Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal tahun 2007 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya

Demam Berdarah Dengue (selanjutnya disingkat DBD), dengan jumlah kasus

yang cukup banyak, seperti di Kabupaten Sumenep dimana tercatat 917 kasus

DBD dan 19 diantaranya berakhir dengan kematian. Hal ini mengakibatkan

sejumlah rumah sakit menambah tempat tidur dilorong-lorong rumah sakit serta

merekrut tenaga medis dan paramedis baru. Merebaknya kembali kasus DBD ini

menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi

karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan.

Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam

berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau

mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Inisiatif untuk menghilangkan

genangan air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna

untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap

seminggu sekali, dan membuang hal-hal yang dapat mengakibatkan sarang

nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti.

Data statistik dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa

dari 2,5 milyar manusia di dunia, dua dari lima orang diantaranya beresiko

terjangkit demam berdarah. Dimana setiap tahunnya terdapat 50 juta manusia

terinfeksi demam berdarah dan lebih dari 500 ribu manusia terjangkit demam

1
2

berdarah serius serta diperkirakan 21 ribu manusia meninggal dunia. Seriusnya

ancaman penyakit ini ditunjukkan dengan semakin meluasnya wilayah-wilayah di

dunia yang terjangkit penyakit demam berdarah yang sebelumnya terbebas dari

penyakit ini, termasuk di wilayah yang beriklim sub tropik. Menghadapi situasi

tersebut, WHO melakukan penelitian demam berdarah di lima negara di Asia

yaitu India , Indonesia, Myanmar, Philipina, Sri Lanka dan Thailand. Dan Pusat

Studi Kebijakan Kesehatan dan sosial menjadi lembaga penelitian dari Indonesia

yang terlibat dalam penelitian tersebut.

Penyakit DBD di Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu

penyakit endemik dan masih sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di

musim-musim tertentu yaitu dimusim penghujan, semenjak Januari sampai

dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD diseluruh Propinsi Indonesia sudah

mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR: 1,53%).

Kasus tertinggi terdapat di Propinsi Jawa Timur (11.534 orang) sedangkan CFR

(Case Fatality Rate) tertinggi terdapat di Propinsi Nusa Tenggara Timur (3,96%),

(Depkes RI, 2004).

Berbagai macam dan upaya telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia,

salah satunya dengan melakukan cara pencegahan yang efektif untuk memerangi

DBD dan dilakukan bersama-sama antara masyarakat dan petugas kesehatan

untuk memberikan penyuluhan tentang upaya pemberantasan yang salah satunya

dengan cara program pencegahan 3M yaitu menguras tempat penampungan air,

menutup rapat-rapat tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas

yang dapat menampung air hujan, sedangkan upaya lainnya dengan 3M plus yaitu
3

3M dengan ditambah penyemprotan atau fogging pada daerah sarang nyamuk,

ikanisasi dengan cara pemberian ikan ke dalam bak penampungan air, pemberian

kelambu pada tempat tidur dan lotion anti nyamuk pada kulit.

Peran dan fungsi perawat dalam penanggulangan KLB khususnya DBD,

di Puskesmas yaitu sebagai pemberi pelayanan kesehatan, penemu kasus,

pendidik atau penyuluh kesehatan, sebagai pengelola dan sebagai konselor, jika di

rumah sakit peran dan fungsi perawat dalam penaggulangan KLB khususnya

DBD yaitu sebagai pelaksana, pendidik, pengelola dan konselor (Zaidin Ali,

2002).

Berdasarkan pecatabab yang tersedia di UPTD Puskesmas Pamolokan

Kecamatan Kota Sumenep dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep terdapat

peningkatan penderita penyakit DBD dari tahun 2006 – 2008 secara berturut-turut

adalah sebagai berikut: tahun 2006 terdapat 117 penderita, 2007 terdapat 121

penderita dan 2008 terdapat 142 penderita.

Faktor penyebab dari tingginya angka kejadian DBD antara lain:

kepadatan penduduk, perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang, pendidikan

dan pengetahuan masyarakat yang rendah, sarana pelayanan kesehatan yang tidak

memadai dan jumlah petugas yang kurang. Lingkungan yang padat penduduk di

daerah UPTD Puskesmas Pamolokan Kecamatan Kota Sumenep ditambah

perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat yang kurang, diduga menjadi salah

satu penyebab meningkatnya kejadian DBD pada dekade tiga tahun ini,

diperkirakan tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah membuat masyarakat

berprilaku apatis terhadap kebersihan lingkungannya, seperti halnya tempat


4

penampungan air yang tidak terawat dan sampah-sampah seperti kaleng dan botol

kosong bekas yang dibuang disembarang tempat.

Dari data pemantauan jentik berkala yang dilakukan dengan teknik

sampling pada tahun 2008 oleh Dinas Kesehatan yang bekerjasama dengan

Pramuka Saka Bakti Husada, di UPTD Puskesmas Pamolokan Kecamatan Kota

Sumenep terdapat tempat-tempat penampungan air yang positif jentik (22%). Hal

ini menunjukkan bahwa masih ada masyarakat yang mengabaikan atau belum

mengerti tentang program 3M plus, sehingga banyak jentik nyamuk berkembang

biak dan bersarang ditempat-tempat kotor dekat rumah yang kebersihannya

terabaikan.

Berbagai cara telah diupayakan oleh pelayanan tenaga kesehatan, baik

dengan cara pemberian penyuluhan kepada masyarakat, pemberian abate pada

tempat-tempat penampungan air dan penyemprotan pada daerah-daerah yang

diduga tempat sarang nyamuk DBD. Namun karena sarana pelayanan yang

kurang memadai dan jumlah petugas yang kurang membuat upaya terhadap

pencegahan DBD ini tidak merata disemua tempat di lingkungan UPTD

Puskesmas Pamolokan Kecamatan Kota Sumenep.

Jadi dalam upaya pencegahan terhadap timbulnya penyakit DBD di UPTD

Puskesmas Pamolokan Kecamatan Kota Sumenep, tingkat pengetahuan dan sikap

masyarakatlah yang mengambil peranan penting itu. Karena dengan pengetahuan

yang baik tentang pencegahan DBD dan sikap masyarakat yang positif terhadap

budaya hidup bersih sehat, akan meminimalisir tempat bersarangnya nyamuk

DBD.
5

Dari kenyataan di atas kami tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap pencegahan DBD.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dilihat bahwa banyak penyebab

penyebaran DBD. Namun kami membatasi masalah yang akan diteliti yaitu

adalah bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dalam

pencegahan DBD 3M plus di UPTD Puskesmas Pamolokan Kecamatan kota

Sumenep? pengetahuan dibatasi pada tingkat tahu (know) sedangkan sikap

dibatasi pada tingkat merespons (responding).

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, selanjutnya dirumuskan tujuan dari

penelitian ini yaitu :

ujuan umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dalam

pencegahan DBD 3M plus di UPTD Puskesmas Pamolokan Kecamatan Kota

Sumenep.

ujuan khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat

dalam pencegahan DBD 3M plus di UPTD Puskesmas Pamolokan Kecamatan

Kota Sumenep.
6

b. Mengidentifikasi sikap masyarakat dalam penerapan

pencegahan DBD 3M plus di UPTD Puskesmas Pamolokan Kecamatan Kota

Sumenep.

c. Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dalam

penerapan pencegahan DBD 3M plus di UPTD Puskesmas Pamolokan

Kecamatan Kota Sumenep.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi lahan atau tempat penelitian

Sebagai bahan dan data tentang tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat

dalam pencegahan DBD dengan 3M plus.

2. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya

masalah pencegahan DBD dengan 3M plus.

3. Bagi peneliti yang lain

Sebagai dasar atau kajian awal bagi peneliti lain yang ingin meneliti

permasalahan yang sama sehingga mereka memiliki landasan dan alur yang

jelas.

4. Bagi profesi

Sebagai suatu upaya peningkatan profesionalisme dengan mengoptimalkan

peran perawat sebagai peneliti dan menambah wacana tentang upaya preventif

dalam keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai