Anda di halaman 1dari 4

Setiap perbuatan yang kita lakukan tentu mengandung resiko dalam tingkatan tertentu.

Perilaku
seksual tidak terkecuali. Salah satu resiko dari melakukan hubungan seksual adalah
kemungkinan terjangkit PMS atau Penyakit Menular Seksual. Berikut ini akan dipaparkan
sepuluh faktor resiko teratas yang berpengaruh pada peluang Anda terkena PMS.

1. Seks tanpa pelindung


Meski kondom tidak seratus persen melindungi Anda, ia tetap merupakan cara terbaik untuk
menghindarkan Anda dari infeksi. Penggunaan kondom dapat menurunkan laju penularan PMS.
Selain selibat, penggunaan kondom yang konsisten adalah proteksi terbaik terhadap PMS.
Biasakanlah memakai kondom.

2. Berganti-ganti pasangan
Anda tidak perlu belajar matematika untuk mengetahui bahwa semakin banyak pasangan seksual
Anda, kian besar kemungkinan Anda terekspos suatu PMS. Apalagi, orang yang suka berganti
pasangan cenderung memilih pasangan yang suka berganti pasangan pula. Jadi, Anda tidak lepas
dari pasangan-pasangannya pasangan Anda.

3. Mulai aktif secara seksual pada usia dini


Kaum muda lebih besar kemungkinannya untuk terkena PMS daripada orang yang lebih tua. Ada
beberapa alasannya, yaitu wanita muda khususnya lebih rentan terhadap PMS karena tubuh
mereka lebih kecil dan belum berkembang sempurna sehingga lebih mudah terinfeksi. Kaum
muda juga tampaknya lebih jarang pakai kondom, terlibat perilaku seksual beresiko dan
berganti-ganti pasangan.

4. Pengggunaan alkohol
Konsumsi alkohol dapat berpengaruh terhadap kesehatan seksual. Orang yang biasa minum
alkohol bisa jadi kurang selektif memilih pasangan seksual dan menurunkan batasan. Alkohol
dapat membuat seseorang sukar memakai kondom dengan benar maupun sulit meminta
pasangannya menggunakan kondom.

5. Penyalahgunaan obat
Prinsipnya mirip dengan alkohol, orang yang berhubungan seksual di bawah pengaruh obat lebih
besar kemungkinannya melakukan perilaku seksual beresiko/tanpa pelindung. Pemakaian obat
terlarang juga memudahkan orang lain memaksa seseorang melakukan perilaku seksual yang
dalam keadaan sadar tidak akan dilakukan. Penggunaan obat dengan jarum suntik diasosiasikan
dengan peningkatan resiko penularan penyakit lewat darah, seperti hepatitis dan HIV, yang juga
bisa ditransmisikan lewat seks.

6. Seks untuk uang/obat


Orang yang menjual seks untuk mendapatkan sesuatu posisi tawarnya rendah sehingga sulit
baginya untuk menegosiasikan hubungan seksual yang aman. Kemudian, pasangan (pembeli
jasa) memiliki resiko terinfeksi PMS yang lebih besar. Jadi, baik pembeli maupun penjual sama-
sama dirugikan.
7. Hidup di masyarakat yang prevalensi PMS-nya tinggi
Ketika seseorang tinggal di tengah komunitas dengan prevalensi PMS yang tinggi, ketika
berhubungan seksual (dengan orang di komunitas itu) ia lebih rentan terinfeksi PMS.

8. Monogami serial
Monogami serial adalah mengencani/menikahi satu orang saja pada suatu masa, tapi kalau
diakumulasi jumlah orang yang dikencani/dinikahi juga banyak. Contoh gampangnya (yang juga
banyak terjadi di masyarakat kita) adalah orang yang doyan kawin-cerai. Perilaku begini juga
berbahaya, sebab orang yang mempraktekkan monogami serial berpikir bahwa mereka saat itu
memiliki hubungan eksklusif sehingga akan tergoda untuk berhenti menggunakan pelindung
ketika berhubungan seksual. Sebenarnya monogami memang efektif mencegah PMS, tapi hanya
pada monogami jangka panjang yang kedua pasangan sudah dites kesehatan reproduksi.

9. Sudah terkena suatu PMS


Kalau Anda sudah pernah berkenalan langsung dengan suatu PMS (apalagi sering), Anda lebih
rentan terinfeksi PMS jenis lainnya. Iritasi atau lepuh pada kulit yang terinfeksi dapat menjadi
jalan masuk patogen lain untuk menginfeksi. Karena Anda sudah pernah terinfeksi sekali, bisa
jadi ada faktor tertentu dalam gaya hidup Anda yang beresiko.

10. Cuma pakai pil KB untuk kontrasepsi

Kadang orang lebih menghindari kehamilan daripada PMS sehingga mereka memilih pil KB
sebagai alat kontrasepsi utama. Karena sudah merasa terhindar dari kehamilan, mereka enggan
memakai kondom. Ini bisa terjadi ketika orang tidak ingin menuduh pasangannya berpenyakit
(sehingga perlu disuruh pakai kondom) atau memang tidak suka pakai kondom dan menjadikan
pil KB sebagai alasan. Yang jelas, perlindungan ganda (pil KB dan kondom) adalah pilihan
terbaik…meski tidak semua orang melakukannya.

Penyebab Perilaku Seks Bebas

Menurut beberapa penelitian, cukup banyak faktor penyebab remaja melakukan perilaku seks
bebas. Salah satu di antaranya adalah akibat atau pengaruh mengonsumsi berbagai tontonan. Apa
yang ABG tonton, berkorelasi secara positif dan signifikan dalam membentuk perilaku mereka,
terutama tayangan film dan sinetron, baik film yang ditonton di layar kaca maupun film yang
ditonton di layar lebar.

Disyukuri memang karena ada kecenderungan dunia perfilman Indonesia mulai bangkit kembali,
yang ditandai dengan munculnya beberapa film Indonesia yang laris di pasaran. Sebutlah
misalnya, film Ada Apa Dengan Cinta, Eiffel I’m in Love, 30 Hari Mencari Cinta, serta Virgin.
Tetapi rasa syukur itu seketika sirna seiring dengan munculnya dampak yang ditimbulkan dari
film tersebut. Terutama terhadap penonton usia remaja.
Menurut hemat saya, film-film yang disebutkan tadi laris di pasaran bukan karena mutu
pembuatan filmnya akan tetapi lebih karena film tersebut menjual kehidupan remaja, bahkan
sangat mengeksploitasi kehidupan remaja. Film tersebut diminati oleh banyak remaja ABG
bukan karena mutu cinematografinya, melainkan karena alur cerita film tersebut mengangkat sisi
kehidupan percintaan remaja masa kini. Film tersebut diminati remaja ABG, karena banyak
mempertontonkan adegan-adegan syur dengan membawa pesan-pesan gaya pacaran yang sangat
“berani”, dan secara terang-terangan melanggar norma sosial kemasyarakatan, apalagi norma
agama.

Sebagai pendidik, saya sulit dan amat sulit memahami apa sesungguhnya misi yang ingin
disampaikan oleh film tersebut terhadap penontonnya. Bukan saja karena tidak menggambarkan
keadaan sebenarnya yang mayoritas remaja bangsa Indonesia, tetapi juga karena ia ditonton oleh
anak-anak yang belum dapat memberi penilaian baik dan buruk. Mereka baru mampu mencontoh
apa yang terhidang. Akibatnya, remaja mencontoh gaya pacaran yang mereka tonton di film.
Akibatnya pacaran yang dibumbui dengan seks bebaspun akhirnya menjadi kebiasaan yang
populer di kalangan remaja. Maka, muncullah patologi sosial seperti hasil penelitian di atas.

Hal kedua yang menjadi penyebab seks bebas di kalangan remaja adalah faktor lingkungan, baik
lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan. Lingkungan keluarga yang dimaksud adalah
cukup tidaknya pendidikan agama yang diberikan orangtua terhadap anaknya. Cukup tidaknya
kasih sayang dan perhatian yang diperoleh sang anak dari keluarganya. Cukup tidaknya
keteladanan yang diterima sang anak dari orangtuanya, dan lain sebagainya yang menjadi hak
anak dari orangtuanya. Jika tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di jalan-jalan serta di
tempat-tempat yang tidak mendidik mereka. Anak akan dibesarkan di lingkungan yang tidak
sehat bagi pertumbuhan jiwanya. Anak akan tumbuh di lingkungan pergaulan bebas.

Dalam lingkungan pergaulan remaja ABG, ada istilah yang kesannya lebih mengarah kepada hal
negatif ketimbang hal yang positif, yaitu istilah “Anak Gaul”. Istilah ini menjadi sebuah ikon
bagi dunia remaja masa kini yang ditandai dengan nongkrong di kafe, mondar-mandir di mal,
memahami istilah bokul, gaya fun, berpakaian serba sempit dan ketat kemudian memamerkan
lekuk tubuh, dan mempertontonkan bagian tubuhnya yang seksi.

Sebaliknya mereka yang tidak mengetahui dan tidak tertarik dengan hal yang disebutkan tadi,
akan dinilai sebagai remaja yang tidak gaul dan kampungan. Akibatnya, remaja anak gaul inilah
yang biasanya menjadi korban dari pergaulan bebas, di antaranya terjebak dalam perilaku seks
bebas.

Melihat fenomena ini, apa yang harus kita lakukan dalam upaya menyelamatkan generasi muda?
Ada beberapa solusi, di antaranya, pertama, membuat regulasi yang dapat melindungi anak-anak
dari tontonan yang tidak mendidik. Perlu dibuat aturan perfilman yang memihak kepada
pembinaan moral bangsa. Oleh karena itu Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan
Pornoaksi (RUU APP) harus segera disahkan.

Kedua, orangtua sebagai penanggung jawab utama terhadap kemuliaan perilaku anak, harus
menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dalam keluarganya. Kondisi rumah tangga
harus dibenahi sedemikian rupa supaya anak betah dan kerasan di rumah.
Berikut petunjuk-petunjuk praktis yang diberikan Stanley Coopersmith (peneliti pendidikan
anak), kepada orangtua dalam mendidik dan membina anak. Pertama, kembangkan komunikasi
dengan anak yang bersifat suportif. Komunikasi ini ditandai lima kualitas; openness, empathy,
supportiveness, positivenes, dan equality. Kedua, tunjukkanlah penghargaan secara terbuka.
Hindari kritik. Jika terpaksa, kritik itu harus disampaikan tanpa mempermalukan anak dan harus
ditunjang dengan argumentasi yang masuk akal.

Ketiga, latihlah anak-anak untuk mengekspresikan dirinya. Orangtua harus membiasakan diri
bernegosiasi dengan anak-anaknya tentang ekspektasi perilaku dari kedua belah pihak. Keempat,
ketahuilah bahwa walaupun saran-saran di sini berkenaan dengan pengembangan harga diri,
semuanya mempunyai kaitan erat dengan pengembangan intelektual. Proses belajar biasa efektif
dalam lingkungan yang mengembangkan harga diri. Intinya, hanya apabila harga diri anak-anak
dihargai, potensi intelektual dan kemandirian mereka dapat dikembangkan.

Selain petunjuk yang diberikan Stanley di atas, keteladanan orangtua juga merupakan faktor
penting dalam menyelamatkan moral anak. Orangtua yang gagal memberikan teladan yang baik
kepada anaknya, umumnya akan menjumpai anaknya dalam kemerosotan moral dalam
berperilaku.
Melihat fenomena ini, sepertinya misi menyelamatkan moral serta memperbaiki perilaku
generasi muda harus segera dilakukan dan misi ini menjadi tanggung jawab bersama, tanggung
jawab dari seluruh elemen bangsa. Jika misi ini ditunda, maka semakin banyak generasi muda
yang menjadi korban dan tidak menutup kemungkinan kita akan kehilangan generasi penerus
bangsa.

Anda mungkin juga menyukai