Anda di halaman 1dari 13

ISSN : 1411-7703

e-ISSN : 2746-2625

PENGENDALIAN KUALITAS BOTOL KEMASAN DENGAN METODE


STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC)
THE APPLICATION OF STATISTICAL QUALITY CONTROL METHOD
TOWARD BOTTLE PACKAGING

Dinda Pratiwi1,*, Diana Ross Arief1


1)
Politeknik ATK Yogyakarta
Jl. Professor Doktor Wirjono Projodikoro, Glugo, Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55188, Indonesia
Dinda Pratiwi. 0896-7648-8030
dindapra98@gmail.com

ABSTRACT
The purpose of this study was to find out the application of quality control
using statistical tools to control the level of defects in the production of plastic bottle
packaging. Quality control analysis was carried out using the method of statistical
quality control (SQC) with tools such as check sheet, histograms, p control charts,
pareto diagrams and cause-effect diagrams. Based on production data obtained
during 15 days there was an average percentage of defects of 8.07% while the
tolerance limit set by the company was 3% of each production. The result of the
analysis using the p control chart showed that the production process was in an
uncontrolled state. The Pareto diagram shows that 80% of the most dominant
defects were caused by dented body and cracked neck defects. The cause of the
product defect was influenced by factors: human, method, machine and
environment. Therefore to reduce the level of product defect, the authors provide
suggestion for corrective actions.

Keywords: Plastic bottle packaging, Quality Control, Statistical Quality Control,


Product defects.

ABSTRAK
Studi ini dilakukan untuk mengetahui penerapan kontrol kualitas dengan
menggunakan alat statistik untuk mengontrol tingkat cacat dalam produksi
kemasan botol plastik. Analisis pengendalian kualitas dilakukan menggunakan
metode Statistical Quality Control (SQC) dengan alat-alat seperti lembar periksa,
histogram, peta kendali p, diagram pareto dan diagram sebab-akibat. Berdasarkan
data produksi yang diperoleh selama 15 hari terdapat persentase rata-rata cacat
8,07% sedangkan batas toleransi yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 3% per
produksi. Hasil analisis menggunakan peta kendali p menunjukkan bahwa proses
produksi dalam keadaan tidak terkendali. Diagram Pareto menunjukkan bahwa
80% cacat yang paling dominan disebabkan oleh cacat penyok dan leher retak.
Penyebab cacat produk dipengaruhi oleh faktor: manusia, metode, mesin dan
lingkungan. Oleh karena itu untuk mengurangi tingkat cacat produk, penulis
memberikan usulan berupa tindakan perbaikan.

63
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

Kata kunci: Kemasan botol plastik, Pengendalian kualitas, Statistical Quality


Control, Cacat produk
PENDAHULUAN
Indonesia sedang menyongsong industri 4.0 yang ditargetkan akan
berpengaruh pada Industri manufaktur. Perkembangan industri saat ini
mengalami banyak kemajuan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas,
terutama industri yang bersifat padat modal maupun padat teknologi
(Sofiani dan Hapsari, 2011). Salah satu industri yang mengalami kemajuan
terdapat pada bidang manufaktur. Industri manufaktur menjadi salah satu
sektor yang dapat diandalkan dalam revolusi industri 4.0. Hal ini
dikarenakan industri manufaktur merupakan sektor yang stabil dan menjadi
salah satu penompang perekonomian dunia dengan tingkat pertumbuhan
yang positif.
Pertumbuhan produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS)
pada triwulan I tahun 2019 naik sebesar 4,45% dibandingkan triwulan I
tahun 2018 sebesar 4,07%. Kenaikan sebesar 0,38% ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan industri manufaktur setiap tahunnya.
Adapun laju pertumbuhan pada IBS dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 6. Laju pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang


Sumber : Badan Pusat Statitik, 2019

Gambar 1. Menjelaskan perkembangan Industri Manufaktur Besar


dan Sedang dari tahun 2014 hingga triwulan I 2019. Kenaikan produksi IBS
ditopang oleh beberapa sektor seperti industri pakaian, industri tekstil,
industri pengolahan tembakau, industri karet, barang dari karet dan plastik
dan sebagainya (BPS, 2019).
Tahun 2018 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik tercatat
mengalami kenaikan pertumbuhan produksi sebesar 6,92% pertahun.
Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pada tahun 2017 sebesar 2,47% pertahun.
Naiknya permintaan dalam negeri menjadi salah satu penyebab naiknya

64
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

pertumbuhan nilai tambah industri pada triwulan I 2018. Namun, kenaikan


ini hanya pada kelompok Industri Besar dan Sedang (IBS) yang tercatat
naik sebesar 9,04% pertahun (Pusdatin Kemenperin, 2019). Oleh karena
itu, dalam menghadapi revolusi 4.0 dengan tingkat pertumbuhan industri
yang cukup tinggi, perusahaan kemasan plastik dituntut untuk tidak hanya
meningkatkan kuantitas produksinya melainkan juga dengan kualitas
produksinya. Menurut Chandradevi dan Puspitasari (2016) kualitas
merupakan kunci utama bagi suatu perusahaan, karena dengan kualitas
barang yang baik dapat dikatakan menjadi prestasi tersendiri bagi suatu
perusahaan dimata konsumen.
Dalam peningkatan kualitas suatu produk diperlukan suatu upaya
pengendalian kualitas. Menurut Ilham (2012) pengendalian kualitas yang
dilakukan oleh perusahaan dapat menghindari produk rusak yang akan
diterima oleh konsumen sehingga, dapat meningkatkan kepercayaan
pelanggan maupun konsumen terhadap kinerja perusahaan. Selain itu,
pengendalian kualitas dilakukan guna menekan jumlah produk yang cacat
atau rusak seminimal mungkin.
Melihat arti pentingnya pengendalian kualitas bagi suatu
perusahaan, maka penulis tertarik untuk mengkaji mengenai pengendalian
kualitas yang terdapat pada salah satu perusahaan kemasan plastik di
Bogor, Jawa Barat. Adanya keluhan pelanggan berupa pengembalian
produk cacat dari pelanggan pada salah satu produk botol kemasan
menunjukan bahwa proses pengendalian kualitas yang dilakukan oleh
perusahaan belum maksimal. Hal ini dikarenakan, perusahaan kurang
selektif dalam proses pengendalian kualitas baik saat proses produksi
maupun saat pemeriksaan terhadap produk. Oleh karena itu, penulis
melakukan studi terhadap pengendalian kualitas dengan menggunakan
metode Statistical Quality Control (SQC) pada produk botol kemasan.
Metode Statistical Quality Control (SQC) merupakan teknik
penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan,
menganalisis, mengelola, memperbaiki produk dan proses menggunakan
metode-metode statistik (Bakhtiar dkk., 2013). Dengan menggunakan
metode SQC, penulis menganalisis jenis-jenis cacat yang terdapat pada
produk botol kemasan, mengelola data serta memberikan usulan tindakan
perbaikan sebagai bahan masukan bagi perusahaan.

MATERI DAN METODE


Materi pada studi ini yaitu produk botol kemasan dengan material
plastik jenis polyethylene terephthalate (PET). Menurut Widiyatmawan
(2007), penggunaan material PET untuk botol kemasan dikarenakan
karateristik PET memiliki struktur kristalin, hasil cetakan dari material PET
sangat ulet, tidak mudah pecah, tahan gores serta memiliki tingkat
65
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

keringanan yang baik. Secara visual botol kemasan yang dibuat dari
material HDPE terlihat buram atau tidak transparan dan untuk material PC,
struktur yang ada didalam material PC dapat membuat sifat transparan.
Sedangkan untuk material PET memiliki sifat kedua material tersebut yaitu
dapat dibuat transparan maupun buram. Pengambilan data produksi botol
kemasan dilakukan selama 15 hari menggunakan check sheet. Jumlah
produksi sebanyak 21600 buah menghasilkan cacat produk sebanyak 1744
buah. Jenis cacat produk yang terjadi diantaranya bahu keras, penyok,
leher retak, dan konstriksi leher.
Metode yang digunakan dalam analisis pengendalian kualitas botol
kemasan yaitu dengan menggunakan metode pengendalian kualitas secara
statistik mencakup tiga kajian studi yaitu studi pendahuluan, studi lapangan
dan studi analisis. Studi pendahuluan dilakukan dengan mencari refrensi
melalui buku, jurnal dan sitasi lainnya yang berhubungan dengan objek
yang diteliti.

Start

Studi Pustaka:
1. Buku
Studi Pendahuluan 2. Jurnal

Studi Lapangan
Observasi

Penemuan
Tidak masalah
Uji kecukupan data
1
N1 > N
Pengumpulan
data 1

Ya
Analisa pengendalian
Studi Analisis kualitas dengan alat
bantu statistik

Kesimpulan dan saran

Finish

Gambar 7. Diagram alir penyelesaian masalah

66
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

Studi lapangan berupa obrservasi untuk mendapatkan perumusan masalah


kemudian dilakukan pengumpulan data selama 15 hari. Setelah itu dilakukan uji
kecukupan data untuk mengetahui jika data tersebut dapat diolah. Jika data
dinyatakan cukup, maka dilakukan studi analisis berupa pengolahan data
menggunakan alat bantu statistik yaitu histogram, peta kendali p, diagram pareto
dan diagram sebab-akibat. Tahapan penyelesaian masalah lebih lengkap
disajikan dalam bentuk diagram alir pada gambar 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil identifikasi cacat produk
Check sheet
Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan
penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah
barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang
dihasilkannya. Tujuan pembuatan check sheet adalah untuk mempermudah
proses pengumpulan data dan analisis (Fakhri, 2010). Data check sheet dapat
digunakan sebagai dasar untuk mengadakan analisis terhadap kualitas yang
dijelaskan pada tabel 1.

Tabel 1. Check Sheet Laporan Produksi Botol kemasan Selama 15 Hari


Periode Bulan April 2019
Jumlah Jenis Cacat (pcs)
Cacat Cacat
No Tanggal Produksi Bahu Leher Konstriksi
Penyok (pcs) (%)
(pcs) Keras Retak Leher
1 04 Apr 1200 8 15 56 1 80 6.67
2 05 Apr 2400 2 171 61 1 235 9.79
3 08 Apr 2700 26 116 64 3 209 7.74
4 09 Apr 1800 1 87 13 39 140 7.78
5 10 Apr 1500 11 55 28 41 135 9.00
6 11 Apr 1200 0 105 80 2 189 15.75
7 12 Apr 1200 17 32 7 0 56 4.67
8 15 Apr 1200 1 18 39 0 58 4.83
9 16 Apr 1200 10 23 2 0 35 2.92
10 19 Apr 1200 13 28 43 0 84 7.00
11 22 Apr 1200 2 25 56 0 83 6.92
12 23 Apr 1200 109 33 59 0 201 16.75
13 24 Apr 1200 2 5 33 0 40 3.33
14 25 Apr 1200 12 7 34 0 53 4.42
15 26 Apr 1200 21 33 92 0 146 12.17
Total 21600 237 753 667 87 1744 8.07

Sumber : Data Primer yang diolah, 2019


67
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

Pengujian kecukupan data


Untuk mengetahui data yang diperoleh telah mencukupi atau belum,
perlu dilakukan uji kecukupan data dengan menggunakan rumus:
(𝑍)2 𝑥 (p,¯ )𝑥 (1−p,¯ )

𝑁 = (𝑎)2
(1)
Dengan kriteria yang digunakan:
N’≤ N : Data telah mencukupi
N’ ≥ N : Data tidak mencukupi
Z = 95% = 1.96 ≈ 2 : Tingkat Keyakinan
α = 5% = 0.05 : Tingkat Ketelitian
Adapun perhitungan rata-rata cacat pada produk sebagai berikut:
∑ 𝑛𝑝
p,¯ = ∑𝑛
(2)
1744
p,¯ = 21600
Ket:
∑ 𝑛𝑝 : Jumlah total cacat
p,¯ = 0,0807 ≈ 0.081
∑𝑛 : Jumlah total Produksi

Berdasarkan data yang telah diolah, maka perhitungannya adalah :


(𝑍)2 𝑥 (p,¯ )𝑥 (1−p,¯ )

𝑁 = (𝑎)2
(2)2 𝑥 (0.081)𝑥 (1−0.081)
𝑁′ = (0.05)2
4 𝑥 (0.081)𝑥 (0.919)
𝑁′ = 0.0025
𝑁 ′ = 119.10

Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan bahwa N’ ≤ N yaitu 119.10


≤ 1744, artinya bahwa data atau sampel yang dikumpulkan telah
mencukupi.

Histogram
Untuk memudahkan dalam melihat lebih jelas cacat yang terjadi sesuai
dengan check sheet pada tabel 1 maka langkah selanjutnya adalah
membuat histogram. Data produk cacat tersebut disajikan dalam bentuk
grafik balok tinggi yang dibagi berdasarkan jenis cacatnya masing-masing.

68
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

800
753
700 667
600

Jumlah Cacat
500

400

300 237
200

100 87

0
Bahu Keras Penyok Leher Retak Konstriksi Leher

Jenis Cacat

Gambar 2. Histogram jenis cacat pada botol kemasan

Dari histogram yang telah ditunjukkan pada gambar 24 dapat dilihat


jenis cacat yang paling dominan disebabkan karena penyok dengan jumlah
cacat sebanyak 753 buah. Jumlah jenis cacat leher retak sebanyak 667
buah serta jenis cacat berupa bahu keras dan konstriksi leher berturut-turut
berjumlah 237 dan 87 buah.

Peta kendali
Tabel 1 check sheet laporan produksi botol kemasan menunjukkan
bahwa terdapat jumlah cacat yang melebihi batas toleransi cacat yang
ditetapkan perusahaan. Total rata-rata persentase cacat pada produksi
selama 15 hari sebesar 8.07% sedangkan batas toleransi persentase cacat
yang ditetapkan perusahaan sebesar 3% per produksi. Oleh karena itu,
akan dianalisis kembali untuk mengetahui sejauh mana cacat yang terjadi
masih dalam batas kendali statistik melalui grafik kendali. Peta kendali p
mempunyai manfaat untuk membantu pengendalian kualitas produksi serta
dapat memberikan informasi mengenai waktu pihak perusahaan akan
melakukan perbaikan kualitas. Peta kendali p ditunjukkan pada gambar 3.

0.18
1
1
0.16

0.14
1
0.12
Proportion

1 UCL=0.1043
0.10
_
0.08 P=0.0807

0.06
LCL=0.0571
1 1
0.04 1
1
1
0.02
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Sample (Hari ke-)


Tests are performed with unequal sample sizes.

Gambar 3. Peta kendali proporsi cacat selama 15 hari

69
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

Berdasarkan gambar 3 peta kendali p diatas dapat dilihat bahwa data


yang diperoleh tidak seluruhnya berada dalam batas kendali yang telah
ditetapkan. Terdapat sembilan titik yang berada diluar batas kendali dan
hanya enam titik yang berada didalam batas kendali, sehingga dapat
dikatakan bahwa proses tersebut tidak terkendali. Hal ini menunjukkan
terjadi penyimpangan yang tinggi dan pengendalian kualitas pada
perusahaan memerlukan adanya perbaikan karena adanya titik berfluktuasi
sangat tinggi dan tidak beraturan yang menunjukkan bahwa proses
produksi masih mengalami penyimpangan.

Diagram pareto
Menurut Fakhri (2010) dan Meliyana (2017) diagram pareto adalah
diagram yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengurutkan dan bekerja
untuk menyisihkan cacat yang paling dominan secara permanen untuk
peningkatan kualitas. Masing-masing jenis cacat harus diurutkan
berdasarkan jumlah cacat dari yang terbesar hingga yang terkecil dan
dibuat persentase kumulatifnya. Persentase kumulatif berguna untuk
menyatakan besarnya perbedaan yang ada dalam frekuensi kejadian
diantara beberapa permasalahan yang dominan. Jenis cacat diurutkan
berdasarkan jumlahnya terdapat pada tabel 2.

Tabel 2. Jumlah frekuensi cacat (berdasarkan urutan jumlahnya)


Persentase
No Jenis Cacat Jumlah Persentase
Kumulatif
1 Penyok 753 43.18% 43.18%
2 Leher Retak 667 38.25% 81.42%
3 Bahu Keras 237 13.59% 95.01%
4 Konstriksi Leher 87 4.99% 100%
Total 1744 100%

Tabel 2 mendiskripsikan jenis cacat yang telah diurutkan berdasarkan


jumlah cacat terbesar hingga terkecil. Selanjutnya, data tersebut dapat
disusun dengan sebuah diagram pareto seperti pada gambar 4 sebagai
berikut:

70
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

Gambar 4. Diagram pareto produksi botol kemasan selama 15 hari

Diagram sebab-akibat
Melalui diagram sebab-akibat pada gambar 5 dapat dijelaskan
bahwa cacat penyok merupakan cacat yang paling dominan. Faktor yang
paling banyak menyebakan cacat penyok terdapat pada mesin stretch blow
molding. Pengaruh setting time dan belum adanya parameter baku pada
temperatur lampu pemanas preform sehingga operator harus mencari
parameter yang standar setiap kali pergantian shift dan seringnya terjadi
kerusakan pada stretch rod seperi stretch rod yang bengkok bahkan bocor.
Menurut Mas’ud (2017) parameter yang berpengaruh terhadap kualitas
botol yaitu preblow pressure dan temperatur lampu preform.

Proses
Produksi

Selektor Baru
Inspeksi QC

P
Penyok
Terlalu mepet dengan bottom
Injection
Suhu Ruangan Molding Ujung stretch tidak radius
Panas Bocor
Stretch blow
molding
Blowing time
terlalu lama Belum ada parameter baku
Exhaust time
terlalu cepat Tidak ada ventilasi dalam
oven

Gambar 5. Diagram sebab akibat pada cacat penyok

71
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

Proses
Produksi

Selektor Baru
Inspeksi QC

Leher Retak
Perputaran holder terlalu cepat
Injection
Suhu Ruangan Molding Ring holder lepas
Panas
Stretch blow
Kotor
molding
MTC terlalu panas

Gambar 6. Diagram sebab akibat pada cacat leher retak

Sedangkan pada produksi preform dengan menggunakan mesin


injeksi,5injection speed yang terlalu cepat dan injection pressure yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan material yang diinjeksikan kedalam cavity mold
tidak merata dan menyebakan bagian bottom pada preform menjadi tipis
sehingga saat preform dtiup, botol menjadi penyok pada bagian body botol.
Penyebab dari faktor metode yaitu saat proses produksi dan
pemeriksaan QC. Tidak adanya penyortiran pada produk preform
menyebabkan banyaknya produk cacat yang lolos dan langsung ditiup
menjadi botol. Sedangkan pada saat pemeriksaan produk, inspektor QC
belum menerapkan SOP pemeriksaan QC yaitu tidak dilakukan titik kritis
pemeriksaan pada preform menggunakan alat PET & preform testing
instrument. Faktor manusia disebabkan oleh kurangnya kepedulian selektor
baru (karyawan baru) yang belum diberikan pelatihan tetapi sudah
melakukan pekerjaan sehingga karyawan baru kurang paham terhadap
kualitas produk botol. Adapun faktor lingkungan disebabkan oleh suhu
ruangan yang panas yang dikarenakan belum operasionalnya pemasangan
AC sehingga membuat selektor maupun operator merasa gerah dan tidak
konsentrasi dalam melakukan pekerjaan.
Dari gambar 6 diketahui bahwa cacat leher retak pada botol
disebabkan oleh faktor mesin, metode, manusia, dan lingkungan dengan
faktor utama terdapat pada mesin injeksi. Produk preform dengan bentuk
leher yang retak akan menyebakan preform pada saat ditiup menjadi botol
akan patah. Cooling time yang terlalu lama akan menyebabkan preform
menyusut terlebih dahulu pada saat didalam mold. Sehingga, pada saat
preform diejeksikan leher pada preform menjadi retak. Selain itu MTC (Mold

72
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

Temperature Control) yang terlalu panas dan mold kotor menjadi penyebab
leher retak.
Usulan tindakan perbaikan
Setelah mengetahui penyebab cacat pada produk botol kemasan
yang terjadi pada perusahaan, maka disusun suatu rekomendasi atas
usulan tindakan perbaikan secara umum dalam upaya menekan tingkat
persentase cacat produk sebagai berikut:

Faktor Manusia
Penyebab cacat dari faktor manusia disebabkan oleh kinerja dari
selektor baru (karyawan baru). Selektor baru kurang teliti dalam menyeleksi
produk cacat sehingga terdapat kelolosan produk cacat kedalam kardus
dan selektor baru kurang paham mengenai kualitas. Adapun upaya
perbaikan sebagai bahan masukan dari penulis yaitu memberikan pelatihan
kualitas kepada selektor secara berkala berupa pengetahuan mengenai
jenis-jenis cacat yang terdapat pada botol dan penanggulangan jika terjadi
cacat yang sama secara terus-menerus.

Faktor Metode
Faktor metode dibagi menjadi dua bagian yaitu pada saat proses
produksi dan pada saat pemeriksaan produk oleh inspektor QC. Pada
proses produksi preform, pihak perusahaan tidak menyediakan selektor
sehingga tidak ada penyortiran pada produk preform dan kurangnya
pengawasan dari operator. Sehingga banyak produk preform yang cacat
sebelum ditiup menjadi botol.
Sedangkan pada proses pemeriksaan (inspeksi) produk, Inspektor
QC belum menerapkan SOP pemeriksaan QC secara penuh. Pada saat titik
kritis pemeriksaan, inspektor QC tidak mengecek sampling preform dengan
menggunakan alat PET & preform testing instrument. Adapun upaya
perbaikan sebagai berikut:
Perusahaan sebaiknya memberikan penambahan tenaga selektor
pada bagian produksi preform, guna meminimalisir preform cacat pada saat
diproduksi menjadi botol. Inspektor QC memeriksa sampel preform
menggunakan alat PET & Preform testing instrument, untuk mengetahui
jenis cacat yang terdapat pada prefrom.

Faktor Mesin
Pada setiap jenis cacat memiliki penyebab faktor mesin yang
berbeda. Hal ini disebabkan karena parameter dan kondisi pada setiap
mesin akan mempengaruhi kualitas produk. Kualitas preform dipengaruhi
oleh parameter pada mesin injeksi seperti injection speed, injection
pressure, coolimg time, mold temperature control (MTC) serta kondisi dari
73
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

mold. Sedangkan kualitas botol dengan peniupan menggunakan mesin


strecth blow molding dipengaruhi oleh parameter setting time dan
temperature heater pada oven serta kondisi dari stretch rod. Adapun upaya
perbaikan pada faktor mesin yaitu:
1. Mencari parameter yang optimal pada proses injection molding
sehingga dapat memperbaiki cacat leher retak pada preform.
2. Belum adanya parameter baku pada mesin stretch blow molding,
sehingga perlu dibuat parameter baku pada mesin sebagai acuan untuk
produksi botol selanjutnya.
3. Dilakukan perbaikan stretch rod secara berkala karena stretch rod yang
bocor maupun tidak radius akan menyebabkan produk botol menjadi
penyok secara terus-menerus.

Faktor Lingkungan
Suhu ruangan yang panas dapat menyebabkan selektor kurang
fokus dalam melakukan pekerjaannya. Belum adanya operasional terhadap
pemasangan AC menyebabkan selektor hanya menggunakan kipas angin
dengan jumlah yang terbatas dan para selektor harus menggunakan
fasilitas tersebut secara bergantian. Penulis memberikan saran agar
pemasangan AC dapat segera beroperasi dengan baik.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, dapat diambil
kesimpulan mengenai permasalahan beserta dengan usulan tindakan
perbaikan diantaranya:
1. Jenis defect (cacat) yang mempengaruhi kualitas pada botol kemasan
yaitu penyok, leher retak, bahu keras dan konstriksi leher. Analisis
diagram sebab akibat mengidentifikasikan bahwa faktor penyebab
cacat pada produksi botol kemasan disebabkan oleh faktor manusia,
metode, mesin dan lingkungan kerja.
2. Penggunaan alat bantu statistik dengan peta kendali p dalam
pengendalian kualitas produk dapat mengidentifikasi bahwa kualitas
produksi botol kemasan pada perusahaan masih berada diluar batas
kendali. Rata-rata persentase cacat pada produksi selama 15 hari
sebesar 8.07%. Sedangkan toleransi persentase yang ditetapkan
perusahaan sebesar 3%.
3. Diagram pareto menunjukkan bahwa cacat yang paling mendominasi
yaitu penyok dan leher retak. Usulan tindakan perbaikan yang dilakukan
untuk mencegah cacat penyok yaitu perlu dilakukan perbaikan pada
stretch rod secara berkala. Untuk mencegah cacat leher retak dengan
Mencari parameter yang optimal pada proses injection molding
sehingga dapat memperbaiki cacat leher retak pada preform.
74
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)
ISSN : 1411-7703
e-ISSN : 2746-2625

DAFTAR PUSTAKA
BPS (Badan Pusat Statistik). 2019. Berita Resmi Statistik Edisi 2 Mei 2019.
https://www.bps.go.id/website/materi_ind/materiBrsInd-
20190502115806.pdf, diakses 04 Juli 2019.
Bakhtiar, S., Tahir, S., & Hasni, R.A. (2013). Analisa Pengendalian Kualitas
dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC),
Jurnal Malikussaleh Industrial Engineering, Vol.2, No.1, Hal 29-36.
ISSN 2302 934X.
Chandradevi, A., & Puspitasari, N.B. (2016). Analisa Pengendalian Kualitas
Produksi Botol X 500ml pada PT. Berlina Tbk dengan Menggunkan
Metode New Seven Tools. (Skripsi). Universitas Diponegoro,
Indonesia.
Fakhri, F. A. (2010). Analisis Pengendalian Kualitas Produksi di PT.
Masscom Graphy dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan
Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik. Skripsi. Universitas
Diponegoro, Indonesia.
Ilham, M. N. (2012). Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan
Menggunakan Statistical Processing Control (SPC) pada PT.
Bosowa Media Grafika (Tribun Timur). Skripsi. Universitas
Hasanuddin Makassar, Indonesia.
Kementerian Perindustrian, 2019, Analisis Perkembangan Industri Edisi I-
2019 http://www.kemenperin.go.id/download/21653/Laporan-
Analisis-Perkembangan-Industri-Edisi-I-2019, diakses 24 Juli 2019.
Mas’ud, M. (2017). Optimasi Proses Mesin Stretch Blow Molding Pada Botol
600ml dengan Metode RSM (Response Surface Methodology) Studi
Kasus di PT. Uniplastindo Interbuana. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin,
Vol.18, No.1, Hal 15-23, ISSN: 1411-4348.
Meliyana, H. (2017). Analisis Pengendalian Kualitas Produk Air Dalam
Kemasan (AMDK) Merek Great pada PT. Trijaya Tirta Dharma di
Bandar Lampung. Univuersitas Lampung, Indonesia.
Sofiani, F., & Hapsari, V. W. (2011). Prancangan Pabrik Polipropilen dari
Propilen dengan Proses Sheripol Kapasitas 200.000 Ton/Tahun.
(Skripsi) Universitas Sebelas Maret, Indonesia.
Widiyatmawan, Y. D. (2007). Penanganan Proses Polyethylene
Terephthalate (PET) dengan Metode Analisa Statistik pada Injection
Stretch Blow Molding (ISBM). (Skripsi). Universitas Mercu Buana,
Indonesia.

75
Majalah Kulit Politeknik ATK Yogyakarta, Vol. 20, Edisi 1 (2021)

Anda mungkin juga menyukai