3508
PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (PDRB)
KABUPATEN LUMAJANG
TAHUN 2009
i
KATA PENGANTAR
H. S A P U A N, S P.
NIP. 340 006 450
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
Halaman
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
v
Halaman
vi
I PENDAHULUAN
kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan riil dan taraf hidup masyarakat,
dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain hakekat
Di era desentralisasi kebijakan dan Otonomi daerah seperti sekarang ini, pemerintah
beberapa bidang tertentu. Salah satu diantaranya pemerintah daerah memiliki keleluasaan
untuk mengembangkan segenap potensi daerah dan mengelola sumber kekayaan alamnya
macam data statistik sebagai dasar penentuan strategi dan kebijaksanaan agar sasaran
pembangunan dapat dicapai dengan tepat. Strategi dan kebijakan yang telah diambil pada
masa-masa yang lalu perlu juga dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya. Data statistik yang
merupakan indikator ekonomi makro antara lain; Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
mutlak diperlukan untuk memberikan gambaran keadaan perekonomian pada masa lalu dan
masa kini serta sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Mengingat tingkat
kebutuhan terhadap data PDRB dan agregatnya, maka penghitungan dan penerbitannya
dilakukan secara berkala setiap tahun. Sehingga dengan demikian para perumus kebijakan
ekonomi di Kabupaten Lumajang mampu menentukan sasaran dan evaluasi yang tepat
1.2. Tujuan
1. Besaran nilai nominal PDRB, yaitu besarnya nilai tambah yang mampu diciptakan
akibat timbulnya berbagai aktifitas ekonomi di suatu wilayah. Data ini menggambarkan
potensi ekonomi dan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan
terbentuk disuatu wilayah atau besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dalam
ekonomi, digunakan sebagai dasar analisis untuk mengukur kinerja perekonomian suatu
perkapita merupakan gambaran rata-rata nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-
masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Sedangkan PDRN perkapita
Ruang lingkup analisis adalah penilaian produksi barang dan jasa yang dihasilkan di
wilayah Kabupaten Lumajang yang dinilai dengan uang dalam periode 1 tahun takwin,
yaitu Januari sampai dengan Desember. Penyusunan angka-angka PDRB dihitung menurut
sektor-sektor ekonomi yang mengikuti standar klasifikasi internasional, dalam hal ini ada 9
(sembilan) sektor ekonomi yang terbagi lagi ke dalam sub sektor ekonomi. Sektor-sektor
tersebut adalah sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri
pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor konstruksi; sektor perdagangan, hotel
dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor lembaga keuangan, persewaan
Secara umum definisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah
nilai tanbah bruto barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu
2.1. Umum
Konsep dan definisi menjadi bagian sangat penting untuk pemahaman lebih lanjut
mengenai data/angka PDRB yang dihasilkan dalam publikasi ini. Berikut ini dijelaskan
1. Output adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu periode waktu
tertentu. Pada dasarnya nilai output = O diperoleh dari perkalian kuantum produksi
(Quantum = Q) dan harganya (Price = P). Dengan demikian besaran output dapat
O = QXP
2. Biaya antara terdiri dari barang dan jasa yang digunakan sebagai bahan untuk
memproduksi output dan terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan di
dalam proses produksi oleh unit-unit produksi dalam domestik tertentu pada rentang
antaranya, atau apabila dirumuskan menjadi : Nilai Tambah Bruto = Output – Biaya
Antara. Pengertian nilai tambah bruto sangat penting untuk memahami apa yang
dimaksud dengan PDRB, yang tidak lain adalah penjumlahan dari seluruh besaran nilai
tambah bruto dari seluruh unit produksi yang berada pada wilayah/region tertentu,
Dengan demikian harus dipahami bahwa besaran PDRB dalam suatu wilayah
merupakan penjumlahan dari seluruh NTB dari seluruh proses produksi. Mengapa
besaran PDRB bukan merupakan penjumlahan dari seluruh nilai output? Hal ini
disebabkan karena adanya inter-relasi antara suatu proses produksi dengan proses produksi
lain. Contohnya, hasil produksi kedelai sebagian akan digunakan sebagai input antara
(bahan baku) pada produksi tempe. Oleh karena itu, apabila dijumlahkan seluruh output
dari semua proses produksi, maka akan terjadi penghitungan ganda (double counting).
Jelaslah bahwa yang dijumlahkan bukannya output, melainkan NTB. Secara lebih teknis,
adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh
sektor perekonomian di suatu wilayah, nilai tambah bruto disini mencakup komponen
langsung neto).
Perbedaan antara konsep Netto dan konsep bruto diatas, ialah karena pada konsep
bruto, penyusutan masih termasuk didalamnya, sedang pada konsep Netto komponen
penyusutan sudah dikeluarkan. Jadi Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga
pasar dikurangi penyusutan akan diperoleh Produk Domestik Regional Netto atas dasar
harga pasar.
Penyusutan yang dimaksud disini ialah besaran rupiah nilai susutnya (ausnya)
barang-barang tersebut yang ikut serta dalam proses produksi. Jika nilai susutnya barang-
barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, maka hasilnya merupakan
Perbedaan antara konsep biaya faktor dan konsep harga pasar diatas, ialah karena
adanya pajak tidak langsung yang dipungut Pemerintah dikurangi dengan subsidi yang
diberikan oleh Pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung ini meliputi
pajak penjualan, bea ekspor/impor, bea cukai dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan
dan pajak perseroan. Pajak tidak langsung ini oleh unit-unit produksi dibebankan pada
biaya produksi atau pada pembeli, sehingga pajak tidak langsung berakibat menaikkan
harga barang.
harga barang-barang, hanya yang satu berpengaruh menaikkan sedang yang lainnya
menurunkan, sehingga kalau pajak tidak langsung dikurangi subsidi akan diperoleh pajak
tidak langsung Netto. Jika Produk Domestik Regional Netto atas dasar harga pasar
dikurangi dengan pajak tidak langsung Netto ini, maka hasilnya akan berupa Produk
Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor itu sebenarnya merupakan jumlah
balas jasa faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di daerah itu.
Dengan demikian Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor merupakan
jumlah dari pendapatan yang berupa upah/gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan yang
timbul (income originated), atau merupakan pendapatan yang berasal dari daerah tersebut.
di wilayah itu, sebab ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk yang tinggal di
wilayah lain, misalnya suatu perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi
perusahaan itu sebagian akan menjadi milik orang luar yaitu milik orang yang mempunyai
modal tadi. Sebaliknya kalau ada penduduk daerah ini yang menanamkan modalnya di luar
tadi.
Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor dikurangi dengan
pendapatan netto yang mengalir kedalam tadi, maka hasilnya akan merupakan Pendapatan
Regional, yaitu merupakan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (receive income)
oleh seluruh penduduk yang tinggal di daerah itu. Bila pendapatan regional ini dibagi
dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di daerah itu, maka hasilnya
diterima oleh rumah tangga. Kalau kita memperhatikan konsep Pendapatan Regional
maupun Pendapatan Perkapita Penduduk seperti tersebut diatas, maka sebenarnya tidak
semua Pendapatan Regional tersebut diterima oleh rumahtangga, karena harus dipotong
oleh rumahtangga dan bunga Netto atas hutang pemerintah. Jadi kalau Pendapatan
Regional dikurangi pajak pendapatan, keuntungan yang tidak dibagikan dan iuran
kesejahteraan sosial, kemudian ditambah dengan transfer yang diterima oleh Rumah tangga
dan bunga Netto atas hutang pemerintah, maka akan diperoleh Personal Income.
pajak rumahtangga dan transfer yang dibayar oleh rumahtangga, maka akan diperoleh
tersebut diatas, maka dapat disusun Agregat Pendapatan Regional sebagai berikut :
sama dengan :
4. Pendapatan Regional
dapat digunakan dan dinikmati oleh rumah tangga. Untuk jelasnya, maka susunan
agregat pendapatan regional tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada gambar
Biaya Antara
Bibit, pupuk, obat-obatan, bahan
baku, bahan penolong, listrik, jasa
perbaikan alat-alat, sewa bangunan
dan mesin, jasa lainnya dan
sebagainya, tidak termasuk
pembelian barang modal
Penyusutan
Upah Gaji
Bunga modal
Keterangan :
Pendapatan Orang Seorang
(Personal Income)
PRN Biaya Faktor
Regional)
Pendekatan dengan cara ini dilakukan untuk mendapatkan Nilai Tambah Bruto
(Gross Value Added), dimana dapat diperoleh dengan menghitung nilai output dikurangi
dengan biaya antara (Intermediate Consumption). Yang dimaksud dengan output adalah
nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di daerah tersebut dalam satu
periode tertentu (biasanya satu tahun). Dan yang dimaksud dengan biaya-biaya antara
kurang dari satu tahun atau habis dalam satu kali pemakaian) dan jasa-jasa pihak lain yang
digunakan dalam proses produksi. Jadi, apabila nilai output dikurangi dengan biaya-biaya
antara, maka akan diperoleh nilai Tambah Bruto yang terdiri dari biaya faktor produksi
(upah/gaji, bunga Netto, sewa tanah, keuntungan), penyusutan barang modal dan pajak tak
langsung Netto.
Sedangkan struktur biaya antara diperoleh dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional
(SKPR). Penghitungan dengan pendekatan produksi ini biasanya digunakan untuk sektor
Pendekatan dengan cara ini dapat dilakukan dengan secara langsung menjumlahkan
pendapatan, yaitu jumlah balas jasa faktor produksi berupa upah/gaji, bunga Netto, sewa
tanah dan keuntungan, sehingga diperoleh Produk Domestik Regional Netto atas dasar
biaya faktor. Untuk memperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar,
digunakan untuk kegiatan yang sulit dihitung dengan pendekatan produksi, seperti sektor
Pemerintah dan jasa yang usahanya tidak mencari untung (non profit)
Pendekatan dengan cara ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang
digunakan oleh berbagai golongan dalam masyarakat. Barang dan jasa yang diproduksi
oleh unit-unit produksi akan digunakan untuk keperluan konsumsi, pembentukan modal
Barang-barang yang digunakan ini ada yang berasal dari produksi dalam daerah
(domestik) dan yang berasal dari luar daerah/impor. Karena yang dihitung hanya nilai
diatas perlu dikurangi dengan nilai impor sehingga komponen nilai ekspor diatas akan
menjadi nilai ekspor Netto. Apabila nilai konsumsi (konsumsi rumahtangga, pemerintah
dan yayasan sosial), nilai pembentukan modal dan ekspor Netto dijumlahkan, maka akan
diperoleh nilai Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar.
metode diatas, sehingga dapat menggunakan metode ini. Hal ini dapat terjadi misalnya
suatu unit produksi yang mempunyai kantor pusat dan kantor cabang. Kantor pusat berada
di wilayah lain, sedang kantor cabang berada di daerah tersebut. Seringkali kantor cabang
ini tidak bisa membuat neraca untung rugi, sebab neracanya dibuat di kantor pusat, hingga
tidak dapat diketahui berapa keuntungan yang diperoleh dari kantor cabang ini. Padahal
keuntungan adalah salah satu komponen dari nilai tambah sehingga karena keuntungan
tidak diketahui, maka nilai tambahnya tidak dapat dihitung. Untuk bisa menghitung hal-
hal yang demikian maka digunakan alokasi, yaitu dengan jalan mengalokasikan angka-
menunjukkan peranan cabang yang berada di daerah itu terhadap kantor pusatnya.
Indikator itu dapat berupa volume kerja, jumlah karyawan, jumlah penduduk dan lain-lain.
Metode alokasi ini merupakan metode pendekatan tidak langsung, sedang yang
lain, merupakan metode langsung. Dengan menggunakan metode langsung akan dapat
kenyataan bila dibandingkan dengan angka-angka yang diperoleh dari metode yang tidak
langsung. Oleh karena itu sejauh mungkin digunakan metode langsung, dan bila hal ini
tidak mungkin, baru ditempuh penghitungan dengan metode tidak langsung ini.
sektor ekonomi memberikan andil dalam berproduksi, atau sampai seberapa jauh peranan
Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran tentang peranan masing-
masing sektor dalam memberikan andilnya pada Pendapatan Regional. Karena itu unit-unit
5. Bangunan
9. Jasa-jasa
Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran tentang peranan masing-
masing faktor produksi dalam memberikan andil pada Pendapatan Regional. Karena itu
disajikan balas jasa yang diterima oleh masing-masing faktor produksi yaitu dalam bentuk
sendiri oleh produsen seperti : petani, pelukis dan pekerja profesional lainnya, maka terlalu
hingga perlu ditambahkan satu perincian lagi untuk menampung hal seperti ini, yaitu usaha
perorangan (non corporated enterprices). Dengan demikian maka item-item yang keluar
Untuk dapat sekedar memberi gambaran tentang apa yang tercakup dalam masing-masing
item diatas, dibawah ini akan diuraikan secara ringkas sebagai berikut :
2.4.2.1. Upah/Gaji
1. Upah dan gaji baik berupa uang maupun berupa barang, sebelum dipotong pajak upah,
2. Pembayaran yang berbentuk hadiah, premi, bonus dan segala macam tunjangan lainnya.
produksi yang tidak berbentuk perusahaan, misalnya petani-petani, dokter, pedagang kecil,
tukang cukur dan sebagainya. Disini biasanya faktor produksinya tidak dibeli dari luar
tetapi dimiliki oleh unit-unit produksi itu sendiri, maka pendapatan yang ditimbulkan sukar
1. Ikut sertanya faktor produksi tanah dalam proses produksi. Dengan tidak
memperhatikan/ melihat untuk apa tanah itu digunakan (apakah untuk pertanian,
perikanan atau untuk bangunan), maka sewa yang akan timbul dimasukkan
2. Kepemilikan atas hak paten, hak cipta (copyright), merk dagang dan sebangsanya
2.4.2.4. Keuntungan
Bunga Netto mencakup bunga atas piutang maupun surat-surat berharga lainnya
yang diterima oleh penduduk maupun pemerintah, dikurangi bunga atas hutang pemerintah
kepada penduduk jika hutang tersebut dipakai untuk konsumsi pemerintah, misalnya untuk
membiayai perang. Karena dipakai untuk konsumsi, berarti uang ini tidak ikut serta dalam
proses produksi, hingga bunganya bukan balas jasa faktor produksi. Seperti disebutkan
diatas, bahwa Pendapatan Regional merupakan balas jasa faktor produksi, maka bunga
yang demikian bukan bagian dari Pendapatan Regional dan harus dikeluarkan dari
Pendapatan Regional, untuk selanjutnya dianggap sebagai transfer. Selain itu perlu
Penyajian dalam bentuk ini dapat memberi gambaran, bagaimana barang dan jasa
yang terprodusir itu digunakan oleh berbagai golongan dalam masyarakat. Untuk keperluan
ini maka barang dan jasa itu dikelompokkan menurut penggunaannya dalam masyarakat,
yaitu digunakan untuk keperluan konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta yang tidak
mencari untung (private consumption expenditures), ditanam sebagai barang modal (Fixed
Capital Formation), yang tidak digunakan pada tahun laporan akan disimpan sebagai stock
(increase in stock) dan digunakan untuk barang ekspor Netto. Jadi penyajiannya akan
berbentuk :
4. Perubahan Stok
5. Ekspor Netto
Untuk sekedar mendapat gambaran tentang apa yang tercakup dalam item-item di
rumahtangga untuk membeli barang-barang jadi baru dan jasa tanpa melihat durability dari
barang dan jasa itu, dikurangi penjualan dari barang bekas Netto (penjualan-pembelian
barang bekas Netto), dengan mengecualikan pengeluaran yang bersifat transfer, pembelian
tanah dan rumah. Pengecualian ini dilakukan sebab transfer akan dihitung sebagai
pengeluaran pada konsumen yang menerima transfer tadi sedang pengeluaran untuk tanah
Kecuali Pengeluaran yang dilakukan oleh rumahtangga yang tercakup dalam item
ini ialah pengeluaran rutin yang dilakukan oleh lembaga swasta (Lembaga Swasta yang
tidak mencari untung). Pengeluaran yang dilakukan oleh lembaga ini untuk pembelian
Pengeluaran konsumsi rumahtangga lembaga swasta yang tidak mencari untung ini disebut
barang dan jasa dari pihak lain yang dilakukan oleh Pemerintah, baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah, dikurangi hasil penjualan barang dan jasa yang dilakukan oleh
Pemerintah. Pengeluaran rutin disini meliputi pembayaran upah dan gaji kepada pegawai-
Belanja modal untuk keperluan sipil misalnya pembelian mobil, mesin, pembuatan
gedung, jalan, jembatan dan sebagainya akan dimasukkan dalam pembentukan modal tetap,
sedang pembelian seperti di atas, tetapi untuk keperluan militer dimasukkan dalam
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah ini. Pengeluaran Rutin tersebut harus dikurangi dengan
hasil penjualan barang dan jasa yang dilakukan oleh Pemerintah, misalnya penjualan buku-
buku penerbitan oleh Departemen-Departemen, penjualan bibit padi dan telur dari pusat
stok (Increase in stock) biasanya disebut Gross Capital Formation, sebab memang
keduanya merupakan jumlah perubahan stock barang, baik barang-barang yang sudah
ditanam maupun yang masih disimpan. Hanya untuk memudahkan penghitungan, kedua
Apa yang tercakup dalam perubahan stok akan dibicarakan kemudian sedang yang
masuk dalam pembentukan modal tetap mencakup besarnya modal yang ditanam selama
satu tahun, baik oleh Pemerintah, swasta, lembaga swasta yang tidak mencari untung
maupun rumahtangga (terbatas pada tanah dan rumah), dikurangi dengan jumlah penjualan
barang-barang modal bekas selama tahun sama. Yang tercakup dalam barang modal tetap
ternak yang dipelihara untuk diambil susunya, tenaganya, bulunya, dan sebagainya. Sedang
dimasukkan dalam pembentukan modal stok. termasuk juga pengeluaran untuk penanaman
hutan baru, perkebunan tanaman keras yang baru bisa dipetik hasilnya setelah berumur
Perubahan stok ialah barang-barang yang diproduksi maupun yang diimpor pada
tahun itu, tapi belum sempat dipakai sampai akhir tahun, hingga masih disimpan sebagai
stok.
Stok yang disimpan ini meliputi barang-barang mentah yang belum sempat diproses
menjadi barang jadi, barang yang masih dalam proses (work in process) dan barang-barang
jadi yang belum sempat dijual. Seperti yang disebutkan diatas termasuk juga dalam
Ekspor Netto disini berarti selisih antara ekspor dan impor dari barang dan jasa.
Ekspor barang dan jasa meliputi ekspor barang-barang yang dijual keluar negeri, dimana
jasa-jasa lain.
Begitu pula untuk impor termasuk barang-barang dagangan, jasa-jasa lain yang
dibeli dari luar negeri. Juga termasuk dalam ekspor dan impor disini ialah
lain dan barang-barang yang diekspor/impor dengan dibiayai oleh uang yang diperoleh dari
hadiah/pemberian ini dimaksud untuk keperluan militer tidak termasuk dalam item
Ekspor/Impor ini.
Salah satu kegunaan dari Pendapatan Regional ialah untuk melihat perkembangan
pendapatan/produk dari tahun ke tahun. Karena adanya pengaruh inflasi, maka daya beli
uang akan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berhubung dengan itu apakah
kenaikan pendapatan seseorang benar-benar naik atau tidak maka faktor inflasi ini terlebih
dahulu harus dieliminir dari pendapatan ini. Setelah faktor inflasi dieliminir, maka
pendapatan yang dihasilkan akan merupakan pendapatan yang riil (real income), hingga
naik turunnya pendapatan riil ini akan mencerminkan naik turunnya daya beli.
merupakan Pendapatan Regional atas dasar harga yang berlaku (at current prices), sedang
bila faktor inflasi sudah dieliminir akan merupakan Pendapatan Regional atas dasar harga
angka atas dasar konstan, ada tiga metode dasar yang dapat dipakai yaitu : revaluasi,
2.5.1. Revaluasi
Cara ini dilakukan dengan menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun
dengan harga pada tahun dasar (2000). Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga
konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan 2000.
Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang
digunakan, karena mencakup komponen biaya antara yang sangat beragam, disamping data
harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu,
biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas
dasar harga konstan masing-masing tahun dengan rasio biaya antara terhadap output pada
tahun dasar atau dengan rasio biaya antara terhadap output pada tahun berjalan.
2.5.2. Ekstrapolasi
Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan
cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan indeks kuantum produksi.
Indeks ini sebagai ekstrapolator yang dapat merupakan indeks dari masing-masing
kuantum produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator kuantum
produksi lainnya seperti : tenaga kerja, jumlah perusahaan yang dianggap cocok dengan
kemudian dengan menggunakan rasio nilai tambah terhadap output akan diperoleh
2.5.3. Deflasi
Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dapat diperoleh dengan cara membagi
nilai tambah atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahun dengan indeks
harganya. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga
konsumen, indeks harga perdagangan besar dan sebagainya. Indeks harga tersebut dapat
pula dipakai sebagai inflator, yang berarti nilai tambah atas dasar harga yang berlaku
diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga
tersebut.
Selain daripada tiga metode dasar tersebut diatas, ada empat pendekatan untuk
menghitung nilai tambah sektoral atas dasar harga konstan, tiga diantaranya didasarkan
pada pendekatan produksi yang dipakai untuk penghitungan nilai tambah dan yang satunya
didasarkan pada pendekatan pendapatan. Empat pendekatan tersebut adalah sebagai berikut
Dengan prinsip deflasi yang telah diberikan, seseorang tidak akan merasa sulit
untuk memahami istilah deflasi ganda. Dalam deflasi ganda, yang dideflasikan adalah
output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output
dan biaya antara hasil pendeflasian tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator
dengan cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks
disamping karena komponennya terlalu banyak, juga karena sulit dicari indeks harga yang
cukup mewakili sebagai deflator. Oleh karena itu dalam penghitungan nilai tambah atas
dasar harga konstan, deflasi berganda ini belum banyak dipakai, termasuk dalam publikasi
ini.
harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara di atas, tetapi mengingat
terbatasnya data yang tersedia maka cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak dipakai.
perkiraan-perkiraan dari penghitungan output atas dasar harga konstan (yang didasarkan
pada metode revaluasi, ekstrapolasi atau deflasi) atau dapat secara langsung menggunakan
indeks produksi yang sesuai, atau tingkat pertumbuhan riil yang lalu dari output, input
antara atau nilai tambah kemudian dikalikan dengan nilai tambah sektoral tahun dasar.
Secara implisit pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa output atas dasar harga
konstan berubah sejalan dengan input atas dasar harga konstan atau rasio input antara riil
boleh dikatakan tetap. Asumsi itu akan cocok bila perubahan teknologi dari sektor yang
digunakan dalam jangka pendek atau bila rasio input antara adalah kecil.
Deflasi dari nilai tambah sektoral dilakukan dengan menggunakan indeks harga
implisit dari output atau secara langsung menggunakan indeks harga produksi yang sesuai,
kemudian dijadikan angka pembagi terhadap nilai tambah sektoral atas dasar harga
berlaku. Secara implisit pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa inflasi yang terjadi
pada output dianggap sama dengan inflasi pada input antara. Asumsi ini akan lebih mudah
bila digunakan dalam jangka pendek atau bila rasio input antara adalah kecil.
dengan tenaga kerja, modal dan manajemen. Karena khususnya keuntungan berkaitan
dengan manajemen maka perubahan kualitas tenaga kerja dan modal akan menyebabkan
pendekatan diatas tidak mungkin digunakan karena tidak tersedianya data dasar atau indeks
output yang sesuai. Pendekatan ini akan lebih cocok bila nilai tambah terutama terdiri dari
Secara berkala Produk Domestik Regional Bruto dapat disajikan dalam dua bentuk,
yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan pada suatu tahun dasar, yang
1. Pada penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar
harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan
biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran
2. Pada penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua agregat pendapatan
dinilai atas harga yang terjadi pada tahun dasar (dalam publikasi ini harga konstan
didasarkan kepada harga pada tahun 2000). Karena menggunakan harga tetap, maka
PDRB juga disajikan dalam bentuk peranan sektoral dan angka-angka indeks, yaitu
indeks perkembangan; indeks berantai; dan indeks harga implisit yang masing-masing dapat
1. Peranan sektoral diperoleh dengan cara membagi nilai masing-masing sektor dengan
nilai total seluruh sektor PDRB dikalikan 100 pada tahun yang bersangkutan (baik atas
dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan suatu tahun tertentu).
PDRB i
Pi = x 100 %
Σ PDRB i
Dalam tabulasi penyajiannya, peranan sektor diberi judul tabel : Distribusi Persentase
dengan nilai pada tahun dasar, dikalikan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat
PDRB i t
IP = x 100 %
PDRB i o
3. Indeks Berantai, diperoleh dengan membagi nilai pada masing-masing tahun dengan
nilai pada tahun sebelumnya. Apabila angka ini dikalikan dengan 100 dan hasilnya
dikurangi 100, maka angka ini menunjukkan tingkat pertumbuhan agregat produksi
untuk masing-masing tahun. Metode penghitungan ini dapat pula digunakan untuk
PDRB i t
IB = x 100 %
PDRB it - 1
3. Indeks Harga Implisit diperoleh dengan membagi nilai PDRB atas dasar harga berlaku
dengan nilai PDRB atas dasar harga kosntan untuk masing-masing tahun dikalikan 100.
Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan harga dari agregat pendapatan terhadap
Selanjutnya bila dari indeks harga implisit ini dibuatkan indeks berantainya (dengan rumus
indeks berantai), akan terlihat tingkat perkembangan harga setiap tahun terhadap tahun
sebelumnya. Indeks ini secara berkala juga dapat menunjukkan besaran inflasi yang
mencakup seluruh barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah penghitungan PDRB.
PDRB ithb
IHI = x 100 %
PDRB ithk
Dimana :
Uraian sektoral yang disajikan dalam bab ini mencakup ruang lingkup dan definisi
dari masing-masing sektor dan subsektor, tata cara penghitungan nilai tambah, baik atas
dasar harga yang berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000, serta sumber datanya.
Subsektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi, jagung,
ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele, sayur-sayuran, buah-buahan,
kentang, kacang hijau, tanaman pangan lainnya, dan hasil-hasil produk ikutannya.
Termasuk dalam cakupan ini adalah hasil-hsail dari pengolahan yang dilakukan secara
sederhana seperti beras tumbuk dan gaplek. Data produksi diperoleh dari BPS Kabupaten
Lumajang dan Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang, sedang data harga seluruhnya
bersumber dari data harga yang dikumpulkan oleh BPS Kabupaten Lumajang secara rutin.
Nilai tambah bruto atas dasar harga yang berlaku diperoleh melalui pendekatan
produksi, yaitu dengan mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum produksi dengan
masing-masing harganya, kemudian hasilnya dikurangi dengan biaya antara atas dasar
harga yang berlaku. Biaya antara tersebut diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara
terhadap output yang diperoleh dari hasil survei khusus. Nilai tambah atas dasar harga
masing tahun dengan harga pada tahun 2000, kemudian dikurangi biaya antara atas dasar
Subsektor yang dicakup adalah hasil tanaman pekebunan yang diusahakan oleh
rakyat seperti jambu mete, kelapa, kopi, kapok, kapas, tebu, tembakau, cengkeh dan
tanaman perkebunan lainnya. Cakupan tersebut termasuk produk ikutannya dan hasil-hasil
pengolahan sederhana seperti minyak kelapa rakyat, tembakau olahan, kopi olahan, dan teh
olahan. Data produksi diperoleh dari Kantor Perkebunan Kabupaten Lumajang sedangkan
Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan cara pendekatan
produksi. Rasio biaya antara diperoleh dari survei khusus. Nilai tambah atas dasar harga
konstan 2000 diperoleh dengan cara revaluasi, sama seperti yang dilakukan pada tanaman
bahan makanan.
Kegiatan yang dicakup dalam subsektor ini adalah kegiatan yang memproduksi
komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar seperti karet, teh,
kopi, coklat, minyak sawit, tebu, rami dan tanaman lainnya. Cara penghitungan nilai
Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-
hasil ternak, seperti sapi, kerbau, kuda, babi, kambing, domba, susu segar, serta hasil
pemotongan ternak. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah yang dipotong,
ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak netto. Data mengenai jumlah
ternak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telur serta banyaknya ternak yang
keluar masuk wilayah Kabupaten Lumajang diperoleh dari Kantor Peternakan Kabupaten
Lumajang. Sedangkan data harga ternak diperoleh dari laporan harga produsen BPS
Kabupaten Lumajang.
Cara penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku maupun atas dasar
harga konstan 2000 sama seperti yang dilakukan pada tanaman perkebunan rakyat.
3.1.4. Kehutanan
dan perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu glondongan, kayu bakar,
arang dan bambu; sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa rotan,
damar, kulit kayu, nipah, akar-akaran dan sebagainya. Hasil perburuan binatang–binatang
liar seperti babi rusa, penyu, buaya, ular, madu dan sebagainya termasuk hasil kegiatan di
subsektor ini.
kehutanan dihitung dengan cara mengalikan kuantum produksi dengan harga masing-
masing tahun yang menghasilkan output atas dasar harga berlaku, dan penggunaan harga
pada tahun dasar menghasilkan output atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya nilai
tambah bruto dihitung dengan menggunakan rasionya terhadap output. Rasio tersebut
3.1.5. Perikanan
Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari kegiatan perikanan laut, perairan
umum, tambak, kolam, sawah dan keramba, serta pengolahan sederhana (pengeringan dan
penggaraman ikan). Data mengenai produksi, dan nilai produksi diperoleh dari laporan
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lumajang. Penghitungan nilai tambah bruto
dilakukan dengan mengalikan rasio nilai tambah bruto terhadap output. Rasio nilai tambah
Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalah minyak mentah dan gas bumi,
yodium, biji mangan, belerang, serta segala jenis hasil penggalian. Sektor ini di Kabupaten
dari Bagian Ekonomi, dan Survei Khusus Pendapatan Regional. Nilai output merupakan
Sektor ini mencakup kegiatan untuk mengubah atau mengolah suatu barang organik
dan anorganik menjadi barang baru yang mempunyai nilai lebih tinggi, sedang
pengolahannya dapat dilakukan dengan tangan atau mesin. Kegiatan industri amat beragam
dilihat dari komoditi yang dihasilkan dan cara pengolahannya, sampai pengelompokan
kegiatan industri. Pengelompokan yang dilakukan BPS didasarkan pada proses pembuatan
dan banyaknya tenaga kerja yang terlibat. Pengelompokan dibedakan menjadi empat
katagori, yaitu :
1. Kelompok Industri Besar dengan tenaga kerja lebih atau sama dengan 100 orang.
4. Kelompok Industri Kerajinan rumah tangga dengan tenaga kerja sampai 4 orang.
Pengelompokan lain dari kegiatan industri dibuat berdasarkan jenis komoditi utama
yang dihasilkan oleh masing-masing perusahaan, yang secara garis besarnya kegiatan
Data output, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000,
diperoleh dari Survei Industri BPS Kabupaten Lumajang, dan data Dinas Perindustrian dan
Untuk kelompok industri yang besar dan sedang, ruang lingkup dan metode
perhitungan nilai tambah bruto industri pengolahan atas dasar harga berlaku berdasarkan
Data produksi diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan
Daerah Air Minum. Output masing-masing subsektor mencakup semua produksi yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan sesuai dengan ruang lingkup dan definisinya.
3.4.1. Listrik
Subsektor ini mencakup semua kegiatan kelistrikan, baik yang diusahakan PLN
maupun non PLN. Data produksi, harga, dan biaya antara subsektor ini diperoleh dari PLN
Distribusi Jawa Timur Cabang Jember UPJ Lumajang, Klakah, dan Tempeh. Output atas
dasar harga berlaku diperoleh dari perkalian produksi dengan harga yang berlaku masing-
revaluasi.
Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan oleh Perusahaan Air Minum.
Data produksi, harga dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan air minum
diperoleh dari laporan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Lumajang. Perhitungan
nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dilakukan dengan cara yang sama seperti pada
subsektor listrik.
berupa gedung, jalan, jembatan, terminal, pelabuhan, dam, irigasi, eksplorasi minyak bumi
maupun jaringan listrik, gas, air minum, telepon dan sebagainya. Nilai tambah bruto
nilai pembangunan prasarana fisik yang dari segi pendanaan dapat dirinci menjadi : nilai
pembangunan pemerintah pusat yang dibiayai dari APBN dan nilai pembangunan daerah
oleh developer, Perumnas serta yang dilakukan oleh swadaya masyarakat murni.
Sedangkan presentase nilai tambah bruto diperoleh dari survei khusus. Output atas dasar
harga konstan 2000 diperoleh dengan cara deflasi, deflatornya adalah Indeks Harga
barang (commodity flow), yaitu dengan menghitung besarnya nilai komoditi pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri, serta komoiditi impor yang diperdagangkan. Dari
nilai komoditi yang diperdagangkan, diturunkan nilai margin perdagangan yang merupakan
output perdagangan yang selanjutnya dipakai untuk menghitung nilai tambahnya. Rasio
tambah didasarkan pada data hasil penyusunan tabel input – output Indonesia serta survai
khusus. Nilai produksi bruto atas dasar harga konstan 2000, dihitung dengan mengalikan
rasio diatas dengan output atas dasar harga konstan 2000 dari sektor–sektor pertanian,
Nilai tambah atas dasar harga berlaku dan konstan 2000 dihitung berdasarkan
3.6.2. Hotel
Kegiatan sub sektor ini mencakup semua hotel, baik berbintang maupun tidak
berbintang serta berbagai jenis penginapan lainnya. Output dihitung dengan cara
mengalikan jumlah malam tamu dan tarifnya. Dalam hal ini malam tamu dianggap sebagai
kuantum dari output. Untuk keperluan ini, data diperoleh dari BPS Kabupaten Lumajang,
Nilai tambah atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000 dihitung
3.6.3. Restoran
Karena belum tersedia data restoran secara lengkap, maka output dari sub sektor ini
diperoleh dari perkalian jumlah tenaga kerja yang bekerja di restoran dari hasil Sensus
Penduduk tahun 2000 beserta pertumbuhannya dengan output per tenaga kerja dari hasil
survai khusus pendapatan regional. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan
2000 dihitung dengan cara deflasi, menggunakan indeks harga konsumen makanan jadi dan
Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum penumpang dan barang, baik
melalui darat, laut, sungai/danau, dan udara. Sektor ini mencakup pula jasa penunjang
3.7.1. Angkutan
Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data dari Laporan
Tahunan Perusahaan Umum Kereta Api. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000
oleh perusahaan angkutan umum, baik bermotor maupun tidak. Perkiraan nilai tambah
bruto atas dasar harga berlaku dilakukan dengan menggunakan pendekatan produksi yang
didasarkan pada data jumlah armada angkutan umum penumpang dan barang wajib uji.
Data tersebut diperoleh dari laporan tahunan Dinas Perhubungan, DLLAJR, dan
hasil survai khusus pendapatan regional angkutan dilakukan setiap tahun, sedangkan untuk
data kendaraan tidak bermotor diperoleh dari monografi desa dan survai. Nilai tambah
bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi.
barang dengan menggunakan kapal yang diusahakan oleh perusahaan pelayaran milik
nasional, baik yang melakukan trayek dalam negeri maupun luar negeri. Di kabupaten
Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang dan kegiatan lain
yang berkaitan dengan penerbangan yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan milik
Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang
dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal dan parkir, keagenan
barang, seperti kegiatan terminal dan parkir. Data jasa kegiatan perparkiran masih
menggunakan persentase dari angkutan darat yang dikumpulkan oleh BPS Kabupaten
Lumajang.
2. Bongkar/Muat
barang melalui laut dan darat. Kegiatan ini di Kabupaten Lumajang tidak ada
Kegiatan keagenan ini mencakup pelayanan keagenan penumpang dan barang yang
diberikan kepada usaha angkutan, baik angkutan darat, maupun laut. Data jumlah
3.7.2. Komunikasi
Kegiatan yang dicakup adalah jasa Pos dan Giro serta Telekomunikasi.
Kegiatan ini meliputi kegiatan pemberian jasa pos dan giro seperti pengiriman
Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku didasarkan kepada data
produksi dan struktur biaya yang diperoleh dari laporan keuangan Perusahaan Umum Pos
dan Giro. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dilakukan dengan
cara ekstrapolasi, menggunakan indeks gabungan dari jumlah surat yang dikirim dan
2. Telekomunikasi
Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian hubungan telepon,
Telegram dan teleks. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan
data yang bersumber dari laporan keuangan Kantor Cabang PT Telekomunikasi Kabupaten
Lumajang.
Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan menggunakan
indeks produksi gabungan tertimbang yang meliputi jumlah menit lokal/interlokal dan
Kabupaten Lumajang.
Kegiatan subsektor ini mencakup pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang
sifatnya menunjang kegiatan komunikasi, seperti wartel, warpostel, radio pager, telepon
seluler (ponsel).
3.8.1. Bank
Angka nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku diperoleh dari
Bank Indonesia. Dalam PDRB seri terbaru ini, nilai tambah bruto yang ditimbulkan dari
kegiatan Bank Indonesia tidak mencakup pembayaran bunga Sertifikat Bank Indonesia (
SBI ) dan pinjaman dari luar negeri, karena hal itu merupakan kebijaksanaan moneter yang
bukan merupakan kegiatan komersial perbankan. Nilai tambah bruto atas dasar harga
konstan 2000 diperoleh dengan cara ekstrapolasi dengan indeks kredit yang diberikan bank
pada tiap tahun. Data jumlah kredit diperoleh dari Kantor Bank Indonesia Malang. Untuk
memperoleh nilai tambah bruto ditempuh cara deflasi dengan menggunakan Indeks Harga
Konsumen (umum ).
melalui dengan cara pendekatan produksi. Output diperoleh dari perkalian indikator
produksi dengan indikator harga, sedangkan nilai tambah bruto diperoleh dengan cara
mengurangkan nilai biaya antara dari nilai output. Nilai tambah bruto atas dasar harga
konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi dan pada kegiatan yayasan dana pensiun
Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai kegiatan ekonomi antara lain
perdagangan valuta asing; perusahaan anjak piutang ; dan modal ventura. Di Kabupaten
Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah bangunan
sebagai tempat tinggal rumah tangga dan bukan sebagai tempat tinggal, tanpa
memperhatikan apakah bangunan itu milik sendiri atau disewa. Perkiraan nilai tambah
bruto didasarkan pada data jumlah bangunan tempat tinggal serta berdasarkan pengeluaran
untuk bangunan bukan tempat tinggal didasarkan pada hasil survei khusus.
Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengalikan
antara jumlah bangunan dengan rata-rata tarip sewa untuk bangunan di pedesaan dan
sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperkirakan dengan cara
Subsektor ini meliputi jasa pengacara, jasa akuntan, biro arsitektur, jasa pengolahan
Perkiraan output dan nilai tambah bruto didasarkan kepada data jumlah tenaga kerja
yang bersumber dari hasil Sensus Ekonomi dan Sensus Penduduk 2000, dan rata-rata
output per tenaga kerja serta rasio biaya antaranya dari Survei Khusus Pendapatan
Regional dan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dengan cara revaluasi.
Nilai tambah bruto sub sektor jasa pemerintahan umum terdiri dari upah dan gaji
rutin pegawai pusat dan daerah. Upah dan gaji yang dihitung mencakup upah dan gaji di
belanja rutin dan sebagian dari belanja pembangunan. Perkiraan penyusutan adalah sebesar
5 persen dari total upah dan gaji yang telah dihitung. Data yang dipakai adalah realisasi
pengeluaran pemerintah pusat dan daerah serta Hankam yang diperoleh dari BPS dan
Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara
Sub sektor ini mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan, serta jasa kemasyarakatan
lainnya seperti jasa penelitian, jasa palang merah, panti asuhan, panti wredha, yayasan
pemeliharaan anak cacat, dan rumah ibadat. Untuk kegiatan jasa pendidikan dan kesehatan
adalah yang hanya dikelola oleh swasta saja, karena yang dikelola oleh pemerintah nilai
tambahnya sudah tergabung dengan sub sektor pemerintahan, sedangkan untuk jasa sosial
lainnya yang dicakup adalah seluruh kegiatan baik yang dikelola oleh pemerintah maupun
swasta.
Data yang digunakan untuk memperkirakan nilai tambah bruto subsektor jasa
pendidikan adalah jumlah murid sekolah swasta menurut jenjang pendidikan, yang
diperoleh dari Dinas Pendidikan Nasional dan untuk pendidikan formal di luar Dinas
Lumajang. Data output per murid dan persentase nilai tambah diperoleh dari kegiatan
survei khusus.
Penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dilakukan dengan
cara revaluasi.
Subsektor ini mencakup jasa rumah sakit, dokter praktek, dan jasa kesehatan
lainnya yang dikelola swasta. Perkiraan output untuk masing-masing kegiatan didasarkan
produksinya seperti rata-rata tempat tidur rumah sakit dan jumlah tempat tidur; rata-rata
output per dokter dan jumlah dokter praktek; rata-rata output per bidan dan jumlah bidan
praktek; dan rata-rata output per dukun bayi dan jumlah dukun bayi praktek.
Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku didasarkan kepada persentase terhadap
output. Data yang digunakan bersumber dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang serta
hasil survei khusus pendapatan regional. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga
Dari survei khusus mengenai panti asuhan dan panti wreda, diperoleh rata-rata
output per anak yang diasuh dan rata-rata output per orang tua yang dilayani sekaligus
struktur inputnya. Kemudian dengan mengalikan jumlah anak yang diasuh dan orang tua
yang dilayani dengan rata-rata outputnya, diperoleh perkiraan output kegiatan jasa sosial
dan kemasyarakatan lainnya. Data jumlah anak dan orang tua yang diasuh/dilayani
diperoleh dari Dinas Sosial Kabupaten Lumajang. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar
pengeluaran per kapita untuk biaya kursus. Dengan mengalikan jumlah penduduk
pertengahan tahun dengan indikator tersebut akan diperoleh nilai output yang selanjutnya
dengan rasio nilai tambah bruto dapat diperoleh nilai tambah bruto. Untuk menghitung
adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) kelompok aneka barang dan jasa.
Dari survei khusus diperoleh data rata-rata input rumah ibadat, dengan mengalikan
jumlah tempat ibadat yang diperoleh dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Lumajang
maka diperoleh nilai tambah. Sedangkan untuk penghitungan atas dasar harga konstan
Sub sektor ini mencakup jasa bioskop, panggung kesenian, studio radio swasta,
taman hiburan, dan klub malam, serta produksi dan distribusi film.
Data pajak tempat hiburan dan keramaian dan struktur biayanya, serta persentase
dan nilai tambah jasa hiburan dan kebudayaan. Penghitungan atas dasar harga konstan
2000 adalah dengan menggunakan IHK kelompok aneka barang dan jasa.
Untuk kegiatan studio radio swasta perkiraan nilai tambahnya didasarkan kepada
rata-rata output per radio swasta dengan data jumlah radio swasta diperoleh dari Bagian
diperoleh dari kegiatan survei khusus. Penghitungan atas dasar harga konstan 2000 adalah
Sub sektor ini mencakup jasa perbengkelan, tukang binatu, salon, tukang jahit,
reparasi, dan pembantu rumahtangga. Survei khusus yang dilakukan oleh BPS Kabupaten
Lumajang memberikan data tentang rata-rata output per tenaga kerja dan struktur inputnya.
Nilai output diperkirakan dengan cara mengalikan jumlah tenaga kerja yang
didasarkan kepada hasil Sensus, Sakernas dan survai khusus dengan rata-rata output per
tenaga kerja yang juga diperoleh dari survai khusus. Sedangkan untuk memperoleh nilai
tambah bruto adalah dengan cara mengalikan persentase nilai tambah bruto. Nilai tambah
bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara ekstrapolasi
Bruto tahun 2004 sampai dengan 2009. Berbagai hal yang dibahas adalah peranan sektor
perkapita.
Kegiatan ekonomi Kabupaten Lumajang dilihat dari sisi besaran nilai nominal PDRB
atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan (ADHK) selama tahun
2004-2009 selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 PDRB ADHB kabupaten
Lumajang tercatat sebesar 6.117.602,59 juta rupiah, meningkat pada tahun 2005 menjadi
7.326.996,41 juta rupiah dan pada akhirnya pada tahun 2009 meningkat menjadi
12.170.614,19 juta rupiah. Sehingga dari tahun 2004 hingga 2009 mengalami peningkatan
hampir dua kali lipat. Sedangkan apabila dihitung dengan menggunakan harga konstan
tahun 2000, nilai nominal PDRB ADHK pada tahun 2004 mencapai 4.570.180,20 juta
rupiah meningkat pada tahun 2005 menjadi 4.793.733,63 juta rupiah dan pada akhirnya di
tahun 2009 tercatat sebesar 5.917.165,21 juta rupiah. Perbedaan percepatan kenaikan nilai
nominal PDRB ADHB dan ADHK yang sangat signifikan ini menunjukkan bahwa
meningkatnya nilai PDRB ADHB sebagai cerminan besaran aktifitas ekonomi di suatu
PDRB ADHK lebih mencerminkan kondisi riil peningkatan ekonomi karena dinilai dari
sisi peningkatan kuantum produksi. Selama kurun waktu tersebut terjadi beberapa kali
perlambatan pertumbuhan ekonomi di kabupaten Lumajang, yaitu tahun 2005 dan 2008.
Kondisi tersebut merupakan dampak dari efek multiplier kenaikan harga BBM yang cukup
drastis pada bulan Oktober 2005 dan bulan Mei 2008 yang efek terakhirnya menurunkan
daya beli masyarakat. Akan tetapi kondisi tahun 2009 meskipun ada terpaan krisis global
Tabel 4.1
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan beserta Pertumbuhannya
Kabupaten Lumajang Tahun 2004 - 2009
**)
2009 12,170,614.19 5,917,165.21 11.10 5.46
*) Angka Diperbaiki
**) Angka Sementara
sembilan sektor ekonomi menjadi 3 kelompok sektor besar yaitu; sektor Primer, Sekunder,
dan Tersier, maka dapat dilihat besaran dari nilai tambah yang tercipta dari ketiga
1. Sektor Primer : terdiri dari sektor pertanian; dan pertambangan dan penggalian.
2. Sektor Sekunder : terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih
dan konstruksi.
jasa-jasa.
penciptaan nilai tambah di kabupaten Lumajang. Total nilai tambah bruto atas dasar harga
berlaku dari kelompok sektor Tersier di tahun 2009 mencapai Rp. 5.241 milyar, atau
peningkatan kelompok sektor ini disumbangkan oleh sektor Perdagangan, hotel dan
Kelompok sektor yang mempunyai andil terkecil dari tahun ke tahun adalah
kelompok sektor Sekunder. Walaupun nilainya dalam periode tahun 2004-2009 terus
meningkat namun besarannya pada tahun 2009 ini hanya mencapai Rp. 2.433 milyar dan
sektor ini yang didukung oleh sektor industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih serta
kelompok sektor Primer yang didukung oleh sektor Pertanian dan sektor Pertambangan &
di kabupaten Lumajang, dimana nilai tambahnya pada tahun 2009 mencapai Rp. 4.495
Tabel 4.2
Nilai Tambah Bruto Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan beserta Pertumbuhannya
Kabupaten Lumajang Tahun 2008 - 2009
HARGA BERLAKU HARGA KONSTAN
LAPANGAN USAHA
*) **) *) **)
2008 2009 % 2008 2009 %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
PRIMER 4,072,394.20 4,495,329.10 10.39 2,130,410.93 2,257,535.09 5.97
01. Pertanian 3,749,329.27 4,134,289.97 10.27 1,947,588.26 2,065,132.51 6.04
02. Pertambangan dan Penggalian 323,064.93 361,039.13 11.75 182,822.67 192,402.58 5.24
SEKUNDER 2,203,303.22 2,433,518.59 10.45 1,053,773.81 1,097,175.99 4.12
03. Industri Pengolahan 1,449,725.08 1,611,752.98 11.18 764,707.16 795,247.40 3.99
04. Listrik, Gas, dan Air Minum 84,765.56 94,547.99 11.54 40,784.25 42,771.42 4.87
05. Bangunan/Konstruksi 668,812.58 727,217.62 8.73 248,282.40 259,157.17 4.38
TERSIER 4,678,616.49 5,241,766.49 12.04 2,426,494.52 2,562,454.13 5.60
06. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,637,061.68 2,983,401.22 13.13 1,345,333.55 1,430,256.42 6.31
07. Pengangkutan & Komunikasi 592,894.27 631,689.42 6.54 284,569.30 292,840.34 2.91
08. Keuangan, P'sewaan, & Jasa Pershn 481,830.64 532,537.37 10.52 263,573.48 276,167.46 4.78
09. Jasa-Jasa 966,829.90 1,094,138.48 13.17 533,018.19 563,189.91 5.66
*) Angka Diperbaiki
**) Angka Sementara
mencerminkan peningkatan nilai tambah secara riil dari kelompok sektor karena telah
tambah terbesar, diikuti oleh kelompok Primer dan kemudian yang mempunyai andil
terendah, yaitu kelompok Sekunder. Kelompok sektor Tersier di tahun 2009 ini meskipun
mempunyai nilai tambah terbesar dengan Rp. 2.562 milyar, tetapi laju pertumbuhannya
yang sebesar 5,60 persen masih dibawah laju pertumbuhan kelompok sektor Primer yang
mencapai 5,97 persen. Adapun kelompok sektor Primer dan Sekunder di tahun 2009 nilai
tambah brutonya sebesar Rp. 2.257 milyar dan Rp. 1.097 milyar dan masing-masing
tumbuh sebesar 5,97 persen dan 4,12 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Grafik 4.1.
Peranan Kelompok Sektor PDRB Kabupaten Lumajang
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003 - 2009 (Persen)
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
PRIMER SEKUNDER TERSIER
perekonomian suatu wilayah. Hal ini karena dipengaruhi oleh potensi sumber daya alam
(SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang tersedia. Salah satu indikator yang sering
besar persentase suatu sektor, semakin besar pula pengaruh sektor tersebut di dalam
memperlihatkan kontribusi nilai tambah bruto setiap sektor dalam pembentukan PDRB,
sehingga akan tampak sektor-sektor yang menjadi pemicu pertumbuhan (sektor andalan) di
sektor dalam sumbangannya terhadap nilai total PDRB ADHB. Tabel 4.3. secara umum
Lumajang pada tahun 2004-2009 tidak mengalami pergeseran struktur ekonomi yang
cukup signifikan. Peranan masing-masing sektor ekonomi selama periode tersebut sebagian
besar mengalami fluktuasi dengan gradasi yang cukup halus. Selama periode tersebut
peranan terbesar didukung oleh kegiatan ekonomi yang tergabung dalam kelompok tersier,
Setiap kelompok sektor memiliki sektor andalan, yaitu sektor pertanian untuk
kelompok primer, sektor industri untuk kelompok sekunder, dan sektor perdagangan, hotel
dan restoran untuk kelompok tersier. Sektor-sektor tersebut merupakan pendorong utama
ekonomi berasal dari sektor-sektor tersebut sehingga perlu mendapat perhatian dalam
Jika dilihat peranan masing-masing sektor ekonomi selama tahun 2009 pada tabel
4.3., tiga sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor pertanian sebesar 33,97
persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 24,51 persen, dan sektor industri
pengolahan sebesar 13,24 persen. Sedangkan tiga sektor yang memberikan kontribusi
terkecil adalah listrik, gas dan air bersih sebesar 0,78 persen, pertambangan dan penggalian
sebesar 2,97 persen, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 4,38
persen.
pada sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel & restoran. Pada tahun 2008 peranan
sektor-sektor tersebut adalah sebesar 34,23 persen dan 24,07 persen, kemudian untuk
sektor pertanian turun menjadi 33,97 persen dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran
tetap meningkat menjadi 24,51 persen pada tahun 2009. Fakta ini menunjukkan bahwa
Sedangkan pada sektor perdagangan, hotel & restoran disebabkan masih maraknya aktifitas
ekonomi pada subsektor perdagangan besar dan eceran serta restoran yang ditandai dengan
masih eksisnya ritel-ritel waralaba seperti; Indomart dan Alfamart, dan banyaknya
bermunculan aneka pedagang kaki lima, jajanan, dan warung lesehan karena adanya
lokalisasi pedagang kecil di sejumlah wilayah kabupaten Lumajang. Selain itu selama
tahun 2009 untuk subsektor Hotel dan Restoran kegiatannya relatif semarak dengan
Tabel 4.3.
Struktur Ekonomi Dalam PDRB Kabupaten Lumajang
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004-2009 (Persen)
TAHUN
SEKTOR
2004 2005 2006 2007 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Perdagangan, Hotel
dan Restoran, 24.51
Pertambangan
Penggalian, 2.97
Konstruksi, 5.98 Industri Pengolahan,
Listrik Gas & A ir 13.24
Bersih, 0.78
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu ukuran dinamis yang digunakan untuk melihat
merupakan indikator makro yang sering digunakan sebagai salah satu alat strategi
Strategisnya (Renstra), laju pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi salah satu indikator
yang sangat penting untuk selalu dievaluasi. Agar lebih valid perubahan ini diukur dengan
acuan satu ukuran/satu periode yang disebut kondisi ekonomi pada tahun dasar dan
Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari PDRB ADHK Tahun 2000 sehingga
pertumbuhan ini sudah tidak dipengaruhi faktor harga atau dengan kata lain benar-benar
sektoralnya. Semakin besar peranan sektoral dalam struktur ekonomi maka semakin besar
peranan yang dominan tetapi pertumbuhannya rendah, maka akan menghambat tingkat
pertumbuhan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat pertumbuhan ekonomi regional.
Jika dilihat secara agregat, nilai nominal PDRB ADHB Kabupaten Lumajang di
tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 11,10 persen, yaitu dari Rp. 10.954 milyar
menjadi Rp. 12.170 milyar. Tetapi nilai tersebut masih mengandung faktor peningkatan
harga barang dan jasa. Sedangkan PDRB ADHK tahun 2009 mengalami peningkatan
sebesar 5,46 persen, yaitu dari Rp. 5.610 milyar pada tahun 2008 menjadi Rp. 5.917
milyar. Petumbuhan ekonomi regional secara riil yang terjadi harus dilihat dari tingkat
Tabel 4.4.
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Lumajang
Tahun 2004-2009 (Persen)
TAHUN
SEKTOR
2004 2005 2006 2007 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
PRIMER
1. PERTANIAN 6.01 5.05 4.92 4.99 6.70 6.04
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 5.88 5.55 6.21 7.60 3.43 5.24
SEKUNDER
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4.03 3.11 3.69 3.78 3.61 3.99
4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 4.32 4.63 5.07 5.14 5.59 4.87
5. BANGUNAN 3.28 3.18 3.73 3.89 0.94 4.38
TERSIER
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 5.17 6.75 7.63 7.82 6.46 6.31
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 3.62 2.52 2.72 2.81 2.33 2.91
8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 4.42 3.24 4.37 6.02 5.59 4.78
9. JASA-JASA 4.11 5.60 5.17 5.57 5.49 5.66
2004-2009 cenderung semakin meningkat walaupun pada tahun 2005 dan 2008 sempat
sedikit terkoreksi yang diakibatkan efek multiplier dari kenaikan harga BBM yang cukup
Apabila laju pertumbuhan ekonomi (LPE) kabupaten Lumajang tahun 2009 dipakai
sebagai dasar (Base Line), maka kinerja sektoral dapat dikelompokkan menjadi tiga
atas LPE kabupaten Lumajang yang sebesar 5,43 persen. Kelompok Kedua : adalah
sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan positif walaupun masih di bawah LPE
negatif.
Pada tahun 2009 jika dilihat secara sektoral, hanya ada tiga sektor yang mengalami
pertumbuhan tertinggi atau melebihi angka pertumbuhan ekonomi regional dan masuk pada
Kelompok Pertama, yaitu : sektor Pertanian yang tumbuh sebesar 6,04 persen; sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 6,31 persen; dan sektor Jasa-jasa sebesar 5,66
persen. Dari ketiga sektor tersebut di atas, hanya sektor Pertanian dan sektor Perdagangan,
hotel, dan restoran yang memiliki peranan cukup besar dalam penciptaan nilai tambah
Lumajang selama tahun 2009. sedangkan sektor Jasa-jasa meski tumbuh sebesar 5,66
persen, tetapi karena peranannya yang hanya sebesar 8,99 persen maka tidak memiliki
Sedangkan sektor Pertanian dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran selain
menunjukkan pertumbuhan yang tinggi, yaitu sebesar 6,04 persen dan 6,31 persen juga
memiliki peranan yang cukup besar terhadap pembentukan PDRB kabupaten, yaitu sebesar
33,97 persen dan 24,51 persen. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi
kabupaten Lumajang pada tahun 2009 lebih banyak ditopang oleh kenaikan produksi
komoditas pertanian dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebagai leading sectors.
Secara lengkap pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 masing masing sektor dapat dilihat
sektor pertanian (peranan terbesar), maka faktor sumber daya alam perlu dikelola dan
dipelihara dengan benar dan diharapkan pembangunan yang dilaksanakan berorientasi pada
yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu program intensifikasi
pertanian juga harus selalu ditingkatkan dan ketersediaan saprodi juga perlu diperhatikan.
kelembagaannya, kekayaan alam yang dimiliki, jumlah dan kemampuan sumber daya
Industri pengolahan yang tumbuh hanya sebesar 3,99 persen yang disebabkan oleh masih
lemahnya iklim investsi karena masih dirasakannya dampak krisis finansial, namun
demikian untuk tahun 2009 sektor Industri Pengolahan kinerjanya relatif baik karena LPE
nya relatif meningkat dibanding tahun sebelumnya. Selanjutnya sektor Pertambangan dan
penggalian yang tumbuh sebesar 5,24 persen atau jauh meningkat dibanding tahun
penambangan pasir dan kondisi cuaca yang cukup mendukung. Kemudian sektor
Pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 2,91 persen atau sedikit meningkat
Adapun berikutnya adalah sektor Bangunan yang tumbuh sebesar 4,38 dan jauh
meningkat dibanding tahun 2008 yang hanya tumbuh sebesar 0,94 persen. Hal ini
menunjukkan kegiatan pembangunan properti dan prasarana jalan dan jembatan jauh
Dan yang terakhir adalah sektor Listrik, gas, dan air bersih serta sektor keuangan,
persewaan & jasa perusahan yang masing-masing tumbuh sebesar 4,87 persen dan 4,76
persen. Kedua sektor ini sama-sama mengalami penurunan LPE dibanding tahun
masuk pada Kelompok Ketiga. Berdasarkan angka-angka yang tercermin dalam PDRB,
selama tahun 2009 masih bisa dibilang cukup baik dan kondusif di tengah-tengah situasi
gambaran tentang terjadinya perubahan harga. Yang dimaksud perubahan harga adalah
perubahan harga ditingkat produsen sehingga faktor margin perdagangan dan transportasi
tidak berperan. Jika nilainya positif disebut inflasi tetapi jika nilainya negatif disebut
deflasi. Ada dua macam inflasi/deflasi yang kita kenal yaitu inflasi/deflasi yang dihitung
dari Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Indeks Implisit yang diturunkan dari penghitungan
PDRB. Gambaran perkembangan harga yang berpijak pada besaran PDRB Kabupaten
Lumajang dapat tercermin dari perubahan indeks harga implisit. Peningkatan indeks
implisit menunjukan kanaikan harga barang dan jasa dan demikian pula sebaliknya.
Tingkat inflasi PDRB di Kabupaten Lumajang pada tahun 2009 adalah sebesar 5,35
persen, atau jauh menurun hingga mencapai 3,51 poin dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 8,86 persen. Menurunnya angka inflasi PDRB ini jelas-jelas sebagai akibat
tidak adanya kenaikan harga BBM yang merupakan pemicu utama kenaikan harga-harga
barang. Kondisi ini juga ditunjang dengan ketersediaan berbagai bahan baku produksi yang
sehingga tidak memicu kenaikan harga gabah dan berbagai komoditas pertanian lainnya.
Nampaknya penurunan tingkat inflasi PDRB diiringi pula dengan meningkatnya angka
perekonomian dunia yang kurang menguntungkan, yaitu tumbuh sebesar 5,46 persen atau
Tabel 4.5.
Inflasi PDRB Kabupaten Lumajang Tahun 2004–2009 (Persen)
TAHUN
LAPANGAN USAHA
2004 2005 2006 2007 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
inflasi PDRB menunjukkan bahwa roda perekonomian sedikit melambat. Perlu dipahami
bahwa pada tingkat harga yang semakin meningkat, maka pasar barang dan jasa akan
semakin meningkat.
Lumajang tahun 2003 – 2008 dapat dilihat pada grafik 4.3. di bawah ini :
Graf ik 4.3.
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI PDRB
KABUPATEN LUMAJANG
TAHUN 2003 - 2008
16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Salah satu indikator ekonomi yang sangat penting untuk menggambarkan tingkat
kemakmuran masyarakat secara makro adalah pendapatan per kapita (Income per Capita).
Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat
Oleh karena pendapatan faktor produksi dan transfer yang mengalir keluar (transfer
out) serta pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk (transfer in) yang merupakan
dapat disajikan hanya Pendapatan Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar biaya faktor
Tabel 4.6.
PDRN Per kapita Kabupaten Lumajang dan Pertumbuhannya
Tahun 2003 – 2008
*) Angka Diperbaiki
**) Angka Sementara
mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama periode 2003-2008. Tahun 2003
pada tahun berikutnya sebesar 7,92 persen manjadi Rp. 5.638.946,56. Pada tahun 2005
19,31 persen. Hal ini semata-mata dikarenakan adanya kenaikan harga barang dan jasa
secara drastis. Sedangkan pada tahun 2008 PDRN perkapita mencapai Rp. 9.946.913,67
secara riil kenaikan daya beli sebagai cermin kesejahteraan masyarakat di kabupaten
Lumajang secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRN perkapita yang dihitung
berdasarkan harga berlaku masih terkandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh
terhadap daya beli masyarakat. Selain itu diperlukan juga indikator tingkat pemerataan
masyarakat.
Untuk menghilangkan faktor harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat,
maka digunakan PDRN perkapita yang dihitung berdasarkan harga konstan tahun 2000.
Dari tabel 4.6. dapat dilihat bahwa PDRN perkapita atas dasar harga konstan pada tahun
2003 sebesar Rp. 4.028.112,37, tahun 2004 sebesar Rp. 4.212.598,24, tahun 2005 sebesar
Rp. 4.401.826,35, tahun 2006 sebesar Rp. 4.613.526,09, tahun 2007 sebesar Rp.
4.848.808,86, dan tahun 2008 sebesar Rp. 5.094.699,92. Pertumbuhan PDRN perkapita
ADHK selama 2003-2008 selalu lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini
bisa dimaklumi karena angka PDRN perkapita juga dipengaruhi perkembangan jumlah
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemrintah Pusat dan Pemerintah Daerah, peranan APBD sangatlah penting dalam
Berdasarkan tabel 4.7. APBD kabupaten Lumajang dari tahun ke tahun selama
periode 2003-2008 cenderung meningkat. Pada tahun 2004 APBD kabupaten Lumajang
naik sedikit sebesar 0,02 persen dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2005 naik sebesar
4,19 persen, kemudian tahun 2006 mengalami kenaikan drastis sebesar 78,65 persen.
Kenaikan drastis pada periode 2005-2006 kemungkinan karena adanya penyesuaian APBD
yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM. Sedangkan pada tahun 2007 APBD
mengalami penurunan sebesar 2,69 persen, akan tetapi pada tahun 2008 realisasi APBD
Berdasarkan tabel 4.7 juga bisa dilihat bahwa rasio APBD kabupaten Lumajang
terhadap PDRB dari tahun ke tahun cenderung mengalami fluktuasi, akan tetapi naik
turunnya rasio tersebut tidak terlalu signifikan. Hal ini menunjukkan pada periode tersebut
terjadi kegiatan ekonomi yang relatif stabil. Pada periode 2003-2008 rasio APBD
besarannya berada pada kisaran 4,94-7,65 persen. Hal ini menunjukkan pada periode
tersebut terjadi kegiatan ekonomi di sektor riil yang relatif berjalan baik, karena dengan
Peranan APBD
PDRB ADHB APBD Lumajang Pertumbuhan
Tahun terhadap
(Juta Rp.) (Juta Rp.) APBD (%)
PDRB ADHB (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
*)
2007 9,542,818.85 629,854.52 -2.69 6.60
**)
2008 10,954,313.91 727,011.27 15.43 6.64
*) Angka Diperbaiki
**) Angka Sementara
Peranan pemerintah kabupaten Lumajang sampai dengan saat ini masih cukup besar,
namun demikian besarnya peranan pemerintah bukan hanya dinilai dari besarnya anggaran
yang dibelanjakan. Bagi masyarakat secara umum peran pemerintah yang paling berarti
adalah dampak positif dari berbagai kebijakan publik yang diterapkan. Rasio APBD
terhadap PDRB ADHB pada tahun 2004 dan 2005 selalu mengalami penurunan hingga
mencapai masing-masing sebesar 5,68 persen dan 4,94 persen. Tetapi pada tahun
berikutnya naik menjadi 7,65 persen dan pada tahun 2007 kembali menurun menjadi 6,60
persen dan terakhir pada tahun 2008 mencapai 6,64 persen. Jika peran serta masyarakat
dalam perekonomian yang diakibatkan oleh efek positif kebijakan publik semakin besar,
5.1. Kesimpulan
Dari pembahasan data PDRB kabupaten Lumajang tahun 2005-2009 dapat diambil
1. PDRB kabupaten Lumajang pada periode tahun 2003-2008 secara absolut terus
tahun 2003 sebesar Rp. 5.371 milyar dan meningkat hingga dua kali lipat menjadi
Rp. 10.954 milyar pada tahun 2008. Demikian pula PDRB atas dasar harga
konstan (constant market price), dimana pada tahun 2003 sebesar Rp. 4.353 milyar
2. Sektor Pertanian dan sektor Perdagangan, hotel, dan restoran merupakan dua sektor
Sedangkan peranan sektor Perdagangan, hotel dan restoran berkisar antara 22-24
persen.
cenderung mengalami peningkatan. Hanya pada tahun 2005 dan 2008 ini besaran
LPE sedikit mengalami perlambatan sebagai akibat dari efek multiplier kenaikan
makro akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dan adanya krisis
finansial global. Dengan adanya pertumbuhan positif dari semua sektor ekonomi,
hal ini bukan berarti seluruh masyarakat di kabupaten Lumajang sudah cukup
sejahtera menikmati efek pertumbuhan ekonomi tersebut. Oleh karena itu selalu
kabupaten Lumajang sebesar Rp. 4.970.619,92 dan pada tahun 2008 sudah
PDRN perkapita pada tahun 2003 sebesar Rp. 4.028.112,37 dan terus meningkat
hingga mencapai Rp. 5.094.699,92 pada tahun 2008. Peningkatan besaran PDRN
ADHK perkapita selama kurun waktu 2003-2008 murni disebabkan oleh kinerja
1. Sektor Pertanian sebagai sektor yang dominan harus selalu direvitalisasi dengan
berbagai upaya intensifikasi pertanian dan penyediaan saprodi yang selalu memadai
bagi petani. Namun demikian untuk lebih mendongkrak pertumbuhan ekonomi juga
perlu adanya ekspansi dan diversifikasi produk-produk industri yang berbasis pada
2. Pemerataan pembangunan sarana dan prasarana antara daerah yang berbasis industri
manusia (SDM) yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi sektor-sektor tyang
( PDRB )
Kabupaten Lumajang
1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 5,371,581.13 6,117,602.59 7,326,996.41 8,457,897.19 9,542,818.85 10,954,313.91
(JUTA RUPIAH)
4. PAJAK TIDAK LANGSUNG (JUTA RUPIAH) 50,492.86 57,505.46 68,873.77 79,504.23 89,702.50 102,970.55
6. JUMLAH PENDUDUK PERTENGAHAN TAHUN 1,005,668 1,009,593 1,013,454 1,017,467 1,021,317 1,024,849
(JIWA)
7. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 5,341,306.60 6,059,474.06 7,229,727.65 8,312,699.27 9,343,640.46 10,688,710.15
PER KAPITA (RUPIAH)
8. PRODUK DOMESTIK REGIONAL NETO 4,970,619.92 5,638,946.56 6,727,984.55 7,735,797.94 8,695,191.81 9,946,913.67
PER KAPITA (RUPIAH)
1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4,353,045.04 4,570,180.20 4,793,733.63 5,044,176.39 5,321,481.75 5,610,679.26
(JUTA RUPIAH)
4. PAJAK TIDAK LANGSUNG (JUTA RUPIAH) 40,918.62 42,959.69 45,061.10 47,415.26 50,021.93 52,740.39
6. JUMLAH PENDUDUK PERTENGAHAN TAHUN 1,005,668 1,009,593 1,013,454 1,017,467 1,021,317 1,024,849
(JIWA)
7. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4,328,511.04 4,526,755.04 4,730,094.93 4,957,582.30 5,210,411.41 5,474,639.94
PER KAPITA (RUPIAH)
8. PRODUK DOMESTIK REGIONAL NETO 4,028,112.37 4,212,598.24 4,401,826.35 4,613,526.09 4,848,808.86 5,094,699.92
PER KAPITA (RUPIAH)