Anda di halaman 1dari 5

subrubrik/kolom: “nguda rasa”, koran merapi

masih tentang formalin:


kuncinya, pada diri konsumen
oleh : sudaryanto, s.pd*

zat kimia formalin ternyata terus dan mungkin sampai saat ini masih saja kita

santap pada sejumlah produk makanan massal, meski sudah banyak pernyataan dari

pemerintah daerah/kota bahwa daerah/kota tersebut sudah bebas formalin. ini lebih

disebabkan karena isu formalin saat ini tertutup oleh isu dan berita lain yang lebih

besar (semisal impor beras, bencana, rencana kenaikan tarif dasar listrik, kasus

korupsi dan berita/isu lainnya). sistem ‘pembodohan’ masyarakat yang efektif

melalui makanan berformalin masih berjalan, sadarkah kita?

mencuatnya kasus penggunaan formalin sebagai pengawet makanan yang

saat ini masih ramai dibicarakan dan menimbulkan keresahan dalam masyarakat

sebenarnya bukanlah kasus baru. kasus ini sudah ada sejak tahun 1990-an.

penggunakan formalin dalam makanan merupakan salah satu bentuk kejahatan

‘pengracunan rakyat’! pengelolaan dan keselamatan ranah publik di negeri ini terus

saja diabaikan dan dibiarkan terus berlalu secara sembrono. ironisnya, kita selaku

konsumen setali tiga uang malah menginginkan bahan makanan yang kita beli

itu awet untuk jangka waktu yang lama, hingga kita juga memilih makanan

berformalin. berarti adanya kasus makanan berformalin tak lepas dari ‘ulah’ kita

(konsumen) sendiri.

seperti kita ketahui bersama, formalin adalah nama dagang dari larutan

formaldehida dalam air dengan kadar 30-40%, sebagai bahan kimia yang biasa

digunakan dalam industri plastik, kertas, cat, dan kosmetik. dalam bidang forensik,

formalin dipakai sebagai bahan pengawet mayat. formalin sebenarnya tidak boleh

1
subrubrik/kolom: “nguda rasa”, koran merapi
digunakan untuk mengawetkan makanan karena dampaknya akan sangat buruk

bagi kesehatan. tapi kenyataanya, formalin kini banyak digunakan para pengusaha

dalam pengolahan makanan agar makanan lebih awet sehingga tidak terjadi

kerugian yang besar.

adanya kasus makanan berformalin semakin menegaskan bahwa negara

dalam hal ini dinas kesehatan terkesan tak mau memperhatikan kondisi

kesehatan dan keamanan pangan demi kemaslahatan masyarakat. sebenarnya setiap

bahan makan yang masuk kedalam perut itu harus sesuai dengan standar kesehatan

dan kelayakan khusus (codexalimentarius). jadi jika ada zat kimia berbahaya

masuk ke dalam tubuh yang melebihi standar kelayakan, tentu akan mempengaruhi

stabilitas fungsi kerja organ tubuh. seperti kita ketahui bahwa penggunaan formalin

dalam bahan makanan dengan dosis rendah akan menimbulkan pusing, sakit perut,

muntah, menyebabkan deposisi susunan syaraf dan gangguan peredaran darah.

sedangkan pada dosis tinggi akan menimbulkan kejang-kejang, kencing darah,

muntah darah, kegagalan peredaran darah, dan ujung-ujungnya adalah kematian.

terlebih, formalin bersifat karsinogenik yakni jika jumlahnya melampaui ambang

batas normal dalam tubuh, maka akumulasi zat kimia tersebut di dalam tubuh dapat

memicu munculnya kanker.

kasus penyalahgunaan formalin sebenarnya sudah lama terjadi, namun

hukum yang tidak ‘bertaring’ ditengarai sebagai penyebab masih banyaknya para

pengusaha makanan yang memakai formalin dalam proses pengolahannya.

pemerintah yang dalam hal ini departemen kesehatan dan balai pengawasan obat

dan makanan (bpom) harus berusaha agar para pengusaha dan pedagang nakal

2
subrubrik/kolom: “nguda rasa”, koran merapi
itu dijerat melalui izin usaha perdagangan bahan makanannya. selain itu, bpom

harus melacak keberadaan produsen formalin yang memasok formalin kepada para

pengusaha makanan di tingkat bawah. selama ini belum ada pengusaha nakal yang

dimejahijaukan, baru sebatas ‘dibina’ dan kenyataannya mereka masih

menggunakan formalin. mulai saat ini bpom seharusnya tak lagi memberi toleransi

kepada para pengusaha yang masih menggunakan formalin dalam pengolahan

produknya. karena hal ini menyangkut kemaslahatan orang banyak.

pemerintah harus segera melakukan pembenahan tata niaga impor formalin

melalui upaya penertiban, pengetatan dan pengaturan prosedur pemakaian bahan-

bahan pengawet makanan seperti formalin, boraks, rhodamin b, dan kloramfenikol

dsb. pelarangan pemakaian bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia

dalam pengolahan makanan harus ditingkatkan. juga dengan memperketat

pengawasan peredaran formalin dengan mengatur tata niaga penjualan bahan kimia

berbahaya di pasaran. jika hal ini tidak segera dilakukan, maka bukan tidak

mungkin akan semakin banyak warga yang terkontaminasi zat berbahaya yang

tentu saja semakin lama akan terakumulasi dalam tubuh manusia. hingga dalam

jangka waktu yang panjang akan berdampak buruk bagi rakyat indonesia, yakni

akan menurunkan daya tahan tubuh yang tentu saja akan berakibat pada kematian

atau paling tidak akan menurunkan kerja otak dan kualitas pikir generasi penerus

kita.

pemerintah harus memotong jalur distribusi barang laknat tersebut. bila perlu

untuk formalin dan zat berbahaya lain seperti boraks, rhodamin b, dan

kloramfenikol ditangani langsung oleh departemen kesehatan sebagai distributor

tunggal, ini salah satu solusi yang sederhana. mustahil bisa terhindar dari makanan

3
subrubrik/kolom: “nguda rasa”, koran merapi
berformalin, jika jalur distribusi masih seperti sekarang ini, dijual bebas dipasaran,

dan siapapun boleh beli. saat ini formalin memang masih banyak dijual di pasaran

secara bebas, sehingga para perodusen makanan bisa dengan mudah

memperolehnya. perlu adanya regulasi bahan-bahan berbahaya agar tidak bisa

dijual bebas di pasaran. kabar mengenai makanan yang mengandung formalin atau

bahan pengawet mengharuskan pemerintah daerah kota untuk mengawasi beberapa

perusahaan pengolah bahan makanan itu.

usaha mencari bahan pengawet yang harganya murah sebagai pengganti

formalin adalah suatu keharusan. saat ini memang sudah ditemukan salah satu

alternatif bahan pegawet makanan dari hasil destilasi asap hasil pembakaran

tempurung kelapa, namun dalam tataran masyarakat pedesaan saat mengolah

makanan, hendaknya menggunakan bahan pengawet alami yang sejak dulu biasa

digunakan seperti menggunakan garam, daun pepaya, kunir dan sebagainya.

yang lebih penting kita selaku konsumen pantas ‘cerewet’ dengan

menanyakan suatu produk itu bebas formalin atau tidak. atau jika tidak dijawab,

maka dapat dilihat dari ciri-ciri yang terdapat pada bahan makan tersebut. bahan

yang mengandung formalin, seperti pada makanan, biasanya bahan itu kenyal,

awet, berbau menyengat, berminyak, dan tidak mudah basi. pemahaman

masyarakat terhadap berbagai bahan makanan yang mengandung bahan pengawet

saat ini dinilai sangat lemah. oleh karena itu, masyarakat diminta berhati-hati dan

waspada dalam mengonsumsi berbagai bahan makanan yang dijual bebas di

pasaran.

cecaran dan kepedulian konsumen dengan hanya mau membeli bahan

makanan nir-formalin, semoga bisa menekan pengusaha untuk tidak menggunakan

4
subrubrik/kolom: “nguda rasa”, koran merapi
bahan itu lagi. dapat dipastikan para pengusaha akan menuruti kemauan kita. sekali

lagi, kuncinya ada pada diri kita selaku konsumen.

* sudaryanto, s.pd
guru tidak tetap di sma n i bayat
tegalrejo, bayat, klaten

Anda mungkin juga menyukai