Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH SINGKAT NABI MUHAMMAD SAW

1. Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Di kala umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke
dunia dari keluarga yang sederhana, di kota Mekah, seorang bayi yang kelak membawa
perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia. Bayi itu yatim, bapaknya yang bernama
Abdullah meninggal 7 bulan sebelum dia lahir. Kehadiran bayi itu disambut oleh datuknya
Abdul Muththalib dengan penuh kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawanya ke kaki
Ka'bah. Di tempat suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad, suatu nama yang belum
pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para ahli, kelahiran Muhammad itu pada
tanggal 12 Rabiul awal tahun Gajah atau tanggal 20 April tahun 571 M.

Dalam Surat Al Fiil ( gajah ) tersebut di ceritakan bahwa suatu pasukan tentara orang
Nasrani yang kuat di bawah pimpinan Abrahah, dari kerajaan Habasyah ( Ethiopia )
bermaksud hendak menyerang kota Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah, dengan harapan
jika sudah dihancurkan, maka orang akan mengunjungi tempat ibadah yang sudah
dibuatnya. Dengan mengendarai gajah, ia dan ribuan pasukannya siap menghancurkan
Ka’bah. Namun dengan kehendak Allah SWT, pasukan bergajah tersebut di hancurkan oleh
burung ababil yang membawa butiran batu panas dari neraka Sijjil sehingga Abrahah
bersama bala tentaranya lenyap menjadi debu. Saat kekalahan pasukan Abrahah tersebut,
bersamaan dengan lahirlah Nabi Muhammad SAW di kota Mekkah.

Oleh karena pasukan itu mempergunakan gajah, karena orang Arab menamakan bala
tentera itu pasukan bergajah, sedang tahun terjadinya peristiwa ini disebut Tahun Gajah.

Nabi Muhammad SAW. adalah keturunan dari Qushai pahlawan suku Quraisy yang berhasil
menggulingkan kekuasaan Khuza’ah atas kota Mekah. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul
Muththalib bin Hashim bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murr’ah dari golongan Arab
Bani IsmaiL Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin
Murrah, di sinilah silsilah keturunan ayah dan ibu Nabi Muhammad SAW. bertemu. Baik
keluarga dari pihak bapak maupun dari ibu keduanya termasuk golongan bangsawan dan
terhormat dalam kalangan kabilah-kabilah Arab.

Sudah menjadi kebiasaan pada orang-orang Arab kota Mekah, terutama pada orang-orang
yang tergolong bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita
badiyah (dusun di padang pasir) agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa yang bersih,
terhindar dari penyakit-penyakit kota dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan
bahasa yang murni dan fasih. Demikianlah halnya Nabi Muhammad s.a.w. beliau diserahkan
oleh ibunya kepada seorang perempuan yang baik, Halimah Sa’diyah dari Bani Sa’ad kabilah
Hawazin, tempatnya tidak jauh dari kota Mekah. Di perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi
Muhammad s.a.w. diasuh dan dibesarkan sampai berusia lima tahun.

2. Kematian Ibu dan Datuk

Sesudah berusia lima tahun, Muhammad SAW. dihantarkannya ke Mekah kembali kepada
ibunya, Situ Aminah. Setahun kemudian, iaitu sesudah ia berusia kira-kira enam tahun,
beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah, bersama-sama dengan Ummu Aiman, sahaya
peninggalan ayahnya. Maksud membawa Nabi ke Madinah, pertama untuk
memperkenalkannya kepada keluarga neneknya Bani Najjar dan kedua untuk menziarahi
makam ayahnya. Maka di situ diperlihatkan kepadanya rumah tempat ayahnya dirawat di
waktu sakit sampai meninggal, dan pusara tempat ayahnya dimakamkan. Agaknya
mengharukan juga cerita Aminah kepada anaknya tentang ayahnya itu; demlkian
terharunya, sehingga sampai sesudah ia diangkat menjadi Rasul dan sesudah Ia berhijrah ke
Madinah, peristiwa itu sering disebut-sebutnya.

Mereka tinggal di situ kira-kira satu bulan, kemudian pulang kembali ke Mekah. Dalam
perjalanan mereka pulang, pada suatu tempat, Abwa’ namanya tiba-tiba Aminah jatuh sakit
sehingga meninggal dan dimakamkan di situ juga. (Abwa’ ialah nama sebuah desa yang
terletak antara Madinah dan Juhfah, kira-kira sejauh 23 mil di sebelah selatan kota
Madinah).

Dapatlah dibayangkan betapa sedih dan bingungnya Muhammad SAW. menghadapi bencana
kemalangan atas kematian ibunya itu. Baru beberapa hari saja ia mendengar cerita ibunya
atas kematian ayahnya yang telah meninggalkannya ketika Muhammad SAW. dalam
kandungan. Sekarang ibunya telah meninggal pula di hadapan matanya sendiri, sehingga ia
sudah tinggal sebatang kara, menjadi seorang yatim-piatu, tiada berayah dan tiada beribu.

Setelah selesai pemakaman ibundanya, Nabi Muhammad SAW segera meninggalkan


kampung Abwa’ kembali ke Mekah dan tinggal bersama-sama dengan datuknya Abdul
Muththalib.

Di sinilah Nabi Muhammad SAW. diasuh sendiri oleh datuknya dengan penuh kecintaan.
Usia Abdul Muththalib pada waktu itu mendekati 80 tahun. Dia adalah seorang pemuka
Quraisy yang disegani dan dihormati oleh segenap kaum Quraisy pada umumnya, dan
penduduk kota Mekah pada khususnya. Demikian penghormatan bagi kedudukannya yang
tinggi dan mulia itu, sampai anak-anaknya sendiri tidak ada yang berani mendahului
menduduki tikar yang disediakan khusus baginya di sisi Ka’abah.

Disebabkan kasih sayang datuknya, Abdul Muththalib, Muhammad SAW. dapat hiburan dan
dapat melupakan kemalangan nasibnya kerana kematian ibunya. Tetapi, keadaan ini tidak
lama berjalan, sebab baru saja berselang dua tahun ia merasa terhibur di bawah asuhan
datuknya, orang tua yang baik hati itu meninggal pula, dalam usia delapan puluh tahun.
Muhammad SAW. ketika itu baru berusia delapan tahun. Meninggalnya Abdul Muththaiib
itu, bukan saja merupakan kemalangsn besar bagi Muhammad SAW. tetapi juga merupakan
kemalangan dan kerugian bagi segenap penduduk Mekah. Dengan meninggalnya Abdul
Muththalib itu, penduduk Mekah kehilangan seorang pembesar dan pemimpin yang cerdas,
bijaksana, berani dan perwira yang tidak mudah mencari gantinya.

Sesuai dengan wasiat Abdul Muththalib, maka Nabi Muhammad SAW. diasuh oleh pak
ciknya Abu Thalib. Kesungguhan dia mengasuh Nabi serta kasih sayang yang dicurahkan
kepada anak saudaranya ini tidaklah kurang dari apa yang diberikannya kepada anaknya
sendiri. Selama dalam asuhan datuk dan pak ciknya, Nabi Muhammad menunjukkan sikap
yang terpuji dan selalu membantu meringankan kehidupan mereka.

3. Pengalaman-Pengalaman Penting Nabi Muhammad SAW

Ketika berumur 12 tahun. Nabi Muhammad SAW. mengikuti pak ciknya Abu Thalib
membawa barang dagangan ke Syam. Sebelum tiba di kota Syam, baru sampai ke Bushra,
bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang pendeta Nasrani yang alim, “Buhaira”
namanya. Pendita itu melihat ada tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad SAW. Maka
dinasihatilah Abu Thalib agar segera membawa anak saudaranya itu pulang ke Mekah,
sebab dia khuatir kalau-kalau Muhammad SAW. ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti
akan menganiayanya. Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke
Mekah.

Nabi Muhammad SAW, sebagaimana biasanya pada masa kanak-kanak itu, dia kembali
kepekerjaannya mengembala kambing- kambing keluarga dan kambing penduduk Mekah
yang lain yang diamanahkan kepadanya. Pekerjaan rnengembala kambing ini membuahkan
didikan yang amat baik pada diri Nabi, kerana pekerjaan ini memerlukan keuletan,
kesabaran dan ketenangan serta ketrampilan dalam tindakan.

Di waktu Nabi Muhammad SAW. berumur 15 tahun terjadilah peristiwa yang bersejarah
bagi penduduk Mekah, iaitu kejadian peperangsn antara suku Quraisy dan Kinanah di satu
pihak, dengan suku Qais ‘Ailan di lain pihak. Nabi Muhammad SAW. ikut aktif dalam
peperangan ini memberikan bantuan kepada pak cik-pak ciknya dengan menyediakan
keperluan peperangan.

Peperangan ini terjadi di daerah suci pada bulan-bulan suci pula yaitu pada bulan
Zulqaedah. Menurut pandangan bangsa Arab peristiwa itu adalah pelanggaran terhadap
kesucian, kerana melanggar kesucian bulan Zulqaedah, sebenarnya dilarang berkelahi,
berperang menumpahkan darah oleh kerana demikian perang tersebut dinamakan Harbul
Fijar yang artinya perang yang memecahkan kesucian.

Semenjak wafatnya Abdul Muththalib, kota Mekah mengalami kemerosotan. Ketertiban kota
Mekah tidak terjaga. Keamanan harta benda, diri peribadi tidak mendapat jaminan. Orang-
orang asing rnenderita segala macam pemerasan terang-terangan. Kadang-kadang mereka
dirampok bukan saja barang dan harta bendanya, akan tetapi juga isteri dan anak
perempuannya. Perbuatan-perbuatan yang demikian membawa suasana Mekah kacau dan
genting. Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut akan merugikan penduduk Mekah sendiri
(Quraisy). Akhirnya timbullah keinsafan di kalangan pemimpin-pemimpin Quraisy untuk
rnemulihkan kembali ketertiban kota Mekah itu. Maka berrkumpullah pemukapemuka dari
Bani Hasyim, Bani Muththalib. Bani Asad bin 'Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab dan Bani Tamim
bin Murrah. Dalam pertemuan ini pemimpin-pemimpin Quraisy mengangkat sumpah;
bahawa tidak seorang pun yang akan teraniaya lagi di kota Mekah baik oleh penduduknya
sendiri ataupun orang lain. Barang siapa yang teraniaya, dia harus dibela bersama-sama.
Demikianlah isi dari sumpah itu yang dalam sejarah disebut Halful fuddhul. Nabi
Muhammad s.a.w sendiri mengatakan sesudah rnenjadi Rasul bahwa dia menyaksikan
pertemuan paman-paman beliau itu di rumah Abdullah bin Juda’an, di waktu berusia
belasan tahun.

Hasil pertemuan pemuka-pemuka Quraisy itu membawa perubahan yang baik bagi kota
Mekah hingga kota ini kembali aman dan selanjutnya memegang peranan penting dalam
sejarah perkembangan bangsa Arab.

Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad SAW. mulai berusaha sendiri dalam
penghidupannya. Kerana dia terkenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya bernama
Siti Khadijah mempercayai beliau untuk membawa barang dagangan ke Syam. Dalam
perjalanan ke Syam beliau ditemani oleh seorang pembantu Siti Khadijah yang bernama
Maisarah. Setelah selesai menjual belikan barang dagangan di Syam, dengan memperoleh
untung yang banyak, mereka pun kembali ke Mekah. Sesudah Nabi Muhammad Saw. pulang
dari perjalanan ke Syam itu, datanglah lamaran dari pihak Siti Khadijah kepada beliau, lalu
beliau menyampaikan hal itu kepada pamannya. Setelah tercapai kata sepakat, perniikahan
pun dilangsungkan. Pada waktu itu umur Nabi lebih kurang 25 tahun sedang Siti Khadijah
lebih kurang 40 tahun.

Perkawinan itu telah memberi Muhammad SAW. ketenangan dan ketenteraman.


Muhammad saw. memperoleh cinta kasih yang tulus dari seorang perempuan yang
kemudian hari merupakan orang yang pertama mengakui kerasulannya dan sentiasa siap
sedia menyertai dia dalam segala penderitaan dan kesusahan dengan pengorbanan harta
sekalipun.

Nama Nabi Muhammad SAW. bertambah popular di kalangan penduduk Mekah, sesudah
beliau rnendamaikan pemuka-pemuka Quraisy dalam sengketa mereka memperbarui
bentuk Ka’bah. Pada permulaannya mereka nampak bersatu dan bergotong-royong
mengerjakan pembaharuan Ka’bah itu. Tetapi ketika sampai kepada peletakan Batu Hitam
(Al Hajarul Aswad) ke tempat asalnya, terjadilah perselisihan sengit antara pemuka-pemuka
Quraisy. Mereka masing-masing merasa berhak untuk mengembalikan batu suci itu ke
tempat asalnya semula. Akhirnya disepakati yang akan menjadi hakim adalah orang yang
pertama datang dan pada saat yang kritis ini, datanglah Muhammad SAW. yang disambut
dan segera disetujui mereka. Maka diambilnyalah sehelai kain, lalu dihamparkannya dan Al
Hajarul Aswad diletakkannya di tengah-tengah kain itu. Kemudian disuruhnya tiap-tiap
pemuka golongan Quraisy bersama-sama mengangkat tepi kain ke tempat asal Al Hajarul
Aswad itu. Ketika sampai ke tempatnya, maka batu hitam itu diletakkan dengan tangannya
sendiri ke tempatnya. Dengan demikian selesailah persengketaan itu dengan membawa
kepuasan pada masing-masing golongan. Pada waktu kejadian ini usia Nabi sudah 35 tahun
dan dikenal dengan nama “Al-Amin” atau yang dipercayai.

4. Pengangkatan nabi sebagai rasul

a. Surah Al-Alaq

Menjelang usianya yang ke-40, Nabi Muhammad SAW sering berkhalwat (menyendiri) ke
Gua Hira, sekitar 6 km sebelah timur kota Mekah. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan
beribadah disana. Suatu ketika, pada tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ia melihat
cahaya terang benderang memenuhi ruangan gua itu. Tiba-tiba Malaikat Jibril muncul di
hadapannya sambil berkata, "Iqra' (bacalah)." Lalu Muhammad SAW menjawab, "Mâ anâ bi
qâri' (saya tidak dapat membaca)." Mendengar jawaban Muhammad SAW, Jibril lalu
memeluk tubuh Muhammad SAW dengan sangat erat, lalu melepaskannya dan kembali
menyuruh Muhammad SAW membaca. Namun setelah dilakukan sampai 3 kali dan
Muhammad SAW tetap memberikan jawaban yang sama, Malaikat Jibril kemudian
menyampaikan wahyu Allah SWT pertama, yang artinya:

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Menciptakan. Ia menciptakan manusia


dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang Paling Pemurah. yang mengajar
(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya." (QS. 96: 1-5)

Saat itu Muhammad SAW berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun
kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut
perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Dengan turunnya 5
ayat pertama ini, berarti Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT sebagai rasul.

Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tsb, dengan rasa ketakutan dan cemas Nabi
Muhammad SAW pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah, "Selimuti aku, selimuti aku."
Sekujur tubuhnya terasa panas dan dingin berganti-ganti. Setelah lebih tenang, barulah ia
bercerita kepada istrinya. Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak
Nabi Muhammad SAW datang pada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang banyak
mengetahui kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Nabi
Muhammad SAW, Waraqah pun berkata, "Aku telah bersumpah dengan nama Tuhan, yang
dalam tangan-Nya terletak hidup Waraqah, Tuhan telah memilihmu menjadi nabi kaum ini.
An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadamu. Kaummu akan mengatakan
bahwa engkau penipu, mereka akan memusuhimu, dan mereka akan melawanmu.
Sungguh, sekiranya aku dapat hidup pada hari itu, aku akan berjuang membelamu.”

b. Surah Al Mudattsir
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu
agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (QS. 74: 1-7)

Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah SAW berdakwah. Mula-mula
ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga dan rekan-rekannya.
Orang pertama yang menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang
pertama kali masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, saudara
sepupunya yang kala itu baru berumur 10 tahun, sehingga Ali menjadi lelaki pertama yang
masuk Islam. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Baru
kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya,
dan Ummu Aiman, pengasuh Nabi SAW sejak ibunya masih hidup.

Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya,
seperti, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqas,
dan Talhah bin Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini, belasan orang telah masuk
Islam.

Setelah beberapa lama Nabi SAW menjalankan dakwah secara diam-diam, turunlah
perintah agar Nabi SAW menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia
mengundang kerabat karibnya dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia
menyampaikan ajarannya. Namun ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian
menolak dengan halus, sebagian menolak dengan kasar, salah satunya adalah Abu Lahab.

Langkah dakwah seterusnya diambil Nabi Muhammad SAW dalam pertemuan yang lebih
besar. Ia pergi ke Bukit Shafa, sambil berdiri di sana ia berteriak memanggil orang banyak.
Karena Muhammad SAW adalah orang yang terpercaya, penduduk yakin bahwa pastilah
terjadi sesuatu yang sangat penting, sehingga mereka pun berkumpul di sekitar Nabi SAW.

Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi SAW berkata, "Saudara-saudaraku, jika aku
berkata, di belakang bukit ini ada pasukan musuh yang siap menyerang kalian, percayakah
kalian?"
Dengan serentak mereka menjawab, "Percaya, kami tahu saudara belum pernah
berbohong. Kejujuran saudara tidak ada duanya. Saudara yang mendapat gelar al-Amin."
Kemudian Nabi SAW meneruskan, "Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini adalah seorang
nazir (pemberi peringatan). Allah telah memerintahkanku agar aku memperingatkan
saudara-saudara. Hendaknya kamu hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan selain
Allah. Bila saudara ingkar, saudara akan terkena azabnya dan saudara nanti akan menyesal.
Penyesalan kemudian tidak ada gunanya."

Tapi khotbah ini ternyata membuat orang-orang yang berkumpul itu marah, bahkan
sebagian dari mereka ada yang mengejeknya gila. Pada saat itu, Abu Lahab berteriak,
"Celakalah engkau hai Muhammad. Untuk inikah engkau mengumpulkan kami?"
Sebagai balasan terhadap ucapan Abu Lahab tsb turunlah ayat Al-Qur'an yang artinya:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api
yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. yang di lehernya ada
tali dari sabut. (QS. 111: 1-5)

5. Peristiwa yang terjadi pada saat memperjuangkan islam

a. Perang Badr

Perang Badr yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun musyrikin
Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian
yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini
berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.

Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang
terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan
semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal,
panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal,
tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi
tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu
sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123).

Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka
memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi
Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.

Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW
memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-
masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-
orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan
kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.

Tidak lama setelah perang Badr, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku
Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karena melihat kekuatan
Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.

Sesudah perang Badr, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang
berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.

b. Perang Uhud
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena
keinginan balas dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam perang Badr.
Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta
dan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara
mereka memakai baju besi.
Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang.

Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh
lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh
Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta
peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka
dalam keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan
musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan balik. Tanpa
konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. Mereka terjepit, dan satu per
satu pahlawan Islam berguguran.
Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita
tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita ini membuat
mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu.

Perang Uhuh ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.

c. Perang Khandaq

Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah
melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan
masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa
suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah
SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang
terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.

Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan
di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah
menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu
diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah
pimpinan Ka'ab bin Asad.

Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan
mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada
malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan
kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan
pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.

6. Keteladanan Rasullullah Shollalloohu’alaihiwasallam

Kita harus selalu meningkat dalam bersyukur kita kepada Alloh, karena hanya dengan
fadlol dan rahmat-Nya kita dijadikan sebagai ummat Kakasih-Nya Nabi Muhammad
Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) tanpa adanya permohonan sebelumnya;

Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) adalah satu-satunya pemimpin bangsa/ummat


yang dibilang paling sakses dalam pelaksanaan tugas mulianya yaitu membangun jiwa dan
moral ummat manusia. Modal utama Beliau dari segi lahiriyah adalah “Keteladanan” yang
tampak di segala bidang, baik lahiriyah maupun batiniyahnya;

Kita berkeyakinan bahwa fungsi Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) diutus tidak
hanya sebatas sebagai pembawa dan penyalur amanat Risalah saja. Melainkan Beliau
(Shollallohu ‘alaihi wasallam) diamanati berbagai macam tugas yang berat namun mulia
‘INDALLOH Kalau dicermati mayoritas tugas dan fungsi Beliau tidak untuk pribadi dan
keluarga-nya, melainkan untuk mengentaskan ummatnya dari jurang kenistaan kepada
keselamatan dan kebaha-giaan. Sehingga apapun yang diperoleh dan dilakukan oleh Beliau
sebagai keteladanan yang patut bahkan harus diteladani dan diikuti oleh seluruh
ummatnya. Di sini akan disinggung sebagian dari keteladanan Beliau (Shollallohu ‘alaihi
wasallam) antara lain :

1. Sebagai Pembawa Rahmat Bagi Seluruh Ummat

Firman Alloh Ta’ala : “Dan tiada AKU mengutus Engkau Muhammad, melainkan sebagai
rahmat bagi seluruh alam” (21-Al-Anbiya:107)

Sehubungan dengan fungsi Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) sebagai pem-bawa rahmat
bagi seluruh ummat, maka da’wah, perhatian dan kepedulian Beliaupun ditujukan kepada
seluruh ummat (‘alamiin). Tanpa pandang bulu;

2. Sebagai pengentas ummat dari kegelapan syirik menuju cahaya kesadaran


kepada Alloh.

Firman Alloh : Alif Lam Roo. (Ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia dari kagelapan (kufur/syirik) ke arah cahaya terang benderang
(islam/iman) dengan idzin Tuhan mereka (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa
lagi Maha Terpuji” (Q.S. 14 Ibrahim : 1)

Karena pengentasan ummat dari lembah kemusyrikan adalah termasuk hal yang sangat
prinsip maka yang Belaiu usahakan/perjuangkan pertama kali adalah menanamkan
ketauhidan kepada Alloh Yang Maha Esa (Kesadaran BILLAH) sebelum memberikan aturan
syari’at islamiyah;

3. Sebagai Pembawa tatanan hidup yang benar dan diridhoi oleh Allah

Firman Allah : “Dan apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; ….” (Q.S. 59 Al-Hasyr : 7)

4. Sebagai Panutan / teladan bagi ummatnya

Dalam segala bidang kebaikan; baik yang berhubungan dengan Allah (Hablun minalloh)
maupun yang berhubungan dengan sesama manusia (Hablun minan-nas) bahkan dengan
sesama makhluk; Firman Alloh :
Sesungguhnya terdapat pada diri Rosululloh suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kebahagiaan) di hari akhir dan dia banyak
berdzikir kepada Alloh” (Q.S. 33 Al-Ahzab : 21)

5. Sebagai penuntun/pembimbing akhlaqul-karimah (prilaku yang terpuji)

Firman Alloh : “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pakerti yang agung “ (Q.S.
68 Al-Qolam : 4)

Sabda Nabi : “Aku diutus untuk menyempurnakan budi pakerti yang mulia” (H.R. Thabrani
dari Jabir, dan Ahmad dari Mu’adz bin Jabal)

Sebagai pembimbing akhlaqul karimah Beliau sangat / lebih mempedulikan urusan


ummatnya baik dengan usaha lahiriyah maupun do’a-do’anya;
Sebagai Perantara/jembatan bagi ummatnya untuk menuju kesadaran kepada Alloh Ta’ala
dan keselamatan/kebahagian bagi mereka baik di dunia lebih-lebih di akhirat kelak. Oleh
karena itu ummatnya diwajibkan mentaati aturan Beliau dalam pelaksanaan taatnya
kepada Alloh; mendekatkan diri dan mencintai Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam)
dengan semurni-murninya; Perhatikan sabda Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) :
“Tidaklah sempurna iman salah satu dari kamu sekalian sehingga Aku lebih dicintai dari
pada diri-nya sendiri, hartanya dan manusia semuanya”. (H. Riwayat Bukhari, Muslim,
Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas).

6. Pemberi syafa’at dan jasa yang teristimewa bagi ummatnya baik di dunia
maupun di hari kiamat kelak, bahkan bagi seluruh ummat manusia; yang
dinamakan “Syafa’atul ‘Udhmaa”.

7. Perjanjian Hudaibiyah

Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk
mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang
kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya
perang. Untuk itu

mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga
diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer
dari Mekah.
Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan
menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.

Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya
antara lain:

1. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
2. Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus
dikembalikan. Tetapi bila ada pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke
pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikannya ke pihak Muhammad
SAW.
3. Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW
maupun dengan pihak Quraisy.
4. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi
ditangguhkan sampai tahun berikutnya.
5. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus keluar
lebih dulu.
6. Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak diizinkan membawa senjata,
kecuali pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari 3
hari 3 malam.

Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya adalah berusaha merebut dan
menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini:

 Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi
bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
 Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan
yang besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang
besar di kalangan bangsa Arab.

Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy yang
masuk Islam setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping
juga melihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.

8.Wafatnya Nabi SAW


Dua bulan setelah menunaikan ibadah haji wada' di Madinah, Nabi SAW sakit demam.
Meskipun badannya mulai lemah, ia tetap memimpin shalat berjamaah. Baru setelah
kondisinya tidak memungkinkan lagi, yaitu 3 hari menjelang wafatnya, ia tidak mengimami
shalat berjamaah. Sebagai gantinya ia menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat.
Tenaganya dengan cepat semakin berkurang.

Pada tanggal 13 Rabiulawal 11/8 Juni 632, Nabi Muhammad SAW menghembuskan
nafasnya yang terakhir di rumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar, dengan wasiat terakhir,
"Ingatlah shalat, dan taubatlah...".

Ummul Mukminin

Setelah Khadijah meninggal, Nabi Muhammad menikah lagi sebanyak 10 kali, sehingga
jumlah wanita yang menjadi istrinya ada 11 orang. Kesebelas wanita ini disebut sebagai
Ummul Mukminin (ibu dari orang-orang yang beriman). Sebutan tsb menunjukkan bahwa
para istri Nabi SAW adalah wanita-wanita yang terpilih dan dimuliakan Allah SWT.

Nabi SAW menikahi para wanita itu karena beberapa alasan, antara lain untuk melindungi
mereka dari tekanan kaum musyrikin, membebaskannya dari status tawanan perang, dan
mengangkat derajatnya. Tidak jarang pernihakan yang dilakukan Nabi SAW menciptakan
hubungan perdamaian antara dua suku yang sebelumnya saling bermusuhan.

Para Ummul Mukminin itu adalah:

1. Khadijah binti Khuwailid


2. Sa'udah binti Zam'ah
3. Aisyah binti Abu Bakar as-Sidiq
4. Zainab binti Huzaimah bin Abdullah bin Umar
5. Juwairiyah binti Haris
6. Sofiyah binti Hay bin Akhtab
7. Hindun binti Abi Umaiyah bin Mugirah bin Abdullah bin Amr bin Mahzum
8. Ramlah binti Abu Sufyan
9. Hafsah binti Umar bin Khattab
10. Zainab binti Jahsy bin Ri'ah bin Ja'mur bin Sabrah bin Murrah
11. Maimunah binti Haris

Beberapa dari istri Nabi SAW ini juga menjadi periwayat hadist, yaitu Aisyah, Hafsah, dan
Zainab binti Jahsy.

Anda mungkin juga menyukai