Anda di halaman 1dari 4

kolom “suara guru” kr

masalah buku teks pelajaran


oleh sudaryanto*

salah satu alat pendukung terlaksananya kurikulum pendidikan dengan baik adalah

buku ajar. dengan adanya buku ajar yang baik maka kurikulum tersebut dapat dilaksanakan

dengan baik.

mulai tanggal 26 desember 2005, depdiknas menetapkan permendiknas ri no.26

tahun 2005 tentang penetapan buku teks pelajaran (buku ajar) yang memenuhi syarat

kelayakan untuk digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas mencakup tiga mata

pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional yakni matematika, bahasa indonesia dan

bahasa inggris untuk jenjang smp/mts dan sma/ma. dalam keputusan itu ditetapkan

sebanyak 294 buku teks pelajaran dari 98 penerbit untuk tingkat smp/mts dan sebanyak

250 buku teks pelajaran dari 50 penerbit untuk tingkat sma/ma.

keputusan ini sekaligus menjawab pertanyaan, apakah buku-buku ajar yang beredar

di pasaran selama ini sudah baik dan layak dipakai ditinjau dari kesesuaian materi, tujuan

kurikulum, dan metodenya sehingga layak digunakan sebagai pegangan dalam

pembelajaran. karena buku ajar yang ada sebelumnya berbeda dengan kbk, baik urutan

materi maupun sajian materinya maka buku-buku ajar yang beredar sekarang ini lebih

menekankan kepada keaktifan siswa dan tampilan bukunya lebih menarik.

buku ajar merupakan alat pengajaran yang paling banyak digunakan diantara semua

alat pembelajaran lainnya. keuntungan dengan digunakannya buku ajar dalam proses

belajar mengajar antara lain: dapat membantu guru melaksanakan kurikulum yang berlaku,

menjadi pegangan dalam menentukan metode pengajaran; memberi kesempatan pada

siswa untuk mengulangi pelajaran dan dapat digunakan pada tahun berikutnya. terlebih

sudah ada pp no 11/2005 yang mengatur tentang masa pakai buku ajar minimal selama 5

tahun. selain itu, buku ajar yang uniform memberi kesamaan mengenai beban dan standar

pengajaran serta memberikan pengetahuan dan metode mengajar lebih mantap bila guru
1
kolom “suara guru” kr

menggunakan dari tahun ke tahun.

sebagai salah satu media dan sumber belajar dalam proses pembelajaran, buku ajar

dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik; mengatasi

keterbatasan ruang dan waktu; dapat mengatasi sifat pasif anak didik. buku ajar harus

mempunyai kualitas yang baik dari segi struktur isinya. selain itu, buku ajar yang baik

harus memenuhi kriteria cbsa serta sepuluh butir kriteria kelayakan yaitu: menarik minat;

memberi motifasi; memuat ilustrasi yang menarik hati; mempertimbangkan aspek kognitif;

isinya berkaitan dengan mata pelajaran lain (pengetahuan dan kompetensi lintas

kurikulum); dapat menstimulasi/merangsang aktifitas siswa; menghindari konsep-konsep

yang samar dan tidak pasti; mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas; mampu

memberi pemantapan, penekanan pada nilai siswa; dan melibatkan siswa dalam

pembelajaran. materi pokok dalam buku ajar dipaparkan untuk mencapai standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang ada. selain digunakan sebagai buku pegangan,

diharapkan dapat membangkitkan keinginan untuk belajar, membentuk karakter yang baik

dan berpikiran cerdas dari seorang siswa, memiliki keahlian, menerapkan teknologi tepat

guna dan menguasai suatu ilmu dalam buku tersebut.

kita menyambut baik keputusan tentang buku yang layak dipakai dalam

pembelajaran di sekolah. hanya saja, diharapkan tidak ada paksaan dalam penggunaan

buku tersebut mengingat kemampuan keuangan siswa dan memang tak boleh memaksa

siswa membeli buku. namun akan lebih baik jika pemerintah daerah mengalokasikan

anggarannya untuk membeli buku pelajaran layak pakai itu dan men-drop ke sekolah

sehingga memperingan beban siswa. tentunya dengan cara ini, peningkatan kualitas

pendidikan melalui pemakaian buku teks pelajaran akan dapat terealisasi dan pembelajaran

akan semakin lancar. semoga.

* penulis, guru bk di sma n i bayat, klaten


dilema impor beras
oleh sudaryanto*
2
kolom “suara guru” kr

meski berbagai kalangan tak terkecuali dpr ri mengajukan hak angket untuk menolak

kebijakan impor beras, ternyata pemerintah tetap ‘nekat’ dan tetap pada pendiriannya untuk

melakukan impor beras sebanyak 110 ribu ton beras dari vietnam.

adanya impor beras sebagai bukti ketidakberpihakan pemerintah terhadap para petani

kita yang notabene adalah wong cilik sekaligus kaum miskin termarginalkan di negeri ini.

alasan klasik yang diajukan pemerintah adalah bahwa dengan impor beras akan dapat

menjaga kestabilan harga beras di pasaran. jika demikian halnya, di saat harga beras naik

dan dapat dinikmati para petani kita, mengapa serta merta pemerintah ingin menurunkan

harganya? lalu kapan lagi para petani kita bisa menikmati hasil jerih payah mereka setelah

susah payah mengolah sawah dengan biaya produksi yang tinggi?

selama ini kebijakan impor beras selalu saja berorientasi kepada para konsumen.

pemerintah selalu berpijak pada argumen bahwa petani adalah produsen sekaligus

konsumen beras. alasan yang dikemukakan pemerintah ini jelas sangat gegabah, ambisius,

dan tak masuk akal. tidak mungkin petani padi di negeri ini akan menjual seluruh hasil

produksinya, dan tidak menyisakan sedikit pun untuk memenuhi kebutuhan makan mereka

sendiri. dalam hal ini, harga beras yang tinggi ditingkat konsumen juga akan membebani

petani. argumentasi pemerintah ini sama artinya bahwa harga beras tidak boleh naik, tetapi

harga-harga lain boleh naik, termasuk harga pupuk, obat-obatan, dan biaya transportasi.

kebijakan impor beras ini sangat dilematis. di satu sisi dengan adanya impor beras

maka rakyat miskin di negeri ini dapat membeli beras dengan harga yang murah, namun di

sisi yang lain petani kita akan semakin menjerit karena harga beras tidak berpihak pada

kesejahteraan mereka. pemerintah terkesan tidak ‘sabar’ menanti pasokan beras produksi

dari dalam negeri. waktu pembelian beras dari petani pun sangat mepet dan tidak tepat saat

panen raya. alasan ini seakan dibuat pemerintah agar tetap bisa impor beras, karena setiap

kali impor beras ‘mungkin’ ada apa-apanya semisal para birokrat bisa ikut ‘kecipratan’

3
kolom “suara guru” kr

untungnya. seharusnya pemerintah menambah pasokan beras dari hasil produksi petani

dalam negeri dahulu. bulan februari yang akan datang adalah masa panen raya di berbagai

daerah di indonesia. saat ini, kebijakan impor beras bukan saja sebagai bukti bahwa

pemerintah tak mau lagi memperhatikan nasib dan selalu ‘memeras’ petani. namun lebih

dari itu yakni telah “mengeringkan” petani kita serta membuat para petani kita ‘kalah’

hingga semakin terpinggirkan.

sebenarnya jika pemerintah memandang perlu menambah pasokan untuk menekan

harga di tingkat konsumen, maka sebelum memutuskan impor, seharusnnya pemerintah

lebih dahulu mengeluarkan kebijakan kompensasi bagi petani. masih banyak yang bisa

dilakukan pemerintah untuk meringankan beban petani saat ini, misalnya dengan memberi

subsidi dan menjamin ketersediaan pupuk, obat-obatan, menyediakan kredit lunak, bantuan

langsung tunai khusus petani, atau menaikkan hpp. dengan demikian petani kita tidak

semakin “babak belur” dan menjadi rakyat yang menanggung beban yang paling berat.

yang jelas, kebijakan impor beras hanya akan mereduksi ketahanan pangan nasional.

impor beras juga sarat dengan muatan politik. alasan impor beras yang hanya berorientasi

pada kepentingan politik dan fee oriented, bukan hanya memeras dan mengeringkan

petani, bahkan lebih dari itu, yakni menghancurkan petanian kita yang tak lain adalah

garda terdepan dalam membangun ketahanan pangan nasional. kedepan, semoga

pemerintah tidak lagi melakukan impor beras dan lebih memperhatikan kesejahteraan

petani kita dengan membeli beras dari petani. kita memohon kepada pemerintah agar tak

lagi mempermainkan para petani.

* penulis, guru bk di sma n i bayat, klaten


tegalrejo, bayat, klaten

Anda mungkin juga menyukai