Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia bersama Australia merupakan negara penghasil batubara terbesar di
kawasan Asia Pasifik. Berdasarkan statistik batubara Indonesia yang dipublikasikan
oleh Departemen ESDM, menunjukkan bahwa produksi batubara pada tahun 2008
telah melampaui angka 188 juta ton. Ironisnya sebanyak 140 juta ton batubara malah
diekspor ke luar negeri. Potensi sumber daya batubara di Indonesia sebenarnya cukup
melimpah yaitu sekitar 104 milyar ton. Energi batubara yang ketersediaannya
melimpah tersebut akan sangat bermanfaat terutama untuk mengurangi
ketergantungan akan sumber energi minyak dan gas di dalam negeri. Melimpahnya
sumber daya alam batubara di Indonesia merupakan suatu alasan yang mendasari
dikeluarkannya kebijakan proyek 10000 MW oleh pemerintah pusat. Kebanyakan
pembangkit yang dibangun dalam proyek tersebut merupakan pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) batubara.
Sejak Gorontalo menjadi provinsi, daerah ini mengalami pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi akibat dari percepatan pembangunan dan pertambahan
penduduk. Tercatat pada tahun 2005, 2006, dan 2007 pertumbuhan ekonomi berada
pada angka tujuh persen lebih, yang artinya lebih tinggi dibanding pertumbuhan
ekonomi nasional (BPS, 2008). Hal ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan
listrik dari tahun ke tahun. Saat ini, pembangkit listrik yang beroperasi di sistem
Gorontalo tidak dapat memenuhi lonjakan beban puncak permintaan energi listrik
dan kebanyakan pembangkit tenaga listrik yang digunakan di daerah ini adalah
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Operasi pembangkit listrik dengan bahan
bakar solar sangat rentan terpengaruh dengan pasokan bahan bakar tersebut.
Disamping itu, harga minyak dan gas terus meningkat dari tahun ke tahun.
Karenanya, pengkajian terhadap PLTU batubara sebagai pengganti PLTD sangatlah
diperlukan untuk mendapatkan pembangkit listrik yang berkualitas dan
menguntungkan.
Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2009-
2018, terlihat bahwa pembangunan PLTU Anggrek 2x25 MW berbahan bakar
batubara di provinsi Gorontalo merupakan solusi utama penanganan krisis listrik

1
yang semakin parah. Bahkan direncanakan hingga tahun 2018 nanti, PLTU ini adalah
pembangkit utama dan pemasok daya terbesar dalam sistem. Oleh karena itu,
sebelum PLTU batubara tersebut dapat dibangun di Gorontalo, perlu dilakukan suatu
studi yang komprehensif mengenai pembangunan PLTU Batubara tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Pada intinya, skripsi ini ingin menjawab permasalahan pokok yaitu
bagaimanakah meninggikan efisiensi konversi energi termal menjadi energi listrik
pada PLTU Anggrek. Metoda peninggian yang dipilih adalah metoda termodinamik.
Yaitu dengan menerapkan analisa termodinamik kepada siklus fluida yang mungkin
diterapkan pada desain dasar PLTU Anggrek. Mengingat siklus fluida pada PLTU
berupa siklus Rankine, serta mengingat pula bahwa efisiensi yang lebih tinggi dapat
mengurangi biaya bahan bakar yang pada akhirnya menurunkan biaya produksi.
Sehingga rumusan masalah dalam skripsi ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Apakah analisa termodinamik dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi
PLTU Anggrek di Provinsi Gorontalo?
2. Bagaimanakah desain dasar PLTU dengan efisiensi tertinggi?
3. Berapakah biaya produksi listrik per kWh?
4. Bagaimanakah kelayakan investasi dari PLTU Anggrek?

1.3 Batasan Masalah


Permasalahan di atas dibatasi oleh hal-hal berikut ini:
1. Obyek penelitian adalah proses yang terjadi pada siklus fluida kerja PLTU
Anggrek di Provinsi Gorontalo.
2. Model PLTU yang diamati adalah PLTU batubara yang disederhanakan.
3. Analisa ekonomi tidak memperhitungkan unsur perpajakan.

1.4 Tujuan Penelitian


Skripsi ini memiliki tujuan:
1. Mempelajari siklus termodinamika Pembangkit Listrik Tenaga Uap berbahan
bakar batubara kalori rendah sebagai dasar mencapai tujuan ke 2.

2
2. Menentukan efisiensi termal tertinggi yang dapat dicapai dari proses konversi
energi termal menjadi energi listrik pada PLTU Anggrek.
3. Mempelajari ekonomi tenaga listrik sebagai dasar untuk menentukan biaya
bahan bakar berdasarkan nilai efisiensi termal dan pengaruhnya terhadap
biaya pembangkitan listrik per kWh.
4. Menghitung kelayakan ekonomi dengan besaran biaya pembangkitan yang
didapat menggunakan beberapa parameter sebagai penilaian apakah
operasional PLTU ini dapat menguntungkan.

1.6.5 Manfaat Penelitian


Kenaikan efisiensi dengan menerapkan desain dasar PLTU yang tepat sudah
barang tentu akan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Mengurangi biaya bahan bakar yang pada akhirnya memperkecil biaya
pembangkitan.
2. Menaikkan peluang pemanfaatan energi termal menjadi energi listrik.

Anda mungkin juga menyukai