Kusumo
Nama: Prof. Sardono W. Kusumo
Agama : Islam
Anak : Nugrahani
Profesi:
Pendidikan:
Jasa:
Mengembangkan dan melestarikan seni budaya bangsa melalui karya Seni Tari,
khususnya Sendratari Ramayana.
Pekerjaan:
Samgita Pancasona, Cak Tarian Rina, Dongeng dari Dirah, Hutan Plastik, Hutan
Merintih, Passage Through the Gong, Opera Diponegoro, Cak Tarian Rina, Awal
Metamorfosis, dan Samgita Pancasona.
Penghargaan:
Distinguished Artist Award dari International Society for the Perfoming Arts
Foundation (ISPA), Singapura, 20 Juni 2003 Prince Claus Award dari pemerintah
Belanda, 1998 Bintang Budaya Parama Dharma dari pemerintah Republik Indonesia
12 Agustus 2003.
Alamat : JI. Kenanga 20 Badran, Surakarta.
Penulis:
Haposan Tampubolon dan Mearjuka, dari berbagai sumber antara lain Kompas 24
Juni 2003, Suara Pembaruan 15 Januari 2004, Indopos 15 Januari 2004,
International Society for Performing Arts (ISPA) dan Institut Kesenian Jakarta
(I.K.J.)
Mulai diterimanya garapan tari kontemporer seperti ini oleh kalangan penonton dan
masyarakat setempat merupakan angin sejuk bagi pertumbuhan tari Kontemporer di
Bali. Ada sedikitnya 3 buah garapan tari Bali Kontemporer yang patut
diketengahkan sebagai bukti munculnya kreasi tari yang sudah mempunyai 'jarak'
artistik yang cukup jauh dengan tradisi yang melahirkannya, dan yang mencoba
memasukkan unsur-unsur budaya global. Ketiga garapan modern yang dimaksud
adalah Setan Bercanda (1976) dan Barong-Barongan (1985) yang keduanya
merupakan karya I Wayan Dibia dan tari Ngelawang atau "Barong Nglawang"
karya I Ketut Suteja.
Pendidikan :
SD-SMA Bandung,
Karier :
Karya Tari :
Tari Jaipong
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun
Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari
putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama
penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan
Pepen Dedi Kurniadi. Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis,
humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu
tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola
(Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian
yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan
Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di
daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1)
Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing
Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang
sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5)
Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton
(bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan
sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).