Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Influenza yang lebih sering dikenal sebagai flu adalah penyakit saluran pernapasan akut
yang disebabkan oleh virus influenza A dan B. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan
menyebabkan penyakit dan kematian yang perlu mendapat perhatian khusus.
Nama influenza pertama kali digunakan oleh orang Italia pada abad kedelapan belas yang
mengatakan penyakit ini sebagai the influence of heavenly bodies. Virus Influenza juga dapat
menyebabkan epidemi global yang dikenal sebagai pandemi. Selama ini sudah terjadi 31
pandemi influenza yang terdokumentasi sejak pertama kali dilaporkan tahun 1580, termasuk 3
pandemi yang terjadi pada abad kedua puluh yaitu tahun 1918, 1957 dan 1969. Pandemi tahun
1918-1919 yang dikenal sebagai "flu Spanyol" disebabkan oleh virus yang sangat virulen dan
telah menelan korban kurang lebih 40 juta orang meninggal di seluruh dunia. Sejak tahun 1997
di Hong Kong ditemukan kasus influenza yang mematikan, akhirnya dikenal sebagai "flu Hong
Kong".Virus influenza dapat menyebabkan sakit pada semua golongan umur, namun yang paling
sering terkena anak-anak. Sedangkan infeksi serius dan kematian terutama terjadi pada pasien
berusia > 65 tahun dan pasien yang mempunyai kondisi kesehatan tertentu yang berisiko tinggi
terkena komplikasi dari influenza.
Apa Itu Virus Influenza?Virus influenza merupakan virus yang kompleks dan terus-
menerus berubah. Struktur fisik virus ini cenderung mengalami perubahan-perubahan kecil pada
antigen permukaan selama fase replikasi yang dapat meyebabkan virus menginvasi sistem
kekebalan pejamu. Hal ini menjelaskan bahwa seseorang yang terinfeksi dapat mengalami
reinfeksi pada tahun berikutnya meskipun sudah punya antibodi terhadap virus pertama.Ada dua
tipe virus influenza yang dapat menyebabkan epidemi pada manusia, yaitu influenza A dan
influenza B. Virus influenza A dibagi lagi dalam subtipe berdasarkan dua antigen permukaan,
hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Virus influenza B tidak dibagi lagi dalam subtipe.
Selanjutnya virus influenza A dan B dikelompokkan berdasarkan karakteristik antigeniknya.
Virus influenza dengan antigen permukaan baru merupakan varian virus yang telah ada, berasal
dari perubahan antigen yang cepat terjadi karena mutasi yang terjadi pada saat replikasi. Virus
influenza B mengalami perubahan antigen lebih lambat dibanding dengan virus influenza
A.Virus A dapat menginfeksi beberapa spesies hewan, seperti burung, babi,kuda, ikan paus dan
singa laut. Virus yang menginfeksi burung lebih dikenal sebagai virus influenza avian atau
influenza burung. Virus flu burung ini biasanya tidak menyebabkan sakit burung-burung yang
liar terbang di mana-mana, tetapi burung-burung tersebut membawa dan dapat menyebarkan flu
burung dalam jarak yang cukup jauh. Sebaliknya virus flu burung ini bila menginfeksi binatang
peliharaan (burung) akan menyebabkan burung peliharaan tersebut sakit dan mati. Biasanya
virus influenza A tidak menginfeksi manusia, namun beberapa laporan sejak tahun 1997
menunjukkan bahwa ternyata virus ini juga dapat menginfeksi manusia
Influenza atau flu yang asli disebabkan oleh virus flu.
Virus influenza digolongkan dalam kelompok virus RNA (Ribose Nucleic Acid) dan
dibagi atas tiga tipe, yaitu A, B, dan C. Virus dengan tipe A dan B bisa menyebabkan epidemik,
khususnya saat musim salju di negara dengan empat musim. Di Amerika pada musim tersebut
epidemik dapat menyebabkan kesakitan pada 10-20 persen penduduk, dan berhubungan dengan
rata-rata 36.000 kematian serta 114.000 hospitalisasi setiap tahunnya.
Sedangkan virus influenza tipe C hanya menyebabkan masalah pernafasan yang ringan,
dan diduga bukan penyebab dari epidemik. Selain menyerang manusia, ternyata virus influenza
juga dapat ditemukan pada beberapa binatang, seperti unggas, babi, bebek, ikan paus, kuda, dan
anjing laut.
Unggas liar merupakan reservoir/perantara untuk semua subtipe dari virus tipe A.
Biasanya unggas liar itu justru tidak menjadi sakit walaupun virus tersebut bersarang di
tubuhnya. Namun, pada jenis unggas yang tidak liar, misalnya, ayam dan kalkun, gejala-gejala
terinfeksi dapat bermanifestasi.
Manusia sangat jarang terinfeksi influenza langsung dari hewan. Biasanya penularan
terjadi dari orang ke orang lain. Mudah Berubah Wujud Penyakit flu sukar sekali dibasmi karena
virus flu sering mengadakan perubahan. Perubahan yang terjadi pada virus flu terdiri dari dua
macam cara. Yang pertama dikenal dengan antigenic drift atau penyimpangan antigen, yaitu
perubahan kecil pada virus yang terjadi setiap saat. Antigenic drift menyebabkan munculnya
virus yang berbeda dengan sebelumnya, sehingga tidak dapat dikenali oleh sistem imun tubuh.
Hasilnya, sebagian besar orang yang telah kebal terhadap virus sebelumnya karena telah
terpapar, menjadi berisiko untuk sakit kembali. Proses kedua yang dapat menyebabkan
perubahan adalah antigenic shift. Yaitu perubahan yang besar dari virus, ketika terbentuk
hemagglutinin yang baru yang dapat diikuti dengan protein neuraminidase yang baru pula.
Antigenic shift dapat menimbulkan munculnya subtipe virus influenza yang baru. Untungnya,
perubahan seperti itu tidak terjadi setiap waktu seperti antigenic drift, karena jarang sekali
terjadi.
gejala dan tanda penyakit Influenza?
Gejala berupa;
- Demam mendadak disertai menggigil
- Sakit kepala
- Badan lemah
- Nyeri otot dan sendi
Gejala ini bertahan selama 3 – 7 hari. Bila penyakit bertambah berat, gejala tersebut diatas akan
berganti dengan gejala penyakit saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
Kadang-kadang juga disertai gejala sakit perut, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik : muka
kemerahan, mata kemerahan dan berair serta kelenjar getah bening leher dapat teraba.
Apa yang dapat diakibatkan Penyakit Influenza? Akibat penyakit Influenza yang ditakutkan
adalah timbulnya infeksi sekunder, seperti; radang paru-paru( Pneumonia ), myositis, sindroma
Reye, gangguan syaraf pusat. Disamping itu, penderita/ pengidap penyakit kronis dapat
bertambah berat bila terkena penyakit Influenza. Beberapa penyakit kronis tersebut, seperti;
Asma, paru–paru kronis, jantung, kencing manis, ginjal kronis, gangguan status imunitas tubuh,
kelainan darah dll.
Komplikasi Influenza
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi tambahan termasuk bakteri pneumonia
karena dehidrasi, dan kondisi lain yang memperparah keadaan, seperti mengidap diabetes, asma,
dan kelainan jantung. Anak-anak sering mendapat masalah pada sinus dan infeksi telinga sebagai
komplikasi dari flu. Manula di atas 65 tahun atau pasien yang masih anak-anak, dan penderita
yang memiliki penyakit kronis, jika terkena flu akan mudah mengalami komplikasi.
Masa Inkubasi
Jangka waktu seseorang terpapar virus hingga munculnya gejala adalah satu sampai empat hari,
dengan rata-rata dua hari. Sedangkan periode seseorang dapat menularkan penyakitnya ke orang
lain bervariasi untuk tiap usia.
Penularan sudah mulai terjadi dari sebelum penderita merasa sakit, yang berlanjut hingga tiga
sampai tujuh hari setelah timbul gejala pertama pada orang dewasa. Sedangkan pada anak-anak
dapat lebih dari satu minggu.
Dinegara bermusim empat, setiap tahun pada musim dingin terjadi letusan influenza yang
banyak menimbulkan konmplikasi dan kematian pada orang-orang beresiko tinggi :
o Usia lanjut ( > 60 tahun )
o Anak – anak penderita Asma
o Penderita penyakit kronis ( Paru , Jantung, Ginjal, Diabetes )
o Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun
influenza menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan, biaya
penanganan komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja ( absen dari sekolah dan tempat
kerja ) sangat tinggi.
B. TANDA DAN GEJALA SEORANG KLIEN MENGALAMI OBSTRUKSI JALAN NAPAS
q Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeabronkial.
Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran
napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normal yang batuk beberapa kali setelah pagi
hari untuk membersihkan trakea dan faring dari sekret yang terkumpul selama tidur. Batuk juga
merupakan gejala terserang penyakit pernapasan. Segala jenis batuk yang berlangsung lebih dari
tiga minggu harus diselidiki untuk memastikan penyebabnya.
Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan
peradangan. Inhalasi asap, debu, dan benda-benda asing kecil merupakan penyebab batuk yang
paling sering. Perokok seringkali menderita batuk kronik karena terus menerus mengisap benda
asing (asap), dan saluran napasnya sering mengalami peradangan kronik. Rangsangan mekanik
dari tumor (ekstrinsik maupun intrinsik) terhadap saluran napas merupakan penyebab lain yang
dapat menimbulkan batuk (tumor yang paling sering menimbulkan batuk adalah karsinoma
bronkegenik). Setiap proses peradangan saluran napas dengan atau tanpa eksudat dapat
mengakibatkan batuk. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit
yang secara tipikal memiliki batuk sebagai gejala yang mencolok. Batuk dapat bersifat produktif,
pendek dan tidak produktif, keras dan parau (seperti ada tekanan pada trakea), sering, jarang,
atau paroksismal (serangan batuk yang intermiten).
q Terdapatya Sputum
Orang dewasa normal menghasilkan mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari.
Mukus ini diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang melapisi
saluran pernapasan. Kalau terbentuk mukus yang berlebihan, proses normal pembersihan
mungkin tak efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran
mukosa akan terangsang, dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum. Pembentukan mukus
yang berlebihan, mungkin disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi pada membran
mukosa.
Kapan saja seorang pasien membentuk sputum, perlu dievaluasi sumber, warna, volume, dan
konsistensinya. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan kemungkinan
besar berasal dari sinus atau saluran hidung, dan bukan dari saluran napas bagian bawah. Sputum
yang banyak sekali dan purulen menyatakan adanya proses supuratif, seperti abses paru,
sedangkan pembentukan sputum yang terus meningkat perlahan dalam waktu bertahan-tahun
merupakan tanda bronkitis kronis, atau bronkiektasis.
Warna sputum juga penting. Sputum yang berwarna kekuning-kuningan menunjukkan infeksi.
Sputum yang berwarna hijau merupakan petunjuk adanya penimbunan nanah. Warna hijau
timbul karena adanya verdoperoksidase yang dihasilkan oleh leukosit polimorfonukler (PMN)
dalam sputum. Sputum yang berwarna hijau sering ditemukan pada bronkiektasis karena
penimbunan sputum dalam bronkiolus yang melebar dan terinfeksi. Banyak penderita infeksi
pada saluran napas bagian bawah mengeluarkan sputum berwarna hijau pada pagi hari, tetapi
makin siang menjadi kuning. Fenomena ini mungkin disebabkan karena penimbunan sputum
yang purulen di malam hari, disertai pengeluaran verdoperoksidase.
Sifat dan konsistensi sputum juga dapat memberikan informasi yang berguna. Sputum yang
berwarna merah muda dan berbusa merupakan tanda edema paru akut. Sputum yang berlendir,
lekat dan berwarna abu-abu atau putih merupakan tanda bronkitis kronik. Sedangkan sputum
yang berbau busuk merupakan tanda abses paru atau bronkiektasis.
q Dispnea
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari
penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh napasnya menjadi
pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan obat-obat
pernapasan tambahan (sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis mayor),
pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak napas tidak selalu menunjukkan
adanya penyakit; orang normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik
dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Pemeriksaan harus dapat membedakan sesak napas dari gejala dan tanda lain yag mungkin
memiliki perbedaan klinis mencolok. Takipnea adalah frekuensi pernapasan yang cepat, lebih
cepat dari pernapasan normal (12 hingga 20 kali per menit) yang dapat muncul dengan atau
tanpa dispnea. Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan
untuk mempertahankan pengeluaran karbon dioksida (CO2) normal, hal ini dapat diidentifikasi
dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan (PaCO2), yaitu lebih rendah dari
angka normal (40 mmHg). Dispnea sering dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi yang
sebenarnya merupakan seseorang yang sehat dengan stres emosional. Selanjutnya, gejala lelah
yang berlebihan harus dibedakan dari dispnea. Seseorang yang sehat mengalami lelah yang
berlebihan setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat yang berbeda-beda, dan gejala ini juga
dapat dialami pada penyakit kardiovaskular, neuromuskular, dan penyakit lain selain paru.
Pada beberapa tahun belakangan ini, ketertarikan pada ilmu pengetahuan dalam perhitungan dan
mekanisme neurofisiologi meningkat dengan cepat. Namun, belum tersedia keterangan tentang
dispnea dengan segala keadaannya yang dapat diterima. Sumber penyebab dispnea termasuk: (1)
reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan, paru, dan dinding dada; dalam teori
tegangan-panjang, elemen-elemen sensoris, gelondong otot pada khususnya, berperan penting
dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila
tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume napas tercapai); (2)
kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (PCO2 dan PO2) (teori utang-oksigen); (3)
peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas; dan
(4) ketidakseimbangan antara kerja pernapasan denga kapasitas ventilasi. Mekanisme tegangan-
panjang yang tidak sesuai adalah teori yang paling banyak diterima karena teori tersebut
menjelaskan paling banyak kasus klinis dispnea. Faktor kunci yang tampaknya menjelaskan
apakah dispnea terjadi pada tingkat ventilasi atau usaha sesuai dengan derajat aktivitasnya.
Namun, rangsangan, reseptor sensoris, dan jaras saraf yang sesuai tidak dapat ditentukan dengan
pasti.
Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada usia, jenis
kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan
itu. Dispnea yang terjadi pada seseorang harus dikaitkan dengan tingkat aktivitas minimal yang
menyebabkan dispnea, untuk menentukan apakah dispnea terjadi setelah aktivitas sedang atau
berat, atau terjadi pada saat istirahat. Tabel 37-2 berisi skala garis besar dispnea yang
dikembangkan oleh American Thoracic Society yang mungkin sesuai untuk penilaian klinis
dispnea kronik. Selain itu, terdapat beberapa variasi gejala umum dispnea. Ortopnea adalah
napas pendek yang terjadi pada posisi berbaring dan biasanya keadaan diperjelas dengan
penambahan sejumlah bantal atau penambahan elavasi sudut untuk mencegah perasaan tersebut.
Penyebab tersering ortopnea adalah gagal jantung kongestif akibat peningkatan volume darah di
vaskularisasi sentral pada posisi berbaring. Ortopnea juga merupakan gejala yang sering muncul
pada banyak gangguan pernapasan. Dispnea nokturna paroksismal menyatakan timbulnya
dispnea pada malam hari dan memerlukan posisi duduk dengan segera untuk bernapas.
Membedakan dispnea nokturna paroksismal dengan ortopnea adalah waktu timbulnya gejala
setelah beberapa jam dalam posisi tidur. Penyebabnya sama dengan penyebab ortopnea yaitu
gagal jantung kongestif, dan waktu timbulnya yang terlambat itu karena mobilisasi cairan edema
perifer dan penambahan volume intravaskular pusat.
Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu: (1) penyakit
kardiovaskular, (2) emboli paru, (3) penyakit paru interstitial atau alveolar, (4) gangguan dinding
dada atau otot-otot, (5) penyakit obstruktif paru, atau (6) kecemasan. Dispnea adalah gejala
utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup jantung. Emboli paru ditandai
oleh dispnea mendadak. Dispnea merupakan gejala paling nyata pada penyakit yang menyerang
percabangan trakeobronkial, parenkim paru, dan rongga pleura. Dispnea biasanya dikaitkan
dengan penyakit restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja pernapasan akibat meningkatnya
resistensi elastik paru (pneumonia, atelektasis, kongesti) atau dinding dada (obesitas,
kifoskoliosis) atau pada penyakit jalan napas obstruktif dengan meningkatnya resistensi
nonelastik bronkial (emifisema, bronkitis, asma). Tetapi kalau beban kerja pernapasan meningkat
secara kronik, maka pasien yang bersangkutan dapat menyesuaikan diri dan tidak mengalami
dispnea. Dispnea juga dapat terjadi jika otot pernapasan lemah (contohnya, miastenia gravis),
lumpuh (contohnya, poliomielitis, sondrom Guillain-Barre), letih akibat meningkatnya kerja
pernapasan, atau otot pernapasan kurang mampu melakukan kerja mekanis (contohnya,
emfisema yang berat atau obesitas). Pada akhirnya, penderita sindrom hiperventilasi akibat
kecemasan atau stres emosional sering mengeluhkan dispnea. Pola pernapasan pada kelompok
ini seringkali aneh, dengan ketidakteraturan frekuensi maupun tidal volume. Pada lain waktu,
pola pernapasan menjadi hiperventilasi yang menetap sehingga pasien mengeluh kesemutan pada
ekstrimitasnya dan terdapat perasaan melayang. Bila pola pernapasan abnormal hilang saat tidur,
dicurigai terdapat penyebab psikogenik.
q Sianosis
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selapur lendir yang terjadi akibat
peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tak berkaitan dengan O2). Sianosis dapat
tanda insufisiensi pernapasan, meskipun bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan. Ada
dua jenis sianosis: sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh
insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping
telinga, serta bagian bawah lidah. Sianosis biasanya tak diketahui sebelum jumlah absolut Hb
tereduksi mencapai 5g per 100 ml atau lebih pada seseorang dengan konsentrasi Hb yang normal
(saturasi oksigen [SaO2] kurang dari 90%). Jumlah normal Hb tereduksi dalam jaringan kapiler
adalah 2,5 g per 100 ml. Pada orang dengan konsentrasi Hb yang normal, sianosis akan pertama
kali terdeteksi pada SaO2 kira-kira 75% dan PaO2 50 mmHg atau kurang. Penderita anemia
(konsentrasi Hb rendah) mungkin tak pernah mengalami sianosis walaupun mereka menderita
hipoksia jaringan yang berat karena jumlah absolut Hb tereduksi kemungkinan tidak dapat
mencapai 5 g per 100 ml. Sebaliknya, orang yang menderita polisitemia (konsentrasi Hb yang
tinggi) dengan mudah mempunyai kadar Hb tereduksi 5 g per 100 ml walaupun hanya
mengalami hipoksia yang ringan sekali. Foktor-faktor lain yang menyulitkan pengenalan sianosis
adalah variasi ketebalan kulit, pigmentasi dan kondisi penerangan.
Selain sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernapasan (sianosis sentral), akan terjadi
sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat menurunkan saurasi darah
vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat
insufisiensi jantung, sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat
suhu yang dingin.
Sejumlah kecil methemoglobin atau sulfhemoglobin dalam sirkulasi dapat menimbulkan
sianosis, walaupun jarang terjadi. Ada banyak hal yang mengakibatkan sianosis (dan sianosis
sulit dikenali) sehingga sianosis merupakan petunjuk insufisiensi paru yang tidak dapat
diandalkan.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
- Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan.
- Kesulitan menghentikan merokok.
F. Diagnosa keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, berihubungan dengan
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis);
bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma
berat).
2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
3. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan “lapar udara,” gelisah, ansietas, distres
pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain
proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling
mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu
menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
6. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
3. Diagnosa Keperawatan: Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan
dengan dispnea.
Intervensi:
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat
badan dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan
obat.
2. Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan
konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan
makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan
tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
4. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi
kecil tapi sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan
untuk meningkatkan masukan kalori total.
5. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.