TINJAUAN PUSTAKAa
2.1 Penelitian Terkait
Dalam tugas akhir ini akan dilakukan studi literatur yang merupakan pencarian
referensi-referensi dari teori yang bersangkutan dengan judul, masalah penelitian, tujuan
penelitian, dan metode. Teori-teori yang dibahas didapatkan mulai dari buku, jurnal
maupun dari sumber-sumber lain yang relevan.
Penelitian Prima (2017) yang berjudul Analisa Teknis dan Ekonomis Perbandingan
Penggunaan Bahan Bakar PLTMG terhadap PLTG di Pusat Listrik Balai Pungut – Duri.
Pada penelitian ini prima melakukan perbandingan pemakaian bahan bakar pada PLTMG
yang menggunakan dua bahan bakar, yaitu BBM dan Gas dengan PLTG yang hanya
menggunakan bahan bakar gas dalam pengoperasiannya. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisa rasio antara pemakaian dan biaya bahan bakar untuk PLTMG dan PLTG dan
membandingkan tingkat hasil efisiensi dalam penggunaan bahan bakar pada PLTMG dan
PLTG. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode langsung atau lebih
dikenal dengan metode input – output karena metode ini hanya memerlukan keluaran dan
panas masuk (bahan bakar) untuk evaluasi efisiensi dari segi konsumsi bahan bakar.
Penelitian Imansyah, dkk (2014), Dengan judul “Kajian Potensi Kerugian Akibat
Penggunaan BBM pada PLTG dan PLTGU di Sistem Jawa Bali”. Penelitian ini bertujuan
agar daya beban tetap terpenuhi, sedangkan biaya operasi dapat ditekan. Faktor yang
menjadi pertimbangan dalam meminimalkan biaya operasi adalah harga bahan bakar.
Selama ini pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam pengoperasian pembangkit
listrik menimbulkan kerugian dari sisi biaya operasi. Alasan PLTG dan PLTGU dipilih
yaitu karena pembangkit ini memiliki efisiensi thermal yang tinggi, sehingga dapat
menggunakan bahan bakar dari berbagai jenis minyak. Dynamic Optimal Power Flow
(DOPF) dipakai untuk menghitung biaya operasi dengan menggunakan metode Quadratic
Programming. DOPF dilakukan dengan menggunakan program Matpower dan software
matlab.
Pada penelitian Bogi Adikumoro, dkk (2014) yang berjudul “Pengaruh
Pembebanan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Terhadap Efisiensi Biaya Pembangkitan
Listrik”. Studi kasus di PT. Indonesia Power UBP Bali Unit Pesanggaran. Mereka
melakukan efisiensi terhadap masing-masing unit PLTG yang berjumlah 4 unit dibutuhkan
II-1
pengendalian, pengoperasian, dan pembebanan unit PLTG yang optimal, jumlah unit yang
dioperasikan, besar pembebanan masing-masing unit serta nilai Specific Fuel Consumption
(SFC) untuk masing-masing pembangkit. Dalam penelitian ini mereka juga mengganti
bahan bakar semula Marine Fuel Oil (MFO) menjadi solar. Didapatkan penurunan biaya
bahan bakar yang cukup signifikan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan daya selama 8
jam dimana pada jam 22.00-06.00 WIB perusahaan hanya memerlukan 1 unit PLTG
beroperasi yaitu PLTG unit 3 lebih baik dibandingkan dari unit lainnya untuk dinyalakan
pada jam tersebut dengan kebutuhan daya antara 17-20 MW. Biasanya perusahaan tersebut
menggunakan PLTG unit 3 dengan beban 100%, sehingga perusahaan mengeluarkan biaya
bahan bakar yang cukup besar, tetapi apabila perusahaan tersebut menggunakan PLTG unit
3 dengan beban 50% perusahaan dapat menghemat dengan estimasi penghematan biaya
bahan bakar sebesar 58,70% dan estimasi penghematan biaya pembangkitan sebesar
54,70%. Kesimpulan dari penelitian ini, yaitu konsumsi bahan bakar yang terendah
digunakan dengan daya antara 17-20 MW pada jam 22.00-06.00 adalah PLTG unit 3 beban
50% dengan SFC 0,437 liter/KWH. Estimasi biaya pengunaan bahan bakar selama 1 bulan
adalah 58,70% atau Rp. 20.976.000.000.
Penelitian Widagno (2013) yang berjudul optimasi pola pembebanan daya mesin
pembangkit listrik Diesel SWD 16 TM 410 terhadap efesiensi konsumsi bahan bakar. Studi
kasus di PLTD sungai raya. bagian dari unit pembangkitan dan penyediaan energi listrik
dari PT PLN (Persero) Sektor Kapuas. PT PLN (Persero) Sektor Kapuas merupakan Badan
Usaha Milik Negara yang membawahi pembangkitan dan penyediaan energi listrik bagi
masyarakat Kalimantan Barat, khususnya pada penyediaan tenaga listrik untuk Sistem
Khatulistiwa. Kebutuhan bahan bakar sebelum dan sesudah dilakukan Program MFO
nisasi ternyata, masih cukup besar, yaitu rata-rata perbulan spesifik konsumsi bahan bakar
(SFC) mencapai 0,235 liter/kWh. PLTD Sungai Raya mempunyai 6 unit mesin diesel,
yang terdiri dari 4 buah mesin diesel SWD 16TM410 dengan kapasitas daya mesin 9,01
MW dan 2 buah Sulzer dengan kapasitas daya mesin 7,6 MW. Mesin diesel SWD 16 TM
410 ini, mempunyai daya generator berkapasitas 8,8 MW dengan putaran mesin 600
rpm.Untuk menekan kebutuhan SFC per-kWh dan menekan biaya operasional perlu
dilakukan analisis dan perhitungan secara lebih detail, yaitu dengan membandingkan hasil
SFC yang sudah berjalan, dengan melakukan kajian teoritis dan eksperimental berdasarkan
pola pembebanan yang terjadi.
II-2
Pada penelitian Ir Naryono, dkk (2013) yang berjudul Analisa efesiensi turbin gas
terhadap beban operasi PLTGU Muara Tawar Blok 1. Penelitian ini menjelaskan tentang
efisiensi terhadap masing-masing unit PLTGU yang berjumlah 3 unit dibutuhkan
pengendalian, pengoperasian, dan pembebanan unit PLTGU yang optimal. Beban PLGTU
yang berubah-ubah dapat berpengaruh terhadap kinerja dari tiap-tiap komponennya anatara
lain turbin uap, pompa, kondensor, dan pembangkit gas. Dalam merespon perubahan beban
yang terjadi, maka secara otomatis suplay bahan bakar, udara pembakaran, serta gas yang
digunakan untuk pembentukan uap ikut berubah pula. Dengan mengetahui efesien tiap
beban maka dapat diketahui grafik efesiensi pada PLTGU sehingga dapat diketahui pada
beban berapakah PLTGU yang paling tinggi.
Suyamto (2009), dengan judul “Perbandingan Perhitungan Efisiensi Antara Pltu
Konvensional Dan Pltn”. Penelitian ini menjelaskan perbandingan perhitungan dan analisis
efisiensi antara PLTU konvensional dan PLTN. Perhitungan efisiensi PLTU dengan
menggunakan siklus uap Rankine merupakan metode teoritis yang sulit dilakukan karena
didasarkan pada grafik TS fluida kerja yang tidak memperhitungkan rugi panas, tekanan,
gesek dan lain-lain pada sistem. Perhitungan menjadi lebih sulit bila dilakukan peningkatan
efisiensi berdasarkan proses superheat, reheat dan regeneratif. Untuk mengatasi kesulitan
tersebut, dilakukan perhitungan efisiensi berdasarkan laju kalor.
Pada penelitian Basuki (2008) dalam penelitian yang berjudul “Analisis konsumsi
bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap dengan menggunakan metode least
square”. Pada penelitian ini cahyo melakukan perbandingan terhadap bahan bakar utama
PLTU yaitu MainFuel Oil (MFO) dan High Speed Diesel (HSD). Dengan Liquefied
Natural Gas (LNG) dan Batu bara guna penghematan biaya bahan bakar. Dari data harga
bahan bakar MFO, HSD, Batu bara, dan LNG berturut-turut adalah Rp. 6822,70/liter, Rp.
8339,00/liter, Rp. 35.150,00/MMBTU, dan Rp. 750,00/kg. Dengan menggunakan program
Chemical Logic Steam Tab Companion cahyo menghitung biaya bahan bakar pertahun
pada beban 140 MW dan biaya bahan bakar per kWh pada beban 140 MW. Cahyo
mendapat kesimpulan yaitu biaya pertahun dan biaya bahan bakar per kWh HSD Rp.2,005
Triliyun/tahun, Rp.1,865.471/kWh dan MFO Rp. 1,555 Triliyun/tahun, Rp.1,446.333
/kWh. Sedangkan Batu bara Rp. 323,942 Milyar/tahun, Rp.301.286/kWh dan LNG Rp.
168,029 Milyar/tahun, Rp. 156,277/kWh. Untuk daya yang sama HSD dan MFO masih
berada diatas biaya tarif rumah tangga yaitu 617.5/kWH. Jadi kesimpulan dari cahyo
II-3
operasional PLTU yang beroperasi dengan menggunakan bahan bakar minyak HSD dan
MFO sangat besar dalam penggunaan biaya.
Keunggulan penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya di PLTMG Balai
Pungut-Duri, pada penelitian ini dibahas analisis penggunaan bahan bakar dan efisiensi
terhadap 7 unit pembangkit, dengan menghitung dan mengindentifikasi data dan parameter
pada produksi energi pada setiap pembangkit. Dengan menggunakan dua bahan bakar,
yaitu bahan bakar gas dan solar. Yang dimana penggunaan pemakaian bahan bakar gas
lebih besar dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar solar. Data yang digunakan yaitu,
data dari Bulan Agustus-Oktober dan menghitung total produksi listrik agar tidak terjadi
kerugian pada penggunaan bahan bakar. Prosedur penelitian ini menggunakan cara
mengumpulkan data, survey yaitu dengan manganalisa pemakaian bahan bakar dan total
produksi pada setiap unit pembangkit listrik.
II-4
Dalam pasal 12 disebutkan :
1. Pemanfaatan energi oleh penggunaan sumber energi dan penggunan energi wajib
dilakukan secara hemat dan efisien. Yang dimaksud dengan "hemat" dalam
ketentuan ini berkaitan dengan perilaku penggunaan energi secara efektif dan
efisien. Yang dimaksud dengan "efisien" dalam ketentuan ini adalah nilai maksimal
yang dihasilkan dari perbandingan antara keluaran dan masukan energi pada
peralatan pemanfaatan energi.
2. Penggunan sumber energi dan penggunaan energi yang menggunakan sumber
energi atau energi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enamribu) setara ton
minyak per tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi.
Setara 1 (satu) ton minyak sama dengan:
a. 4 1,9 giga joule (GJ);
b. 1,15 kilo liter minyak bumi (kl minyak bumi);
c. 39,68 million British Thermal Unit (MMBTU); atau
d. 1 1,63 mega watt hour (MWh).
3. Manajemen energi sebagai mana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan:
a. Menunjuk manajer energi;
b. menyusun program konservasi energi;
c. melaksanakan audit energy secara berkala;
d. melaksanakan rekomendasi hasil audit energi; dan
e. melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun kepada Menteri,
gubernur, atau bupati wali kota sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Yang dimaksud dengan "manajemen energi" adalah kegiatan terpadu untuk
mengendalikan konsumsi energi agar tercapai pemanfaatan energi yang efektif
dan efisien untuk menghasilkan keluaran yang maksimal.
II-5
komponen utama, yaitu : kompresor, ruang bakar, dan turbin. Sistem ini dapat berfungsi
sebagai pembangkit gas ataupun menghasilkan daya poros. Ciri utama turbin gas adalah
kompak, ringan, dan mampu menghasilkan daya tinggiserta bebas getaran. Dengan
demikian mudah pemasangannya dan tidak memerlukan pondasi kuat.
Berbeda dengan motor bakar torak, pada turbin gas tidak terdapat bagian yang
bergerak translasi sehingga turbin gas dikatakan bebas getaran. Disamping itu proses
kompresi, pembakaran, dan ekspansi terjadi secara terpisah, masing-masing didalam
kompresor, ruang bakar, dan turbin. Turbin menghasilkan daya yang sebagian besar
diperlukan untuk menggerakan kompresornya sendiri.
Dari sekian banyak jenis pusat pembangkitan listrik, salah satu jenis yang masih
cukup banyak dioperasikan dan dibangun di Indonesia adalah Pusat Listrik Tenaga Mesin
Gas / Gas Engine PowerPlant (PLTMG / GEPP). Pilihan jatuh pada PLTMG dikarenakan
beberapa alasan, antara lain:
a) Ketersediaan bahan bakar gas alam (natural gas), yang dari segi ekonomis lebih
baik jika dibandingkan dengan bahan bakar minyak (HSD/MFO/LFO).
b) Lebih efisien (Heat Rate : 8804 btu/kwh) artinya dengan jumlah bahan bakar yang
sama dapat dihasilkan energi listrik yang lebih besar jika dibandingkan dengan
jenis pembangkit yang lain.
c) Kemampuan untuk mencapai beban maksimum dengan waktu yang lebih cepat, hal
ini sangat penting untuk pembangkit peaker (bekerja hanya pada beban puncak
yaitu pada pukul 17.00 – 22.00).
d) Emisi gas buang yang lebih bersih, polusi minimal, lingkungan lebih sehat dan
lebih ekonomis. (Wartsilla, 2013)
II-6
2.4.1 Prinsip kerja PLTMG
Prinsip kerja PLTMG hampir sama dengan PLTD, tetapi ada perbedaan
paling signifikan yaitu pada sistem bahan bakar untuk motor penggeraknya. Pada
PLTD umumnya hanya bisa menggunakan bahan bakar dari jenis minyak diesel
(HSD/MFO), sedangkan PLTMG umumnya menggunakan dua jenis bahan bakar
yaitu gas alam (natural gas) dan minyak diesel (HSD/MFO). Karena mesin PLTMG
yang dipakai menggunakan dua jenis bahan bakar, oleh karena itu sistem bahan
bakarnya juga harus bisa mengakomodir kedua bahan bakar tersebut.(Marsudi,
2005)
II-7
tugas utamanya adalah untuk pengaturan volume, keamanan sistem dan untuk
memastikan bahwa gas siap diumpankan ke mesin.(Wartsilla, 2013).
Bahan bakar minyak diesel biasanya digunakan untuk dua (2) fungsi, yaitu
untuk bahan bakar awalan (pilot fuel) dan bahan bakar utama (main fuel). Fungsi
bahan bakar utama (main fuel) digunakan jika dan hanya jika mesin gas di
operasikan menggunakan bahan bakar minyak solar sebagai bahan bakar utamanya,
atau pada kondisi mesin sebelum switch-over bahan bakar ke sistem gas.
Sedangkan fungsi sebagai bahan bakar awalan (pilot fuel) akan selalu digunakan
pada setiap upaya operasi mesin (starting & operation engine). (Wartsilla, 2013)
II-8
intercooler. Sebuah bagian kecil dari peralatan bantu, seperti mesin didorong
pompa air pendingin, dibangun di atas mesin.
GAS ENGINE
1. Manufacturer : Wartsila Finland Oy
2. Type : PAAE237328
3. Jumlah Silinder : 20
4. Speed : 750 rpm
5. Berat : 130.430 kg
6. Dimensi (PxLxT) : 12.917 m x 3.345 m x 4.251 m
7. Power Output : 9730 kW (ISO)
8. Heat Rate : 8110 btu/kwh (ISO)
9. Daya Mampu :15.600 KW
10.Kapasitas Terpasang : 16.110 KW
II-9
2.5.1 Bahan Bakar
Sistem bahan bakar menyediakan mesin dengan bahan bakar bersih pada
tekanan yang benar. Mesin dapat dijalankan pada bahan bakar gas atau bahan bakar
minyak ringan (LFO). Ketika berjalan pada bahan bakar gas, LFO digunakan
sebagai bahan bakar percontohan. (Wartsilla, 2013)
2.5.2 Pelumas
Sistem minyak pelumas mempertahankan kualitas oli mesin pelumas.
Sistem ini juga mencakup unit untuk mendinginkan bahan bakar minyak agar tidak
terlalu panas. (Wartsilla, 2013)
2.5.4 Cooling
Sistem air pendingin preheats mesin sebelum memulai, dan menyimpannya
dipanaskan selama shutdown. (Wartsilla, 2013)
II-10
situasi darurat. Bahan bakar kebocoran dari mesin mengalir ke tangki pengumpul di unit
bahan bakar minyak. Tangki dipanaskan oleh bahan bakar di garis kembali dari mesin.
II-11
2.7 Sistem Bahan Bakar Gas
Tujuan dari sistem bahan bakar adalah untuk memastikan pasokan terganggu dan
dapat diandalkan gas bahan bakar ke mesin. Komponen dalam sistem bahan bakar
membersihkan gas dan mengatur tekanan bahan bakar sesuai dengan beban mesin. Aliran
gas bahan bakar ke mesin terus diukur. Sebagian besar dari sistem bahan bakar gas yang
dipasang di jalan gas kompak. Katup menutup-off utama di garis bahan bakar gas yang
terletak di luar pembangkit tenaga listrik tersebut. (Wartsilla, 2013 )
II-12
diinstal. Unit ini memiliki koneksi untuk gas inert, digunakan untuk membersihkan
sistem bahan bakar udara setelah bekerja maintenaince, untuk menghindari
campuran eksplosif dari gas bahan bakar dan udara di dalam sistem. Unit mengatur
gas termasuk peralatan untuk memantau suhu dan tekanan gas. Katup menutup-off
otomatis dan ventilasi katup dioperasikan oleh sistem kontrol selama start dan stop
urutan. (Wartsilla, 2013)
(Sumber : Maryanti,dkk,2012)
Dimana :
SFC = Penggunaan Bahan Bakar Spesifik solar
II-13
SGC = Penggunaan Bahan Bakar Spesifik Gas
𝑚𝑓 = Konsumsi Bahan Bakar
𝑝 = daya yang dihasilkan
Semakin rendah nilai Sfc maka semakin rendah pula konsumsi bahan bakar yang
digunakan.
c. SFC Total PLTMG Balai Pungut
Dimana 1 L Solar = 0.037 MMBTU (Santoso, 2014)
SFC Total = Sfc (Solar) + Sfc (Gas)=(Btu/kwh).............................................(2.3)
II-14
2.8.3 Efisiensi Thermal PLTMG
Efisiensi thermal adalah bentuk dasar energi. Artinya, semua bentuk
efisiensi energi yang lain dapat secara sempurna dikonversi menjadi efisiensi energi
thermal. Sebenarnya, semua efisiensi energi akhirnya akan dikonversikan menjadi
efisiensi energi thermal, kecuali bila disimpan dalam bentuk lain. Pengkonversian
efisiensi energi thermal menjadi bentuk efisiensi energi yang lain adalah terbatas
hingga suatu harga yang lebih kecil dari 100%.
Ketika ditulis dalam persentase, efisiensi thermal harus berada di antara 0%
dan 100%. Karena efisiensi seperti gesekan, hilangnya panas, dan faktor lainnya,
efisiensi thermal mesin tidak pernah mencapai 100%. Efisiensi thermalnya
didefinisikan dengan :
Qoutput
𝑛𝑡ℎ (𝑆𝑜𝑙𝑎𝑟) = ×100%.................................................................(2.7)
Qinput
II-15
a. Meningkatkan output,
b. Mengurangi input,
c. Atau jika kedua output dan input ditingkatkan, maka tingkat kenaikan untuk
output harus lebih besar dari pada tingkat kenaikan untuk input atau Jika
kedua output dan input diturunkan, laju penurunan untuk output harus lebih
rendah dari pada tingkat penurunan untuk input.
II-16