Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Termodinamika adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara kalor dan usaha
(kerja), serta sifat-sifat zat yang mendukung hubungan tersebut. Dapat pula dikatakan
bahwa termodinamika mempelajari energi dan transformasinya. Termodinamika
membahas sifat-sifat makroskopik dan tidak menguraikan struktur suatu benda dalam
detail-detailnya. Hukum-hukum yang dirumuskan dalam termodinamika berdasarkan
observasi fakta eksperimental yang berlangsung dalam termodinamika. Sebelum
membhas pokok-pokok bahasan termodinamika perlu memahami konsep-konsep dasar.
Mempelajari suatu sistem dapat dilakukan dengan tiga cara pendekatan yaitu
mikroskopik, statistik, dan makroskopik. Sistem adalah sejumlah zat yang dibatasi oleh
dinding tertutup yang dimaksud dengan zat di sini dapat berupa zat padat, cair, atau gas,
dapat pula dwikutub magnet, tenaga radiasi, foton, dll. Dinding yang membatasi sistem
itu boleh nyata boleh khayal, lagi pula bersama dengan sistem yang dibatasi, tidak perlu
mempunyai bentuk dan volume yang tetap.
Lingkungan dari suatu sistem adalah semua sistem lain yang dapat saling bertukar
tenaga dengn sistem tersebut. Suatu sistem bersama dengan lingkungannya disebut
semesta (universe). Suatu sistem disebut terisolasi bila tak terjadi pertukaran tenaga
dengan lingkungannya. Suatu sistem disebut tertutup bila tak ada zat yang menembus
dinding batasnya keluar atau masuk ke dalam sistem tersebut. Sebaliknya dari keadaan ini
disebut terbuka.

Prinsip termodinamika tersebut sebenarnya telah terjadi secara alami dalam


kehidupan sehari-hari. Bumi setiap hari menerima energi gelombang elektromagnetik dari
matahari, dan dibumi energi tersebut berubah menjadi energi panas, energi angin,
gelombang laut, proses pertumbuhan berbagai tumbuh-tumbuhan dan banyak proses alam
lainnya. Proses di dalam diri manusia juga merupakan proses konversi energi yang
kompleks, dari input energi kimia dalam makanan menjadi energi gerak berupa segala
kegiatan fisik manusia, dan energi yang sangat bernilai yaitu energi pikiran. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka prinsip alamiah dalam berbagai
proses termodinamika direkayasa menjadi berbagai bentuk mekanisme untuk membantu

1
manusia dalam menjalankan kegiatannya. Mesin-mesin transportasi darat, laut, maupun
udara merupakan contoh yang sangat kita kenal dari mesin konversi energi, yang
merubah energi kimia dalam bahan bakar atau sumber energi lain menjadi energi mekanis
dalam bentuk gerak atau perpindahan diatas permukaan bumi, bahkan sampai di luar
angkasa.
Aplikasi termodinamika yang begitu luas dimungkinkan karena perkembangan ilmu
termodinamika sejak abad 17 yang dipelopori dengan penemuan mesin uap di Inggris,
dan diikuti oleh para ilmuwan termodinamika seperti Willian Rankine, Rudolph Clausius,
dan Lord Kelvin pada abad ke 19. Pengembangan ilmu termodinamika dimulai dengan
pendekatan makroskopik, yaitu sifat termodinamis didekati dari perilaku umum partikel-
partikel zat yang menjadi media pembawa energi, yang disebut pendekatan
termodinamika klasik. Pendekatan tentang sifat termodinamis suatu zat berdasarkan
perilaku kumpulan partikel-partikel disebut pendekatan mikroskopis yang merupakan
perkembangan ilmu termodinamika modern, atau disebut termodinamika statistik.
Sejumlah proses yang membawa sistem kembali ke keadaan semula disebut daur
atau siklus. Dikatakan bahwa sistem menjalani proses siklik. Pada tiap bagian proses itu
dapat terjadi aliran kalor yang masuk ke atau atau keluar dari sistem, dan dapat pula
terjadi bahwa sejumlah kerja di lakukan oleh sistem. Bila kalor yang masuk ke dalam
sistem lebih besar dari pada kalor yang keluar dari sistem, maka sistem itu disebut mesin
kalor.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana prinsip kerja mesin kalor dengan menggunakan hukum II


termodinamika?
2. Berapakah efisiensi mesin kalor?
3. Apa saja Perbandingan nilai efisiensi beberapa jenis mesin kalor?

1.3. BATASAN MASALAH


1. Penerapan Hukum II Termodinamika dalam mesin kalor
2. Besarnya efisiensi mesin kalor.
3. Perbandingan nilai efisiensi beberapa jenis mesin kalor?

2
1.4 MANFAAT

Penelitian di harapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, memperoleh pengalaman dalam menerapkan pengetahuan yang


diperoleh.
2. Bagi mahasiswa, sebagai masukan dalam mempelajari mesin kalor dengan prinsip
termodinamika dan mengetahui efisiensi mesin kalor.
3. Dapat membandingkan beberapa nilai efisiensi mesin kalor

1.5. TUJUAN
1. Mengetahui prinsip kerja mesin kalor dengan menggunakan hukum II
termodinamika.
2. Mengetahui efisiensi mesin kalor.
3. Mengetahui perbandingan beberapa jenis nilai efisiensi mesin kalor

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prinsip kerja mesin kalor dengan hukum II Termodinamika

Mesin kalor adalah sebutan untuk alat yang berfungsi mengubah energi panas
menjadi energi mekanik. Dalam mesin mobil misalnya, energi panas hasil pembakaran
bahan bakar diubah menjadi energi gerak mobil. Tetapi, dalam semua mesin kalor kita
ketahui bahwa pengubahan energi panas ke energi mekanik selalu disertai pengeluaran
gas buang, yang membawa sejumlah energi panas. Dengan demikian, hanya sebagian
energi panas hasil pembakaran bahan bakar yang diubah ke energi mekanik.

Untuk memudahkan pemahaman tentang mesin kalor, ditampilkan diagram


skematik sebuah mesin kalor, seperti gambar dibawah ini.

Temperatur tinggi,Th

Qh

Qc

Temperatur rendah, Tc

Gambar 1. Diagram mesin kalor

Sebuah mesin kalor membawa sejumlah fluida kerja melalui suatu proses siklus di
mana: (1) kalor diserap dari sebuah sumber suhu tinggi, meningkatkan energi dalam
mesin; (2) mengubah sebagian energi dalam ini ke usaha mekanik; dan (3) membuang
energi sisa sebagai kalor ke sebuah sumber suhu rendah.

4
Proses pengubahan kalor menjadi usaha mekanis. Dalam hal ini sistem yang
melakukan usaha mekanis dibikin berinteraksi dengan temperatur bersuhu panas (sumber
panas) yang dapat memindahkan kalornya. Kalau besarnya kalor yang diserap dari sumber
panas itu ke dalam sistem ditandai dengan Qh. Misalkan sebagai serapan kalor ini sistem
melakukan usaha yang ditandai W1. Usaha ini dihasilkan dari proses ekspansi gas dalam
sistem mekanis yang ditinjau. Setelah usaha dihasilkan, sistem yang bersangkutan lalu
berintegrasi dengan sistem lingkungannya yang bersuhu rendah. Akibatnya terjadi
pembuangan kalor ke arah lingkungan yang lebih rendah suhunya. Namanya kalor
terbuang itu dengan QC; dimana Qh > QC terjadi pembuangan kalor itu, maka usaha
ekspansi akan menurun sedemikian tekanan luar (udara luar) akan mampu melakukan
usaha terhadap sistem sehingga terjadi proses pemampatan dengan tenaga kita.

Sebuah mesin panas yang cara kerjanya menurut proses daur. Misalkan Q h adalah
panas yang diserap dan Qc panas yang dibuang oleh zat kerja per daur. Panas netto yang
diserap ialah

Q = Qh + Qc (1)

Hasil efektif mesin itu ialah usaha netto W yang dilakukan oleh zat kerja, dan berdasarkan
hukum pertama,

W = Q = Qh + Qc (2)

Mesin menyerap sejumlah kalor Qh dari sumber panas, melakukan usaha mekanik W,
dan kemudian membuang kalor Qc ke sumber dingin. Karena fluida kerja melalui suatu
proses siklus (berawal dari satu keadaan dan kembali ke keadaan tersebut), maka ∆U = 0.
Dengan demikian, hukum pertama termodinamika memberikan bahwa usaha W yang
dilakukan oleh mesin kalor sama dengan kalor yang digunakan mesin.

Hal ini menunjukkan bahwa tinjauan hukum pertama belum cukup untuk
menyatakan suatu peristiwa itu dapat terjadi atau tidak. Dalam contoh yang disebut itu
proses ke suatu arah dapat terjadi (kalor mengalir dengan sendirinya dari temperatur tinggi
ke temperatur rendah), tetapi proses ke arah sebaliknya tidak. Perlu dirumuskan hukum
yang menunjukkan arah yang mungkin. Hukum ini dinamakan hukum Kedua
Termodinamika yaitu: ‘Tidak mungkin mengoperasikan suatu mesin kalor dengan hanya

5
menyerap kalor dari lingkungan sekitar tanpa ada yang dibuang’, maka akan berhubungan
dengan asas kenaikan entropi. Hal ini dapat dijelaskan, karena jika hanya terjadi proses
penyerapan kalor tanpa ada yang terbuang, maka berarti dQ= 0. Ini bersangkutan dengan
dS = 0; atau dengan kata lain berhubungan dengan proses yang yang dapat balik. Akan
tetapi suatu proses hanya dapat balik bila ada faktor luar yang mempengaruhinya. Faktor
luar untuk suatu mesin kalor yang bekerja atas ekspansi–kompresi, ditandai dengan
terjadinya proses pembuangan kalor supaya pemampatan dapat berlangsung; karena hanya
dengan cara itu daur tertutup mekanisme ekspansi–kompresi dapat berlangsung. Ini berarti
untuk suatu mesin kalor yang bekerja atas daur tertutup ekspansi–kompresi, maka tidak
mungkin dQ = 0, atau dengan kata lain dS = (dQ/T) > 0 untuk suatu suhu T (suhu mutlak
T tidak pernah negatif). Jadi jelas asas kenaikan entropi adalah setara dengan pernyataan
hukum kedua termodinamika bisa dirumuskan: Pada setiap proses yang terjadi di dalam
sistem yang terisolasi, entropi sistem tersebut selalu naik atau tetap tidak berubah.

Mesin kalor tersebut menukar kalor Qh dengan reservoir pada Th dan Qc dengan
reservoir pada Tc. Simbol Qh dan Qc mengacu pada reservoir-reservoir kalor, jadi
perubahan entropi reservoir-reservoir kalor tersebut diberikan oleh

QH QC
∆ SH= dan ∆ S H =
TH TC

Kuantitas-kuantitas kalor yang sama ini diterapakan pada mesin kalor, tapi dengan
tanda yang berlawanan. Jadi, membuat Qh’ dan Qc’ menjadi simbol-simbol untuk
pertukaran kalor yang diambil sesuai dengan mesinnya, dengan
Q H =−Q ' H dan QC =−Q' C
Perubahan entropi total yang dihasilkan dari setiap proses yang hanya melibatkan mesin
dan reservoir kalor yaitu:
∆ Stotal =∆ S H + ∆ S C +∆ Smesin
Karena mesin tersebut tidak berubah, suku yang terakhir nol, dan kita mendapat
Q H QC
∆ Stotal = + … (3)
T H TC
Hukum pertama seperti yang ditulis mesin ini mempunyai bentuk :
∆ U =Q−W

6
Dengan ∆ U perubahan energi dalam mesin tersebut, W kerja yang dilakukan oleh mesin,
dan Q mewakili semua perpindahan kalor yang sesuai dengan mesin. Jadi:

∆ S mesin=Q ' H +∆ Q ' C −W

Karena mesin tersebut tidak berubah ∆ U mesin= 0 , Jika suatu proses terdapa arus kalor
antara dengan lingkungannya secara reversibel, maka pada hakekatnya suhu sistem dan
suhu lingkungan adalah sama. Besar arus kalor ini yang masuk ke dalam sistem atau yang
masuk ke dalam lingkungan di setiap titik adalah sama, tetapi harus diberi tanda yang
berlawanan. Karena itu perubahan entropi mesin ini diibaratkan sistem dan jumlahnya nol,
dan karena itu

W =Q ' H +∆ Q ' C =−Q H – Q C ( 4 )

Kombinasi (3) dan (4) untuk mengeliminasi Q H memberikan

TH
W =−T H ∆ S total +Q C ( TC )
−1 (5)

Seperti yang diterapkan pada sebuah mesin kalor, persamaan ini berlaku dua batasan.
Pertama, berurusan dengan peralatan produksi kerja, sehingga W harus positif dengan
harga batas nol. Pada batas ini mesin tidak efektif sama sekali. Proses ini berubah menjadi
perpindahan kalor yang sederhana antara reservoir-reservoir tersebut.

Batasan kedua pada (4) diwakili reversibel, yang karenanya ∆ Stotal menjadi nol
menurut hukum kedua, dan W mencapai harga maksimumnya untuk harga Th dan Tc yang
diketahui. Pada kasus ini (4) menjadi

TH
W =Q C ( TC )
−1 (6)

Dari hasil ini jelas bahwa W mempunyai hargayang positif,Q C juga positif dan terbatas. Ini
berarti bahwa meski kasus operasi reversibel yang terbatas, kalor Q C perlu dikeluarkan
dari mesin dan diserap oleh reservoir yang lebih dingin pada Tc.

2.2. Efisiensi mesin kalor


Dalam menilai hasil kerja suatu sistem, dalam hal ini mesin kalor, tidak pernah
terlepas dari efisiensi kerja sistem tersebut. Efisiensi suatu mesin kalor dapat dilihat dari

7
perbandingan kerja yang dilakukan dan kalor masukan yang diperlukan. Pada mesin
kalor, kerja yang dilakukan mesin adalah W dan kalor yang masuk mesin adalah Q H. Jadi,

W
efisiensi (η) mesin tersebut adalah . Biasanya, efisiensi suatu mesin dituliskan dalam
QH
bentuk persen (%) sehingga
W
η= x 100 %
QH

mengingat W =¿QH – QC sehingga efisiensi mesin menjadi :

W Q −QC
η= x 100 %= H x 100 %
QH QH

QC
(
η = 1−
QH )
x 100 %

2.3. Perbandingan nilai efisiensi mesin kalor

Dalam kenyataannya , tidak pernah menemukan efisiensi mesin kalor sebesar efisiensi
mesin carnot. Jadi, η mesin biasa < η mesin carnot. Sebagai bahan perbandingan, efisiensi
mesin kalor yang lain jauh dibawah efisiensi yang dapat dicapai oleh mesin carnot.

η mesin Otto= 20 % - 25 %
η mesin Diesel= 25 % - 40 %
η mesin uap PLTN= 35 %
η mesin UAP PLTU= 40%

8
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

a. Prinsip kerja sebuah mesin kalor membawa sejumlah fluida kerja melalui suatu
proses siklus di mana: (1) kalor diserap dari sebuah sumber suhu tinggi,
meningkatkan energi dalam mesin; (2) mengubah sebagian energi dalam ini ke
usaha mekanik; dan (3) membuang energi sisa sebagai kalor ke sebuah sumber
suhu rendah.

b. Pada mesin kalor, kerja yang dilakukan mesin adalah W dan kalor yang masuk

W
mesin adalah QH. Jadi, efisiensi (η) mesin tersebut adalah . Biasanya, efisiensi
QH
suatu mesin dituliskan dalam bentuk persen (%) sehingga

QC
(
η = 1−
QH)x 100 %

c. Perbandingan beberapa nilai efisiensi mesin kalor yang lain jauh dibawah
efisiensi yang dapat dicapai oleh mesin carnot.
3.2. Saran

Dari kesimpulan bisa dikatakan bahwa mesin kalor cara kerja Mesin menyerap
sejumlah kalor Q1 dari sumber panas, melakukan usaha mekanik W, dan kemudian
membuang kalor Q2 ke sumber dingin. Karena fluida kerja melalui suatu proses siklus
(berawal dari satu keadaan dan kembali ke keadaan tersebut), maka jelas ∆U = 0.
Dengan demikian , hukum pertama termodinamika memberikan bahwa usaha W yang
dilakukan oleh mesin kalor sama dengan kalor yang digunakan mesin. Pernyataan
hukum kedua termodinamika,’Tidak mungkin mengoperasikan suatu mesin kalor

9
dengan hanya menyerap kalor kalor dari lingkungan sekitar tanpa ada yang dibuang‘.
Agar lebih lengkap dengan contoh penerapan lainnya harus dicantumkan lebih rinci.

DAFTAR PUSTAKA

Esomar. Anthon J, A. K. Kinardi, Adnin Adjis. 1997. FISIKA SMU 3A. Erlangga :
Jakarta.
Hadi, Dimsiki. 1993. TERMODINAMIKA. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik:
Jakarta.

Http//: Wikipedia ensklopedia bebas.

Kanginan, Marthen. 2007. Fisika SMA kelas XI semester 2. Erlangga: Jakarta.

M. M. Abbot dan H. C. Van Ness. 1989. SERI BUKU SCHAUM TERMODINAMIKA


EDISI KEDUA. Erlangga: Jakarta.

Nainggolan, Werlin S. 1976. THERMODINAMIKA TEORI-SOAL PENYELESAIAN.


Armico : Bandung.

Soedojo, Peter. 1986. Azas- azas Ilmu Fisika 1. Gadjah Mada University Pres:
Yogyakarta.

Zemansky, Sears. 1982. Fisika untuk Universitas I, Mekanika-Panas–bunyi.


Binacipta: Bandung.

Zemansky. Mark W dan Richard H. Ditman. 1986. KALOR Dan TERMODINAMIKA.


ITB: Bandung.

10
11

Anda mungkin juga menyukai