15.3 Liem Wahyu Hal 37 56
15.3 Liem Wahyu Hal 37 56
Abstract
Solar cell is one of renewable energy. Solar cell can convert directly sunlight dissociation
energy of diatomic to become electric energy. Electric energy yielded by solar cell hardly
influenced by the sun intensity of light received, so that solar cell can only yield electric
energy if there are sunlight. Supply of electric energy should be able to be applied every
time. Hybrid of solar energy alternator (PLTS) with electrical grid of PLN will yield
continuous supply of electric energy. At this hybrid system, electrical supply from PLTS is
designed to be around 30% from overall load of electrical equipment in household, the rest
load around 70% is fulfilled by PLN.Hybrid process of PLTS with the electrical grid is
controlled by a switch controller which its working principal based on one way direction;
when PLTS works (on), hence electric supply from PLN is disconnected and so vice versa.
1. Pendahuluan
Energi baru dan yang terbarukan mempunyai peran yang sangat
penting dalam memenuhi kebutuhan energi. Hal ini disebabkan penggunaan
bahan bakar untuk pembangkit-pembangkit listrik konvensional dalam
jangka waktu yang panjang akan menguras sumber minyak bumi, gas dan
batu bara yang makin menipis dan juga dapat mengakibatkan pencemaran
lingkungan. Salah satunya upaya yang telah dikembangkan adalah
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
PLTS atau lebih dikenal dengan sel surya (sel fotovoltaik) akan
lebih diminati karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang
relevan dan di berbagai tempat seperti perkantoran, pabrik, perumahan, dan
lainnya. Di Indonesia yang merupakan daerah tropis mempunyai potensi
energi matahari sangat besar dengan insolasi harian rata-rata 4,5 - 4,8
KWh/m² / hari. Akan tetapi energi listrik yang dihasilkan sel surya sangat
dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh sistem.
Untuk kekontinuan ketersediaan listrik dan pemanfaatan energi listrik sel
surya secara maksimal sangat diperlukan hibridasi dengan jala-jala listrik
PLN.
2. Perancangan Sistem
Sistem hibrid PLTS dengan listrik PLN (grid connected) atau
sumber pembangkit listrik yang lain dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu tanpa baterai dan yang menggunakan baterai (Strong, Steven J
and William G. Scheller, 1993: 72). Pada penelitian ini akan dibahas
mengenai sistem hibrid PLTS dengan PLN yang menggunakan baterai
sebagai penyimpan energi listrik (storage system). Sistem hibrid PLTS
dengan listrik PLN dapat diterapkan pada rumah diperkotaan, serta
menganalisis faktor yang mempengaruhi besarnya energi listrik yang
dihasilkan sel surya berkaitan dengan waktu kerja sistem PLTS. PLTS akan
memasok energi listrik sekitar 30% dari beban keseluruhan peralatan listrik
rumah tangga, sedangkan 70% listrik sisanya dari PLN.
PLN
Switch
Array BCR Inverte
PV r Controller
Baterai Beban
38
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
Pada saat sistem hibrid mulai bekerja (start), unit kontroler akan
memilih mode yang akan digunakan. Jika yang digunakan mode manual,
maka pengguna harus memilih sumber pembangkit yang akan digunakan
dengan menentukan pilihan mode PLN atau mode PLTS. Pada saat salah
satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka pengguna
harus mengaktifkan mode untuk pembangkit yang lain secara manual. Jika
yang digunakan mode otomatis, maka unit kontroler akan memeriksa
tegangan BCR pada PLTS. Apabila tegangan tidak lebih besar dari 22,2V,
maka PLTS akan melakukan pengisian (charging).
39
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
40
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
EA = 30% x EB
= 30% x 15926 WH
= 4777,8 WH
41
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
ET = EA + rugi-rugi system
= EA + (15% x EA)
≈ 5495 WH (Pembulatan)
42
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
ET
Kapasitas Daya Modul Surya = x faktor penyesuaian (1)
insolasi matahari
5495 WH
= x 1,1
3,91 H
= 1545,91 W
ET
AH = (2)
Vs
5495 WH
=
24 V
= 228,96 AH
Hari otonomi yang ditentukan adalah satu hari, jadi baterai hanya
menyimpan energi dan menyalurkannya pada hari itu juga. Besarnya deep
of discharge (DOD) pada baterai adalah 80% (Mark Hankins, 1991: 68).
Kapasitas baterai yang dibutuhkan adalah:
AH x d
Cb = (3)
DOD
228,96 AH x 1
=
0,8
= 286,2 AH
43
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
Pmaks
Imaks = (4)
Vs
1083 watt
=
24 volt
= 45,125 Ampere
Jadi kapasitas BCR yang digunakan harus lebih besar dari 45,125 A.
f. Inverter
Spesifikasi inverter harus sesuai dengan Battery Charge Regulator
(BCR) yang digunakan. Berdasarkan tegangan sistem dan perhitungan
BCR, maka tegangan masuk (input) dari inverter 24 V DC. Tegangan
keluaran (output) dari inverter yang tersambung ke beban adalah 220 V AC.
Arus yang mengalir melewati inverter juga harus sesuai dengan arus yang
melalui BCR. Berdasarkan perhitungan kapasitas BCR, arus maksimal yang
dapat melewati BCR sebesar 45,125 ampere. Berarti kapasitas arus inverter
yang digunakan harus lebih besar dari 45,125 ampere.
b. Baterai
Kapasitas baterai yang digunakan adalah 290 AH dengan tegangan
2V. Karena tegangan sistem yang digunakan adalah 24V, maka baterai
sebanyak 12 buah dipasang secara seri.
44
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
d. Inverter
Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct
current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC
(alternating current). Inverter yang digunakan adalah inverter dengan
kapasitas 60A, tegangan masukkan DC 24V, dan tegangan keluaran AC
220V.
45
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
1545,91 5,05
=
1,1
= 7097,14 Wh
= EA + (15% EA )
maka
EA = ET / 1,15
= 7097,14 Wh / 1,15
= 6171,43 Wh
EA = % EB
% = EA / EB
46
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
6171,43 Wh
= 100%
15926 Wh
= 38,75%
Energi beban yang dapat disuplai sistem PLTS dengan data insolasi
matahari yang tertinggi adalah sebesar 38,75% dari energi keseluruhan.
= 1600 W x 3,91 H
= 6256 WH
= 8080 WH
47
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
48
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
49
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
50
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
Waktu (jam)
Gambar 3. Kurva Kerja PLTS Kondisi ke-1, Kondisi ke-2, dan Kondisi ke-3
51
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
dapat bekerja sampai pada pukul 20.00, yaitu pada saat tegangan baterai
sampai pada batas bawah. Setelah PLTS tidak bekerja (off), kemudian PLN
bekerja (on) mensuplai beban menggantikan PLTS. Keadaan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3.
52
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
terisi sampai pada batas bawah rekoneksi 23,3V, dan PLTS mulai bekerja
(on) menggantikan PLN. Pada kondisi kelima, keadaan beban listrik normal
(dapat dilihat pada Gambar 6.), dan keadaan cuaca mendung (intensitas
penyinaran matahari kurang). PLTS mampu bekerja sampai pukul 18.00,
yaitu pada saat tegangan baterai sampai pada batas bawah. Kemudian PLN
bekerja (on) menggantikan PLTS mensuplai beban listrik. Keadaan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 5.
Waktu (jam)
Gambar 5. Kurva Kerja PLTS Kondisi ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7
53
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
54
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
meningkat (dapat dilihat pada Gambar 7.), dan keadaan cuaca mendung
(intensitas penyinaran matahari kurang). PLTS mampu bekerja hanya
sampai pukul 13.00, pada saat tegangan baterai sampai pada batas bawah.
Kemudian PLN bekerja (on) menggantikan PLTS mensuplai beban listrik.
Waktu kerja PLTS relatif sangat singkat karena faktor beban yang begitu
besar dan keadaan cuaca buruk. Keadaan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5.
5. Kesimpulan
1. Perancangan desain sistem hibrid antara PLTS dengan jala-jala listrik
PLN telah berhasil dilakukan. Sistem hibrid yang dirancang mempunyai
prinsip kerja satu arah yaitu pada saat PLTS bekerja (on) maka PLN
tidak bekerja (off) dan begitu pula sebaliknya. Sistem PLTS dirancang
untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga sekitar 30% dari beban
keseluruhan, selebihnya sekitar 70% dipenuhi dari PLN.
2. Dalam perancangan sistem PLTS untuk daerah Jakarta, digunakan data
insolasi matahari yang terendah dalam satu tahun sebagai dasar
perhitungan agar sistem PLTS secara kontinu dapat tetap memasok
energi listrik ke beban rumah tangga minimal 30% dari beban total.
3. Kinerja sistem PLTS sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi cuaca dan
faktor kondisi beban.
4. Semakin tinggi tingkat insolasi matahari, maka semakin besar energi
listrik yang dihasilkan modul surya, sehingga semakin besar pula beban
listrik yang mampu dipasok sistem PLTS.
55
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
5. Pada sistem hibrid PLTS dan PLN untuk rumah perkotaan diperlukan
switch controller yang berfungsi sebagai pengatur sumber pembangkit
yang akan memasok listrik ke beban.
6. Semua peralatan yang digunakan pada sistem PLTS untuk rumah
perkotaan telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan sesuai dengan
kapasitas berdasarkan perhitungan dan kapasitas terpasang, sehingga
diharapkan sistem PLTS tersebut mampu memasok energi listrik ke
beban secara kontinu dan handal.
Daftar Pustaka
1. Hankins, Mark. 1991. Small Solar Electric Systems for Africa. Motif
Creative Arts, Ltd. Kenya.
2. Lubis, Abubakar dan Adjat Sudrajat. 2006. Listrik Tenaga Surya
Fotovoltaik. BPPT Press, Jakarta.
3. Strong, Steven J and William G. Scheller. 1993. The Solar Electric
House. Chelsea Green ISBN 0-9637383-2-1
56