Anda di halaman 1dari 3

3.

Tanya:

Pak Kyai yang saya hormati, saya sering mendengar hadits tentang
Ramadhan yang berarti : “Kalaulah seandainya kaum muslimin tahu
apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku akan berangan-
angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga
dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya ....”.
mohon penjelasan derajat hadits ini? Terimakasih.

(Muhammad Amin, Sri Bandung, Ogan Ilir)

Jawab:

Hadits yang anda maksud diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no.886),


Ibnul Jauzi di dalam Kitabul Maudhuat (2/188-189) dan Abu Ya'la di
dalam Musnad-nya sebagaimana pada Al-Muthalibul 'Aaliyah (Bab/A-
B/tulisan tangan) dari jalan Jabir bin Burdah dari Abu Mas'ud al-Ghifari.
Hadits ini maudhu' (palsu), dalam sanad hadits ini ada Jabir bin Ayyub,
yang biografinya ada pada Ibnu Hajar di dalam Lisanul Mizan (2/101)
dan beliau berkata : "Mashur dengan kelemahannya". Abu Nua'im
berkata tentang Jabir bin Ayyub, “Dia suka memalsukan hadits”.
Demikian juga Bukhari, berkata, "Mungkarul hadits". Imam An-Nasa'i,
berkata tentangnya: "Matruk" (ditinggalkan) haditsnya" dan Ibnul Jauzi
menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu.wallahu A’lam.

4. Tanya:
Pak Kyai yang saya hormati.
Saya sering mendengar tentang hadits yang menjelaskan bahwa
“bulan Ramadhan awalnya rahmat, pertengahannya ampunan dan
akhirnya pembebasan dari api neraka”. Mohon penjelasan Bapak
tentang keshahihan hadits ini. Terima kasih.
(Sri Mulyanita, Komplek Pemda, Palembang)

Jawab:
Hadits yang saudara maksud adalah petikan dari hadits yang panjang,
yang dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah Saw.
khutbah pada hari Jum’at di akhir bulan Sya’ban. Hadits ini sangat
populer dikalangan masyarakat Indonesia, meskipun demikian
kepopulerannya tidaklah menjamin bahwa hadits ini shohih. Adapun
awal hadits ini adalah: “Wahai manusia, sungguh bulan yang agung
telah datang (menaungi) kalian, bulan yang di dalamnya terdapat satu
malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa
(pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat
malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan
diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan,
maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada
bulan yang lain .... Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat,
pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan
pembebasan dari api neraka ...." sampai selesai”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), Al-Muhamili di
dalam Amalinya (293) dan Al-Asbahani dalam At-Targhib (q/178,
b/tulisan tangan) dari jalan Ali bin Zaid Jad'an dari Sa'id bin Al-
Musayyib dari Salman. Pada sanad hadits ini Ali bin Zaid. Ibnu Sa'ad
berkata: “Di dalamnya ada kelemahan dan janganlah berhujjah
dengannya”. Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Tidak kuat”. Ibnu
Ma'in berkata: “Dha'if”. Ibnu Abi Khaitsamah berkata: “Lemah di
segala penjuru”. Ibnu Khuzaimah berkata: “Jangan berhujjah dengan
hadits ini, karena jelek hafalannya (Ali bin Zaid). Ibnu Hajar berkata di
dalam Al-Athraf: “Sumbernya pada Ali bin Zaid bin Jad'an, dan dia
lemah”. Hadits inipun dinukilkan oleh Imam As-Suyuthi di dalam Jami'ul
Jawami (no. 23714 -tertib urutannya). Dan Ibnu Abi Hatim
mencantumkannya dalam Illalul Hadits (I/249). Wallahu A’lam

3. Tanya:
Saya seorang pemuda, sehat dan tidak kurang apapun, akan tetapi
saya masih sering meninggalkan puasa tanpa alasan. Bagaimanakah
dengan kebiasaan saya ini? Apakah dosa-dosa saya masih bisa
diampuni?
(Hamba Allah, Ogan Ilir)

Jawab:
Dosa saudara Insya Allah bisa diampuni, dengan syarat saudara segera
bertaubat (taubat Nasuha) dengan menyesali perbuatan anda dengan
sesungguhnya, tidak lagi meninggalkan puasa dan melaksanakan
puasa-puasa wajib pada hari-hari berikutnya. Allah swt berfirman : “hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah Swt. dengan
taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan
menghapus kesalahan-kesalahmu …” (QS. At-Tahrim : 8). Allah Swt.
menegaskan bahwa Ia membuka pintu maaf atas seluruh dosa kecuali
dosa syirik, Allah Swt. berfirman : “Sesungguhnya Allah Swt. tidak
akan mengampuni dosa syirik (menyekutukan Allah) dan dia
mengampuni dosa-dosa selain syirik bagi siapa saja yang Dia
kehendaki, dan barang siapa mempersekutukan Allah Swt. maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (Qs. An Nisa: 48)
Adapun kebiasaan saudara tidak berpuasa tanpa alasan atau
membatalkan puasa tanpa alasan syar’I (udzur) maka hal itu termasuk
dosa besar. Rasulullah Saw. bersabda: "Barangsiapa yang berbuka
(tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadlan tanpa mendapatkan
rukhshoh (keringanan) dan juga tanpa adanya sakit, maka seluruh
puasa yang dilakukannya selama setahun tidak dapat menimpalinya
(membayarnya)." (HR.at-Turmudziy). Hadits ini juga diperkuat dengan
hadits lain : "Barangsiapa yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di
bulan Ramadlan tanpa adanya alasan ('udzur) ataupun sakit, maka
seluruh puasa yang dilakukannya selama setahun tidak dapat
menimpalinya (membayarnya)." (HR.al-Bukhariy secara Ta'liq) lebih
dari itu sahabat nabi Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, "Barangsiapa
yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadlan tanpa adanya
alasan ('udzur), maka tidak ada artinya puasa selama setahun hingga
dia bertemu dengan Allah; jika Dia menghendaki, maka Dia akan
mengampuninya dan bila Dia menghendaki, maka Dia akan
menyiksanya." (Lihat, Fathul Bâriy, Jld.IV, h.161). orang-orang yang
meninggalkan puasa secara sengaja (tanpa udzur) akan mendapatkan
siksa yang sangat pedih, Abu Umamah al-Bahiliy ra.berkata, "Aku
mendengar RasulullahSaw. bersabda, 'Tatkala aku sedang tidur, tiba-
tiba datang dua orang kepadaku, lantas meraih kedua lengan atasku,
kemudian membawaku pergi ke bukit yang terjal. Keduanya berkata,
'Naiklah.' Lalu aku berkata, 'Aku tak sanggup.' Keduanya berkata lagi,
'Kami akan membimbingmu supaya lancar.' Maka akupun naik hingga
ketika aku sudah berada di puncak gunung, tiba-tiba terdengar suara-
suara melengking, maka akupun berkata, 'Suara-suara apa ini?.'
Mereka bekata, 'Ini teriakan penghuni neraka.' Kemudian keduanya
membawaku pergi, tiba-tiba aku sudah berada di tengah suatu kaum
yang kondisinya bergelantungan pada urat keting (urat diatas tumit)
mereka, sudut-sudut mulut (tulang rahang bawah) mereka terbelah
sehingga mengucurkan darah.' Aku bertanya, 'Siapa mereka itu?.'
mereka menjawab, 'Merekalah orang-orang yang berbuka (tidak
berpuasa) sebelum dihalalkannya puasa mereka (sebelum waktu
berbuka).' " . (HR.an-Nasa`i, Ibn Hibban,dan al-Hâkim)
saran kami, segaralah bertaubat dari kesalahan-kesalahan yang telah
dilakukan dimasa lalu, dan jangan pernah putus asa, karena rahmat
Allah Swt. senantiasa terbuka untuk hamba yang bertaubat. Wallahu
A’lam

Anda mungkin juga menyukai