Anda di halaman 1dari 4

Tugas Teori dan Metodologi Etnomusikologi II

Akulturasi Kebudayaan Musikal dalam Seni Pertunjukan Dangdut


=============================================================

Yudhistira Siahaan 080707018

Perkembangan Musik Dangdut


Setelah membaca karya tulisan oleh Bapak Muhammad Takari tentang
akulturasi yang dialami oleh musik dangdut, banyak poin yang bisa saya rangkum dan
simpulkan dari segala aspek yang mencakup perubahannya serta perkembangannya.
Dangdut adalah suatu ragam seni musik Nusantara yang berasal dari etnis
Melayu, yang didalamnya terkandung musik India, Arab, dan Melayu. Namun dalam
perkembangannya, dangdut mendapat pengaruh juga dari etnis di Nusantara seperti
Jawa, Batak, dan Minangkabau. Dangdut juga mengadopsi beberapa unsur-unsur
musik barat, seperti pop, rock ‘n roll, dan sebagainya.
Ciri khas dangdut adalah berasal dari onomatopik bunyi gendang tabla, yaitu
alat musik tradisional dari India. Gendang ini dapat menyuarakan bunyi dengan cara
dipukul untuk menghasilkan bunyi “nduut”. Efek bunyi tersebut memberikan aspek
psikologis, mempertinggi perasaan eksotik, dan mengasyikkan bagi irama musik itu
sendiri.
Di daerah kebudayaan Melayu, dangdut berbeda dengan musik Melayu.
Dangdut adalah musik Melayu yang mengadopsi alat-alat musik barat ditambah
dengan instrumen khas Melayu, dengan tidak memasukkan tabla sebagai ciri khas alat
musiknya.
Dangdut adalah sebuah genre musik modern hasil proses akulturasi. Dangdut
merupakan musik hibrid, musik impor yang digabung dengan seni pertunjukan
Sumatera, menerima beberapa persinggungan budaya, dan digabung dengan atribut-
atribut non-Barat, khususnya unsur-unsur musik populer Inda.
Istilah dangdut sendiri baru populer pada tahun 1970-an, yang ditandai ketika
Bill Silabumi, seorang penulis pada majalah Aktuil, edisi November 1972,
memperkenalkan istilah dangdut yang mengandung nada ejekan, bagi satu corak

1
musik Indonesia yang disertai suara gendang tabla yang khas, seperti lazimnya pada
musik-musik film India.
Sampai saat ini dangdut dianggap berasal dari musik Melayu. Dangdut tidak
hanya mengandung dan mengutamakan musik saja, tetapi juga teks, kostum, dan tari.
Oleh karena itu dalam makalah ini dipergunakan istilah seni, untuk
mengakomodasikan unsur-unsur seni tersebut, tidak terbatas pada seni musik saja.
Berdasarkan pengamatan, dangdut adalah berakar dari pertunjukan Ronggeng
pada kesenian Melayu. Dan yang paling kental unsur Melayu pada musik dangdut
adalah rentaknya. Fahmi Sahab, seorang Aceh dan penyanyi Jazz namun beralih ke
dangdut, pada tahun 1966 mencoba memasukkan irama Rentak Lagu Dua ke dalam
dangdut pada lagu Boneka Dari India, yang pada tahun 1960-an dinbawakan oleh
Elya Khadam. Namun sejauh pengamatan, sebagian besar rentak dangdut yang
digunakan adalah Mak Inang.
Selain unsur rentak, penggunaan unsur musik Melayu dalam dangdut adalah
dimensi ruang, misalnya konsep adun, yaitu konsep tentang sistem pelarasan yang
disesuaikan dengan tinggi rendahnya suara manusia atau alat musik.
Masuknya film-film India dan Malaya ke dalam Indonesia melalui Jakarta,
juga sudah menyertakan gaya ini. Industri film Melayu mengikuti format teater
Bangsawan: dialog, nyanyian, musik, dan tari menjadi unsur yang penting dalam
pembuatan film. Sutradara film India yang didatangkan ke Tanah Melayu
menyutradarai film-film Melayu sangat akrab dengan cara penyutradaraan film-film
Hindustani ini dalam membuat film Melayu dalam rangka menjamin suksesnya
industri film Melayu yang masih baru.
Dalam film-film Melayu ini, dimasukkan unsur-unsur musik Melayu yang
kemudian menjadi dasar seni dangdut.
Seni musik Melayu ini rupanya telah memuaskan berbagai keinginan ideologis
pada masa ini dengan menyamar pada konsep masyarakat dan dengan menawarkan
satu alternatif musik pop barat yang pada tahun 1980 banyak dicap oleh kelompok kiri
(komunitas) dan nasionalis sebagai musik yang merendahkan harga diri dan tak pantas
untuk bangsa Indonesia. Jadi dengan didorong oleh semangat ideologi budaya
nasional, musik ini merakyat dan merupakan satu alternatif mengantisipasi pengaruh
budaya musik pop barat. Itulah sebabnya pada tahun 1960-an Koes Bersaudara,
Bimbo, The Mercy’s dan kelompok musik populer lainnya di sana-sini dalam
repertoarnya memasukkan elemen musik Melayu.

2
Sikap politis tersebut sangat menguntungkan pertumbuhan musik dangdut
pula. Elemen-elemen barat sudah mulai dimasukkan oleh beberapa pemusik dangdut,
misalnya Rhoma Irama, Elvi Sukaesih, Reynold Panggabean, Camelia Malik, dan
lainnya.
Pada tahun 1970-an, dangdut yang sebagian besar penggemarnya kalangan
bawah, sering diejek sebagai “musik kacang goreng”. Walau diserang dari segala
penjuru, dangdut tetap hidup subur. Rhoma Irama adalah seorang tokoh dangdut yang
begitu gigih membelanya. Dia mendirikan Soneta pada tahun 1973 dan menghadapi
sikap anti pati terhadap dangdut dengan terobosan-terobosan baru. Dia memasukkan
unsur-unsur rock ‘n roll ke dalam khasanah dangdut dan melahirkan new dangdut
yang kemudian oleh para kritikus disebut rock dangdut. Rhoma sendiri menyebutnya
dynamic dangdut. Dia sengaja memberi sentuhan rock dalam irama dangdut dengan
mengambil semangat dan dinamika rock.
Tahun 1988 musik dangdut juga diuntungkan dengan kebijakan pemerintah
lewat Menpen Harmoko yang melarang lagu-lagu “cengeng”. Akibat larangan
tersebut dangdut menjadi “lahan” seniman lagu-lagu cengeng tadi, misalnya Obbie
Mesakh.
Kemudian dangdut mengalami Internasionalisasi dilakukan dengan bermacam
pemusik Indonesia seperti Reynold Panggabean, yang masuk ke jalur dangdut dengan
menggabungkan unsur-unsur musik Timur Tengah, India, dan rock.
Pada tahun 1975, pemusik dan komposer ternama Indonesia, Mus Mualim
(suami Titiek Puspa) pernah mengatakan bahwa irama Melayu mungkin musik yang
paling cocok untuk Indonesia. Semakin lama, citra musik dangdut semakin membaik,
cap musik untuk golongan bawah sudah tidak lekat lagi menempel, karena telah
mengalami “modernisasi”. Semakin banyak radio-radio yang bermunculan di ibu kota
yang menyiarkan musik dangdut. Dangdut juga disajikan di televisi kita untuk
berbagai kepentingan, seperti bisnis, politik, popularitas, kampanye, dan lainnya.

Akulturasi yang Dialami Musik Dangdut


Musik dangdut banyak mengalami percampuran kebudayaan, dangdut
berakulturasi dengan macam kebudayaan seperti India, Timur Tengah, Barat, bahkan
musik etnis Nusantara.

3
Unsur musik India yang masuk ke dalam dangdut adalah penggunaan tabla,
yang dimaksudkan sebagai gendang kecil ketel kecil yang dilaras – dimainkan dengan
kedua telapak tangan pemainnya – dan terdapat di India. Unsur India lainnya di
dangdut adalah dalam tata busana beberapa penari wanitanya, yang memakai pakaian
sari dari India..
Musik Timur Tengah juga mempengaruhi musik dangdut, yaitu dengan
digunakannya pola ritme Timur Tengah di lagu dangdut Zakiah yang dinyanyikan
oleh Ahmad Albar.
Kalau berbicara akulturasi dengan budaya barat, sangat banyak unsur-
unsurnya yang terdapat di dangdut, seperti penggunaan alat-alat musik barat:
seperangkat drum, gitar elektrik, mandolin, keyboard, synthesizer, termasuk sound
system dan lighting system. Pola dan struktur musik barat juga mempengaruhi musik
dangdut seperti nda mayor, minor, unsur harmonik, dan lainnya.
Dangdut juga mengakulturasi dengan kebudayaan Nusantara seperti daerah
Minangkabau, Karo, Batak, Jawa, dan lainnya. Lagu-lagui daerah telah mengadopsi
sistem nada dangdut dan menyanyikan lagu-lagu tersebut dengan pengaruh dangdut
yang kental.

Kesimpulan
Akulturasi musik dangdut mengalami proses yang cukup panjang, mencakup
musik etnis Nusantara hingga musik internasional. Pesatnya perkembangan dangdut
juga didukung oleh para pemimpin Indonesia dalam menentukan kebijaksanaan
kebudyaaan. Perubahan dalam akulturasi dangdut memberikan ekspresi bahwa
dangdut adalah salah satu seni pertunjukan yang bersifat dinamis mengikuti
perkembangan zaman.

Anda mungkin juga menyukai