Teknologi nano adalah kunci bagi perkembangan sains dan rekayasa masa depan.
Inovasi-inovasi teknologi Amerika, yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari
seluruh orang di dunia, bertopang pada anak anak muda brilian semacam Nelson.
Nelson, misalnya, mampu memberdayakan sinar laser dengan listrik superhemat.
Sementara sinar laser biasanya perlu listrik 100 watt, di tangannya cuma perlu 1,5
watt.
Di sebuah ruang kerja di kompleks Orion Genomic, salah satu perusahaan riset
bioteknologi terkemuka di negeri itu, seorang lelaki Jawa berwajah "dagadu"—
sebab senyum tak pernah lepas dari bibirnya—kerap terlihat sedang salat. Dialah
anak Zakaria itu. Pada mulanya bercita-cita menjadi pilot, lalu ingin jadi dokter
karena harus berkacamata sewaktu SMP, anak pekerja pabrik tekstil GKBI itu
sekarang menjadi motor riset utama di Orion. Jabatannya: Kepala Library
Technologies Group. Menurut BusinessWeek, ia merupakan satu dari enam
eksekutif kunci perusahaan genetika itu.
Genetika adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari gen, pembawa sifat pada
makhluk hidup. Peran ilmu ini bakal makin sentral di masa depan: dalam
peperangan melawan penyakit, rehabilitasi lingkungan, hingga menjawab
kebutu*an pangan dunia.
Asosiasi peneliti kanker bukan perkumpulan ilmuwan biasa. Dokter bertitel PhD
pun belum tentu bisa "membeli" kartu anggota asosiasi ini. Agar seseorang bisa
menjadi anggota asosiasi ini, ia harus aktif meneliti penyakit kanker pada
manusia. Ia juga harus membawa surat rekomendasi dari profesor yang lebih dulu
aktif dalam riset itu serta tahu persis riset dan kontribusi orang itu di bidang
kanker. Arief mendapatkan kartu itu karena, "Meskipun latar belakang saya
adalah peneliti genome tanaman, saya banyak melakukan riset genetika mengenai
kanker manusia," ujarnya.
Bangkai burung, balsam gosok, dan kisah mumi Firaun. Siapa mengira tiga benda
sepele itu ada gunanya. Tapi itulah trio yang “menghidupkan” pria kampung
seperti Khoirul Anwar. Dia kini menjadi ilmuwan top di Jepang. Wong ndeso asal
Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, Jawa Timur,
itu memegang dua paten penting di bidang telekomunikasi. Dunia mengaguminya.
Para ilmuwan dunia berkhidmat ketika pada paten pertamanya Khoirul, bersama
koleganya, merombak pakem soal efisiensi alat komunikasi seperti telepon
seluler.
Prof Dr. Khoirul Anwar adalah pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis
OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang Warga
Negara Indonesia yang kini bekerja di Nara Institute ofScience and Technology,
Jepang.
Pada paten kedua, lagi-lagi Khoirul menawarkan sesuatu yang tak lazim. Untuk
mencapai kecepatan yang lebih tinggi, dia menghilangkan sama sekali guard
interval (GI). “Itu mustahil dilakukan,” begitu kata teman-teman penelitinya.
Tanpa interval atau jarak, frekuensi akan bertabrakan tak keruan. Persis seperti di
kelas saat semua orangbicara kencang secara bersamaan.
Istilah ilmiahnya, terjadi interferensi yang luar biasa. Namun, dengan algoritma
yang dikembangkan di laboratorium, Khoirul mampu menghilangkan interferensi
tersebut dan mencapai performa (unjuk kerja) yang sama. “Bahkan lebih baik
daripada sistem biasa dengan GI,” kata pria 31 tahun ini.
Dua penelitian istimewa itu mungkin tak lahir bila dulu Khoirul kecil tak terobsesi
pada bangkai burung, balsam yang menusuk hidung, serta mumi Firaun. Bocah
kecil itu begitu terinspirasi oleh kisah Firaun, yang badannya tetap utuh sampai
sekarang. Dia pun ingin meniru melakukan teknologi “balsam” terhadap seekor
burung kesayangannya yang telah mati. “Saya menggunakan balsam gosok yang
ada di rumah,” kata anak kedua dari pasangan Sudjianto (almarhum) dengan Siti
Patmi itu.
Khoirul berharap, dengan percobaannya itu, badan burung tersebut bisa awet dan
mengeras. Dengan semangat, ia pun melumuri seluruh tubuh burung tersebut
dengan balsam gosok. Sayangnya, hari demi hari berjalan, kata anak petani ini,
“Teknologi balsam itu tidak pernah berhasil.” Penelitian yang gagal total itu
rupanya meletikkan gairah meneliti yang luar biasa pada Khoirul. Itulah yang
mengantarkan alumnus Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung
tersebut kini menjadi asisten profesor di JAIST, Jepang. Dia mengajar mata kuliah
dasar engineering, melakukan penelitian, dan membimbing mahasiswa. Saat ini
Khoirul sedang menekuni dua topik penelitian yang dilakukan sendiri dan enam
topik penelitian yang digarap bersama enam mahasiswanya.'
4. Profesor Dr. Ken Kawan Soetanto - Peraih Empat Gelar Doktor dan Juga
Peraih 31 Paten di Jepang
Kehadiran Soetanto tak begitu menyita perhatian publik. Maklum, wakil dekan
Waseda University tersebut hanya "sebentar" memberikan ceramah populernya di
hadapan ratusan mahasiswa dan civitas academica President University. Dia tak
sempat berbagi keilmuan dengan sesama akademisi seperti UI, UGM, ITB, dan
Unair. Sebuah kesempatan yang agak disesalkan bagi orang dengan kemampuan
akademik sekaliber Soetanto.
Prestasi akademik Soetanto bisa dibilang di atas rata-rata. Misalnya, pada 1988-
1993, dia tercatat sebagai direktur Clinical Education and Science Research
Institute (CERSI) merangkap associate professor di Drexel University dan School
Medicine at Thomas Jefferson University, Philadelphia, AS.
Otak arek Suroboyo itu memang brilian. Dia berhasil menggabungkan empat
disiplin ilmu berbeda. Hal tersebut terungkap dari empat gelar doktor yang
diperolehnya. Yakni, bidang applied electronic engineering di Tokyo Institute of
Technology, medical science dari Tohoku University, dan pharmacy science di
Science University of Tokyo. Yang terakhir adalah doktor bidang ilmu pendidikan
di almamater sekaligus tempatnya mengajar, Waseda University.
Mau tahu berapa dana yang diraih Soetanto untuk membiayai riset-risetnya?
Jumlahnya sangat mencengangkan untuk ukuran akademikus bergelar profesor
atau mereka yang pernah menduduki jabatan tertinggi di perguruan tinggi (rektor).
Kementerian Pendidikan Jepang mendanai Soetanto sampai USD 15 juta per
tahun.
Di antara segudang prestasi itu, bisa jadi yang paling membanggakan, khususnya
bagi warga Surabaya, adalah latar belakang sekolah dasar dan menengahnya yang
ternyata dihabiskan di kota buaya. Soetanto muda mengenyam pendidikan SD
swasta di Kapasari, SMP Baliwerti, dan SMA Budiluhur yang dulu menjadi
jujugan sekolah warga keturunan Tionghoa.
Ironisnya, penghargaan terhadap staf pengajar atau guru di Indonesia juga sangat
kurang. Soetanto lantas mencontohkan kecilnya gaji guru yang memaksa mereka
harus bekerja sambilan. "Karena faktor tersebut, jangan heran bila banyak
ilmuwan Indonesia mencari penghasilan di luar negeri," pungkas Soetanto
Prof. Dr.-Ing. Dr. Sc. H.C. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie lahir tanggal 25 Juni
1936 di Parepare, Sulawesi Selatan Indonesia. Anak ke empat dari delapan
bersaudara dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini
Puspowardoyo. Dia hanya satu tahun kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB)
karena pada tahun 1955 dia dikirim oleh ibunya belajar di Rheinisch Westfalische
Technische Honuchscule, Aschen Jerman.
Setelah menyelesaikan kuliahnya dengan tekun selama lima tahun, B.J. Habibie
memperoleh gelar Insinyur Diploma dengan predikat Cum Laude di Fakultas
Teknik Mekanik Bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Udara. Pemuda Habibie
adalah seorang muslim yang sangat alim yang selalu berpuasa Senin dan Kamis.
Kejeniusannya membawanya memperoleh Gelar Doktor Insinyiur di Fakultas
Teknik Mekanik Bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Udara dengan predikat
Cum Laude tahun 1965.
Tergugah untuk melayani pembangunan bangsa, tahun 1974 B.J. Habibie kembali
ke tanah air, ketika Presiden Soeharto memintanya untuk kembali. Dia memulai
kariernya di tanah air sebagai Penasehat Pemerintah Indonesia pada bidang
teknologi tinggi dan teknologi pesawat terbang yang langsung direspon oleh
Presiden Republik Indonesia (1974-1978). Pada tahun 1978 dia diangkat sebagai
Menteri Negara Riset dan Teknologi merangkap sebagai kepala BPPT. Dia
memegang jabatan ini selama lima kali berturut-turut dalam kabinet pembangunan
hingga tahun 1998.
Pada saat bersamaan, krisis ekonomi melanda kawasan Asia Tenggara termasuk
Indonesia, dan hal itu segera berdampak pada krisis politik dan krisis
kepercayaan. Kriris berubah menjadi serius dan masyarakat mulai menuntut
perubahan dan akhirnya tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan
pengunduran dirinya. Sesuai pasal 8 UUD 1945, pada hari yang sama, sebelum
itu, B.J. Habibie diambil sumpah jabatannya sebagai Presiden oleh Ketua
Mahkamah Agung RI.
Presiden B.J. Habibie memegang jabatan presiden selama 518 hari dan selama
masa itu, dibawah kepemimpinannya Indonesia tidak hanya sukses
menyelenggarakan pemilihan umum yang jujur dan adil pertama kali tanggal 7
Juni 1999, tetapi juga sukses membawa perubahan yang signifikan terhadap
stabilitas, demokratis dan reformasi.
Prof. B.J. Habibie mempunyai medali dan tanda jasa nasional dan internasional,
termasuk ‘Grand Officer De La Legium D’Honour, hadiah tertinggi dari
Pemerintah Perancis atas konstribusinya dan pembangunan industri di Indonesia
pada tahun 1997; ‘Das Grosskreuz’ medali tertinggi atas konstribusinya dalam
hubungan Jerman-Indonesia tahun 1987; ‘Edward Warner Award, pemberian dari
Dewan Eksekutif Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) pada tahun
1994; ‘Star of Honour ‘Lagran Cruz de la Orden del Merito Civil dari Raja
Spanyol tahun 1987. Dia juga menerima gelar doktor kehormatan dari sejumlah
universitas, seperti Institut Teknologi Cranfield, Inggris; Universitas Chungbuk
Korea dan beberapa universitas lainnya.
Dia juga anggota beberapa institusi non pemerintah internasional seperti Dewan
Gerakan Internasional sejak tahun 2002, sebuah LSM yang beranggotakan kurang
lebih 40 orang mantan presiden dan Perdana Menteri dari beberapa negara. Dia
juga anggota pendiri Perkumpulan Islam Internasional Rabithah ‘Alam Islam
sejak tahun 2001 yang bermarkas besar di Mekkah, Saudi Arabia. Dari semua
organisasi yang disebutkan sebagian besar telah meminta Habbie menjadi salah
satu pendiri Asosiasi Etika Internasional, Politik dan Ilmu Pengetahuan yang telah
berdiri pada tanggal 6 Oktober tahun 2003 di Bled Slovenia yang anggotanya
terdiri dari negarawan dan ilmuwan dari sejumlah negara.
Johny yang memimpin tim peneliti di Max Planck Institute for Astronomy
(MPIA), Heidelberg, Jerman itu menemukan planet pertama yang disebut TW
Hydrae b dan bintang baru TW Hydrae dengan menggunakan teleskop spektrograf
F EROS sepanjang 2,2 meter di La Silla Observatory, Chile.
Planet baru itu mengorbiti TW Hydrae dalam waktu 3,56 hari dengan jarak sekitar
6 juta kilometer. Ini dapat disamakan dengan 4% jarak antara Matahari dan Bumi.
Dengan penemuan tim yang dipimpin Johny tersebut, peneliti dapat membuat
kesimpulan penting tentang waktu pembentukan planet.Sejumlah pertanyaan pelik
yang selama ini dihadapi peneliti, seperti bagaimana dan di mana sistem planet
terbentuk?
Peneliti lain dalam tim Johny menjelaskan bahwa pihaknya tidak salah
menyimpulkan bahwa planet baru itu memang muncul. ”Untuk menghindari salah
tafsir atas data, kami telah menginvestigasi seluruh aktivitas yang
mengindikasikan TW Hydrae b. Tapi karakteristik planet baru ini sangat berbeda
dari perputaran gas di lingkaran utama bintang baru itu. Mereka lebih stabil dan
memiliki periode yang pendek,” papar Ralf Launhardt, koordinator program
penelitian planet luar tata surya di sekeliling bintang-bintang muda.
Planet terbentuk dari gas dan debu dalam sebuah cakram yang berputar pendek
setelah kelahiran sebuah bintang. Tidak keseluruhan proses terbentuknya planet
baru ini dipahami pakar. Meski demikian, penemuan TW Hydrae b menyediakan
teori baru tentang pembentukan planet.
”Ini merupakan penemuan paling luar biasa dan spektakuler dalam studi planet-
planet di luar tata surya. Untuk pertama kali, kita telah menemukan langsung
bahwa planet-planet terbentuk dalam lingkaran cakram. Penemuan TW Hydrae b
membuka jalan untuk mengaitkan evaluasi lingkaran cakram dengan proses
pembentukan dan migrasi planet,” papar Thomas Henning, direktur Planet and
Star Formation Department di MPIA.
”Kita akan lebih memahami formasi planet saat kita mengetahui keanekaragaman
sistem planet. Kita akan mampu menempatkan Sistem Tata Surya kita dalam
sebuah konteks universal. Akhirnya, tentu di masa depan kita dapat menjawab
pertanyaan: ’apakah kita sendirian di Semesta?” ungkap Johny yang baru tiba di
Heidelberg setelah pekan lalu berlibur di Jakarta.
”Secara khusus saya bekerja di sejumlah proyek seperti ESPRI (Pencarian Planet
dengan PRIMA/ Phase-Referenced Imaging and Micro-arcsecond Astrometry). Di
sini saya menyeleksi dan mengamati karakteristik bintangbintang untuk program
pencarian planet,”ungkapnya. Sejak 2003, Johny memimpin penelitian di
observasi bintang dan planet ESO La Silla. ”Kami telah sukses mendeteksi
sejumlah planet yang saling berhubungan,” ungkap Johny yang memiliki
kemampuan bahwa Jerman, Inggris, dan Spanyol.