Anda di halaman 1dari 17

Ini alamat web di internetnya mbk yg tak

download:
(http://recyclearea.wordpress.com/2009/09/08/studi-kasus-kusta/)

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf

http://www.solopos.com/2010/channel/nasional/736-kasus-kusta-baru-
ditemukan-di-jember-12645

ini bahannyaa….

studi kasus kusta
PERTANYAAN

1. Deskripsikan masalah kesehatan?


2. Identifikasi perilaku-perilaku penyebab permasalahan kesehatan?
3. Lakukan prioritas perilaku penyebab permasalahan kesehatan tersebut
untuk diintervensi?
4. Intervensi keberadaan kasus dengan faktor penguat, pemungkin, dan
pencetus?

JAWABAN

1. Kusta atau Lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium leprae. Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni
kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut
juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr.
Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut
Morbus Hansen. Penyakit ini menyerang kulit dan saraf tepi.

Menurut artikel permasalahan kusta ini, satu-satunya sumber penularan kusta


adalah manusia. Meskipun begitu kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse,
dan telapak kaki tikus. Kuman kusta masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan
atas, seperti: sekret hidung dan kontak kulit yang luka.

Terdapat tanda-tanda jika orang terkena penyakit kusta, diantaranya:


 Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia. Tapi berbeda
dengan panu, putih-putih di kulit ini jika disentuh, bahkan digores/ditusuk
samapai berdarah, tak terasa apapun alias mati rasa.
 Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin
melebar dan banyak.
 Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus,
aulicularis magnus serta  peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja
sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
 Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit
 Alis rambut rontok
 Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka
singa)
 Pada wajah akan menyebabkan kelumpuhan otot kelopak mata
 Jika menyerang tangan dan kaki, akan menyebabkan mati rasa,
kelumpuhan otot

Penyakit Kusta dalam artikel terdapat 2 jenis/tipe, yaitu

 Tipe Basah (multiple baciller)

Tipe ini dapat menularkan kepada orang lain.

Tanda-tanda:

-         Bercak keputihan atau kemerahan tersebar merata di seluruh badan.

-         Dengan atau tanpa penebalan pada bercak

-         Pada permukaan bercak, sering kurang  rasa bila disentuh dengan kapas.

-         Tanda-tanda permulaan sering berupa penebalan kulit kemerahan pada


cuping telinga dan muka.

Pengobatan: 12-18 bulan.

 Tipe Kering  (pauci baciller)

Tipe ini tidak menular tetapi dapat menimbulkan cacat bila tidak segera diobati.

Tanda-tanda:

-         Bercak putih seperti panu

-         Bila bercak disentuh dengan kapas masih terasa.


Pengobatan: 6-9 bulan.

Akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara lain:

1. Masalah terhadap diri penderita kusta

Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin, takut
terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan
masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobat
karena malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga beban bagi
orang lain (jadi pengemis, gelandangan dsb).

2. Masalah Terhadap Keluarga.

Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk dukun dan


pengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyarat
disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita agar tidak diketahui
masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga karena takut
ketularan.

3. Masalah Terhadap Masyarakat.

Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan
agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang sangat
menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan
menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan/informasi
tentang penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah-tengah
masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari penderita, merasa takut dan
menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan keluarganya
diasingkan.

2. Perilaku-perilaku penyebab kusta dibagi manjadi 2, yaitu:

 Penyebab Perilaku

Penderita kusta kebanyakan berasal dari keluarga miskin yang belum memahami
pentingnya arti kebersihan lingkungan bagi kehidupan manusia. Faktor
kemiskinan mendorong seseorang berpotensi terserang penyakit kusta. Umumnya
mereka tinggal di daerah terisolir sehingga sulit terdeteksi oleh petugas kesehatan.
Kesadaran sosial yang mana umumnya negara-negara endemis kusta adalah
Negara dengan tingkat sosial ekonomi rendah

 Penyebab Non Perilaku

- Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa


- Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti

- Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti

- Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat

- Teknologi : Fasilitas dan pelayanan medis yang kurang memadai

4. Agung penderita kusta, dalam setahun belakangan merasakan lemas dan mulai
tidak bertenaga. Dia mengira dirinya sekedar capek. Bobotnya mulai susut,
kemudian terungkap bahwa ia mengidap penyakit kusta. Beruntungnya penyakit
capat terdeteksi dan belum berdampak pada penampilan fisiknya.

FAKTOR PENCETUS

Faktor-faktor yang mendorong untuk berperilaku sebagai alasan atau motivasi


berperilaku

Kecenderungan “personal”yang membawa individu atau kelompok dalam


pengalaman belajar

Contoh : pengetahuan,sikap,keyakinan,norma, sosial demografi

FAKTOR PEMUNGKIN

Faktor-faktor pendorong yang membuat motivasi atau alasan berperilaku menjadi


kenyataan

Keahlian atau sumber daya untuk melaksanakan perilaku sehat

Contoh : keahlian petugas, sumber daya masyarakat, aksesibilitas pelayanan


(biaya, jarak, transport}

FAKTOR PENGUAT
.

Faktor-faktor yang muncul dari perilaku yang menyediakan ganjaran, insentif,


sanksi dan hukuman sehingga perilaku tetap ada

Penguat positif = perilaku sehat tetap bertahan

Penguat negative = perilaku sehat menjadi berkurang

Sumber-sumber penguat tergantungpada jenis program.

Misal : dalam tatanan rumah sakit, faktor penguat dapat berasal dari dokter,
perawat dan keluarga  dll)

II.3. Penyebaran Penyakit Kusta

Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian

menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena

perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau.

Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia

diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat.

Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga

dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan

agamanya dan berdagang.

II.4. Penyebab Penyakit Kusta

Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai

microbakterium, dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak


membentuk

spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan
tahan
terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan

sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga

golongan organism patogen (misalnya Microbacterium tubercolose,


mycrobakterium

leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis

granuloma infeksion.

©2003 Digitized by USU digital library 3

II.5. Epidemiologi Penyakit Kusta

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda

tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita,
yakni

selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit
kusta

adalah:

a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang
sudah

mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.

b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15


tahun,

keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya

kontak yang lama dan berulang-ulang.

Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan

faktor yng penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai

penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakit-


penyaki

terinfeksi lainnya.
Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta

secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.

Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan

perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau

keganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping


itu

faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :

- Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa

- Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti

- Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti

- Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara

dengan tingkat sosial ekonomi rendah

- Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat

II.6. Tanda-tanda Penyakit Kusta

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau

tipe dari penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya akan disajikan tanda-tanda

secara umum tidak terlampau mendetail, agar dikenal oleh masyarakat awam,
yaitu:

Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia

Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin

melebar dan banyak.

Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis

magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit

menjadi tipis dan mengkilat.


Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit

Alis rambut rontok

Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)

Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi :

Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.

Anoreksia.

Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.

Cephalgia.

Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.

Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali.

Neuritis.

II.7. Diagnosa Penyakit Kusta

Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta menimbulkan

berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat disekitarnya).

Bila ada keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus berada

dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang mendukung

bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta dan kelasifikasi harus
dilihat

secara menyeluruh dari segi :

a. Klinis

b. Bakteriologis

c. Immunologis

d. Hispatologis

Namun untuk diagnosa kusta di lapangan cukup dengan ananese dan


pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya

dilakukan pemeriksaan bakteriologis.

Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau dari

biopsi kuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai

dengan teknis Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan

gambaran histologis yang khas. Tes-tes serologik bukan treponema untuk sifilis

sering menghasilkan positif palsu pada lepra.

II.8. Bentuk-bentuk Penyakit Kusta

Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk, yakni bentuk

leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh.
Untuk

ini menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman. Bentuk tuber

koloid mempunyai kelainan pada jaringan syaraf, yang mengakibatkan cacat pada.

tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya mengandung sedikit

kuman. Diantara bentuk leproma dan tuber koloid ada bentuk peralihan yang
bersifat

tidak stabil dan mudah berubah-ubah.

II.9. Pengobatan Penyakit Kusta

Pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan Dapson sejak tahun 1952 di

Indonesia, memperhatikan hasil yang cukup memuaskan, hanya saja pengobatan

mono terapi ini sering mengakibatkan timbul masalah resistensi, hal ini
disebabkan

oleh karena :

Dosis rendah pengobatan yang tidak teratur dan terputus akibat dari lepra

reaksi
Waktu makan obat sangat lama sehingga membosankan, akibatnya penderita

makan obat tidak teratur

Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat

menggunakan Lamprine (B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin


A

(untuk menyehatkan kulit yarlg bersisik).

Setelah penderita menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan

maka ia akan menyatakan RFT (Relasif From Treatment), yang berarti tidak perlu

lagi makan obat MDT dan dianggap sudah sembuh.

Sebelum penderita dinyatakan RFT, petugas kesehatan harus :

1. Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT


secara

teliti.

* Semua bercak masih nampak.

* Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama ditelapak kaki dan tangan.

* Semua syaraf yang masih tebal.

* Semua cacat yang masih ada.

2. Mengambil skin semar (sesudah skin semarnya diambil maka penderita


langsung

dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin semar).

3. Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin semar dibuku register.

Pada waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus memberi

penjelasan tentang arti dan maksud RFT, yaitu :

Pengobatan telah selesai.

Penderita harus memelihara tangan dan kaki dengan baik agar janga sampai
luka.

Bila ada tanda-tanda baru, penderita harus segera datang untuk periksaan

ulang.

II.10. Pencegahan Penularan Penyakit Kusta

Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian

dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar

kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi

faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga

penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan

kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara

teratur.

Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara

pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup

24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan

cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman

kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah
dan

hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.

Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita

tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada

obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan

demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta kepada

setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan

berisikan pengajaran bahwa :


a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta

b. Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta

c. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain

d. Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan


secara

teratur

e. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik

III. MASALAH-MASALAH YANG DITIMBULKAN AKIBAT PENYAKIT


KUSTA

Seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan

mengalami trauma psikis. Sebagai akibat dari trauma psikis ini, si penderita antara

lain sebagai berikut :

a. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan.

b. Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau


keluarganya

menderita penyakit kusta.

c. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk

keluarganya.

d. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya si penderita bersifat masa bodoh

terhadap penyakitnya.

Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara

lain:

1. Masalah terhadap diri penderita kusta

Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin, takut

terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan


masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobat

karena malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga beban bagi

orang lain (jadi pengemis, gelandangan dsb).

2. Masalah Terhadap Keluarga.

Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk dukun dan

pengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyarat

disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita agar tidak diketahui

masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga karena takut

ketularan.

3. Masalah Terhadap Masyarakat.

Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan

agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang sangat

menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan

menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan/informasi

tentang penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah-terigah

masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari perideita, merasa takut dan

menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan keluarganya

diasingkan.

IV. PENANGGULANGAN PENYAKIT KUSTA

Penanggulangan penyakit kusta telah banyak diderigar dimana-mana dengan

maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang berguna, mandiri,

produktif dan percaya diri.

Metode penanggulangan ini terdiri dari : metode pemberantasan dan


pengobatan, metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi

sosial, rehabilitasi karya dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan


akhir

dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada

kelompok tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan suatu sistem yang saling

berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

V. PENUTUP

Dengan megetahui penyebab, penyebaran penyakit, dan pengobatannya

maka tidaklah perlu timbul lepraphobia. Hal ini dapat dilihat dengan penting
peranan

penyuluhan kesehatan kepada penderita dan keluarga serta masyarakat dimana

dengan penyuluhan ini diharapkan penderita dapat berobat secara teratur, dan
tidak

perlu dijauhi oleh keluarga malahan keluarga sebagai pendukung proses

penyembuhan serta masyarakat tidak perlu mempunyai rasa takut yang


berlebihan.

Penderita kusta sebagai manusia yang juga mendapat perlakuan secara

manusia, jadi keluarga dan masyarakat tidak perlu mendorong untuk


mengasingkan

penderita kusta tersebut.

Pencegahan yang dapat dilakukan:

1. Mencegah kontak dengan kulit penderita

2. Melakukan vaksinasi

3. Meningkatkan sistem imun dengan melakukan hidup sehat

4. Meningkatkan kebersihan

5. Diagnosis dan pengobatan yang segera


Obat- obat yang dapat digunakan untuk penyakit kusta:

1. Rifampicin : dapat membunuh bakteri kusta dengan menghambat


perkembangbiakan bakteri. Dosis 600mg.

2. Diaminodiphenylsulfone : mencegah resistansi bakteri terhadap obat (Dapsone)


(dikombinasikan dengan obat lain)

3. Clofazimine (CLF) : menghambat pertumbuhan dan menekan efek bakteri yang


perlahan pada Mycobacterium Leprae denganberikatan pada DNA bakteri

4. Ofloxacin : Synthetic Fluoroquinolone, beraksi menyerupai penghambat


bacterial DNA gyrase

5. Minocycline : Semisynthetic Tetracycline, menghambat sintesis protein pada


bakteri

Ne di bawah ada contoh kasus kustanya


mbkk,,kita ambil yg di jember aja biar gag
jauh2….
736 Kasus kusta baru ditemukan di
Jember
Jember– Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Jember, Jawa Timur, menemukan
sedikitnya 736 penderita kusta baru yang tersebar di 31 kecamatan di kabupaten
setempat, selama tahun 2009.

Humas Dinkes Jember Yumarlis, Jumat, mengatakan, jumlah penderita kusta di


Jember terus meningkat, karena setiap tahun ditemukan ratusan penderita baru.

Data di Dinkes mencatat penderita kusta tahun 2007 sebanyak 538 orang, tahun
2008 meningkat menjadi 951 orang dengan rincian 454 penderita baru dan 497
penderita lama yang masih memerlukan perawatan.

Pada tahun 2009, jumlah penderita kusta baru tercatat sebanyak 736 orang dan
sebanyak 12,09 persen di antaranya adalah anak-anak.

Tingginya jumlah penderita kusta baru pada tahun 2009 karena Dinkes melakukan
kerja sama dengan donatur pihak asing terkait, dengan program penanggulangan
kusta.

“Kami melakukan gerakan penemuan penderita (GPP) kusta pada bulan


September, hasilnya dalam sebulan ditemukan sebanyak 370 penderita kusta
baru,” papar Yumarlis.

Ia menjelaskan, ada dua jenis kusta yang diderita oleh warga, yakni kusta
“pausibasilar” (PB) atau kusta tipe kering dan kusta “multibasilar” (MB) atau
kusta tipe basah.

“Jumlah penderita kusta sebanyak 736 orang pada tahun 2009, 588 kasus di
antaranya adalah tipe MB, sedangkan 148 kasus tipe PB,” tuturnya
mengungkapkan.

Banyaknya temuan kasus kusta di Jember, kata dia, merupakan hal yang positif
untuk pengobatan secara dini, sehingga penderita tidak mengalami cacat tubuh
secara permanen.

Ia menjelaskan, penyebaran endemis penyakit kusta di Jember berada di


Kecamatan Ajung, Puger, Kencong, Gumukmas, Jenggawah, Ambulu, Wuluhan,
Balung, Tempurejo dan Kaliwates. Namun Dinkes menemukan sejumlah kasus
kusta hampir merata di 31 kecamatan di Kabupaten Jember.
“Saya mengimbau kepada seluruh masyarakat yang memiliki gejala kusta, segera
memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit terdekat, supaya ditangani
secara dini dan mendapatkan perawatan hingga sembuh. Pasien tidak dipungut
biaya alias gratis,” ucapnya menerangkan.

Ia berharap, semua pihak bisa membantu petugas Dinkes untuk menemukan


penderita kusta baru dan harapan Jember bebas kusta pada tahun 2015 dapat
terwujud.

Anda mungkin juga menyukai