Eradikasi dari kuman C. tetani dan lingkungan luka yang konduktif bagi
pertumbuhan luka.
Netralisasi dari toksin yang dihasilkan kuman
Kontrol spasme dan respirasi
Pemberian terapi suportif
Pencegahan rekurensi a
Terapi yang dapat diberikan pada pasien tetanus dapat berupa terapi
medikamentosa atau terapi suportif. Terapi medikamentosa yang diberikan antara lain
adalah
Imunisasi Pasif
Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) 500 U secara intramuscular atau
intravena diberikan secepatnya. Anti Tetanus Serum (ATS) dapat berupa
antitoksin lembu (bovine serum) atau kuda (equine serum) 5000 U secara
intramuscular dapat diberikan jika tig tidak tersediabnv
Imunisasi Aktif
Tetanus toksoid (TT) diberikan dengan dosis 0,5cc secara intramuscular
Antibiotik
Lini 1 : Metronidazol 30mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam secara
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau Diazepam bolus 0,10,2 mg/kg setiap 3-6 jam dengan dosis maksimal 40 mg/kg/hari. Bila perlu
beri tambahan dosis 10 mg/kg setiap 6 jam. Setelah 5 sampai 7 hari dosis
diazepam dapat dikurangi 5-10 mg/hari secara bertahap dan rute pemberian
dapat diganti menjadi oral. Penggunaan dari diazepam perlu pengawasan
gagal nafas
Obat-obatan lain yang yang dapat digunakan untuk antispasme pada
tetanus antara lain adalah Barbiturate 6-10 mg/kg secara oral, rectal, atau
parenteral atau Chlopromazine 4-12 mg secara intramuscular setiap 4
sampai 8 jam
Jika penggunaan obat tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemberian
baclofen secara intrathecal yaitu injeksi langsung ke rongga subaraknoid.
Baklofen adalah agonis reseptor GABA yang bekerja yang langsung
menstimuli reseptor GABA postsinaptik pada sinap yang diblokir toksin
tetanus. Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai kemanjuran dan
keamanan terapi baclofen pada anak dibawah 4 tahun.
Pada neonatus dimana biasanya sumber infeksi berasal dari tali pusat perlu diperhatikan
apakah ada tanda-tanda kemerahan atau pembengkakan di sekitar tali pusat atau adanya
nanah dan bau tidak sedap dari tali pusat yang menandakan adanya infeksi lokal pada
tali pusat dan membutuhkan terapi antibiotic yang sesuai. Antibiotik pilihan yang
digunakan biasa yang efektif terhadap E. coli dan S. aureus. A,b,c
Program imunisasi yang dibentuk pemerintah mengharuskan seorang anak
mendapatkan vaksin tetanus toksoid minimal 5 kali untuk mendapatkan perlindungan
lebih dari 25 tahun. Dosis tetanus toksoid yang diberikan adalah 0,5 cc per suntikan.
Dosis tetanus toksoid pertama sampai ketiga diberikan bersamaan dengan kombinasi
diphteri dan pertusis (DPT). Jadwal DPT 1 pada usia 2 bulan, DPT 2 pada usia 4 bulan,
DPT 3 pada usia 6 bulan. DPT 4 diberikan pada usia 18-24 bulan dan memberikan
imunitas selama 5 tahun kedepan. Dosis toksoid kelima (DPT/Td) diberikan pada usia
anak masuk sekolah dapat memberikan imunitas hingga 10 tahun kedepan. Dosis
toksoid kelima tidak perlu diberikan jika dosis toksoid ke empat diberikan setelah usia 4
tahun. Dosis toksoid tambahan bisa diberikan pada 1 tahun setelah dosis toksoid ke 5
bisa memberikan imunitas selama 20 tahun lagi.
Pada beberapa pasien yang riwayat vaksinnya meragukan atau kurang bisa
dilakukan catch up immunization. Jika pada usia 7 tahun atau lebih belum mendapatkan
DPT lengkap, sebaiknya diberikan vaksin Tdap sebagai 1 dosis catch up. Pada orang
usia 11-18 tahun yang belum menerima vaksin Tdap sebaiknya diberikan Td berulang
setiap 10 tahun. d
Berdasarkan guideline dari Michigan Department of Community Health,
diperlukan adanya pemberian imunisasi sebagi profilaksis. Pemberian imunisasi sebagai
profilaksis disesuaikan dengan beberap factor seperti usia, jenis luka, dan riwayat
imunisasi sebelumnya. Pemberian profilaksis bisa dibagi seperti berikut. e
TIG
+
interval
Tidak perlu intervensi
TIG
-
TIG
+
-
Td
Tidak perlu intervensi
TIG
-
TIG
+
-
tahun
DTaP primer komplit Tidak perlu intervensi
kurang dari 5 tahun
Prognosis
Daftar Pustaka
a) WHO.
Current
Reccomendations
for
Treatment
of
Tetanus
During