-hari oleh seseorang mempengaruhi kadar
kolestrol darah. Selain dari asupan makanan, faktor lain yang juga
mempengaruhi kadar kolestrol darah adalah keturunan, umum, jenis
kelamin, obesitas, stress, alkohol, dan olahraga.
Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui hubungan kadar
kolesterol darah dengan adanya resiko PJK adalah:
a) Kadar kolesterol total melebihi kadar normal yaitu 200mg/dl.
b) Low Density Lipoprotein (LDL) kolesterol merupakan
kolesterol yang bersifal merugikan. Jumlah LDL kolesterol
yang meninggi akan menebalkan dinding pembuluh darah.
Sebagai petunjuk yang lebih tepat untuk resiko PJK
berbanding kolesterol total.
c) High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol merupakan
kolesterol yang bersifat menguntungkan. HDL mencegah

Universitas Sumatera Utara

penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya


arterosclerosis.
d) Rasio kolesterol total : HDL kolesterol.
e) Kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor resiko
terjadinya PJK

3. Merokok
Selain dari hipertensi dan hiperkolesterolemia, merokok
juga merupakan salah satu faktor resiko utama PJK. Hipertensi dan
hiperkolesterolemia juga akan bertambah kuat efeknya jika seseorang
itu merokok lebih dari 20 batang sehari. Hasil dari penelitian yang
telah dijalankan, ternyata bahwa kematian mendadak akibat PJK
adalah 10 kali lebih besar pada lelaki perokok manakala 4.5 kli lebih
besar pada wanita perokok berbanding pada seseorang yang tidak
merokok.
Beban miokard akan bertambah dengan merokok karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi O 2 akibat
inhalasi CO 2 yang juga akan menyebabkan tahikardi, vasokonstriksi
pembuluh darah, permeabilitas dinding pembuluh darah berubah serta
5

10%

dari

haemoglobin

akan

berubah

menjadi

carboksihaemoglobin. Disamping itu, dengan merokok juga akan


menyebabkan kadar HDL kolesterol menurun tetapi mekanismenye
masih belum jelas. Dengan kata lain semakin banyak jumlah rokok
yang dihisap, semakin menurun kadar HDL kolesterolnya. Penurunan
HDL kolesterol akibat merokok pada wanita adalah lebih besar
berbanding lelaki (T. Bahri Anwar, 2004).

B. Faktor Resiko Lainnya


1. Umur
Hubungan antara umur dan kematian akibat PJK telak
dibuktikan. Kasus kematian sebagian besarnya terjadi pada lelaki

Universitas Sumatera Utara

umur antara 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur.


Namun begitu, sekarang telah terjadi pergeseran umur dimana orang
dewasa muda juga boleh pengidap PJK. Mulai umur 20 tahun, kadar
kolesterol pada lelaki dan wanita akan meningkat. Pada lelaki
kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Kadar kolesterol pada
wanita sebelum menopause adalah lebih rendah daripada lelaki tetapi
selepas menopause kadarnya akan meningkat serta menjadi lebih
tinggi dari lelaki.

2. Jenis Kelamin
Lelaki mempunyai resiko mengidap PJK 2 hingga 3 kali
lebih tinggi daripada wanita.

3. Diet
Diet atau jumlah lemak yang terdapat dalam asupan
makanan sehari-hari dapat dihubungkan dengan kadar kolesterol
dalam darah. Sebagai contoh yang dapat dilihat adalah pada rakyat
Amerika, kadar lemar dan kolesterol yang terdapat dalam makanan
mereka adalah sangat tinggi sehingga kadar kolesterol dalam darah
mereka cenderung tinggi. Manakala kadar kolesterol rakyat Jepang
lebih rendah karena asupan makanan mereka sehari-hari berupa nasi,
sayur-sayuran, dan ikan. Resiko rakyat Jepang untuk menderita PJK
adalah rendah dibandingkan dengan Amerika.

4. Obesitas
Obesitas
hipertensi,

Diabetes

sering

ditemukan

Mellitus,

dan

bersama-sama

hipertrigliseridemia.

dengan
Kadar

kolesterol dan LDL kolesterol juga dapat meningkat jika seseorang itu
obesitas. Resiko seseorang itu menderita PJK adalah sgt tinggi apabila
berat badannya mulai melebihi 20% dari berat badan ideal.

Universitas Sumatera Utara

Obesitas berperan dalam pembentukan aterogenesis dan


meningkatkan frekuensi hipertensi, hiperlipidemia, intoleransi glukosa
dan PJK. Dampak obesitas terhadap PJK lebih besar pada pria
daripada wanita. Telah banyak bukti-bukti yang diperoleh dari
penelitian eksperimental, epidemiologis dan klinis tentang peran
dislipidemia pada penyakit kardiovaskuler aterosklerosis yang intinya
adalah Dislipidermia merupakan faktor resiko yang utama penyebab
PJK. Perubahan gaya hidup masyarakat erat hubungannya dengan
peningkatan kadar lipid. Penurunan kadar kolestrol sebesar 1 % akan
menurunkan resiko PJK sebesar 2%. Upaya mengubah gaya hidup (
berhenti merokok, memelihara berat badan ideal, membatasi asupan
makan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh) akan
menurunkan resiko PJK dan dapat menyebabkan perlambatan bahkan
regresi aterosklerosis. Pengendalian kadar lipid sampai batas yang
dianjurkan harus merupakan bagian integral dari pencegahan primer
dan terapi penderita penyakit kardiovaskuler. Kolestrol merupakan
senyawa lemak kompleks yang dihasilkan oleh tubuh dan dapat juga
berasal dari makanan yang kita makan. Sejauh masukan seimbang
dengan kebutuhan, maka kita akan tetap sehat. Namun seringkali
karena kolestrol mempunyai kadar yang tinggi dalam masakan
berlemak (dan biasanya enak) maka kadar kolestrol akan meningkat
sampai diatas nilai normal tolerir tubuh kita. Kelebihan itu akan
mengendap dalam pembuluh darah arteri yang menyebabkan
penyempitan dan pengerasan yaitu aterosklerosis.

5. Diabetes
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, resiko PJK pada
lelaki

yang

menderita

Diabetes

Mellitus

adalah

50%

jika

dibandingkan dengan orang normal manakala pada wanita resikonya


menjadi 2 kali lipat. Ini karena intoleransi glukosa merupakan
predisposisi kepada penyakit pembuluh darah.

Universitas Sumatera Utara

6. Olahraga
Olahraga

dapat

mengurangi

resiko

PJK

dengan

meningkatkan kadar HDL kolesterol. Olahraga juga sgt bermanfaat


karena dapat memperbaiki fungsi paru dan miokard, menurukan berat
badan sehingga dapat mengurangkan kadar LDL kolesterol, serta
menurunkan tekanan darah. (T. Bahri Anwar, 2004).

2.3.4 Gejala Klinis Penyakit Jantung Koroner


Gejala yang paling umum pada PJK adalah angina atau angina pectoris
dan juga lebih dikenali secara ringkas yaitu nyeri dada. Angina dapat
digambarkan dengan ketidaknyamanan, nyeri, rasa seperti ditekan, rasa seperti
terbakar serta diremas. Hal ini dapat disalah tafsir gangguan pencernaan atau
heartburn. Angina biasanya dirasakan di bagian dada tetapi bisa juga menjalar ke
bahu dan lengan kiri, leher, punggung serta pada rahang. Gejala lain yang dapat
terlihat adalah nafas yang pendek, palpitasi, denyut jantung yang pantas, mudah
capek, berkeringat, dan terasa mual (Robert Bryg, 2009).
Jika arteri koroner menyempit, suplai darah beroksigen ke jantung tidak
mencukupi sesuai kebutuhan terutamanya apabila jantung berdegup kencang
semasa seseorang itu melakukan aktivitas fisik atau berolahraga. Pada mulanya,
penyempitan aliran pembuluh darah mungkin tidak menyebabkan sebarang gejala
pada PJK. Tetapi apabila deposit lemak terus berakumulasi pada arteri koroner,
akan menimbulkan gejala-gejala pada PJK seperti nyeri dada atau angina, nafas
cepat dan dangkal, dan serangan jantung (Mayoclinic Staff, 2008).

2.3.5 Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner


Penatalaksanaan bagi PJK adalah berdasarkan gejala klinis yang terdapat
pada pasien dan hasil pemeriksaan diagnostik. Pada sesetengah orang, perubahan
gaya hidup secara berhati-hati dan pengambilan ubat sahaja dapat mengontrol
penyakit. Tetapi pada kasus yang lebih parah, pembedahan atau terapi invasif
mungkin diperlukan. Namun kesemua kasus PJK memerlukan manajemen seumur
hidup (Mayoclinic Staff, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Menurunkan faktor resiko, pengambilan obat yang teratur, terapi invasif


atau prosedur bedah, dan berjumpa dengan dokter untuk kunjungan tindak lanjut
perawatan kesehatan teratur adalah merupakan penatalaksanaan PJK (Robert
Bryg, 2009).

A. Pengobatan
Pengobatan diperlukan untuk mambantu jantung bekerja dengan
lebih efisien dan menerima lebih banyak darah kaya dengan oksigen
(darah beroksigen). Obat yang digunakan tergantung masalah jantung
yang spesifik dan kebutuhan pasien (Robert Bryg, 2009).
Pengobatan dapat membantu mencegah perkembangan PJK. Jika
penyakit

tersebut

timbul,

beberapa obat

yang diresepkan dapat

meningkatkan aliran darah ke jantung (Mayoclinic Staff, 2008). Beberapa


obat yang umum digunakan adalah:
1. Cholesterol Lowering Medications
Obat ini mengurangi bahan utama yang menumpuk dalam
arteri koroner dengan engurangkan kadar kolesterol dalam darah
terutamanya LDL kolesterol. Contoh obat antara lain adalah statin,
niacin, fibrates, dan bile acid sequestrants.

2. Aspirin
Obat umum yang dirokemendasikan sebagai anti platelet,
mengencerkan darah, dan sebagai anti koagulasi yang mengurangi
kecenderungan darah membeku serta memblok arteri koroner.
Selain aspirin, obat anti platelet dan anti koagulasi juga boleh
diberikan kepada pasien.

3. Beta Blocker
Obat inin membuatkan membuat pekerjaan jantung untuk
memompa darah menjadi lebih mudah dengan merelaksasi jantung,
meperlambatkan ritmenya, menurunkan tekanan darah, serta

Universitas Sumatera Utara

menurunkan permintaan oksigen oleh jantung. Contoh obat antara


lain adalah metroprolol, atenolol, dan propanolol.

4. Nitroglyserin
Obat ini bisa didapati dengan pelbagai bentuk seperti tablet,
semprot, dan ditempel di kulit. Membantu ringankan gejala nyeri
dada

(angina)

dengan

vasodilatasi pembuluh

darah

yang

menyempit serta meningkatkan lairan darah ke otot jantung.

5. Calcium Channel Blocker


Obat ini berkerja dengan vasodilatasi atau membuka arteri koroner
meningkatkan aliran darah ke otot jantung. Obat ini juga
menurunkan tekanan darah tinggi.

6. ACE Inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor)


Cara kerja obat hampir sama dengan beta blocker dengan
menurunkan tekanan darah dan membuatkan jantung memopa
darah dengan lebih mudah. Sebagai tambahan, ACE inhibitors
telah menunjukkan manfaat yang penting bagi pasien dalam
pemulihan dari serangan jantung. Contoh obat antara lain adalah
ramipril, lisinopril, enalapril, dan kaptopril.

7. Vitamin
Asam folat, B-6, dan B-12 adalah vitamin yang membantu
untuk mengurangkan homosistein di dalam darah. Homosistein
dikaitkan telah dikaitkan dengan mempercepatkan penyumbahan
pembuluh darah (aterosklerosis).

B. Terapi Bedah dan Prosedur Invasif


Prosedur bedah dan invasif yang umum untuk mengobati PJK
adalah

angioplasty

balon

(precutaneous

transluminal

coronary

Universitas Sumatera Utara

angioplasty atau PTCA), penempatan stent, dan pembedahan bypass arteri


koroner. Semua procedur ini meningkatkan pasokan darah ke jantung.
Tetapi mereka tidak menyembuhkan PJK dan pasien masih perlu
mengurangi faktor resiko unutk mencegah penyakit di masa depan (Robert
Bryg, 2009).
Apabila obat-obatan dan penyesuaian gaya hidup tidak bisa
meringankan gejala nyeri dada pada PJK, operasi mungkin diperlukan
untuk mengembalikan fungsi jantung yang adekuat (Mayoclinic Staff,
2008). Pasien mungkin memanfaatkan satu atau lebih pilihan terapi bedah:
1. Catheter-Assisted Procedures
Kateter yang nipis dan fleksibel dimasukkan ke arteri
pasien yang secara kebiasaannya dimasukkan di kaki dan
kemudiannya melalui arteri untuk ke jantung. Lebih di kenali
sebagai kateterisasi jantung.

2. Coronary Angioplasty and Stents


Angioplasty membuka ateri koroner yang diblokir untuk
membuatkan darah mengalir bebas ke jantung. Ketika kateter
mencapai ujung arteri yang tersumbat, balon kecil akan
mengembang untuk membuka pembuluh darah. Unutk mencegah
arteri kembali menutup, ahli bedah jantung biasanya akan
memasukkan stents (kawat tabung kecil) dalam arteri koroner
unutk membantu arteri supaya tetap terbuka.

3. Radiation Brachytherapy
Dalam kasus di mana penyumbatan arteri koroner kembali
terjadi, pasien dapat melakukan brachitherapy. Dengan prosedur
ini, segmen arteri koroner kembali terbuka semasa angioplasti dan
terdedah kepada radiasi. Prosedur ini dilakukan di laboratorium
kateterisasi dengan kerjasama ahli radiasi onkologi dan ahli radiasi
fisika.

Universitas Sumatera Utara

4. Atherectomy
Sebuah kateter dimasukkan ke dalam arteri yang tersumbat
dan salah satu dari beberapa tipe alat kecil untuk memhilangkan
plak yang sedang membesar.

5. Coronary Artery Bypass Surgery


Operasi bypass yang juga disebut sebagai coronary artery
bypass grafting (CABG) membuat pembuluh darah baru atau graft
yang memutar di sekitar arteri koroner yang tersumbat. Sebuah
bagian singkat dari pembuluh darah (graft) diambil dari lokasi lain
dalam tubuh dan ditempatkan ke otot jantung membuatkan darah
akan mengalir melalui graft baru ke jantung. Jika lebih dari satu
arteri yang tersumbat, masing-masing dapat dilakukan bypass.

C. Program Gaya Hidup Sehat


Hal ini melibatkan membuat perubahan gaya hidup. Jika seseorang
itu merokok, mereka harus berhenti merokok. Diet atau asupan makanan
sehari-hari juga mungkin akan perlu dimodifikasi unutk mengurangi kadar
kolesterol, sentiasa memeriksa dan menjaga tekanan darah, serta menjaga
gula darah supaya terkawal jika seseorang itu menghidap diabetes.
Makanan yang rendah lemak, rendah garam, dan rendah kolesterol juga
dianjurkan. Seseorang itu juga perlu melakukan olahraga yang lebih untuk
menjaga berat badan agar sentiasa ideal tetapi periksa terlebih dahulu
dengan dokter sebelum memulai program olahraga (Robert Bryg, 2009).
Mengamalkan gaya hidup sehat merupakan salah satu pengobatan
terbaik untuk penderita PJK. PJK dapat dicegah dan diperlambatkan baik
oleh diri sendiri ataupun dalam kombinasi dengan perawatan medis.
Semua pasien dengan PJK akan mendapatkan manfaat dari gaya hidup
sehat (Mayoclinic Staff, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai