Anda di halaman 1dari 13

Prinsip prinsip Umum Profilaksis

Pertimbangan individual penderita. Pada setiap penderita luka harus ditentukan apakah perlu
tindakan profilaksis terhadap tetanus dengan mempertimbangkan keadaan / jenis luka, dan riwayat
imunisasi.
Debridemen. Tanpa memperhatikan status imunisasi. Eksisi jaringan yang nekrotik dan benda
asing harus dikerjakan untuk semua jenis luka.
Imunisasi aktif. Tetanus toksoid (TFT = VST = vaksin serap tetanus) diberikan dengan dosis
sebanyak 0,5 cc IM, diberikan 1 x sebulan selama 3 bulan berturut turut.
DPT (Dephteri Pertusis Tetanus) terutama diberikan pada anak. Diberikan pada usia 2 6 bulan
dengan dosis sebesar 0,5 cc IM, 1 x sebulan selama 3 bulan berturut turut. Booster diberikan
pada usia 12 bulan, 1 x 0,5 cc IM, dan antara umur 5 6 tahun 1 x 0,5 cc IM.
Tetanus toksoid. Imunisasi dasar dengan dosis 0,5 cc IM, yang diberikan 1 x sebulan selama 3
bulan berturut turut. Booster (penguat) diberikan 10 tahun kemudian setelah suntikan ketiga
imunisasi dasar, selanjutnya setiap 10 tahun setelah pmberian booster di atas.
Setiap penderita luka harus mendapat tetanus toksoid IM pada saat cedera, baik sebagai imunisasi
dasar maupun sebagai booster, kecuali bila penderita telah mendapatkan booster atau
menyelesaikan imunisasi dasar dalam 5 tahun, terakhir.
Imunisasi Pasif. ATS (Anti Tetanus Serum), dapat merupakan antitoksin bovine (asal lembu)
maupun antitoksin equine (asal kuda). Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 1500 IU
per IM, dan untuk anak adalah 750 IU per IM.
Human Tetanus Immunoglobuline (asal manusia), terkenal di pasaran dengan nama Hypertet.
Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 250 IU per IM (setara dengan 1500 IU ATS),
sedang untuk anak anak adalah 125 IU per IM. Hypertet diberikan bila penderita alergi
terhadap ATS yang diolah dari hewan.
Pemberian imunisasi pasif tergantung dari sifat luka, kondisi penderita, dan status imunisasi.
Pasien yang belum pernah mendapat imunisasi aktif maupun pasif, merupakan keharusan untuk
diimunisasi. Pemberian imunisasi secara IM, jangan sekali kali secara IV.
Kerugian hypertet adalah harganya yang mahal, sedangkan keuntungannya pemberiannya tanpa
didahului tes sensitivitas.
Tindakan profilaksis
Jenis Luka

Belum IA atau sebagian


Mendapat IA yang lengkap
1 5 tahun
5 10 tahun
> 10 tahun
Ringan, bersih
Mulai atau melengkapi IA toks. 0,5 cc hingga lengkap
Toks. 0,5 cc
Toks. 0,5 cc
Berat, bersih, atau cenderung tetanus
ATS 1500 IU
Toks. 0,5 cc
Toks. 0,5 cc
Toks. 0,5 cc
ATS 1500 IU
Toks. 0,5 cc
Cenderung tetanus, debrimen terlambat,m atau tidak bersih
ATS 1500 IU
Toks. 0,5 cc
Hingga lengkap ABT
Toks. 0,5 cc

Toks. 0,5 cc
ABT
ATS 1500 IU
Toks. 0,5 cc
ABT
Keterangan :
ATS 1500 IU setara dengan HTIG (Humane Tetanus Immunoglobuline) 250 IU.
Pada anak anak dosis ATS
IA
Toks

=
=

dosis dewasa

Imunisasi aktif (dengan toksoid)

Toksoid (vaksin serap tetanus)

ABT =

antibiotika dosis tinggi yang sesuai untuk Clostridium tetani

Penatalaksanaan tetanus
Terdiri atas

1.

Pemberian antitoksin tetanus

2.

Penatalaksanaan luka

3.

Pemberian antibiotika

4.

Penanggulangan kejang

5.

Perawatan penunjang

6.

Pencegahan komplikasi

Pemberian antitoksin tetanus. Pemberian serum dalam dosis terapetik untuk ATS bagi orang
dewasa adalah sebesar 10.000 20.000 IU IM dan untuk anak anak sebesar 10.000 IU IM,
untuk hypertet bagi orang dewasa adalah sebesar 300 IU 6000 IU IM dan bagi anak anak
sebesar 3000 IU IM. Pemberian antitoksin dosis terapetik selama 2 5 hari berturut turut.

Penatalaksanaan luka. Eksisi dan debridemen luka yang dicurigai harus segera dikerjakan 1 jam
setelah terapi sera (pemberian antitoksin tetanus). Jika memungkinkan dicuci dengan perhydrol.
Luka dibiarkan terbuka untuk mencegah keadaan anaerob. Bila perlu di sekitar luka dapat
disuntikan ATS.
Pemberian antibiotika. Obat pilihannya adalah Penisilin, dosis yang diberikan untuk orang dewasa
adalah sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM, selama 5 hari, sedang untuk anak anak adalah sebesar
50.000 IU/kg BB/hari, dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas.
Bila penderita alergi terhadap penisilin, dapat diberikan tetrasiklin. Dosis pemberian tetrasiklin
pada orang dewasa adalah 4 x 500 mg/hari, dibagi dalam 4 dosis.
Pengobatan dengan antibiotika ditujukan untuk bentuk vegetatif clostridium tetani, jadi sebagai
pengobatan radikal, yaitu untuk membunuh kuman tetanus yang masih ada dalam tubuh, sehingga
tidak ada lagi sumber eksotoksin.
ATS atau HTIG ditujukan untuk mencegah eksotoksin berikatan dengan susunan saraf pusat
(eksotoksin yang berikatan dengan susunan saraf pusat akan menyebabkan kejang, dan sekali
melekat maka ATS / HTIG tak dapat menetralkannya. Untuk mencegah terbentuknya eksotoksin
baru maka sumbernya yaitu kuman clostridium tetani harus dilumpuhkan, dengan antibiotik.
Penaggulangan Kejang. Dahulu dilakukan isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan
serangan kejang. Saat ini prinsip isolasi sudah ditinggalkan, karena dengan pemberian anti kejang
yang memadai maka kejang dapat dicegah.
Jenis Obat
Dosis Anak anak
Dosis Orang Dewasa
Fenobarbital
(Luminal)
Mula mula 60 100 mg IM, kemudian 6 x 30 mg per oral. Maksimum 200 mg/hari
3 x 100 mg IM
Klorpromazin
(Largactil)
4 6 mg/kg BB/hari, mula mula IM, kemudian per oral

3 x 25 mg IM
Diazepam
(Valium)
Mula mula 0,5 1 mg/kg BB IM, kemudian per oral 1,5 4 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6
dosis
3 x 10 mg IM
Klorhidrat
3 x 500 100 mg per rectal
Bila kejang belum juga teratasi, dapat digunakan pelemas otot (muscle relaxant) ditambah alat
bantu pernapasan (ventilator). Cara ini hanya dilakukan di ruang perawatan khusus (ICU =
Intesive Care Unit) dan di bawah pengawasan seorang ahli anestesi.
Perawatan penunjang. Yaitu dengan tirah baring, diet per sonde, dengan asupan sebesar 200 kalori
/ hari untuk orang dewasa, dan sebesar 100 kalori/kg BB/hari untuk anak anak, bersihkan jalan
nafas secara teratur, berikan cairan infus dan oksigen, awasi dengan seksama tanda tanda vital
(seperti kesadaran, keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi, kecepatan pernapasan), trisnus
(diukur dengan cm setiap hari), asupan / keluaran (pemasukan dan pengeluaran cairan),
temperatur, elektrolit (bila fasilitas pemeriksaan memungkinkan), konsultasikan ke bagian lain bila
perlu.
Pencegahan komplikasi. Mencegah anoksia otak dengan (1) pemberian antikejang, sekaligus
mencegah laringospasme, (2) jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi (pemasangan
tuba endotrakheal) atau lakukan trakheotomi berencana, (3) pemberian oksigen.
Mencegah pneumonia dengan membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan posisi penderita
berbaring, pemberian antibiotika. Mencegah fraktur vertebra dengan pemberian antikejang yang
memadai.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul adalah : pneumonia, terutama karena aspirasi : asfiksi, terutama
pada saat kejang, status konvulsivus, fraktur vertebra, akibat kejang.
Beberapa pertimbangan

Pengobatan dengan ATS hingga saat ini belum jelas hasilnya, karena itu ada ahli yang
menggunakan dan ada yang tidak menggunakannya. Bila digunakan, keberatannya adalah
mengenai harga, tetapi bila digunakanpun tidak berbahaya kecuali pada penderita yang
hipersensitif. Kemampuan perlindungan ATS ini hanya berlangsung selama 2 3 minggu saja.
Tes Sinsitivitas terhadap ATS
Dilakukan untuk mengetahui apakah seorang penderita tahan terhadap ATS hewan atau tidak.
Untuk melakukan tes tersebut ada dua cara yaitu tes kulit (skin test dan tes mata / eye test).
Tes kulit. Sering dilakukan (lebih disukai dari pada tes mata). Caranya yaitu 0,1 cc serum
diencerkan dengan akuades atau cairan NaC1 0,9 % menjadi 1 cc. Suntikkan 0,1 cc dari larutan
yang telah diencerkan tadi pada lengan bawah sebelah voler secara intrakutan, tunggulah selama
15 menit. Reaksi positif (penderita hipersensitif terhadap serum) bila terjadi infiltrat / indurasi
dengan diameter lebih besar dari 10 mm (1 cm), yang dapat disertai rasa panas dan gatal.
Tes mata. Caranya yaitu dengan meneteskan 1 tetes cairan serum pada mata, tunggulah 15 menit.
Reaksi positif bila mata merah dan bengkak.
Penderita yang hipersensitif terhadap ATS Hewan. Pada penderita ini terdapat 3 kemungkinan,
yaitu : (1) pemberian hypertet (HTIG), (2) pemberian ATS hewan secara desensitisasi (cara
Bedreska), (3) ATS tidak diberikan.
Desensitisasi cara Bedreskad
Adalah pemberian ATS pada penderita yang hipersensitif terhadap penyuntikan langsung, tetapi
tidak dapat diberi HTIG karena suatu hal. Dalam hal ini wajib memberikan ATS dengan
pertimbangan kemungkinan terjadinya tetanus pada luka besar. Pada cara Bedreska ini,
pengawasan dilakukan bertahap. Bila timbul reaksi hebat, pemberian tidak boleh diteruskan.
Cara pemberiannya sebagai berikut :
1. 0,1 cc serum + 0,9 cc akuades atau NaC1 0,9 % disuntikkan secara subkutanm tunggulah
selama 30 menit.
2. Sesudahnya, suntikkan 0,5 cc serum + 0,5 cc serum +0,5 cc akuades atau NaC1 0,9 % secara
subkutan, tunggulah 30 menit. Perhatikan reaksi. Bila tampak tanda tanda penderita
hipersensitif (tanda profromalsyok anafilaktik), hentikan pemberian, dan berikan antihistamin
serta kortikosteroid. Rawat penderita sesuai keadaannya.
3.
Bila tidak ada reaksi berarti setelah 30 menit sisa serum dapat disuntikkan secara
intramuskuler.

Desensitisasi ini bertahan selama 2 3 minggu, jadi bila keesokan harinya atau hari hari
berikutnya (dalam masa 2 3 minggu tersebut) perlu dilakukan suntikan ulangan, maka cara
Bersredka tak perlu diiulangi. Pada cara Besredka, sebaiknya perlengkapan P3K yaitu obat yag
diperlukan untuk menanggulangi syok anafilaktik tetap tersedia.
A. Memberikan kekebalan aktif kepada semua orang
Yang dimaksud dengan semua orang di sini mulai dari bayi sampai orang tua berumur puluhan
tahun, bahkan bayi sebelum lahirpun sudah harus diberi kekebalan melalui ibu yang sedang hamil.
Pokoknya semua penduduk haruslah sudah mempunyai kekebalan terhadap tetanus. Caranya
dengan menyuntikkan toksoid tetanus (dimurnikan) = vaccin serap tetanus = tetanus toxoidum
punficatum sebanyak 0,5 cc intra muskuler.
Untuk immunisasi dasar 3 kali berturut turut dengan interval antara suntikan pertama dengan
kedua 4 6 minggu, antara kedua dengan ketiga 6 bulan. Immunisasi dasar sudah boleh dimulai
waktu anak berumur sekitar 4 bulan yang dapat diberikan bersama vaksin diphteri, pertusis dalam
bentuk vaksin DTP atau DT atau diberikan terpisah pisah. Kalau seseorang belum pernah
mendapatkannya maka imunisasi dasar dapat dilakukan kapan saja sepanjang hidupnya, dengan
dosis dan interval yang sama seperti di atas. Seseorang yang telah mendapat immunisasi dasar
lengkap (3 kali suntikan) maka dalam jangka waktu 10 tahun setelah suntikan terakhir, kandungan
antitoksin tetanus dalam serum darahnya berada di atas garis perlindungan minimal (=minimum
protective level) yaitu garis 0,01 i.u/ml, jadi orang itu dianggap sudah terlindung terhadap tetanus.
Setelah suntikan pertama kali timbul rangsangan terhadap tubuh untuk membentuk antitoksin
tetanus. Dia terdapat dalam serum setelah 7 hari suntikan pertama, kemudian titernya menarik dan
pada hari ke-28. Kalau pada hari ke-28 itu diberikan suntikan kedua, titernya akan menanjak terus
dan akan mencapai 1,0 i.u pada hari ke 60 yaitu jauh di atas garis proteksi minimal walau
kemudian ada penurunan, diperkirakan titer itu akan tetap berada di atas garis proteksi minimal
selama 5 tahun. Bila suntikan ketiga diberikan 6 bulan sesudah suntikan kedua, titernya jauh lebih
tinggi, walau kemudian akan ada penurunan, tetapi tetap berada di atas garis proteksi minimal
sampai 10 tahun, bahkan 15 20 tahun yang didapatkan pada 85 95 % personil perang dunia
kedua.

Walau demikian untuk proteksi terhadap penyakit perlu dilakukan suntikan booster setiap 5 tahun
paling lambat 10 tahun atau setiap seseorang luka di mana diperkirakan titer antitoksin tetanus
dalam serumnya sudah mulai menurun walau masih di atas garis proteksi minimal terutama untuk
luka yang disebut tetanus prona wound . Pemberian booster akan menaikkan titer antitoksin
berlipat ganda jumlahnya. (lihat Gambar 2)
Ada istilah proteksi persial terhadap tetanus, maksudnya ialah :

a. Orang orang yang telah mendapat suntikan vaksin tetanus sebanyak 3 kali, tetapi suntikan
terakhir sudah lebih dari 10 tahun.
b. Orang orang yang telah mendapat vaksin tetanus 2 kali dan waktunya telah lebih dari 5
tahun.
c. Orang orang yang mendapat suntikan hanya 1 kali saja.
Perlu dijelaskan bahwa toksin tetanus (dimumikan) tidak akan menimbulkan reaksi hipersensitif
terhadap orang yang disuntik, karena itu dapat diberikan berulang kali, sangat jarang ada reaksi
allergi, kalaupun ada reaksinya ringan saja.
Kepada semua dokter dan petugas kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan vaksinasi
tetanus terhadap anggota masyarakat yang berada di bawah salah seorang anggotanya menderita
tetanus maka pertama tama salah dalam hal ini adalah dokter perusahaan tersebut, mengapa dia
lalai memberikan kekebalan aktif terhadap anggota yang menjadi tanggung jawabnya.
B. Melakukan profilaksi tetanus terhadap orang yang luka secara benar dan tepat
Ada 4 faktor yang perlu diperhatikan :
1. Pemberian vaksin tetanus
2. Perawatan luka secara bedah yang benar
3. Pemberian antitoksin tetanus
4. Pemberian antibiotika dan identifikasi catatan medis emergency
1. Pemberian vaksin tetanus
Pemberian ini ditujukan sebagai booster terhadap pasien yang luka yang telah mendapat vaksinasi
tetanus sebelumnya, tujuannya untuk menaikkan titer antitoksin dan akan memberikan
perlindungan yang efektif dalam jangka waktu yang lama.
Pemberian vaksin tetanus pada saat luka terhadap pasien yang sama sekali belum pernah
divaksinasi terhadap tetanus, tidaklah dapat menjamin perlindungan terhadap tetanus, karena
untuk mendapatkan antitoksin dalam serum sampai di garis proteksi minimal dibutuhkan waktu 2
3 minggu, sedangkan masa inkubasi tetanus ada yang lebih cepat. Dalam hal inilah diperlukan
pemberian antitoksin (immunisasi pasif) bersamaan dengan pemberian toksodi tetanus tadi.
2.

Perawatan luka secaa bedah yang benar

Pencegahan secara bedah ini bertujuan untuk membuang clostridium tetani yang berkontak

dengan luka, membuang jaringan yang tidak vital lagi untuk mencegah suasana anaerob, dan
sebaik mungkin melakukan rekonstruksi luka sehingga terjadi suasana aerob. Untuk mencapai
maksud tersebut diperlukan :
1.

Luka dirawat secepat mungkin

2. Teknik aseptik dengan memakai sarung tangan steril, mencuci kulit sekitar luka dengan cairan
yang cukup sebelum tindakan bedah.
3. Menutup luka dengan kasa steril waktu mencuci luka tadi.
4. Cahaya haruslah cukup agar secara cermat mengidentifikasi jaringan yang vital seperti saraf
dan pembuluh darah.
5.
Instrumen harus lengkap, pembantu cukup agar penarikan jaringan secara halus untuk
mencegah kerusakan jaringan yang lebih besar.
6. Perdarahan dikontrol dengan instrumen yang tepat dan benang yang cukup kecil agar jaringan
nekrotik minimum yang tinggal di dalam luka.
7. Jaringan diperlukan secara halus agar jaringan menambah jaringan nekrotik dalam luka.
8. Diberikan secara komplit dengan memakai pisau untuk meratakan pinggir luka yang compang
camping, mengangkat jaringan yang sudah diragukan vitalitasnya, mengangkat benda asing
sampai tidak ada yang tertinggal.
3. Pemberian antitoksin tetanus
Antitoksin tetanus pada dasarnya ada 2
a. Heterologous antitoksin
b. Tetanus immun Globulin (human)
Heterologous antitoksin (ATS) diambil dari serum kuda yang telah divaksinasikan sebelumnya.
Jadi mengandung protein kuda (protein asing) dan pemberian kedua dan seterusnya menimbulkan
reaksi sensitivity yang hebat sampai dapat terjadi anafilaktik shock. Oleh sebab itu sebelum
pemberian perlu ditest lebih dahulu.
Tetanus Immun Globulin (human)
Diambil dari serum manusia. Dalam perdagangan bermacam macam nama seperti Hu-Tet,
Hyper-Tet, Homo-Tet dan sebagainya. Jenis ini jarang sekali menimbulkan reaksi hipersensitivity,
kalau ada sangat ringan antitoksin diberikan harus dengan indikasi yang jelas.

Indikasi pemberian antitoksin tetanus adalah :


1. Luka yang kotor atau tetanus proma wound yang terjadi pada orang yang belum pernah
mendapat immunisasi aktif, atau orang itu dengan proteksi tetanus persial.
2. Pengobatan pasien dengan tetanus.
Dosis pemberian tetanus immuno-globulin (human) untuk profilaksis adalah :
-

Orang dewasa

Anak di atas 10 tahun

Anak 5 10 tahun

Anak di bawh\ag 5 tahun

:
:

250 u 500 u

250 u
:

125 u

75 u

Tetanus immuno-globulin (human) ini bertahan dalam darah selama 1 bulan. Untuk pengobatan
penderita tetanus diberikan dosis 3000 6000 unit intra muskuler pada otot gluteus, sebagian
diinfitrasikan sekitar luka.
Antitoksin serum kuda (ATS) diberikan bila human antitoksin tidak ada, dosisnya untuk
profilaksis 1500 3000 unit bagi orang dewasa, anak anak sesuai umur. ATS bertahan dalam
darah 7 14 hari. Untuk pengobatan penderita tetanus dosis ATS adalah 20.000 40.000 unit.
Antitoksin untuk profilaksis diberikan secara simultan dengan vaksin tetanus tetapi dengan spuit
dan jarum yang berbeda, juga tempat penyuntikan harus berbeda, gunanya agar jaringan terjadi
aglutinasi antara keduanya.
Grafik titer antitoksin dalam serum sesudah pemberian toksoid saja, antitoksin saja, toksoid dan
antitoksin secara simultan.
Pemberian

1.

Toksoid saja

2.

Antitoksin saja

3.

Toksoid dan antitoksin

4.

Pemberian antibiotika dan identifikasi catatan medis emergency

Pasien dengan luka haruslah ditanyakan dan dicatat :

1.

Sudah pernahkah pasien mendapat immunisasi aktif terhadap tetanus ?

2.

Kalau sudah pernah kapan didapatkan ?

3.

Adakah reaksi terhadap tetanus toksoid itu ?

4.

Perlukah orang itu diberikan antitoksin ?

5.

Pemberian antibiotika penicilin atau tetrasiklin selama 5 hari.

INDIKASI IMMUNISASI
DATA VAKSINASI
LUKA BERSIH
LUKA KOTOR
Tetanus Toksoid
Tetanus Antitoksin
Tetanus Toksoid
Tetanus Atoksin
Tidak pernah mendapat vaksinasi atau tidak diketahui
Ya
Tidak
Ya
Ya
Satu kali mendapat vaksinasi tetanus
Ya
Tidak
Ya

Ya
Dua kali mendapat vaksinasi tetanus
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tiga kali mendapat vaksinasi tetanus
Tidak/Ya
Tidak
Tidak/Ya
Tidak/Ya
C. Mengobati penderita tetanus dengan perawatan intensif secara multidisipliner. Setelah D/
ditegakkan ditentukan klasifikasi penyakit apakah ringan, sedang atau berat. Klasifikasi ini
sebagai dasar untuk menentukan pegangan klinik dan penangan pernafasan dan kardiovaskuler
sebagai komplikasi penyakit ini. Tetanus ringan ditangani secara konservatif, tetanus sedang dan
berat di tangani dengan intubasi endotrakheal dan / atau trekhostomi selama pemberian positif
pressure ventilasi. Segera setelah diagnosa ditegakkan pasien dibawa ke ruangan intensif di mana
personelnya telah trampil menangani problem pernafasan dan resusitasi jantung. Diberikan obat
obat untuk mencegah kejang, diberikan antitoksin tetanus, sebaiknya tetano immun globutin
(human), bila terpaksa baru diberikan ATS.
Debridement luka dilakukan 1 2 jam setelah pemberian antitoksin, guna mencegah bertambah
banyak neurotoksin tetanospasmin yang lepas dan terikat pada susunan saraf pusat. Perlu diingat
bahwa neurotoksin tetanospasmin yang telah terikat pada susunan saraf pusat tidak dapat
dinetralisir lagi.
Pemberian antibiotika, menjaga pernafasan, penanganan kardiovaskuler, perawatan, lancarnya
pasage usus, penanganan metabolisme dan makan. Beberapa buku masih menyatakan perawatan
penderita dalam kamar gelap. Sebetulnya halnitu lebih banyak ruginya daripada untung,
bagaimana perawatan yang benar dapat dilaksanakan dalam kamar yang gelap di man harus
memasang alat dan pengawasan yang ketat.
Apakah penderita perlu dirawat dalam kamar isolasi ? Sebetulnya tidak perlu karena spora ada di

mana mana sekitar kita, bukan luka penderita tetanus itu.


multidisipliner.

Jelas penangan penderita harus

Pemberian Antibiotika. Obat pilihannya adalah penisilin, dosis yang diberikan untuk orang dewasa
adalah sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM, selama 5 hari, sedng untuk anak-anak adalah sebesar 50.000
IU/KgB/hari, dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas. Sebelumnya dilakukan skin test dan di
observasi dengan baik. Bila penderita alergi terhadap penisilin, dapat diberikan tetrasiklin. Dosis
pemberian tetrasiklin pada orang dewasa adalah 4500 mg/hari, sedangkan untuk anak-anak
adalah 40 mg/KgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis. Begitupun Metronidazol 3 x 1 gram IV.
5.
Penanggulangan kejang. Dahulu dilakukan isolasi karena suara dan cahaya dapat
menimbulkan serangan kejang. Saat ini prinsip isolasi sudah ditinggalkan, karena dengan
pemberian anti kejang yang memadai maka kejang dapat dicegah. Pemberian midazolam 2-3
mg / jam. Dan Diazepam 0,2-0,5 mg/kg BB diberikan bila terjadi kejang secara IV.
Perawatan penunjang. Yaitu dengan tirah baring; diet per sonde, dengan asupan sebesar 2000
kalori/hari untuk orang dewasa, dan sebesar 100 kalori/KgBB/hari untuk anak-anak; bersihkan
jalan nafas secara teratur;berikan cairan infus dan oksigen;awasi dengan seksama tanda-tanda
vital.
Pencegahan komplikasi. Mencegah anoksia otak dengan pemberian anti kejang, sekaligus
mencegah laringospasme, jalan nafas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi atau lakukan
trakeotomi berencana, pemberian oksigen. Mencegah pneumonia dengan membersihkan jalan
nafas yang teratur, pengaturan posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika. Mencegah
fraktur vertebra dengan pemberian antikejang yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA

Sumiardi Karakata, Bob Bachsinar; Bedah Minor, edisi 2,J akarta : Hipokrates,1995

Ismael Chairul ; Pencegahan dan Pengelolaan Tetanus dalam bidang bedah : UNPAD, 2000

Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2001, 49- 51.

Anda mungkin juga menyukai