Anda di halaman 1dari 3

PERKEMBANGAN INDUSTRIAL PACKAGING

(SUMMARY)
Indonesia merupakan produsen kemasan terbesar di Asia Tenggara, baik
untuk produk kertas, kaleng, dan kemasan plastik kosong. Mayoritas negara
Asean berpotensi untuk dijajaki sebagai pasar, termasuk Filipina yang selalu
mengimpor kemasan dari Indonesia. Bahan baku yang digunakan untuk
membuat kemasan ini masih 50% impor, diperlukan kestabilan nilai tukar
Rupiah. Bila masih fluktuatif seperti tahun lalu, perkembangan industri ini akan
melambat.
Namun, asosiasi industri pengemasan menargetkan dapat tumbuh 8%
atau senilai Rp 80 triliun pada tahun 2016 dengan mengoptimalan keterlibatan
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) untuk memperluas pasar. Gambaran industri
tahun ini akan lebih menjanjikan ketimbang tahun lalu yang hanya bisa tumbuh
berkisar 3%-4%. Dengan adanya MEA ini, pangsa pasar untuk industri kemasan
akan meningkat menjadi 600 juta. Di Indonesia saat ini terdapat industri skala
kecil (seperti penggilingan beras sebanyak 8.302). Dengan pertumbuhan industri
skala kecil, menengah dan rumahan tersebut, prospek industri packaging juga
akan terus meningkat. Namun tantangannya, pelaku usah di sektor informal,
industri kecil, menengah dan industri rumahan belum menyadari sepenuhnya
peran packaging.
Mengingat tingginya angka persaingan di dunia bisnis, kualitas merupakan
hal utama yang harus menjadi prioritas, langkah ini merupakan upaya utama
untuk memberikan kepuasan kepada konsumen, agar tetap dapat menjaga
loyalitasnya kepada perusahaan.

Kualitas dari produk perusahaan ini salah

satunya dapat dilihat dari defect rate. Di bawah ini merupakan faktor-faktor
penyebab defect rate:

Dalam menjalankan setiap aktivitas produksi agar tetap dapat menjaga


costumer satisfaction, perusahaan manufaktur dapat melakukan implementasi
sistem-sistem yang bertujuan untuk menjaga mutu produksi. Total Quality

Management

(TQM)

merupakan

aktivitas

dari

fungsi

manajemen

secara

keseluruhan, yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan


tanggung jawab serta mengimplementasikannya melalui alat-alat, seperti
perencaaan kualitas, pengendalian kualitas, jaminan kualitas, dan peningkatan
kualitas. Berikut ini adalah keterkaitan implementasi TQM terhadap defect
produk:

Dalam penelitian Dinata dan Suwarto (2016), dari pengujian rank spearman yang
dilakukan pada labelling and packaging department PT Great Giant Pineapple
(GGP), disimpulkan terdapat pengaruh antara TQM dengan defect produk.
Lean manufacturing merupakan suatu sistem produksi yang menggunakan
energi dan pemborosan yang sangat sedikit untuk memenuhi apa yang menjadi
keinginan konsumen dengan tepat. Metode yang digunakan untuk implementasi
lean manufacturing adalah value stream mapping (VSM). VSM merupakan
sekumpulan dari seluruh aktivitas yang di dalamnya terdapat kegiatan yang
memberi nilai tambah dan yang tidak memberi nilai tambah yan dibutuhkan
untuk membawa produk melewati aliran-aliran utama, mulai dari raw material
hingga

sampai

ke

tangan

konsumen.

Dengan

VSM

perusahaan

dapat

mengeliminasi waste, mempersingkat lead time produksi, menekan biaya


produksi, meningkatkan kualitas dan produktivitasnya. Dari penelitian Setiyawan
et al. (2013) terhadap perusahaan kemasan, disimpulkan diperoleh penurunan
waktu produksi dari 138,4 menjadi 119,4 menit. Terjadi penurunan lead time
sebesar 13,7% dari waktu sebelum dilakukannya perbaikan. Urutan waste yang
sering terjadi pada proses produksi kantong pasted adalah defects, waiting,
unneccessary
processing,

inventory,

unneccessary

transportation,
motion,

overproduction,

environment

healthy

and

inappropiate
safety

and

underytilized people. Diketahui pula root cause pemborosan antara lain adalah:
operator

kurang

teliti

dalam

pembersihandan

setting,

downtime

mesin,

penempatan finished good yang kurang tepat, penanganan inspeksi yang


berulang

dan

kurangnya

maintenance mesin.

training

operator

produksi

dalam

penanganan

Penelitian yang dilakukan oleh Suwana et al. (2015) terhadap kemasan


galon CV Tirta Tamanbali dengan menggunakan Quality Function Deployment
(QFD). QFD adalah suatu metodologi terstruktur yang digunakan dalam proses
perencanaan

dan

pengembangan

produk

untuk

menetapkan

spesifikasi

kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengefaluasi secara sistematis


kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen.

Langkah

awal

yang

harus

dilakukan

dalam

QFD

adalah

mengindentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Kebutuhan dan keinginan


pelanggan dapat disebut dengan kepentingan pelanggan. Atribut dari produk ini
yang dianggap penting oleh responden adalah jernih, rasa, bau, ada/tidaknya
lumut, higienitas, distribusi, kekuatan kemasan, serta ramah lingkungan. Hasil
dari analisa tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk ini, pelanggan puas
dengan kandungan oksigen, dimineralisasi, jernih, bau, ada atau tidaknya lumut,
dan keterjangkauan untuk seluruh segmen pasar. Sedangkan, atribut yang
kurang memuaskan adalah jalur distribusi, kekuatan kemasan dan customer
care.
Pada

penelitian

Yani

et

al.

(2013),

dilakukan

penelitian

terhadap

Polyethylena Terephtalate (PET) pada produk minuman. Secara ringkas, kegiatan


pabrik kemasan PET dalam memproduksi botol PET menggunakan baku resin
PET. Kemasan botol PET dibuat dengan cara blow molding. Pada proses produksi
botol PET, limbah yang banyak dihasilkan adalah limbah padat yang berupa
preform dan botol PET yang tidak memenuhi standar. Preform dan botol PET
yang

tidak

memenuhi

standar

tersebut

akan

dijual

ke

iindustri

yang

membutuhkan, seperti produk rumah tangga dan tidak digunakan kembali


sebagai bahan baku produksi kemasan botol PET. Di Italia, beberapa jenis
kemasan PET berbagai volume, daoat digunakan kembali (refillable) hingga 15
kali, sedangkan btol gelas dapat mencapai 20-25 kali. Cemaran lingkungan yang
terjadi selama siklus hidup kemasan PET meliputi cemaran komponen fisik-kimia
(limbah udara, debu, kebisingan, limbah padat dan air limbah) dan komponen
ekonomi. Pada proses penanganan limbah kemasan, biaya yang dibutuhkan
untuk menangani limbah kemasan botol PET jauh lebih besar dibandingkan botol
gelas, hal ini dikarenakan banyaknya tahapan yang dibutuhkan untuk menangani
limbah botol PET. Tetapi harga jual limbah kemasan botol PET jauh lebih tinggi
dibandingkan kemasan botol gelas, yaitu sebesar Rp3.000,00/kg, sedangkan
limbah botol gelas hanya sebesar Rp1.000,00/kg. Hal tersebut dikarenakan
limbah kemasan botol PET lebih baik dibandingkan botol gelas.

Anda mungkin juga menyukai