Anda di halaman 1dari 7

APA YANG TERDAPAT DALAM RUMPUT LAUT ?

*Pembina UKM SEAWEED, Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Departemen Pendidikan
Nasional, dan Dosen Jur. Ilmu Kelautan, Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. Kampus
Tembalang-UNDIP, Semarang 50359 (HP 08176349753).
PENDAHULUAN.
Rumput laut bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai bukanlah barang yang baru lagi. Mereka
telah mengenal dan memanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahan obat tradisional
dan bahan makanan. Dengan demikian berarti rumput laut mempunyai suatu bahan yang dapat
dimanfaatkan orang untuk kesehatannya. Dan dengan kemajuan teknologi di bidang penelitian rumput
laut, maka pemafaatan rumput laut bagi manusia tidak terbatas pada aspek kesehatan, sudah
menjalar ke segala bidang. Oleh karena itu, kita akan timbul pertanyaan; mengandung bahan apakah
rumput laut itu, sehingga banyak dimanfaatkan orang dalam segala aspek kehidupan ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut kita mesti menyamakan persepsi kita akan rumput laut.
Kalau mendengar kata rumput laut bayangan kita akan mengarah ke suatu bentuk tumbuhan seperti
rumput yang ada di laut. Gambaran tersebut sesungguhnya sama sekali tidak benar. RUMPUT LAUT
adalah tumbuhan yang tidak dapat dibedakan antara bagian akar, batang dan daun. Semua bagian
tumbuhannya disebut THALLUS. Karena bentuknya seperti rumput terutama yang berukuran besar
dan hidupnya di laut, maka orang awam terutama kaum usahawan sering menyebutnya rumput laut.
Berbeda dengan LAMUN. Lamun adalah sejenis tumbuhan yang hidup di laut juga, tetapi Lamun dapat
dibedakan bagian akar, batang dan daun. Walaupun untuk membedakan secara jelas bagian akar dan
batang cukuplah sulit, karena tumbuhan tersebut telah mengalami adaptasi dengan lingkungannya.
Di kalangan ilmuwan rumput laut dikenal dengan nama ALGAE dan berdasarkan ukurannya dibedakan
dua golongan yaitu MIKRO-ALGAE dan MAKRO-ALGAE. Kedua kelompok algae tersebut sebagian
besar hidup di laut. Mereka yang hidup di laut ada yang melekat di dasar laut atau melayang-layang
mengikuti gerakan arus laut. Kelompok tumbuhan ini mempunyai peranan yang sangat besar di
lingkungan laut, karena hanya merekalah yang dapat menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan
oleh semua penghuni laut. Nah marilah kita satukan persepsi kita, bahwa dalam tulisan ini kita
gunakan istilah rumput laut sebagai keterangan dari algae yang hidup di laut. Sehingga bayangan kita
akan sama bila menyebut rumput laut.
Kemudian kalau kita melihat di dasar laut dari suatu perairan yang dangkal, akan dijumpai berbagai
macam jenis rumput laut dengan beraneka-ragam warnanya. Berdasarkan kandungan pigmen yang
terdapat dalam thallus rumput laut, maka rumput laut dapat digolongkan menjadi :
* Rumput Laut Hijau.
* Rumput Laut Merah.
* Rumput laut Coklat.
Jenis-jenis rumput laut dari ketiga golongan tersebut mempunyai potensi eknomis penting, karena
kandungan senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme primer.
Akhir-akhir ini banyak industri memproduksi berbagai bahan yang bahan mentahnya berasal dari
rumput laut. Produk industri terpenting dari rumput laut adalah phycocolloid dari Rumput Laut
Merah dan Rumput Laut Coklat. Phycocolloid dari kedua kelompok rumput laut tersebut sangat
dibutuhkan industri sebagai larutan emulsi, gelling, stabilisator, suspensi dan bahan
pembeku/perekat.

Istilah "Phycocolloid" telah didefinisikan pertama kali oleh Tseng sebagai polisakarida yang kompleks
dari Rumput laut Merah dan Rumput laut Coklat, yang membentuk sistem colloidal ketika dilarutkan
dalam air. Bentuk water-soluble-polysaccharida merupakan bagian utama dari polisakarida pada
Rumput laut. Kemudian istilah Polisakarida berkembang menjadi lebih spesifik dalam berbagai bidang
ilmu. Percival dan Mc-Dowell mendeskripsikan lebih detail polisakarida dari Rumput laut secara
kimiawi dan enzimologi.
Polisakarida yang utama dan penting dari golongan Rumput laut Merah adalah Agar dan Karagenan.
Kedua polisakarida ini banyak dimanfaatkan di berbagai bidang industri. Oleh karena itu mereka
mempunyai nilai secara ekonomis cukup tinggi. Dan permintaan dunia akan kedua polisakarida
tersebut dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Agar.
Dari berbagai jenis Rumput laut Merah, hanya beberapa jenis saja yang bernilai ekonomis tinggi,
karena dapat menghasilkan agar. Jenis-jenis tersebut adalah :
Acanthopeltis japonica, terdapat di daerah pantai Asia Timur.
Ahnfeltia plicata, terdapat di pantai Laut White, Sakhalin, Pulau-pulau di Korea dan Jepang.
Gelidium amansii, terdapat di pantai perairan Jepang, Korea dan Cina, kandungan
phycocolloidnya 25-30 % dari berat keringnya.
Gelidium cartilagineum, terdapat di Pantai California, Mexico dan Afrika Selatan, kandungan
Phycocolloidnya 40-45% dari berat keringnya.
Gelidium corneum, terdapat di pantai Atlantis dari Spanyol, Portugis dan Maroko.
Gelidium coulteri , banyak digunakan di USA
Gelidium japonicum, terdapat di perairan Jepang dan Korea.
Gelidium lingulatum, banyak dijumpai di Chili, kandungan phycocolloidnya 18-23 %.
Geldium nudifrons, banyak digunakan di USA.
Gelidium pacificum, banyak dijumpai di perairan Jepang.
Gelidium spinulosum, banyak di perairan Maroko, ? kandungan Phycocolloidnya 33 % dari
berat keringnya.
Gelidium pusillum, dari pantai Saurashtra (India) dapat dipertimbangkan sebagai sumber
produksi agar juga. Penelitiannya sudah dilakukan dan hasil kandungan agarnya 24 %.
Gelidium robustum mensuplai dalam jumlah terbesar untuk bahan mentah produksi agar di
USA. Penelitian tentang manajemen sumber dayanya dan faktor ekologinya telah banyak
dilakukan. Rumput laut ini banyak ditemukan dari Central California hingga Central Baja
California.
Gelidium floridanum, species Gracilaria terutama Gracilaria debilis, Pterocladia capillacea
banyak ditemukan di perairan Brasilia. Species Gelidium dan agarophyte lainnya banyak
dibudidayakan terutama di perairan Jepang.
Gracilaria.
Yang terpenting dari l00 species lebih pada Gracilaria adalah G. confervoides (terdapat di pantai
laut Hindia, Asia Timur dan Amerika) dan G. lichenoides (pantai laut Hindia). Pada jenis ini dan
beberapa species Gracilaria lainnya telah diselidiki oleh beberapa ahli rumput laut. Jumlah
kandungan phycoccoloid nampak tergantung pada pengaruh faktor lingkungannya, waktu pemanenan,
dll. Fenomena tersebut membedakan antara 15 dan 30 % dari berat keringnya. Sebagai contoh;
kandungan dan kualitas agar dari budidaya Gracilaria edulis di pantai India dilaporkan oleh Thomas
dan Krishnamurty. Matsuhashi dan Hayashi melaporkan juga produksi agar dari G. foliifera yang
dipanen di sepanjang pantai Florida barat. Perubahan musiman, kimiawi dan reproduksi pada G.
foliifera dari New Hampshire juga telah diteliti. Pterocladia lucida digunakan orang untuk

menghasilkan agar di wilayah Australia, Tasmania, New Zealand, Jepang. Begitu juga Pterocladia
capillacea dapat diolah untuk menghasilkan agar.
Namun begitu di lain pihak hingga kini juga sedikit yang diketahui dan diteliti untuk menjamin basis
bahan mentah agar tersebut. Artinya belum ada sebuah speciespun yang diyakini sebagai yang
terbaik untuk menghasilkan bahan mentah agar. Bahan mentah agar tersebut sering dihasilkan
bercampur dengan jenis rumput laut merah lainnya.
Hingga kini banyak negara yang telah mengolah Rumput laut Merah ini untuk menghasilkan agar, yaitu
di kawasan Eropa (Portugal dan Spanyol), Afrika (Maroko), Asia (Jepang, India, Korea dan Rusia).
Selain itu juga di USA dan Chile. Negara Chile merupakan negara penghasil utama agar.
Kata "Agar" dulunya sering disebut sebagai "agar-agar", yaitu sebuah ekstrak bentuk gel (baca Jelly)
dari jenis Rumput laut merah tertentu, Agarophytes. Agaroid adalah ekstrak lainnya dari jenis
Rumput laut Merah lainnya pula yang disebut agaroidophytes. Agaroidophytes ini berbentuk berbeda
dengan agar dan lebih lunak dari pada gel. Penamaan "agar-agar" digunakan oleh penduduk asli dari
kawasan Melayu dan sebetulnya ditujukan untuk istilah dari Eucheuma.
Variasi agar secara kimiawi dan fisik banyak sekali tergantung pada bahan mentahnya. Selby dan
Selby melaporkan secara detail ttg bahan mentah, proses, tingkatan dan tipe spesifikasi, struktur,
pemanfaatan dan penggunaan agar. Pada Simposium Internasional rumput laut 1965 di Halifax, Araki
telah melaporkan juga ttg masalah polisakarida dari agarophyte. Pengujian agar telah menunjukkan
bahwa suatu campuran yang terdiri dari agarose dan agaropektin dalam berbagai variasi proporsinya
tergantung pada sumber bahan mentahnya.
Pada tahun 1971 di Sapporo-Jepang, Yaphe dan Duckworth merefisi hasil penelitian Araki pada
analisis struktural dari agarose dan agaropektin dan hubungannya antara struktur dan pemanfaatan
secara biologis pada agar. Young dkk juga melaporkan tentang enzymis hidrolisis dari agar dan
pemanfaatan dari uji bakteri pada agarose. Niziwa dan Sasaki memaparkan dalam komposisi dinding
sel dari algae, sebuah sinopsis dalam bentuk tabulasi tentang presentase komposisi dari agarose dan
agaropektin dari beberapa Rumput laut Merah. Kandungannya berbeda antara satu jenis dengan jenis
lainnya.
Pemanfaatan utama dari agar adalah "melting point "nya yang tinggi. Dalam dunia farmasi agar
digunakan sebagai laxative untuk constipation yang kronis, sering dengan penambahan obat-obatan
anthraquinone, sebagai motor obat serta sebagai substrat untuk kultur bakteris agar juga
memainkan pernanan yang penting.Agar juga bekerja sebagai stabiliser untuk emulsi, constituent of
ointment, lotion, dll. Hawkins dan O'Neill melaporkan bahwa granuloma akan muncul setelah diinjeksi
dengan agar. Menurut Gerber dkk, agar dan juga karagenan melindungi embrio ayam melawan infeksi
yang disebabkan virus influense B dan mump-virus. Satu hal yang menarik di lapangan dari
pemanfaatan agar ini adalah inokulasi dari Jagung pada budidaya Claviceps purpurea. Agar juga
dimanfaatkan dalam dunia Kedokteran Gigi. Dalam pratikum di laboratorium agar dimanfaatkan
secara optimal untuk beberapa penelitian. Agar juga dimanfaatkan dalam dunia tehnologi pangan dan
industri.
Agarose.
Penggunaan agarose dalam Immunologi adalah yang sangat menarik sekali. Agarose gel telah
membuktikan lebih banyak digunakan daripada agar gel yang tidak terfraksionasi, karena kandungan
sulfat yang rendah dan sebab memberikan gel yang jernih. Guiseley melaporkan tentang viscometric
determination dari agarose. Ahli Virologi dan Bakteriologi memerlukan produk agar dengan titik didih
yang rendah.
Karagenan.

Bahan mentah yang terpenting untuk produksi Karagenan adalah carrageenate dan derivatnya
(turunan) seperti Chondrus crispus dan berbagai macam species Gigartina, khususnya Gigartina
stellata dan juga Eucheuma serta species Hypnea. Selain itu sumber bahan mentah lainnya adalah
Chondrococcus hornemannii, Halymenia venusta, Laurencia papillosa, Sarconema filiforme dan
Endocladia, Gelidium tertentu, Gymnogongrus, Rhodoglossum, Rissoella, Yatabella species dan
Rumput laut Merah lainnya.
Chondrus.
Chondrus crispus sering ditemukan bercampur dengan Gigartina stellata. Kedua species tersebut
sebagian besar dipanen dan diproses bersama-sama dan dikenal dalam perdagangan sebagai
"Carrageenan" atau "Irish Moss" . Chondrus crispus banyak ditemukan dalam berbagai bentuk.
Pada awal abad 19 bahan mentah karagenan diimport ke USA dari Eropa. Meskipun pada tahun 1835,
rumput laut ini banyak melimpah diatas bebatuan di pantai dari Massachusetts hingga Newfoundland.
Stoloff menyelediki bahan mentah ini secara komprehensif. MacFarlane telah mempublikasikan
sebuah sinopsis dari Chondrus crispus dengan detail sekali tentang rumput laut yang penting ini dan
Taylor telah menulis tentang biologi dan ekologi rumput laut ini.
Sementara itu pengetahuan lebih lanjut tentang rumput laut ini dikembangkan dengan pekerjaan
secara khusus dengan keaslian dan pemanfaatan karagenan. Disamping kappa dan lamda karagenan
juga terdapa beberapa fraksi karagenan lainnya.
Studi ekologis dalam hubungannya dengan potensi marikultur dari Chondrus crispus telah
didiskusikan oleh Mathieson dan Tveter. Pemanfaatan derivasi gelling nampak dalam fase
tetrasporfit dan gametofit. Fraksi non-gelling lamda-karagenan nampak dalam tanaman
tetrasporofit. McCandless dan Craigie telah menyelidiki produksi karagenan, sedang Simpson et al,
mengamati efek pH pada pertumbuhan dan produksi karagenan tersebut. Suatu metode
pengembangbiakan di dalam tangki dengan air laut yang mengalir juga telah dikembangkan.
Species Chondrus lainnya seperti Chondrus canaliculatus dari pantai di Jepang dapat juga dikaitkan
dengan bahan mentah dari karagenan.
Gigartina.
Gigartina adalah suatu genus yang banyak anggotanya (diperkirakan 90 species) dan sejumlah dari
mereka dapat digunakan sebagai bahan mentah karagenan, sebagai contoh Gigartina stellata.
Kandungan kappa-karagenan dapat dibandingkan dengan yang dari Chondrus crispus .
Gigartina acicularis, G. asperifolia, G. canaliculata, G. chamissoi, G. cristata, G. decipiens, G.
pistillata, G. radula, G. serrata, G. skottsbergii, G. stiriata dan jenis lainnya mengandung karagenan
juga.
Eucheuma.
Species Eucheuma nampak di area pantai Asia Tenggara dan pantai Afrika Timur . E. muricatum
dikenal dalam perdagangan sebagai "Rumput laut Singapura", E. serra dan E. cottonii dijual dan
dikenal sebagai "Rumput laut Zanzibar ".
"Eucheuman" diekstrak dari kedua kelompok rumput laut tersebut. Hasilnya dikenal sebagai agaroid.
Bahan mentahnya sering digunakan sebagai bahan tambahan dari bahan mentah agar atau untuk
produksi karagenan.
Pada suatu konteks penggunaan "eucheuman" terdapat kesalahan antara agar dan karagenan.Dalam
penerapannya terutama kandungan media air dan "jelly" pada dunia obat-obatan, industri kosmetika
dan teknologi pangan. Akhir-akhir ini sejumlah Eucheuma telah banyak diteliti agar supaya ditemukan
bahan mentah baru karena peningkatan pasar akan karagenan. Cheyney dan Dawes melaporkan
tentang studi ekologis dari Eucheuma disepanjang pantai Florida terutama Eucheuma nudum.

Lima buah bentuk karaganenan yang telah diketahui adalah kappa-, lambda-, my-, ypsilon- dan jotakaragenan. Bentuk-bentuk ini berbeda dalam tingkat kandungan sulfatnya dan rasio galaktosa
terhadap 3,6-anhydrolactose, namun begitu juga berbeda pada pemantaannya secara fisik. Bentuk
dari perairan Pasifik adalah E. cottonii, E. procrusteanum, E. serra, E. spinosum, E. striatum yang
mengandung kappa-karagenan murni. Sedangkan E. odontophorum mengandung campuran dari kappadan jota-karagenan. Jenis E. uncinatum mengandung persilangan bentuk dari jota dan ypsilonkaragenan. E. gelidium, E. isiforme, E. nudum dari perairan Karabia mengandung sebuah bentuk
"deviant" dari jota-karagenan.
Dawes et al., telah melaporkan tentang studi fisiologis dan bio-kimiawi pada jota-karagenan yang
diproduksi Eucheuma uncinatum dari Teluk California. Ciri "khas" jota-karagenan dari rumput laut ini
berbeda dari "deviant" jota-karagenan yang ditemukan dalam E. isiforme, E. nudum, E. gelidium dan
E. acanthocladum yang berasal dari Florida dimana kandungan tingkat sulfatnya lebih rendah. Hasil
kandungan karagenan dari species Eucheuma yang berasal dari Tanzania telah dideterminasi oleh
Mshigeni dan Semesi.
E. spinosum mengandung kurang lebih 72,8 % dengan puncak absorpsi (pa) pada jota-karagenan. E.
striatum kurang lebih 69 % dengan pa pada kappa-karagenan. E. platycladum kurang lebih 65 %
dengan pa pada jota-karagenan. E. okamurai kurang lebih 58 % dengan pa pada kappa-karagenan dan
E. speciosum f. mauritianum 54 % dengan pa pada jota-karagenan.
Beberapa species Eucheuma telah dibudidaya karena permintaan akan karagenan yang meningkat.
Dalam tahun 1968 pada the 13th Session of the Indo-Pacific Fisheries Council permasalahan
budidaya E. muricatum (=E. spinosum) dan E. edule telah dibahas. Percobaan pertama telah
memberikan hasil yang nyata. Doty dan Alvares melaporkan tentang produktifitas budidaya
Eucheuma. Hasil anhydrous bersih dari E. edule mengandung kurang lebih 50 % kappa-karagenan. Di
Filipina terdapat kurang lebih 700 buah area budidaya rumput laut ini pada tahun 1973. Mereka
mengekspor lebih dari 100 ton berat kering Eucheuma per bulan. Ricohermoso dan Deveau
melaporkan bahwa sekarang terdapat lebih dari 1000 area budidaya Eucheuma di daerahini dan
produksinya lebih dari 300 ton perbulan untuk pasar dunia. Sedangkan Doty dan Santos mengatakan
tentang studi komparatif secara morfologi dan informasi kimiawi gel pada 14 species Eucheuma.
Hypnea.
Hasil ekstrak dari species Hypnea terutama Hypnea musciformis dikenal sebagai "hypnean" yang
berbentuk gel yang paling stabil. Hal ini sering dipertimbangkan menjadi jenis khusus dari agar
tetapi sangat kecil diketahui tentang struktur kimiawi dari agar tsb, kecuali yang mirip dengan
karagenan yang mengandung fraksi kappa dan lambda. Akhir-akhir ini species Hypnea telah lebih
diamati, sehingga sekarang rumput laut ini merupakan bahan mental utama untuk menghasilkan
karagenan.
Studi tentang penyiapan dan pemanfaatan phycocolloid dari H. musciformis asal pantai Gujarat
(India) telah dilakukan. Rama Rao dan Krishnamurty melaporkan pada waktu itu bahwa ditemukan hal
yang sama dimana Hypnea dapat dijadikan sumber agar. Tetapi proses pembuatannya mesti
dimodifikasi. Studi tentang siklus pertumbuhan dan kandungan phycocolloid (diperkirakan 24 %) dari
H. musciformis juga telah dilakukan. Dari hasil penelitiannya dapat disarankan bahwa waktu panenan
rumput laut ini sebaiknya dilakukan pada bulan Januari hingga Maret. H.musciformis asal Pantai
Barat India telah diteleiti Rama Rao. Sedangkan variasi musiman pada kandungan phyococolloid telah
dilaporkan oleh Rama Rao dan Krishamurthy.
Mollon mempublikasikan survey awal dari species Hypnea asal Senegal : H. musciformis, H.
cervicornis dan H. ceramioides. Rumput laut ini adalah bahanmentah untuk phycocollloid yang mirip
terhadap karagenan dari Chondrus crispus dengan fraksi kappa dan lambda. H. musciformis terdapat

melimpah di sepanjang pantai Brasil. Oliviera Filho dan Mshigeni melaporkan studi perkembangan
pada H. cervicornis dan H. chordacea serta kemungkinan budidaya dari Hypnea. Mereka mengatakan
dalam pendahuluannya suatu perbaikan yang menarik dari permasalahan peningkatan permintaan
industri akan karagenan sebagai gelling, stabiliser, pelarut atau pengelmusi dalam farmasi, industri
pangan dan kosmetika modern.
Penelitian tentang perubahan musiman pada biomasa dari H. cervicornis, H. chordacea dan H. nidifica
di Hawai telah dilakukan oleh Mshigeni. Pengetahuan tentang perubahan musiman adalah aspek
penting untuk rumput laut berpotensi ekonomis guna memutuskan kapan panenan secara komersial
dapat dilakukan dan menguntungkan secara ekonomis. Rama Rao meneliti hal tersebut di kepulauan
Selatan India untuk H. valentiae . Variasi musiman dalam kandungan phycocolloid telah diteliti Rama
Rao dan Krishnamurty. Studi budidaya dari H. valentiae telah direalisasi oleh Mshigeni dan Lorri.
Monograph tentang Hypnea ditulis oleh Mshigeni dan Mshigeni dan Mziray. H. cervicornis, H.
nidifica, Chondrus crispus dan species Gymnogongrus yang banyak di Hawaii telah diteliti untuk
kandungan karagenannya oleh Santos dan Doty. Dan akhir-akhir telah banyak penelitian dilakukan
untuk mendapatkan karagenan.
Phycocolloid dari Chondrococcus hornemannii asal dari pantai Tanzania telah diteliti oleh Semesi dan
Mshigeni. Kandungan karagenan diperkirakan 45 % dari berat keringnya terutama lambda-karagenan.
Mshigeni juga meneliti struktur dinding sel dari rumput laut ini.
Phycocolloid dari Halymenia venusta yang tersebar di pantai Timur Afrika telah dipelajari oleh
Semesi dan Mshigeni. Phycocolloid yang ditemukan mirip karagenan yang dekat dengan lambda- dari
pada kappa-karagenan. Kandungan total karagenan adalah kurang lebih 60 % dari berat kering.
Genus Laurencia kelihatannya menarik juga sebagai sumber phycocolloid. Kandungan phycocolloid dari
L. papilosa asal pantai Tanzania telah diamati. Hasilnya diperkirakan mengandung 33 % dengan
kebanyakan lambda-karagenan. Sedangkan phycocolloid dari Sarconema filiforme asal Tanzania juga
telah diamati oleh Semesi dan Mshigeni. Hasilnya diperkirakan mencapai 35 % dari berat keringnya.
Phycocolloidnya menunjukkan sifat yang khas yaitu menyerap jota-karagenan.
USA adalah produsen terbesar karagenan, kemudian diikuti Canada. Perancis, Inggris dan Norwegia
juga memproduski dan mengekspor karagenan.
Karagenan adalah ekstrak yang tidak berubah dari karagenofit. Carrageenate adalah garam tertentu
dari asam karagenik. Karagenan adalah hidrokoloid yang mengandung sulfat tinggi. Susunan kimia,
fraksinasi, dll dari karagenan telah diamati oleh banyak ahli. Stoloff memberikan kesimpulan dalam
laporannya "Industrial Gums". Karagenan khususnya dari Chondrus crispus dan beberapa jenis
Rumput laut Merah dapat dipisahkan mejadi 2 fraksi, yaitu yang diperkirakan mengandung 40 %
kappa-karagenan dan lainnya kurang lebih mengandung 60 % lambda-karagenan. Kandungan sulfat
dalam kappa-karagenan adalah 23-28 % dan lambda-karagenan adalah 24-33%. Menurut penelitian
Springer dan Middendorf, fraksi kappa-karagenan berhubungan ekstrak dengan air panas dan
lambda-karagenan berhubungan ektrak dengan air dingin.
Schmitt mendiskusikan rumus molekul dan pemanfaatan fisio-kimiawi dari karagenan dan
kepentingannya terhadap praktek aplikasinya. Gel strength dan temperatur gelation dapat bervariasi
antara batas yang kecil hingga sesuai tujuan untuk produk yang akan digunakan. Produknya diperoleh
dalam berbagai tingkatan viscositas, kualitas gelating dan non-gelating.
Studi sintesis karagenan dan analisis biokimia dilaporkan oleh McCandless dan Richter, McCandless
dan Craigie dan Wong. Studi lainya tentang karagenan didiskusikan di Bangor tahun 1974 dan juga
Gordon-Mills dan McCandless melaporkan tentang kappa-dan lambda-karagenan di dalam dinding sel
dari Chondrus crispus, serta Bowtle dan Anderson tentang deteksi dan determinasi karagenan dalam
media biologi. Disamping kappa- dan lambda-karagenan fraksi selanjutnya dapat ditemukan, sebagai

contoh jota- dan ypsilon-karagenan. Determinasi dari jota-karagenan dideskripsikan oleh Anderson
dan Bowtle.
Karagenan sering kali digunakan dalam industri farmasi sebagai pengemulsi (sebagai contoh dalam
emulsi minyak hati), sebagai larutan granulation dan pengikat (sebagai contoh tablet, elexier, sirup,
dll). Jurnal menarik tentang aplikasi karagenan dalam terapi borok (sesuatu yang bernanah) telah
dipublikasikan. Percobaan pada hewan dan penelitian terhadap pengaruh dekompisisi karagenan untuk
gastrik bernanah yang akut dengan positif efek telah didiskripsikan oleh Anderson dan Soman.
Distribusi berat molekul dari karagenan diteliti oleh Stanley dan Renn. Disebutkan bahwa
depolimerisasi yang tinggi dari jota-karagenan digunakan sebagai obat dalam terapi gastrik yang
bernanah, yang mungkin tidak mempunyai efek fisiologis sampingan.
Hawkins dan Leonard melaporkan tentang aktifitas antithrombosit dari karagenan dalam darah
manusia. Schneider telah menyarankan pentingnya Chondrus sebagai penghasil karagenan untuk
terapi penyakit dari pembuluh darah. Studi tentang karagenan juga telah dilaporkan oleh Tanaka dkk
dengan penekanan pada reaksi pengikatan timah dan ion logam berat. Timah ditemukan menjadi salah
satu logam loncatan yang sangat efektif oleh karagenan dan fucoidan. Paskins-Hurburt, Tanaka dan
Skoryna juga mendiskusikan karagenan dengan pengikatan dari timah. Karagenan digunakan juga
dalam industri kosmetika sebagai stabiliser, suspensi dan pelarut. Produk kosmetik yang sering
menggunakan adalah salep, kream, lotion, pasta gigi, tonic rambut, stabilizer sabun, minyak pelindung
sinar matahari, dll.
Selain itu ada beberapa kemungkinan dari aplikasi karagenan dalam industri teknologi pangan dan
telah banyak dilakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan masalah ini. Selain tehnik ynag
berkualitas, karagenan itu juga digunakan dalam industri kulit, kertas, tekstil, dll.
PENUTUP.
Tulisan ini merupakan terjemahan bebas dari sebagian artikel dari buku yang berjudul Marine Algae
in Pharmaceutical Science. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, oleh karena
itu bila ada kritik dan masukan yang membangun akan dengan senang hati penulis menerimanya.
Semoga tulisan ini berguna bagi yang membutuhkannya.
SUMBER BACAAN.
Marine Algae in Pharmaceutical Science. Editor. Heinz A.Hoppe, Tore Levring and Yukio Tanaka.
Walter de Gruyter. Berlin. 1979.
DR. AB SUSANTO, M.Sc*
http://www.rumputlaut.org/index.php?session=0&action=read&click=open&article=1203299457

Anda mungkin juga menyukai