Anda di halaman 1dari 8

A.

LATAR BELAKANG

Rumput laut, sebenarnya adalah algae laut (agar-agar atau ganggang) yang
termasuk tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta) di laut. Jadi, tumbuhan
ini bukanlah rumput yang tumbuh di laut karena tidak termasuk rumput (graminae)
ataupun tumbuhan pengganggu yang merupakan tumbuhan tingkat tinggi
(Spermatophyta) umumnya tumbuh di darat. Rumput laut juga tidak sama dengan
“lamun” (seagrasses) karena lamun termasuk tumbuhan tingkat tinggi
yang tumbuh menetap di perairan laut.

Rumput laut hidup pada kedalaman yang masih dicapai cahaya matahari dan hidup
sebagai fitobentos dengan melekatkan dirinya pada substart lumpur, pasir, karang,
fragmen kerang mati, batu kayu, dan benda keras lainnya. Perkembangbiakan
rumput laut pada dasarnya terjadi melalui proses generatif (perkawinan antara
gamet jantan dengan betina) atau dengan vegetatif.

Faktor oseanografis (fisika, kimia, dan dinamika) dan jenis substrat sangat
menentukan pertumbuhan rumut laut, sedangkan iklim dan letak geografis sangat
menentukan jenis rumput laut yang dapat tumbuh. Untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya, rumput laut mendapatkannya dari media air laut yang penyerapannya
dilakukan secara difusi oleh thallus.

Thallus merupakan tempat penyimpanan hasil fotosintesis yaitu polisakarida berupa


agar-agar, karaginan, dan alginat. Agar-agar dan karaginan ditemukan pada rumput
laut merah (Rhodopycaea), sedangkan alginat ditemukan pada rumput laut cokelat
(Phaeophyceae), kanji dan lemak ditemukan pada rumput laut hijau (Chloropyceae).

Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut tumbuhan ini adalah “gangang
laut” yang populer dengan beberapa jenis tumbuhan air tawar, misalnya Hydrilla
verticillata. Ada pula istilah “agar-agar” Yang dikaitkan dengan kandungan kimia
beberapa jenis alga laut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar,
seperti Gracilaria sp. dan Gelidium sp.

Alga bukanlah taksonomi yang resmi, melainkan nama bagi sejumlah organisme
yang berklorofil, namun agak sederhana. Alga laut tergolong divisi Thallophyta yaitu
tumbuhan yang belum dapat dibedakan akar, batang, dan daun.

Dalam dunia tumbuhan ganggang termasuk kedalam dunia tallopyta (tumbuhan


talus), karena belum mempunyai akar, batang dan daun secara jelas.dan
ganggang ada yang bersel tunggal dan juga ada yang bersel banyak dengan bentuk
Alga (jamak Algae) juga adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak memiliki
organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat dianggap tidak
memiliki “organ” seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan
sebagainya). serupa benang atau lembaran.
Porphyra adalah rumput laut coldwater yang tumbuh di dingin, air laut dangkal.
Lebih khusus, itu milik ganggang filum merah spesies bejana, yang terdiri dari
sekitar 70 spesies. Tumbuh di zona intertidal, biasanya antara zona intertidal atas
dan zona percikan di perairan dingin dari lautan beriklim sedang. Di Asia Timur,
digunakan untuk menghasilkan produk nabati laut nori (di Jepang) dan gim (di
Korea). Ada dianggap 60 sampai 70 spesies Porphyra seluruh dunia dan tujuh di
Kepulauan Inggris

Kebanyakan budaya manusia dengan akses ke Porphyra menggunakannya sebagai


makanan atau entah bagaimana dalam diet, sehingga mungkin yang paling
dijinakkan dari ganggang laut, yang dikenal sebagai bejana, nori (Jepang), amanori
(Jepang), Zakai, gim (Korea), zicai (Cina), karengo, sloke atau slukos. Rumput laut
merah Porphyra telah dibudidayakan secara luas di banyak negara Asia sebagai
rumput laut dapat dimakan digunakan untuk membungkus nasi dan ikan yang
membentuk sushi makanan Jepang, dan Gimbap makanan Korea. Di Jepang,
produksi tahunan spesies Porphyra senilai 100 miliar yen (US $ 1 miliar).

Aplikasi nori dalam berbagai makanan Jepang lainnya adalah Temaki, Gunkan,
Nigiri serta biasa ditambahkan dalam kemasan senbei. Nori memiliki karakteristik
renyah seperti crackers.

Di Indonesia, nori banyak dibutuhkan terutama di restoran-restoran China dan


Jepang yang menyajikan menu siap sajinya. Nori yang dikonsumsi saat ini masih
diimpor dari Negara Jepang, Korea, China dan Amerika Serikat, sedangkan
kebutuhan nori untuk makanan Jepang mencapai 80 %. Dengan melihat kondisi ini
maka perlu dilakukan pembuatan nori dari bahan baku alternatif yang persediaannya
banyak terdapat di Indonesia, yaitu rumput laut jenis Glacilaria sp.

B. TUJUAN

Untuk mempelajari proses pembuatan nori secara tradisional berbahan baku


Glacilaria sp serta mengetahui karakteristik fisik dan kimia produk yang
dihasilkannya.

C. KLASIFIKASI

Alga Merah ( Rhodophyceae)


Alga merah atau rumput laut merah merupakan kelas dengan spesies atau jenis
yang paling banyak dimanfaatkan dan bernilai ekonomis. Tumbuhan ini hidup di
perairan laut sebagai fitobentos dengan menancapkan atau melekatkan dirinya pada
substrat lumpur, pasir, karang hidup, karang mati, cangkang moluska, batu vulkanik,
atau kayu. Kedalamanya mulai dari garis pasang surut terendah sampai sekitar 40
meter. Di laut Mediteranian, dijumpai alga merah pada kedalaman 130 meter.
Karena habitat umumnya pada terumbu karang maka sebaran jenis rumput lau
tersebut mengikuti pula sebaran terumbu karang. Untuk terumbu karang diperlukan
kejernihan perairan yang tinggi, bebas dari sedimentasi dan salinats yang tinggi,
yaitu 30 ppt ( part per thousand) atau lebih. Perairan Indonesia semakin ke timur
semakin tinggi kecerahan dan salinitasnya. Alga merah yang tumbuh secara alami
dan menempati habitat-habitat tersebut sebanyak 48,50 %.
Sebagian besar alga merah hidup di laut, banyak terdapat di laut tropika. Sebagian
kecil hidup di air tawar yang dingin dengan aliran deras dan banyak oksigen. Selain
itu ada pula yang hidup di air payau. Alga merah yang banyak ditemukan di laut
dalam adalahGelidium dan Gracilaria, sedang Euchema spinosum menyukai laut
dangkal. Alga merah umumnya bersifat autotrof. Akan tetapi ada pula yang
heterotrof, yaitu yang tidak memiliki kromatofora dan biasanya bersifat parasit pada
alga lain.

Di Indonesia alga merah terdiri dari 17 marga dan 34 jenis. Di samping itu, 31 jenis
di antaranya telah dimanfaatkan dan bernilai ekonomis. Berdasarkan hasil
identifikasi terhadap jenis-jenis rumput laut merah yang tersebar di berbagai perairan
Indonesia, ditemukan sekitar 23 jenis yang dapat dibudidayakan, yatu marga
Eucheuma 6 jenis, marga Gelidium 3 jenis, marga Gracilaria 10 jenis, da marga
Hypnea 4 jenis.

Peranan Alga Merah dalam Kehidupan


Alga merah dapat menyediakan makanan dalam jumlah banyak
bagi ikan dan hewan lain yang hidup di laut. Jenis ini juga menjadi bahan makanan
bagi manusia misalnyaChondrus crispus (lumut Irlandia) dan
beberapa genus Porphyra. Chondrus crispus dan Gigortina
mamilosa menghasilkan karagen yang dimanfaatkan untuk penyamak kulit, bahan
pembuat krem, dan obat pencuci rambut. Alga merah lain seperti Gracilaria
lichenoides, Euchema spinosum, Gelidium dan Agardhiella dibudidayakan karena
menghasilkan bahan serupa gelatin yang dikenal sebagai agar-agar. Gel ini
digunakan oleh para peneliti sebagai medium biakan bakteri dan fase padat
pada elektroforesis gel, untuk pengental dalam banyak makanan, perekat tekstil,
sebagai obat pencahar (laksatif), atau sebagai makanan penutup.

Komponen utama rumput laut pada umumnya adalah karbohidrat (gula atau
vegetable gum), protein, lemak dan abu yang merupakan mineral. Menurut
Soegiarto et al. (1978), kandungan pigmen utama rumput laut merah terdiri dari
klorofil a, karoten b, phycoerithrin dan phycosianin. Kandungan phycoerithrin yang
terdapat dalam Rhodophyceae menyebabkan rumput laut tersebut berwarna merah
(Komarov 1999). Kandungan kimia rumput laut dapat bervariasi tergantung pada
jenis, tingkat pertumbuhan (umur) dan kondisi tempat tumbuhnya (Winarno 1990).

Cara perkembangbiak Alga Merah


Perkembangbiakan alga merah ini adalah sama sekali tidak asa spora atau gamet
berenang yang berbulu getar atau bercambuk. Ini menyimpang dari kebiasaan yang
diikuti oleh perkembangbiakan jasad hidup yang terjadi didalam air. Hal ini membuat
penyebaran dan pertemuan intim antara sel-sel perkembangbiakan tergantung pada
arus dan karenanya semua tergantung pada faktor kesempatan atau
keberuntungan.

Perkembangbiakan vegetatif ganggang merah berlangsung dengan


pembentukan spora haploid yang dihasilkan oleh sporangium atau talus ganggang
yang diploid. Spora ini selanjutnya tumbuh menjadi ganggang jantan atau betina
yang sel-selnya haploid.

Perkembangbiakan generatif ganggang merah dengan oogami, pembuahan sel


kelamin betina (ovum) oleh sel kelamin jantan (spermatium). Alat perkembangbiakan
jantan disebut spermatogonium yang menghasilkan spermatium yang tak berflagel.
Sedangkan alat kelamin betina disebut karpogonium, yang menghasilkan ovum.
Hasil pembuahan sel ovum oleh spermatium adalah zigot yang diploid. Selanjutnya,
zigot itu akan tumbuh menjadi ganggang baru yang
menghasilkan aplanospora dengan pembelahan meiosis. Spora haploid akan
tumbuh menjadi ganggang penghasil gamet. Jadi pada ganggang merah terjadi
pergiliran keturunan antara sporofit dan gametofit.

Klasifikasi dari alga merah ini sebagai berikut :


Divisio : Rhodophycophyta
Classsis : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Familia : Gracilariaceae
Genus : Gracilaria
Species : Gracilaria sp

Gracilaria Merupakan jenis alga merah yang dapat dijumpai hampir di semua
perairan tropik. Berperanan besar dalam bidang industri dan farmasi diantaranya
dalam pembuatan agar-agar. Banyak dijumpai pada kedalaman kurang lebih 3–12
m. Alga jenis ini sekarang merupakan tanaman budidaya di tambak yang banyak
dijumpai di daerah Takalar, Sulawesi Selatan.
Bentuk talus Gracilaria sp silindris dengan garis tengah 2–3 cm dan bercabang-
cabang tinggi kurang lebih 10–20 cm. Bentuk lancip agak transparan, dinding
talusnya terdapat lendir yang liat. Warna talus putih bercampur merah muda dan ada
yang seperti lem.

D. DEFINISI NORI

Nori merupakan lembaran rumput laut yang dikeringkan atau dipanggang (Korringa
1976), sedangkan menurut Giury (2006), nori adalah salah satu produk olahan
rumput laut alami yang dikeringkan dan merupakan produk olahan darirumput laut
merah (Rhodophyta). Nori adalah sediaan berupa rumput laut yang dikeringkan
berbahan baku rumput laut merah jenis Porphyra yang dapat ditambahkan bumbu di
dalamnya seperti ajitsuke nori. Masyarakat Jepang telah mengkonsumsi nori sejak
abad ke-8. Konsumen nori tertinggi adalah negara Jepang yaitu sebesar 75 % dari
total produksi rumput laut.

Jepang, China dan Korea adalah negara penghasil nori terbesar saat ini, ditunjukkan
oleh data total hasil produksi nori mencapai 2 milyar lembar/tahun. Rumput laut
Porphyra yang biasanya digunakan adalah Porphyra yezoensis yang disebut
susabnori atau amanori, Porphyra tenera yang disebut asakusanori. Selain rumput
laut merah, ada juga nori yang berasal dari rumput laut coklat misalnya kayamo-nori
dari Scytosiphon lomentaria (Kuda et al. 2004) dan habanori dari Petalonia
binghamiae yang digunakan sebagai edible (Kuda et al. 2005)

Nori adalah makanan yang dikonsumsi setelah dikeringkan dan dipanggang (Kuda
et al. 2004). Sebutan nori di China adalah hattai, di Korea nori dikenal dengan
sebutan kim atau gim, selain itu nori juga memiliki istilah lain yaitu edible seaweed.
Ukuran standar satu lembar nori di Jepang berbeda-beda tergantung pada
kegunaannya, yaitu 12x10 cm2 (DKP 2006), 20x18 cm2 (Korringa 1976) dan 21x19
cm2. Warna tidak dapat dijadikan pegangan kualitas, namun lembaran nori
berkualitas tinggi umumnya berwarna hitam kehijauan, sedangkan nori berkualitas
lebih rendah berwarna hijau hingga hijau muda. Satu lembar nori kering memiliki
berat 2,5 sampai 3 g (Korringa 1976) atau 3,5 sampai 4 g (FAO2008).

Nori digunakan sebagai pembungkus sushi (makisuzhi) dan bola-bola nasi (onigiri)
serta makanan khas Jepang lainnya. Selain dapat dikonsumsi langsung sebagai
makanan ringan (snack), nori juga digunakan sebagai hiasan dan penyedap
berbagai macam masakan Jepang, misalnya pemberi rasa pada pengolahan mie
dan sup (Yamamoto 1990), serta lauk sewaktu makan nasi dan biasanya
ditambahkan ke dalam makanan ringan dan renyah seperti senbei. Senbei adalah
makanan ringan yang renyah atau disebut juga crackers berbentuk bulat dan pipih.
Berikut ini adalah beberapa jenis nori dan pemanfaatannya dalam pangan :
− Yakinori ukuran standar
Nori tawar untuk menggulung temakisushi dan makisushi.
− Yakinori tipe setengah
Satu lembar nori ukuran standar dibagi dua, digunakan untuk membungkus
seluruh bagian onigiri.
− Yakinori tipe sepertiga
Satu lembar nori dibagi tiga, diletakkan di bagian dasar onigiri sehingga
mudah dipegang dengan tangan.
− Ajitsuke nori atau okazunori
Satu lembar nori standar yang sudah diberi bumbu garam dapur, kecap asin,
gula atau mirin dipotong menjadi 8 atau 12 potongan kecil. Pada umumnya
dimakan sebagai teman makan nasi sewaktu sarapan pagi atau dimakan
begitu saja sebagai makanan ringan.
− Mominori
Ajitsuke nori yang sudah diberi bumbu garam, kecap asin, gula atau mirin dan
dicabik-cabik sampai menjadi potongan berukuran kecil yang tidak seragam.
Digunakan sebagai hiasan pada makanan Jepang seperti donburi atau
chirashisushi.
− Kizaminori
Yakinori yang dipotong halus-halus dengan ukuran seragam, berfungsi
sebagai hiasan seperti mominori.
− Aonori
Nori berwarna hijau berbentuk serbuk kasar berukuran 2-3 mm yang
ditaburkan di atas okonomiyaki, takoyaki dan yakisoba. Berbeda dengan
bahan baku nori standar, aonori menggunakan alga hijau jenis Monostroma
dan Enteromorpha yang banyak dibudidayakan di Teluk Ise.

E. Teknologi pengolahan nori

Porphyra sebanyak 35-100 kg yang telah dipanen, dibersihkan menggunakan air


bersih, lalu Porphyra tersebut dipotongpotong dengan menggunakan mesin
pemotong. Setelah itu, Porphyra dimasukkan ke dalam cetakan, cetakan ini
menyerupai cetakan kertas, terbuat dari bambu berukuran 20x18 cm2, kemudian
dikeringkan selama 1 jam pada suhu tidak lebih dari 50 0C. Beberapa petani nori
biasanya mengeringkan nori menggunakan sinar matahari (Korringa 1976).

Adapun teknik lain pada proses pembuatan nori adalah, rumput laut direndam dalam
cuka beras (rice vinegar) dengan tujuan agar rumput laut menjadi lunak. Rumput laut
kemudian dipotong-potong dengan panjang kurang lebih 2 cm dan dicuci dengan air
panas, direbus pada suhu 90 0C dalam larutan yang berisi bumbu-bumbu seperti
kecap, gula, minyak wijen, mirin (cuka beras), MSG dan ikan teri selama 3 jam, lalu
dikeringkan menjadi lembaran tipis.Produk akhir menyerupai kertas tipis, berwarna
gelap, berupa lembaran kering dengan berat 3 g dalam berbagai ukuran (Terramoto
1990).
Adapun metode pembuatan nori secara tradisional di Jepang adalah rumput laut
hasil panen ditumbuk sampai menjadi bubur, lalu bubur rumput laut tersebut
diratakan seperti kertas di atas papan kemudian dijemur di bawah sinar matahari
hingga kering.

Nori dikemas dalam kemasan kantong plastik, botol plastik atau kaleng kedap udara
karena sifat nori yang mudah kehilangan rasa renyah dan mudah menjadi lembab.
Ajitsuke nori (okazu nori) lebih mudah menjadi lembab dibandingkan nori biasa, oleh
sebab itu ajitsuke nori biasanya dikemas dalam bungkusan-bungkusan kecil yang
hanya berisi beberapa lembar nori ukuran mini.

Walaupun kemasan nori banyak menggunakan gel silika dan bahan-bahan lain
sebagai penyerap kelembaban, nori yang sudah dibuka kemasannya sebaiknya
segera dihabiskan secepat mungkin sebelum menjadi lembab dan tidak enak.

F. Kandungan nutrisi nori

Nori merupakan salah satu makanan yang memiliki kandungan nutrisi tinggi.
Kandungan protein nori mencapai 25-50 % berat kering, lemak 2-3 % berat kering
dan berbagai macam vitamin (Kayama et al. 1985). Kandungan protein dalam
rumput laut berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya iklim
dan kondisi lingkungan atau habitatnya.

Kandungan nutrisi yang cukup tinggi itulah yang menjadikan nori salah satu
makanan diet oleh masyarakat Jepang (Hiroyuki 1993). Nori juga mengandung
beberapa asam amino selain kandungan nutrisi yang menguntungkan, diantaranya
asam glutamat, glicine dan alanin yang berperan dalam menciptakan rasa pada nori
(Winarno 1996). Serat makanan adalah salah satu kandungan terpenting dalam
rumput laut. Kandungan serat makanan atau dietary fibre dalam nori dan wakame
mencapai 34 % berat kering (Urbano dan Goni 2002).

G. Porphyra sp

Klasifikasi Porphyra menurut Chapman dan Chapman (1970) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Protista
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Subkelas : Bangiophycidae
Ordo : Bangiales
Famili : Bangiaceae
Genus : Porphyra
Porphyra mengandung nutrisi yang cukup tinggi, diantaranya vitamin A, vitamin B,
vitamin C, protein, dan mineral. Kandungan protein Porphyra sebesar 30-50 %, serat 75
%, dan kandungan gula 0,1 %. Alanin, asam glutamat, dan glisin merupakan asam
amino yang terdapat dalam Porphyra berfungsi sebagai penghasil rasa pada nori. Asam
amino lain yang terdapat dalam Porphyra adalah arginin, yaitu asam amino yang juga
terdapat dalam protein hewani. Selain beberapa asam amino yang dapat ditemukan
dalam Porphyra, terdapat juga taurin yang berfungsi untuk mengefektifkan cara kerja
hati di dalam tubuh (Lisa 1999).

Anda mungkin juga menyukai