Anda di halaman 1dari 3

Biodata Prof. Sardono W.

Kusumo
Nama: Prof. Sardono W. Kusumo

Lahir: Surakarta 6 Maret 1945

Agama : Islam

Istri : Amna W. Kusumo

Anak : Nugrahani

Orang Tua : R.T. Waluyo Kusumo

Profesi:

1.Seniman (Budayawan dn Penata Tari)

2. Guru Besar IKJ

Pendidikan:

SMA Negeri 4 Surabaya

Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (tidak selesai)

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (tidak selesai)

Jasa:

Mengembangkan dan melestarikan seni budaya bangsa melalui karya Seni Tari,
khususnya Sendratari Ramayana.

Pekerjaan:

= Mengajar di Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Solo

= Mengajar di Institut Kesenian Jakarta.

Karya Seni,telah menghasilkan tak kurang 25 tarian di antarnya:

Samgita Pancasona, Cak Tarian Rina, Dongeng dari Dirah, Hutan Plastik, Hutan
Merintih, Passage Through the Gong, Opera Diponegoro, Cak Tarian Rina, Awal
Metamorfosis, dan Samgita Pancasona.

Penghargaan:

Distinguished Artist Award dari International Society for the Perfoming Arts
Foundation (ISPA), Singapura, 20 Juni 2003 Prince Claus Award dari pemerintah
Belanda, 1998 Bintang Budaya Parama Dharma dari pemerintah Republik Indonesia
12 Agustus 2003.
Alamat : JI. Kenanga 20 Badran, Surakarta.

Penulis:

Haposan Tampubolon dan Mearjuka, dari berbagai sumber antara lain Kompas 24
Juni 2003, Suara Pembaruan 15 Januari 2004, Indopos 15 Januari 2004,
International Society for Performing Arts (ISPA) dan Institut Kesenian Jakarta
(I.K.J.)

Cak Tarian Rina


Salah satu garapan tari yang mengawali munculnya tari Kontemporer Bali modern
adalah Cak Tarian Rina, karya Sardono W. Kusumo di Banjar Teges Kanginan
Gianyar pada tahun 1972. Ketika itu Sardono dan sejumlah seniman muda dari
Taman Ismail Marzuki Jakarta memasukkan ide-ide gerak dan cerita baru (Subali-
Sugriwa) ke dalam Cak ini. Lampu-lampu cak yang berbentuk piramid diganti
dengan obor-obor yang dapat dibawa bergerak oleh para pemain, sementara pola
kakilitan cak masih tetap dipertahankan. Di dalam beberapa bagian dari adegan Cak
Rina ini muncul anak-anak menari, sebagian ada yang telanjang yang kemudian
menjadikan pagelaran ini sebuah kontroversi dan karya ini nyaris ditolak oleh para
pengamat seni di Bali.

Dua tahun kemudian Sardono menggarap Calonarang di desa Krambitan (Tabanan


Bali) yang melahirkan Dongeng dari Dirah. Berbeda dengan tarian Cak Rina,
Dongeng dari Dirah berhasil menarik perhatian masyarakat setempat dan
memperoleh kesuksesan besar di Paris. Dengan suksesnya ini, kemarahan
masyarakat Bali terhadap Sardono atas Cak Rina-nya nampak agak mengendor dan
diam-diam beberapa pengamat seni di daerah ini mulai mengagumi karya seniman
kelahiran Surakarta ini.

Mulai diterimanya garapan tari kontemporer seperti ini oleh kalangan penonton dan
masyarakat setempat merupakan angin sejuk bagi pertumbuhan tari Kontemporer di
Bali. Ada sedikitnya 3 buah garapan tari Bali Kontemporer yang patut
diketengahkan sebagai bukti munculnya kreasi tari yang sudah mempunyai 'jarak'
artistik yang cukup jauh dengan tradisi yang melahirkannya, dan yang mencoba
memasukkan unsur-unsur budaya global. Ketiga garapan modern yang dimaksud
adalah Setan Bercanda (1976) dan Barong-Barongan (1985) yang keduanya
merupakan karya I Wayan Dibia dan tari Ngelawang atau "Barong Nglawang"
karya I Ketut Suteja.

Biodata Gugum Gumbira Tirasonjaya


Nama : Gugum Gumbira Tirasonjaya

Lahir : Bandung, Jawa Barat, 4 April 1945

Pendidikan :

SD-SMA Bandung,

UNPAD jurusan Sosial-Politik (tidak Selesai),’

Akademi Keuangan STIA Pasundan (1988)

Karier :

Pegawai Departemen Keuangan,

Pegawai Pemda Kodya Bandung (mulai 1967),

Dosen Luar Biasa STSI Bandung,

Pemimpin kelompok kesenian Jugala,

Pengusaha studio rekaman Jugala

Karya Tari :

Jaipong, Keser Bojong, Rending Bojong, Toka-Toka, Sonteng, Selat


Salihara (lagu), Bulan Sapasi (lagu)

Tari Jaipong
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun
Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari
putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama
penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan
Pepen Dedi Kurniadi. Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis,
humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu
tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola
(Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian
yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan
Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di
daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1)
Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing
Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang
sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5)
Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton
(bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan
sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).

Anda mungkin juga menyukai