Anda di halaman 1dari 40

2.

2 PLN Sektor Sebalang


2.2.1 PENDAHULUAN
2.2.2.1 Sejarah Perkembangan PLN Sektor Sebalang

Gambar. 5 PLN Sektor Sebalang

Berdasarkan pada Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2006 tanggal 05


Juli 2006 tentang penugasan kepada PT. PLN Persero untuk melakukan Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang menggunakan batubara. Peraturan
presiden ini menjadi dasar bagi pembangunan 10 PLTU di Jawa dan 25 PLTU di
Luar Jawa Bali atau yang dikenal dengan nama Proyek Percepatan PLTU 10.000
MW. Pembangunan proyek PLTU tersebut guna mengejar pasokan tenaga listrik
yang akan mengalami desit sampai beberapa tahun mendatang, serta menunjang
program diversikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke non bahan bakar
minyak (BBM) dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah yang cadangannya
tersedia melimpah di tanah air. Sesuai SK. Direksi No. 024.K/42/DIR/2007 dibentuk
Tim Percepatan Proyek yang salah satunya adalah Tim Percepatan Proyek
Pembangkit Luar Jawa (PPLJ-III). Proyek yang menjadi tanggung jawab tim ini salah
satunya adalah PLTU Lampung (2 x 100 MW). Proyek ini berlokasi di Dusun
Sebalang Desa Tarahan Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan.
Kontraktor untuk proyek ini adalah Joint Operation antara PT. Adhi Karya
(Persero)Tbk. dan Jiangxi Electric Power Overseas Engineering Ltd. PLTU di
Lampung di tunjang oleh 2 unit generator yang masing-masing menghasilkan 100
MW.
PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Sebalang adalah salah satu kegiatan
usaha yang dimiliki PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan,
mempunyai 2 unit usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x100
MegaWatt (MW). Presiden SBY meresmikannya di Istana Negara pada 20 Agustus
2007, bersama sejumlah proyek lainnya. PLTU Tarahan ini, yang berkapasitas 2x100
MW, merupakan bagian dari program percepatan pembangunan pembanglit listrik
10.000 MW yang direncanakan diera Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla. PT PLN
(Persero) Sektor Pembangkitan Sebalang ini berlokasi di Desa Sebalang, Kecamatan
Katibung, Kabupaten Lampung Selatan.
Dalam proses pengoperasian PLTU Sebalang menggunakan dua jenis bahan
bakar, yang pertama adalah High Speed Diesel (HSD) sebagai bahan bakar untuk
initial firing dan batubara sebagai bahan bakar utama. Batubara merupakan bahan
bakar yang paling berperan dalam proses pembakaran sehingga diperlukan suatu
analisis terhadap kualitas batubara yang selama ini diterima untuk mengoptimalkan
kinerja pembangkit. Batubara yang dipakai berkalori rendah dengan bahan tambahan
batu kapur. Batu kapur mengontrol emisi gas buang sehingga udara pembakaran
PLTU ini ramah lingkungan. Total kebutuhan capai 1.000.800 ton batu bara per
tahun. Dengan dua pemasok batu bara yakni PT Hanson Energy dan PT PLN
Batubara. Kualitas batubara yang diterima harus mempunyai standar yang sudah
ditentukan dan dianalisa langsung oleh pihak ketiga antara pembeli dan pemasok
yaitu surveyor independent. Permasalahan yang terjadi pada PT PLN (Persero) Sektor
Pembangkitan Sebalang dalam lingkup kinerja pembangkit yaitu belum adanya
evaluasi pengaruh kualitas batubara terhadap kinerja PLTU. Selain itu belum adanya
standar baku untuk menentukan kualitas batubara yang diperlukan oleh PLTU.
2.2.1.2 Lokasi PLN Sektor Sebalang

Gambar 6. Peta Lokasi PLN Sektor Sebalang

2.2.1.3 Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan


2.2.1.3.1 Struktur Organisasi
MANAJER SEKTOR

ASMAN ASMAN ASMAN


ASMAN CAH ASMAN KSA KINERJA
OPERASI ENJINIRING PEMELIHARAAN

SPV RENDAL SPV MANAJEMEN


SPV RENDAL HAR SPV HAR CAH SPV SDM & UMUM
OP ENJINIRING RESIKO

SPV OPERASI
SPV HAR MEKANIK SPV OPCAH SPV LOGISTIK SPV LAKDAN
A,B,C,D

SPV K3L SPV HAR LISTRIK SPV BBM SPV AKUNTANSI

SPV ANALIS SPV HAR


KIMIA INSTRUMENT

Gambar 7. Struktur Organisasi PLN Sektor Sebalang


2.2.1.3.2 Aspek manajemen di PLN Sektor Sebalang
Komitmen kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja Keselamatan dan
kesehatan kerja adalah tanggung jawab semua pihak oleh sebab itu PT Bukit Asam
(Persero) Tbk. bersama pihak terkait bertekad menciptakan lingkungan kerja yang
sehat, bebas cidera dan melakukan kegiatan operasional sesuai kaidah yang berlaku.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Unit
Pelabuhan Tarahan berkomitmen untuk :
1. Menciptakan keteladanan dalam penerapan disiplin yang dimulai dari diri
sendiri,membudayakan perilaku aman dan mengembangkan kompetensi
melalui pembinaan sikap kerja yang efektif.
2. Mencegah insiden melalui identifikasi, analisis, dan eliminasi bahaya maupun
terencana.
3. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku baik nasional maupun
internasional.
4. Melakukan pengukuran kinerja K3 dan perbaikan secara berkesinambungan.

2.2.1.4 Pemasaran PLN Sektor Sebalang


Batu bara yang telah dihancurkan, siap di distribusikan melalui pelabuhan
Tarahan dengan 80% hasil produksi di distribusikan untuk kepentingan industri lokal
dan untuk memenuhi kebutuhan batubara PLTU Suralaya di propinsi Banten. Sisanya
20% dari hasil produksi di ekspor ke beberapa negara Asia seperti India, China,
Jepang, Taiwan, Pakistan, Vietnam, serta beberapa negara di Eropa seperti Spanyol,
Jerman, Inggris, Kroasia, Belanda dan Italia.
Produk yang dipasarkan meliputi batubara jenis BA 58 dan BA 59 yang
dipasarkan ke PLTU Suralaya. Selain itu juga menjual Batubara jenis BA 63, dan BA
70 ke berbagai Negara lain seperti China, Korea, Switzerland, Taiwan, Delta Holding
PTE, Ltd India, Eropa, Pakistan, Jepang dan beberapa wilayah Eropa lainnya. Sistem
transportasi batubara PT. Bukit Asam dengan jalur laut
Pengangkutan batubara PT. Bukit Asam (Tbk) unit Pelabuhan Tarahan
bekerjasama dengan berbagai instansi swasta maupun pemerintah. Kerjasama tersebut
diantaranya dengan;
1. PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI), di mana pengangkutan batubara dari
Tanjung Enim ke pelabuhan Tarahan menggunakan jalur kereta dan lokomotif
milik PT. KAI.
2. PT. Bahtera Adi Guna dan PT. Arpeni, di mana pengangkutan batubara dari
pelabuhan Tarahan melalui jalur laut menggunakan kapal laut milik
perusahaan tersebut.

Gambar. 4 Dermaga Tarahan

2.2.2 Uraian PLN Sektor Sebalang


2.2.2.1 Bahan Baku
Bahan utama penghasil uap ini adalah air laut yang tentu saja memiliki
kandungan kimia yang masih harus diolah dengan baik sehingga dapat menghasilkan
uap yang tidak merusak logam-logam, khususnya kandungan garam yang sangat
konduktif dan bersifat korosif. Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu metode
pengolahan air laut menjadi air demineral yang layak dijadikan uap bagi turbin yaitu
metode pentreatmenan air (water treatment) serta chlorination plant.
2.2.2.1.1 Siklus Air Laut

Gambar. Siklus Air PLTU

Air Umpan Boiler


Adalah Air yang digunakan untuk kebutuhan operasi unit pembangkit.
Bersumber dari Sea Water yang telah melalui Proses Pengolahan Air hingga
menjadi air umpan Boiler (Air Demin).
Air Pendingin
Air yang digunakan sebagai media pendingin pada condensor dan HE.
Bersumber dari air laut.
Standar air pendingin memiliki kandungan Free Res. Chlorine 0,4 0,6 ppm.
Peralatan utama :
CWP (Circulating Water Pump)
Stand Pipe
Close Cooling Water Pump (CCWP)
Primary Cooling Water Booster Pump
Closed Cooling Water Heat Exchanger
Air Limbah
Adalah Air sisa proses produksi. Pengolahan air limbah dilakukan pada Waste
Water Treatment Plant dengan prinsip penetralan pH dan sedimentasi.
2.2.2.1.2 Standar Kualitas Bahan Baku (Air)
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan bahan baku air laut
yang mengandung garam yang diproses menjadi air tawar yang layak digunakan
untuk proses penguapan yang selanjutnya digunakan untuk memutar turbin. Adapun
standar dari kualitas air menurut Dokumen Kontrak PLTU Lampung 2 x 100 MW.
2007. Instrument and Control System. PLTU Sebalang. Lampung Selatan4. adalah
sebagai berikut :
1. Konduktiviti atau daya hantar listrik air < 0,5 mikro-mho.
2. Kandungan silica < 0,015 ppm.
3. pH antara 6.5- 7
4. Dissolved Oxygent (DO2) < 0,3 ppm.

Standar Air Kondensat


Untuk ketel bertekanan 170 kg/cm2
pH = 9,2-9,5
Conductivity,SC = < 10 mikro mho/cm
Conductivity,CC = < 0,3 mikro mho/cm
Silika (SiO2) = < 0,02 ppm
Oksigen Terlarut = < 0,015 ppm
Tembaga (Cu) = < 0,01
Besi = < 0,02

Standar Air Pengisi Ketel


a. Untuk ketel dengan tekanan 40,60,dan 80 atm
Tekanan Kerja
40 atm 60 atm 80 atm
(atm)
Oksigen Terlarut
< 0,02 < 0,02 < 0,02
(ppm)
Total Besi (ppm) < 0,05 < 0,05 < 0,001
Total Tembaga
< 0,01 < 0,01 < 0,05
(ppm)
pH pada 25C
8-9 8-9 8-9
(ppm)
Silica (ppm) < 0,02 < 0,02 < 0,02
Conductivity
< 1,0 < 0,5 < 0,3
(mikro s/cm)
Chlorida (Cl-)
- - -
ppm
Hydrazin (N2H4)
0,01-0,03 0,01-0,03 0,01-0,03
ppm

b. Untuk ketel dengan tekanan 170 kkg/cm2


pH = 9,2-9,5
Conductivity,SC = < 10 mikro mho/cm
Silika (SiO2) = < 0,02 ppm
Oksigen Terlarut = < 0,07 ppm
Hydrazine (N2H4) = < 0,03-0,05

Standar Air Ketel


a. Untuk ketel dengan tekanan 40,60,dan 80 atm
Tekanan Kerja
40 atm 60 atm 80 atm
(atm)
pH 9-10 9-10 9-10
Silica (ppm) - < 10 <4
Conductivity
- < 2250 < 1150
(mikro s/cm)
Phospat (ppm) < 10 < 10 <3

b. Untuk ketel dengan tekanan 170 kkg/cm2


- Air ketel :
pH = 9,2-9,5
Conductivity,SC = < 20 mikro mho/cm
Silika (SiO2) = < 0,185 ppm
Phospat (PO4) = < 0,07 ppm
Chlorida (Cl) = < 0,5

- Main steam
pH = 9,2-9,5
Conductivity,SC = < 00 mikro mho/cm
Silika (SiO2) = < 0,015 ppm

2.2.2.1.3 Pengolahan Bahan Baku


Water Treatment Plant (WTP)
Untuk menghasilkan sistem uap yang baik pada suatu Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) maka diperlukan suatu sistem atau
treatment untuk memproses air laut (Sea Water) yang memiliki unsur-
unsur yang dapat merusak logam (peralatan pembangkit) menjadi air
demineral (air murni) yang uapnya layak digunakan untuk
menggerakkan Turbin Pembangkit. Dalam bahasa pembangkit disebut
sebagai proses Water Treatment Plant (WTP). Adapun komponen
Water Treatment Plant (WTP) dapat dilihat dari blok diagram berikut :

Gambar 8. Komponen Pemrosesan Water Treatment Plant (WTP)


Chlorination Plant

Gambar . Chlorination Plant

Menggunakan prinsip elektrolisa pada sel - sel anoda dan katoda.


Peralatan utama cell Generator yang di aliri listrik 1200 - 3800 Ampere.
Sodium Hypochloride untuk injeksi pada air pendingin dan gas Hydrogen.

2.2.2.2 Proses Produksi


Alur Proses
1. Batubara dari tambang batubara Tanjung Enim Sumatera Selatan diangkut
dengan Kereta Api Babaranjang (Kereta Api Batubara Rangkaian Panjang) ke
Pelabuhan Batubara Tarahan Lampung dengan jarak tempuh kurang lebih 420
km. Setiap rangkaian kereta api babaranjang terdiri dari 45-60 gerbong yang
masing-masing gerbong berisi 50 ton batubara.
2. Setibanya di Pelabuhan Batubara Tarahan, rangkaian kereta api ini menuju ke
RCD (Rotary Car Dumper) I-IV yaitu alat penumpahan gerbong, dimana
gerbonggerbong yang bermuatan batubara satu persatu akan dibalikkan guna
menumpahkan isinya. Operasi penumpahan batubara di RCD dilakukan secara
otomatis.
3. Dari RCD I, II, III, IV batubara diangkut dengan ban berjalan (Belt
Compeyor) ke mesin penghancur batubara pertama (Primary Crusher) dimana
batubara akan dipecahkan menjadi bongkahan-bongkahan yang lebih kecil.
4. Selanjutnya batubara akan dibawa dengan menggunakan ban berjalan ke
tempat penimbunan batubara yang disebut Stock Pile. PT. Bukit Asam
memiliki 4 unit Stock Pile dengan kapasitas stock batubara sebagai berikut:
a) Stock Pile I 60.000 ton
b) Stock Pile II 250.000 ton
c) Stock Pile III 250.000 ton
d) Stock Pile IV 250.000 ton
5. Penimbunan batubara pada Stock Pile I, II, III, IV untuk memenuhi kebutuhan
domestik di wilayah Lampung, juga untuk memenuhi kebutuhan batubara
PLTU Suralaya dan kegiatan ekspor.
6. Pemuatan batubara dari tempat penimbunan (Stock Pile) ke dalam kapal
dilakukan dengan mempergunakan Bulldozer yang mendorong batubara dari
tempat penimbunan kedalam sumur pengambilan (Reclaim Pit) untuk
selanjutnya dibawa ke mesin penghancur batubara kedua (Secondary Crush),
dimana bongkahan batubara akan dipecahkan lagi sampai butirannya sesuai
dengan spesifikasi ukuran yang dikehendaki oleh pemesan. Untuk
pengambilan batubara dari Stock Pile I dan II tidak menggunakan Bulldozer
tetapi menggunakan Steacker Recleamer.
7. Batubara yang sudah dipecah di secondary crusher kemudian diangkut
dengan ban berjalan ke mesin pemuat kapal dan selanjutnya akan
memuatkannnya ke dalam kapal, kapasitas pemuat kapal ini adalah 5000 ton
batubara/jam.

2.2.2.3 Produk yang dihasilkan


PT Bukit Asam (PERSERO) Tbk unit pelabuhan Tarahan Lampung tidak
melakukan kegiatan penambangan batubara, perusahaan ini hanya bertugas
menghancurkan bongkahan batu bara ukuran besar yang diangkut dengan Kereta Api
Batubara Rangkaian Panjang (KA Babaranjang) dari Tanjung Enim, Sumatera
Selatan untuk kemudian dihancurkan menjadi ukuran 100 mili. Salah satu produk
yang dihasilkan oleh PT Bukit Asam (PERSERO) Tbk unit pelabuhan Tarahan
Lampung adalah briket batu bara.
Produk yang dipasarkan meliputi batubara jenis BA 58 dan BA 59 yang
dipasarkan ke PLTU Suralaya. Selain itu juga menjual Batubara jenis BA 63, dan BA
70 ke berbagai Negara lain seperti China, Korea, Switzerland, Taiwan, Delta Holding
PTE, Ltd India, Eropa, Pakistan, Jepang dan beberapa wilayah Eropa lainnya. Sistem
transportasi batubara PT. Bukit Asam dengan jalur laut,

2.2.2.4 Utilitas
2.2.2.4.1 Batubara
Batubara yang digunakan termasuk dalam jenis batubara sub bituminus
dengan kadungan moisture yang diizinkan sangat tinggi, yaitu 30% (1/3
dari masa batubara). Peralatan utama pada alur batubara adalah coal silo,
crusher, dan hopper

Gambar. Siklus Bahan Bakar

2.2.2.4.2 Boiler
a. Fungsi Boiler
Boiler berfungsi untuk merubah air menjadi uap superheat yang bertemperatur
dan bertekanan tinggi. Proses memproduksi uap ini disebut Steam Raising
(Pembuat Uap). Unit/alat yang digunakan untuk membuat uap disebut
Boiler (Boiler) atau lebih tepat steam Generator (Pembangkit Uap).
Klasifikasi Boiler secara umum dibagi dua yaitu, Boiler pipa api dan Boiler
pipa air. Jenis Boiler pipa api banyak digunakan oleh industri yang
memerlukan tekanan uap yang relatif rendah, misalnya pabrik-pabrik gula.
Sedangkan jenis pipa air digunakan oleh industri/pembangkit listrik yang
memerlukan tekanan uap yang tinggi, misalnya pada pusat-pusat listrik tenaga
uap.
b. Jenis-Jenis Boiler
Boiler Pipa Api
Pada jenis Boiler pipa api, gas panas hasil pembakaran (flue gas) mengalir
melalui pipa-pipa yang dibagian luarnya diselimuti air sehingga terjadi
perpindahan panas dari gas panas ke air dan air berubah menjadi uap.

Gambar. Boiler Pipa Api

Boiler Pipa Air


Pada boiler (Boiler) jenis ini, air berada didalam pipa sedangkan gas panas
berada diluar pipa. Boiler pipa air dapat beroperasi dengan tekanan sangat
tinggi (lebih dari 100 Bar

Gambar. Boiler Pipa Air

c. Bagian-bagian Boiler dan Alat Bantunya


Gambar. Bagian-Bagian Boiler dan Alat Bantunya

d. Efesiensi Boiler
Pengertian Efisiensi
Energi tidak dapat dibuat maupun di musnahkan, akan tetapi diubah
bentuknya dari salah satu bentuk ke bentuk lain, misalnya energi kimia
dalam bahan bakar diubah menjadi energi listrik yang dihasilkan oleh
generator. Proses ini terjadi di PLTU. Idialnya, selama terjadi perubahan
bentuk dari satu jenis energi ke energi lain, jumlah energi semula dengan
jumlah energi akhir akan sama besar. Akan tetapi tidak disengaja maupun
yang disengaja. Kehilangan kehilangan ini lajim disebut LOSSES.
Kehilangan energi panas yang terjadi di PLTU, sebagian besar terjadi
diKondensor, yaitu terbuangnya panas akibat dibawa oleh air pendingin
kondensor ke laut, sungai ataupun ke udara luar pada kondensor yang
dilengkapi menara pendingin ( Cooling tower ). Semakin besar losses akan
semakin kecil efisiensi dan pada akhirnya biaya produksi energi listrik per
KWH akan semakin tinggi.
Dengan memahami masalah efisiensi, diharapkan para operator dapat
mengambil tindakan seperlunya agar unit PLTU yang di operasikan
memiliki efisiensi tinggi dalam batas batas operasi yang tetap aman.
Efisiensi merupakan istilah yang bayak di gunakan di berbagai bidang.
Namun dalam bahasa ini pengertian efisiensi adalah khusus mengenai
efisiensi unit PLTU atau bagian dari sistem dalam unit PLTU.
Efisiensi akan menyatakan hubungan antara INPUT dan OUTPUT.
Karena adanya
LOSSES yang tidak dapat di hindarkan dalam proses perubahan energi
di PLTU maka :

OUTPUT = INPUT LOSSES


OUTPUT
EFISIENSI =
INPUT
Atau
INPUT LOSSES
EFISIENSI = INPUT

Pernyataan matematis tersebut di atas menyatakan bahwa efisiensi


merupakan perbandingan antara OUTPUT dengan INPUT. Dalam kondisi
ideal yaitu apabila LOSSES = 0 maka besarnya efisiensi adalah 1 (satu ) atau
100 %.
Efisiensi Siklus
Seperti yang sudah di jelaskan terdahulu, PLTU mengubah energi kimia
bakar menjadi energi listrik.
Urutan selengkapnya adalah :
1. Energi Kimia dalam bahan bakar diubah menjadi energi panas. Proses
ini terjadi di dalam ketel ( Boiler ).
2. Energi panas diubah menjadi energi mekanis. Proses ini terjadi di Turbin
3. Energi mekanis di ubah menjadi Energi Listrik. Proses ini terjadi di
Generator listrik.
Akibat keseluruhan dari rantai proses konversi energi ini adalah output
energi listrik di peroleh dari input bahan bakar.

Gambar. Perubahan (konversi) di PLTU


Efisiensi siklus dapat di hitung apabila data data tersebut di bawah ini
di ketahui :
a. Energi Listrik yang di diproduksi . KWh
b. Berat bahan bakar yang di bakar Kg
c. Nilai kalor bahan bakar ..Kj/Kg
Contoh :
Suatu unit PLTU dibebani 100 MW, dalam satu jam menghabiskan bahan
bakar batubara sebanyak 50.000 kg. Nilai kalor bahan bakar adalah 23.000
Kj/Kg. Berapa efisiensi siklus keseluruhan (Overall effisiensi) ?
Jawab :
Panas masuk = Berat bahan bakar X Nilai Kalor
= 50.000 X 23.000 Kj/Kg
= 1.150.000.000 Kj
Maka, Input = 1.150.000.000 Kj
Energi Listrik dihasilkan :
= 100 MW X 1 Jam = 100 MWh = 100.000 KWh
Apabila 1 KWh = 3600 Kj
Maka, Output = 100.000 x 3600 Kj
= 360.000.000 Kj = 360 Mj
Overall eficiency
Output 360.000.000
= = = 0,313 = 31,3 %
Input 1.150.000.000
e. Tipe Boiler yang Digunakan oleh PLTU Sebalang
Terjadi dalam 3 tahapan antara lain sebagai berikut :
Circulating, terjadinya sirkulasi
batubara yang belum habis terbakar dari Furnace
ke Cyclone kemudian masuk ke Seal Pot dan
kembali ke Furnace.
Fluidized, penghembusan udara
primer untuk menjaga material bed dan batubara
tetap melayang didalam Furnace.
BED, material berupa partikel-
partikel kecil (pasir kuarsa, bottom ash) yang
digunakan sebagai media awal transfer panas dari
pembakaran HSD ke pembakaran Batubara.

Tabel. 1 Perbedaan Boiler CFB dan PC


NO BOILER CFB BOILER PC

1. Temperatur Pembakaran di Furnace Temperatur Pembakaran di Furnace tinggi


rendah ( 800 C) (> 1000 C)

2. Kadar Sox dan Nox yang rendah sebab Kadar Sox dan Nox tinggi karena tidak
menggunakan Limestone menggunakan Limestone.

3. Ukuran batu bara yang masuk ke Ukuran batubara yang masuk ke furnace
Furnace ( 6 mm) dalam bentuk serbuk halus.

4. Dapat menggunakan batubara dengan Menggunakan batubara dengan nilai kalor


nilai kalor yang rendah. yang tinggi.

5. Menggunakan Panel Evaporator dan Tidak menggunakan Panel Evaporator dan


PanelSuperheater didalam Furnace.Peman Panel Superheater.
faatan radiasi panas dari pembakaran.

6. Penggunaan StartUp-Burner tidak Penggunaan StartUp Burner tergantung


tergantung dari beban (MW) tetapi beban.
temperatur Furnace.

2.2.2.4.3 Sistem Pembakaran


Bahan bakar yang digunakan di PLTU terdiri dari :
1. Bahan bakar minyak solar (HSD)
2. Bahan bakar minyak residu (MFO)
3. Bahan bakar batubara
Bahan bakar minyak solar digunakan sebagai penyala (igniter) dan
untuk pembakaran awal pada saat start dingin. Sistem bahan bakar solar
yang dipersiapkan mulai dari tangki hingga penyala. Pemeriksaan pada
sistem ini meliputi,:
1. Level tangki solar (HSD) cukup
2. Katup masuk dan keluar tangki dalam posisi yang benar
3. Saringan (strainer) sisi masuk pompa dalam keadaan bersih dan
terpasang benar.
4. Pompa solar dalam keadaa siap
5. Katup masuk dan keluar pompa dalam posisi benar
6. Katup pengatur (control valve) tekanan dalam posisi benar
7. Flow meter, angkanya dicatat
8. Trip valve (katup penutup cepat) tertutup
9. Igniter siap meliputi pasok listrik dan busi
10. Sistem atomisasi uap atau udara siap

a. Teori Pembakaran Berbahan Bakar Batubara


Teori pembakaran merupakan pengetahuan yang penting dalam rangkaian
memahami proses pembakaran secara benar. Namun sebelum membahas
mengenai proses pembakaran terlebih dahulu harus dipahami beberapa definisi
dan konsep dasar yang akan ditemui dalam analisis proses pembakaran bahan
bakar.
Analisis Bahan Bakar
Bahan bakar adalah senyawa hidrokarbon yang terdiri dari unsur-unsur
yang membentuk reaksi pembakaran dengan oksigen. Secara elementer
komposisi bahan bakar terdiri dari unsur hidrogen (H), Karbon (C), dan
Sulfur (S). Analisis bahan bakar biasanya dilakukan untuk menentukan
macam-macam unsur dalam bahan bakar yang tidak jarang memerlukan
waktu.
Bagi keperluan rutin, testing batubara hanya dilakukan untuk
menentukan :
a) Kandungan embun
b) Kandungan abu
c) Nilai kalor
d) Kandungan belerang.
Tetapi setiap laboratorium pembangkit listrik juga melakukan
pengujian untuk memperoleh data mengenai karakteristik-karakteristik lain
batubara yang dianggap penting sesuai dengan kebutuhan unit
pembangkitan yang bersangkutan. Ada 2 macam analisis yang lazim
dilakukan terhadap batubara yaitu :
1. Analisis pendekatan (proximate analysis) yang memberikan data
tentang kandungan zat terbang, Carbon tetap, abu dan embun. Untuk
melengkapi hasil pengujian, biasanya dicantumkan juga data tentang nilai
kalor dan kandungan belerang.
2. Analisis ultimate (ultimate analyisis) yang memberikan data tentang
komposisi bahan bakar dalam presentase untuk Nitrogen, Oksigen, Carbon,
abu, belerang Chlor dan Hidrogen.

1. Proximate Analysis.
Merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap sampel batubara
untuk menentukan kandungan air (moisture), zat terbang (volatile
matter), abu serta Carbon tetap (fixed Carbon).

(i) Kandungan Air (Moisture Content).


Air yang terkandung dalam batubara dapat dibedakan menjadi 3
macam yaitu :
a. Free Moisture
Semua batubara mengandung free moisture dalam jumlah
tertentu. Asalnya mungkin dari air tambang bawah tanah, air
yang bergabung dalam proses pembentukan batubara serta
semprotan-semprotan air pada proses-proses pencucian maupun
berasal dari hujan dan salju. Pada kebanyakan analisis, free
moisture ditetapkan sebagai langkah pertama untuk
memeproleh total moisture, termasuk bagian yang menguap
ketika sampel dalam proses menuju keseimbangan dengan
udara sekitar. Free moisture dinyatakan dalam presentase dan
diukur dari berkurangnya berat sampel antara 5 - 15 Kg.
Dengan cara menempatkan sampel pada udara yang bersikulasi
0
bebas dengan temperatur tidak lebih dari 15 C diatas
temperatur sekitar selama 16 sampai 24 jam. Sampel tersebut
disebarkan dengan rata sehingga memiliki ketebalan
penampang sekitar 2,5 cm dan jika amat basah, maka waktu
pengeringan mungkin meningkat sampai melebihi 24 jam.

b. Inherent Moisture.
Diukur dengan mengukur kehilangan berat jika 1 Kg
sampel dipanaskan dalam oven sampai 105 0C - 110 0C selama
5 - 6 jam dalam aliran udara lambat.
c. Air - Dry Moisture.
Untuk menetapkan kandungan air dari sampel laborat
untuk analisis umum, dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
dengan mengeringkan 1 gram sampel dalam sampel dalam
suatu oven vakum dengan cara yang sama dan terakhir
penimbangan langsung terhadap air yang diserap oleh
absorbent (alat penyerap) dari gas Nitrogen kering yang
dilewatkan pada batubara yang ditempatkan dalam tabung
pemanas.
Jika batubara dipanaskan di udara pada suhu lebih dari
100 0C tetapi dibawah titik nyalanya maka akan terjadi perubahan
lain selain hilangnya uap air yang meliputi :
Kehilangan berat sehubungan dengan evolusi gas-gas serta
terurainya batubara.
Bertambahnya berat sehubungan dengan pembentukan
peroksida padat. Pemakaian Nitrogen untuk mengeluarkan
Oksigen dapat mencegah terjadinya hal ini.

(ii) Ash Abu.


Ada tiga tipe abu :
a) Inherent ash (abu inherent) - kandungan abu yang tidak dapat
dihilangkan dengan metoda pembersihan apapun. Abu inherent
boleh dianggap sama seperti unsur-unsur pokok mineral dari
bahan tumbuhan dari mana batubara diperoleh, ditambah
endapan (lumpur) dimana tumbuhan itu tumbuh.
b) Associated ash (abu campuran) - terdapat pada lapisan betubara
sebagai bercak-bercak. Diantaranya terdiri dari semacam zat
mineral yang belum terpisahkan dari bingkahan-bungkahan
batubara selama penambangan.
c) Adventitous ash - tidak terdapat pada lapisan, tetapi berasal
dari lantai atau atap tambang yang tergantung pada kondisi
geologis setempat. Adventitous ash mungkin berupa lempung
(tanah liat) tahan api atau serpihan Carbon dari tanah liat yang
mengendap pada air dangkal dilokasi tambang batubara.

(iii) Zat Terbang (Volatile).


Zat terbang dipakai sebagai pedoman dalam sistem
klasifikasi batubara karena zat terbang dapat mencerminkan
tipe batubara serta karakteristiknya dalam suatu proses
pembakaran. Pengukuran dilakukan dengan cara memanaskan
1 gram sampel betubara dalam wadah peleburan pada 900 0C
selama 7 menit tanpa kontak langsung dengan udara. Dihitung
berdasarkan berkurangnya berat setelah dikurangi dengan
pengurangan berat karena hilangnya uap air. Zat terbang terdiri
dari Hidrogen dan Nitrogen yang ada dalam batubara dan
campuran organik yang amat kompleks dari unsur kimia.

(iv) Fixed Carbon (Karbon Tetap).


Karbon tetap adalah zat yang tidak menguap dan tersisa
setelah moisture, volatile matter (zat terbang) dan kadar abu
dihilangkan.
Fixed Carbon = 100 % - % Moisture - % Volatile Matter -
% Abu.
Sulfur (belerang) dihitung terpisah, kadang-kadang
dihitung sekaliian pada penentuan nilai kalor.

(v) Nilai Kalor.


Nilai kalor merupakan dasar dan standard bagi
penilaian bahan bakar. Nilai kalor adalah ukuran dari energi
panas dalam bahan bakar dan merupakan faktor utama dalam
penentuan harga batubara. Nilai kalor adalah banyaknya panas
yang dapat dilepaskan oleh setiap Kg bahan bakar jika dibakar
sempurna. Dalam sistem S.I, nilai kalor dinyatakan dalam
satuan KJ/Kg. Ada 4 macam nilai kalor yang berbeda yaitu :
a) Nilai kalor kotor pada volume konstan (Gcv V).
b) Nilai kalor bersih pada volume konstan (Ncv V).
c) Nilai kalor kotor pada tekanan konstan (Gcv P)
d) Nilai kalor bersih pada tekanan konstan (Ncv P)
Bomb calorimeter adalah salah satu alat yang dipakai
untuk mengukur nilai kalor kotor pada volume konsstan. Nilai
kalor yang lain selanjutnya dapat dihitung jika komposisi bahan
bakar diketahui. Kata Gross (kotor) menandakan bahwa
panas laten penguapan dari air yang terdapat dalam bahan
bakar ditambah panas laten dari air yang terbentuk selama
pembakaran dimasukkan dalam
Harga Nilai kalor yaitu dengan cara
mengembunkannya. Kata Net (bersih) menandakan bahwa
panas laten untuk membentuk uap air tidak diperhitungkan
dalam harga nilai kalor karena panas uap tidak diperhitungkan
dalam harga nilai kalor karena panas laten ini terbuang dalam
bentuk uap air. Pada prakteknya, panas laten dari uap air ini
tidak bisa diperoleh kembali dalam kondisi operasi ketel,
sehingga pabrik -pabrik pembuat ketel harus menyatakan harga
efisiensi ketel berdasarkan nilai kalor bersih (Ncv). Harga
efisiensi ini sekitar 4% lebih tinggi harga efisiensi yang
dihitung berdasarkan nilai kalor kotor (Gcv).
Hal ini harus diperhitungkan bila akan membandingkan
harga efisiensi ketel yang satu dengan ketel yang lain. Proses
pembakaran bahan bakar dalam sebuah bomb calorimeter
berbeda dengan proses pembakaran bahan bakar dalam ketel.
Proses pembakaran dalam bomb calorimeter berlangsung pada
volume konstan sedang proses pembakaran pada ketel
berlangsung pada tekanan konstan.
Bila proses pembakaran berlangsung pada tekanan
konstan, maka gas hasil pembakaran harus bebas mamuai
sehingga melakukan kerja (work). Dengan demikian, nilai kalor
kotor pada tekanan konstan akan lebih tinggi dari pada nilai
kalor yang diperoleh dari Bomb calorimeter bila panas ekivalen
dengan kerja (work) yang dilakukan diperhitungkan. Selain itu
ada beberapa rumus yang dipakai untuk menghitung nilai kalor
bahan bakar. Tetapi untuk ini perlu dilakukan analisis ultimate.

Menentukan Nilai Kalor dengan Menggunakan Bomb Kalori


Mater.
Metode penentuan nilai kalor batubara adalah sebagai berikut :
Sejumlah kecil sampel dibakar dalam Oksigen yang
ditempatkan didalam cawan yang ditempatkan dalam bejana
kalorimeter. Selanjutnya bejana beserta isinya ditempatkan
didalam bejana berongga yang lebih besar dimana didalam
rongga dinding bejana diisi dengan air untuk membentuk
Jacket. Ini berfungsi memperkecil transfer panas antara
bejana kalorimeter dengan lingkungan.

Kemudian sampel dibakar dengan bantuan penyala listrik.


Panas yang dilepaskan dari proses pembakaran sampel tersebut
kemudian diukur dengan cara mengukur temperatur air dalam
kalorimeter sebelum dan naiknya suhu dikalikan dengan panas
jenis air.

(vi). Sulfur
Penetuan sulfur adalah bagian dari analisis ultimate
batubara tetapi hal ini dibicarakan secara terpisah karena sangat
menentukan harga. Sulfur dalam batubara ditemukan dalam tiga
macam bentuk.
a. Sulfur Sulfat (tak berarti/bisa diabaikan).
b. Sulfur Organik (rata - rata 0,8%).
c. Sulfur Pyritik (rata - rata 0,8%).
Sulfur Sulfat terdapat dalam jumlah kecil Ferrous
Sulphate (Fe SO4 7 H20) yang berasal dai oksida pyrite besi
(iron pyrites) (FeS) dan batu kapur/gips (Ca SO4 2H2O).
Bahan-bahan tersebut terbentuk lapisan tipis dalam batubara
ketika larutan telah menguap.
Sulfur organik berkombinasi dengan Carbon dan
Nitrogen untuk membentuk batubara. Konsekwensinya bahan
tersebut tidak bisa dihilangkan dengan pencucian dan
cenderung agak konstan. Pyrites adalah besi belerang (FeS).
Bahan ini berbentuk bongkah-bongkah padat dan lapisan yang
berbentuk pita (band) tipis. Yang berbentuk partikel padat
dihilangkan oleh proses pencucian. Jumlah kandungan pyrite
amat bervariasi.

2. Analisis Ultimat (Ultimate Analysis).


Analisis ultimat adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
menentukan unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar
termasuk Chlorine, Phospor dan lain sebagainya. Untuk keperluan
yang berkaitan dengan teknologi bahan bakar, analisis ultimat terhadap
batubara terutama dilakukan untuk mengetahui kandungan Carbon,
Hidrogen, Nitrogen dan Sulfur. Kandungan Oksigen biasanya
ditentukan setelah unsur-unsur tersebut diatas diketahui yaitu dengan
cara 100 dkurangi jumlah unsur-unsur tersebut dinyatakan dalam
persen. Analisis ultimat merupakan sesuatu yang penting terutama
dalam aplikasinya untuk keperluan perhitungan dalam bidang teori
pembakaran serta neraca panas. Seperti sudah diketahui bahwa
perkiraan nilai kalor - nilai kalor bahan bakar yang dihitung
berdasarkan analisis ultimat cukup valid. Hingga saat ini, analisis dasar
berdasarkan methode Liebig klasik memerlukan ketrampilan dan
pengalaman serta memerlukan waktu yang lama.
Karena itu, untuk keperluan perhitungan neraca panas analisis
ultimat dilakukan secara teratur. Tetapi seringkali juga cukup
diambilkan dari data yang tercatat pada lembar karakteristik batubara.
Dibawah ini diberikan contoh Analisa Proximate dan Ultimate
batubara dari West Virginia Bituminous Coal - Kanguka Counting
USA :
Tabel. 2 Proximate Analisis.

Tabel. 3 Ultimate Analysis.

b. Proses Pembakaran
Segitiga Api
Pembakaran adalah reaksi kimia yang terjadi jika material mudah
terbakar (combustible) berreaksi dengan oksigen sehingga menghasilkan
sejumlah panas yang besar. Untuk mendukung terjadinya pembakaran
diperlukan tiga kondisi yang harus dipenuhi secara bersamaan, yaitu :
a. Adanya Oksigen
Di dalam kimia pembakaran kita memerlukan bercampurnya bahan bakar
dengan oksigen. Tanpa oksigen pembakaran tidak akan terjadi. Didalam
praktek, oksigen diperoleh dari udara
b. Bahan bakar
Bahan bakar hanya akan menyala apabila temperaturnya naik hingga sesuai
dengan temperatur oksigen. Temperatur ini disebut sebagai temperatur
penyalaan (ignition temperature). Semua material combustible mempunyai
temperatur penyalaan sendiri-sendiri.
c. Sumber penyalaan
Proses pembakaran hanya dapat terjadi bila bahan bakar dan oksigen yang
berada atau diatas temperatur penyalaan atau dinyalakan oleh sumber
penyalaan. Sumber ini dapat berupa percikan api, api, bara atau metal yang
membara.
Ketiga unsur tersebut biasa disebut dengan segitiga api. Pada kondisi
tertentu bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya tanpa bantuan sumber
penyalaan. Pembakaran semacam ini disebut pembakaran spontan.
Pembakaran spontan dapat terjadi apabila terdapat oksigen yang kontak
langsung dengan bahan bakar serta temperatur bahan bakar disebabkan oleh
tekanan atau reaksi kimia yang menghasilkan panas. Kenaikan temperatur
material combustible dapat disebabkan oleh tekanan atau reaksi kimia yang
menghasilkan panas. Laju pembakaran dan efisiensi pembakaran tergantung
pada :
( i ) Waktu (time)
Setiap reaksi kimia memerlukan waktu tertentu untuk terjadinya dan
dalam hal pembakaran, bubuk batubara (pf) harus berada dalam zona
pembakaran didalam ruang bakar cukup lama agar terbakar semuanya.
Kurangnya turbulensi atau ukuran partikel pf yang terlalu besar akan
menyebabkan pembakaran masih terjadi di bagian atas ruang bakar dan
laluan gas.
( ii ) Temperatur
Agar memungkinkan terjadinya pembakaran suatu zat, temperatur zat
tersebut harus berada atau diatas tingkat tertentu untuk mendukung
terjadinya reaksi pembakaran. Temperatur ini tergantung pada
peningkatan kimia zat tersebut atau temperatur penyalaan. Kegagalan
mencapai temperatur penyalaan akan menyebabkan masuknya bahan
bakar yang bercampur dengan udara di ruang bakar sehingga dapat
menimbulkan berbagai masalah nantinya.
( iii ) Turbulensi
Oksigen yang dipasok udara ke ruang bakar mungkin melintas langsung
tanpa kontak dengan bahan bakar. Turbulensi secara umum mencampur
udara dan bahan bakar agar terjadi pembakaran yang sempurna.Pertikel
pf yang lebih berat cenderung mengendap didalam pipa menuju burner.
Untuk mencegah hal ini, maka aliran campuran udara/pf di pusar
(swirled) didalam burner. Selanjutnya turbulensi dilakukan dengan
memusar aliran udara sekunder.

Reaksi Kimia C, H, dan S dengan O2


Dalam setiap bahan bakar, unsur yang mudah terbakar adalah Carbon,
Hidrogen dan Sulfur. Karena itu, hanya ketiga unsur inilah yang banyak
dibahas dalam persamaan rekasi pembakaran.
CARBON (ZAT ARANG) : Dalam pembakaran (yaitu penyalaan bahan
bakar karena adanya Oksigen), Carbon dan Oksigen bisa menghasilkan dua
hasil akhir yang berbeda.
Jika tidak ada cukup Oksigen, maka Carbon tidak akan terbakar seluruhnya.
Dua macam persamaan rekasi pembakaran Carbon adalah sebagai berikut :
C + O2 CO2
(untuk Carbon yang terbakar sempurna dan panas yang dihasilkan adalah
8100 Kcal/Kg).
2C + O2 2CO
(untuk pembakaran Carbon yang tidak sempurna dan panas yang dihasilkan
sebesar 2370 Kcal/Kg).
Reaksi yang kedua menghasilkan produk Carbon monoksida. Mengingat
pembakaran tidak sempurna tidak dikehendaki karena tidak seluruh nilai kalor
Crabon dilepaskan, maka kita harus memastikan bahwa jumlah Oksigen
cukup tersedia untuk membentuk persamaan jumlah reaksi yang pertama.
Nanti akan kita lihat bahwa, dalam operasi ketel, kadar Carbonmonoksida
didalam gas cerobong dimonitor dengan teliti dan proses pemabakaran dalam
ketel diatur sedemikian rupa untuk memperoleh kandungan Carbonmonoksida
yang minimum.
HIDROGEN : Hidrogen dalam bahan bakar yang dibakar akan
menghasilkan uap air, sesuai dengan reaksi berikut :
2 H2 + O2 2 H2O
Panas yang ditimbulkan sebesar 34.000 Kcal/Kg.
SULFUR : Sulfur yang dibakar akan menghasilkan gas
Sulfurdioksida dengan reaksi :
S + O2 SO2
Panas yang ditimbulkan sebesar 2.500 Kcal/Kg.

Kebutuhan Udara dan Udara Berlebih


Dalam pembahasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa proses
pembakaran membutuhkan bahan bakar dan oksigen, tetapi untuk
menggunakan oksigen murni pada ketel merupakan suatu yang sangat mahal.
Selain itu juga akan mengakibatkan suhu lokal yang tinggi didalam ruang
bakar ketel sehingga dapat merusak pipa-pipa dan logam pembungkus ketel.
Didalam praktek kita menggunakan oksigen yang paling murah dan
banyak tersedia yaitu udara. Jika kita mengabaikan kandungan kecil dari gas-
gas mulia yang ada dalam udara seperti neon, xenon dan lain sebagainya,
maka dapat dianggap bahwa udara kering sebagai campuran dari gas Nitrogen
dan Oksigen. Proporsi Oksigen dan Nitrogen dalam udara baik dalam satuan
volume maupun dalam satuan berat berdasarkan persentasenya adalah :
Berdasarkan berat : Oksigen = 23,2%; Nitrogen = 76,8%.
Berdasarkan volume: Oksigen = 21%; Nitrogen = 79 %.
Perbedaan persentase dalam satuan berat dan satuan volume
disebabkan oleh kenyataan bahwa jika kita menimbang 21% Oksigen dalam
satuan volme 79% untuk sejumlah sampel udara, maka perbedaan berat antara
molekul Oksigen dan Nitrogen (Oksigen 16 dan berat Nitrogen 14) membuat
analisis tersebut berat sebelah/meragukan berdasarkan berat sehubungan
dengan atom-atom Oksigen yang sedikit lebih berat.
Nitrogen dalam udara tidak turut bereaksi dalam proses reaksi
pembakaran dan tidak mengalami perubahan sampai keluar menuju cerobong.
Selain membantu mendinginkan ruang bakar sehingga menurunkan
temperatur sampai pada batas kemampuan metalurgi, maka secara umum
kehadiran Nitrogen merupakan kerugian karena menipiskan (dilute) oksigen
serta dapat menghalangi kontak langsung antara molekul-molekul Oksigen
dengan partikel bahan bakar. Karena 23,2% udara mengandung Oksigen.
Rumus untuk menghitung kebutuhan udara teoritis adalah :
Kebutuhan udara teoritis = 100/23,2 [ O2 yang diperlukan oleh Karbon + O2
yang diperlukan oleh Hidrogen + O2 yang diperlukan oleh Sulfur - O2 dalam
batubara]
Secara sistematis ini biasa dinyatakan sebagai :
Udara teoritis = 100/23,2 [O 2 yang diperlukan olah C + O2 yang diperlukan
oleh H2 + O2 yang diperlukan oleh S - O2 dalam bahan bakar] .
Menjadi,
Udara teoritis = 4,31 [2,66 C + 8 (H - O/8) + S] Kg/100 Kg.
Dimana, C = % Carbon/Kg bahan bakar
H = % Hidrogen/Kg bahan bakar
O = % Oksigen/Kg bahan bakar
S = % Sulfur /Kg bahan bakar

c. Penyalaan Ruang Bakar, Penaikan Temperatur dan Tekanan


Persiapan Penyalaan
Sebelum melakukan penyalaan awal, maka komponen berikut ini harus
disiapkan :
a. Bahan bakar untuk penyala (minyak HSD atau gas LPG) cukup
tersedia
b. Damper udara dalam posisi untuk penyalaan
c. Tekanan uap atau udara untuk penyalaan cukup
d. Elektrode busi dalam keadaan bersih
e. Flame detector (sensor) dalam keadaan baik dan telah terpasang
f. Tekanan ruang bakar normal,
g. Tekanan bahan bakar penyala cukup

Penyalaan
Penyalaan dapat dilakukan apabila purging telah selesai. Untuk
melakukan penyalaan, maka katup bahan bakar penyala dibuka sehingga
bahan bakar siap hingga didepan igniter tinggal menunggu sumber api dan
udara.
Begitu tombol start igniter ditekan, maka urutan penyalaannya adalah sebagai
berikut :
1. Igniter gun masuk keruang bakar.
2. Katup uap atau udara atomisasi terbuka
3. Busi mengeluarkan bunga api (igniter on)
4. Katup bahan bakar penyala terbuka
Jika nyala api yang ditangkap oleh flame detector memuaskan, artinya
terjadi pembakaran yang baik, maka penyalaan berlangsung terus dan busi
akan mati setelah memberi penyalaan. Tetapi jika nyala api yang ditangkap
flame detector tidak memuaskan, maka igniter trip (katup bahan bakar penyala
dan uap atau udara atomisasi tertutup, dan busi mati). Pada saat pembakaran
awal pastikan bahwa pembakaran terjadi dengan baik, tidak ada bahan bakar
yang tidak terbakar masuk ke ruang bakar. Bentuk nyala api harus
diperhatikan melalui kaca intip, yaitu tidak terlalu panjang tetapi juga tidak
terlalu lebar sehingga menyentuh dinding ruang bakar.

Penaikan Temperatur
Proses pemanasan pada ketel harus dilakukan bertahap dengan
kenaikan temperatur uap yang terkontrol. Temperatur metal ketel
(superheater) harus dipantau dan dijaga pada batas yang diijinkan. Temperatur
metal reheater juga harus diamati terus menerus karena belum ada aliran uap
masuk turbin. Buka katup resirkulasi ekonomiser agar air dapat bersirkulasi
dari drum ke pipa pipa ke ekonomiser dan kembali ke drum. Pada saat ini
belum ada penguapan dan belum terjadi sirkulasi sehingga kenaikan
temperatur harus diatur dengan hati-hati agar tidak terjadi overheating pada
pipa-pipa ketel.

Penaikan Tekanan
Atur laju kenaikan temperatur dan tekanan uap dengan mengatur
banyaknya igniter yang beroperasi. Periksa temperatur gas keluar ruang bakar
dengan menggunakan thermoprobe, jaga agar temperatur ini tidak melebihi
batas yang telah ditentukan. Apabila telah terjadi pemanasan yang cukup dan
timbul tekanan yang cukup, pembakaran dapat dilanjutkan dengan
menggunakan bahan bakar minyak residu. Laju kenaikan temperatur tetap
harus dibatasi demikian pula temperatur pipa-pipa ketel juga harus terus
dipantau. Pengaturan kenaikan temperatur dapat dilakukan dengan mengatur
aliran bahan bakar dan udara pembakaran, serta drain dan katup blow down.
Fenomena pengoperasian ketel tersebut diatas yang terdiri dari :
1. Pengisian air ke ketel
2. Pengoperasian sistem udara dan gas
3. Purging
4. Penyalaan, penaikan temperatur dan penaikan tekanan
Papat dilihat (diperagakan) atau dipraktekkan di simulator PLTU dengan
prosedur seperti tercantum dalam lampiran.

d. Pembakaran Dengan Batubara dengan Persiapan pengoperasian


Pulverizer Mill Sistem Bahan Bakar Batubara (pf = pulverised fuel)
Sistem bahan bakar batubara merupakan sistem yang cukup kompleks karena
komponennya banyak. Persiapan sistem bahan bakar batubara mulai dari
bunker hingga burner. Namun demikian harus selalu berkomunikasi dengan
pihak yang menangani persediaan batubara untuk kelangsungan pasokannya
ke bunker.
Pemeriksaan sistem ini meliputi :
1. Level bunker batubara cukup
2. Coal feeder sudah siap, meliputi pasok listrik, pelumas dan pencatat aliran
3. Gate valve masuk dan keluar feeder dalam posisi yang benar
4. Unit mill dalam keadaan siap termasuk pasok listrik, dan pelumas
5. Pyrite box sudah bersih dan tidak ada tibunan batubara disekitar mill
6. Swing valve (katup keluar) mill tertutup
7. Seal air fan sudah siap
8. Primary air fan siap
9. Mill air heater siap
10. Semua damper udara primer dalam posisi benar

2.1.2.5 Pengelolaan Lingkungan


Upaya pemantauan lingkungan di Unit Pelabuhan Tarahan meliputi
kegiatan sebagai berikut :
1. Pemantauan kualitas air di seluruh outlet Kolam Pengendapan Lumpur
(KPL).
2. Pemantauan biota laut untuk mengetahui keanekaragaman hayati yang
hidup di laut sekitar pelabuhan.
3. Pemantauan kualitas udara berkaitan dengan kadar debu di area
pelabuhan dan diluar area pelabuhan.
4. Mengukur tingkat kebisingan akibat mobilisasi peralatan.
5. Pemantauan keselamatan kerja dan tingkat kecelakaan kerja.
6. Pemantauan kebersihan lingkungan dan pembuangan sampah.
7. Pemantauan tenaga kerja lokal yang diserap oleh kegiatan penerangan
batubara di Unit Pelabuhan Tarahan.
PT Bukit Asam (Persero), Tbk telah melakukan kebijakan dalam
pengelolaan dan pematauan lingkungan demi tercapainya tujuan agar
dapat menambang batubara dengan cara ramah lingkungan serta tidak
merugikan masyarakat sekitar daerah penambangan. PTBA sangat
serius dalam menangani berbagai masalah lingkungan di sekitar
wilayah pertambangan maka dari itu PTBA telah menerapkan sistem
pemantauan yang terdiri dari beberapa bidang seperti:

2.1.2.5.1 Kualitas Air


Baku mutu air yang telah ditetapkan untuk sungai berdasarkan SK
Gubernur Sumatera Selatan No.16 tahun 2005 terdiri dari berbagai
parameter yaitu:
a. pH =69
b. TDS = 50 mg/l
c. Mn = 0.1 mg/l
d. Fe = 0.3 mg/l
Kualitas air di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Berdasarkan PP No. 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air, SK Menteri Negara
Lingkungan Hidup No.2 tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan No.37
tahun 2003 tentang metode pengujian kualitas air permukaan dan
contoh air permukaan dan peraturan Perundang-undangan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan No.18 tahun 2005.
Dalam proses penambangan Batubara akan menghasilkan air asam
yang akan dialirkan kembali ke sungai Air Laya, namun air asam
memiliki kandungan asam yang tinggi dan mengandung material yang
berbahaya bagi lingkungan seperti (Fe dan Mn) maka dari itu sebelum
air tersebut dibuang harus diolah di Kolam Pengendap. Kolam
pengendap berupa kolam yang dibuat diatas tanah langsung dan
dirancang sedemikian rupa sehingga ketika air asam dilewatkan akan
mengendapkan bahan-bahan terlarut secara bertahap dari kolam awal
(depan) ke kolam selanjutnya.
Selain berfungsi sebagai kolam pengendap bahan terlarut kolam ini
berfungsi menetralkan nilai kandungan asam dengan mencampurkan
kapur (CaCO3) ke kolam yang ke-2 atau ke-3 (pilihan operator), dan
keluaran air di kolam ujung akan diuji parameter-parameter
kualitasnya di Laboratorium PTBA dalam jangka waktu dua minggu
sekali dan dalam jangka waktu 3 bulan juga di uji oleh pihak ketiga
yaitu Baristand propinsi Sumatera Selatan.

2.1.2.5.2 Kualitas Udara


Udara yang bersih sangat dibutuhkan bagi para pekerja tambang juga
bagi makhluk hidup lainnya telah mengeluarkan SK Menteri KLH No.
Kep. 13/MENKLH/3/1995 yang salah satunya berisi kadar debu yang
masih diizinkan yaitu 230 mg/m3 dengan kadar zat-zat seperti:
a. CO = 3 x 105 mg/m3
b. NOx = 1000 mg/m3
c. NO2 = 400 mg/m3
d. SOx = 800 mg/m3
Debu banyak berasal dari proses spreading di stockpile yaitu ketika
debunya dengan menyemprotkan air dari atas spreader ke batubara
yang berjatuhan. PTBA juga telah bekerjasama dengan pihak Bappeda
untuk menguji kadar debu di sekitar daerah tambang.

2.1.2.5.3 Kualitas Tanah


Pada proses penggalian batubara yang terdapat didalam tanah,
tanahnya harus dikeruk terlebih dahulu lalu dihamparkan di suatu
lokasi dan terus ditumpuk selama proses penggalian berlangsung.
Suatu daerah tambang yang telah habis batubaranya selalu
meninggalkan lokasi (area) bekas penambangan. Hal ini merupakan
suatu permasalahan tersendiri yang dihadapi oleh PTBA. Oleh karena
itu, PTBA telah bekerjasama dengan UNSRI untuk melakukan
pengujian atas kualitas tanah setelah penambangan dan telah
menyiapkan beberapa cara yang dapat dilakukan guna mengelola
lokasi bekas penambangan. Cara-cara tersebut antara lain:
a. Menimbun daerah bekas tambang menggunakan tanah penutup
b. Memadatkan tanah penutup menggunakan buldozer
c. Membuat dam dari batu pecah untuk pengendalian erosi
d. Membuat kolam pengendap lumpur
e. Melakukan revegetasi atau penanaman kembali pada daerah bekas
penambangan

2.1.2.5.4 Vegetasi dan Satwa Liar


Sebelum digali lokasi penambangan merupakan daerah perhutanan
yang banyak hidup berbagai jenis vegetasi dan satwa liar. Untuk tetap
melestarikan vegetasi telah di lakukan reklamasi atau pembangunan
wilayah hutan kembali dan secara tidak langsung akan secara bertahap
mengembalikan satwa-satwa liar yang telah lari ke hutan lain. Selain
menjaga hewan dan vegetasi darat PTBA juga memperhatikan biota air
dengan bekerjasama dengan Bappeda untuk melestarikan biota air.

2.1.2.5.5 Revegetasi
Revegetasi bertujuan memulihkan lahan yang sudah final akibat
penambangan. Manfaatnya, antara lain, merehabilitas lahan yang
rusak/gundul, menghindari kelongsoran pada lereng-lereng bekas
galian atau timbunan, mencegah erosi oleh air permukaan,
mengembalikan fungsi lahan daerah yang telah terganggu, dan
menampilkan bukti bahwa kegiatan penambangan ramah dengan alam.
Ada sejumlah lokasi bekas aktivitas penambangan yang harus
dilakukan kegiatan revegetasi. Lokasi-lokasi itu meliputi daerah galian
(mined out pit) yang sudah final, daerah timbunan yang belum final
tapi ditinggalkan sampai dua tahun berpotensi terjadi erosi, serta area
kegiatan penunjang yang ditinggalkan. Agar proses revegetasi berjalan
dengan baik, maka harus disediakan bibit yang baik melalui proses
pembibitan. Penanaman dilakukan pada daerah yang sudah ditata dan
dihamparkan dengan tanah pucuk yang terdiri atas tanah humus dan
tanah merah yang merupakan hasil pelapukan tanah induk.
Sebelum penanaman, dilakukan kajian tentang kriteria tanaman yang
cocok untuk lahan yang akan direvegetasi dengan memperhatikan
rekomendasi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) atau
sesuai dengan dokumen amdal. Jenis-jenis tanaman harus memenuhi
persyaratan untuk reklamasi. Persyaratan itu adalah sesuai dengan
kegunaan reklamasi, mudah diperbanyak secara generatif, toleran
terhadap pemangkasan, mampu memberikan unsur-unsur kesuburan
tanah, tahan terhadap kekeringan dan perawatan minim, mempunyai
daya adaptasi yang tinggi, tahan terhadap hama, mampu
mengendalikan gulma, dan tidak mempunyai sifat yang tida k
menyenangkan seperti berduri atau banyak sulur yang membelit.

Anda mungkin juga menyukai