Anda di halaman 1dari 2

Kolom “MIMBAR AKADEMIK” HAL KAMPUS,

PIKIRAN RAKYAT, BANDUNG

Perseorangan
Calon Harus Didukung 15 Persen Pemilih
Jakarta, Kompas - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta menyatakan, calon
perseorangan dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada seharusnya diperlakukan sama
dengan calon dari partai politik. Karena itu, calon perseorangan juga harus didukung 15 persen
dari jumlah pemilih.
Menurut Andi, Jumat (3/8) di Jakarta, persyaratan dukungan 15 persen dari jumlah pemilih itu
belum tentu diatur dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Meski Dephuk dan HAM menjadi pusat hukum, pemerintah menanti
usulan DPR yang berinisiatif merevisi UU itu.
"Dephuk dan HAM mempersiapkan daftar inventarisasi masalah. Saya belum tahu apa yang
diusulkan DPR. Namun, seharusnya ada persamaan di depan hukum. Calon independen harus
dicalonkan rakyat dan bukan cari tanda tangan rakyat," katanya.
Saat ditanyakan apakah usulan persyaratannya itu tidak mempersulit calon perseorangan, Andi
menjawab, "Memang melahirkan seorang pemimpin memerlukan syarat yang kuat. Jangan
menggadaikan kepentingan rakyat."
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, mendukung apabila syarat calon
perseorangan sama dengan syarat calon dari partai. Ia percaya calon perseorangan dapat
memperoleh dukungan hingga 15 persen dari jumlah pemilih.
Arbi juga mengingatkan, calon perseorangan harus beda dengan calon dari partai. Misalnya,
calon perseorangan harus lima tahun sudah mundur dari partai.
Tak takut digugat
Di Jakarta, Jumat, Wakil Presiden M Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah tak takut digugat
pihak yang merasa dirugikan karena dalam waktu dekat belum bisa mengatur calon
perseorangan pilkada, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Wapres, siapa yang dapat digugat, karena belum diaturnya pencalonan perseorangan
dalam pilkada, tidaklah jelas. Siapa yang berhak menggugat juga tidak jelas. "Jika belum ada
ketentuan hukumnya, apa landasannya?" ujar Kalla.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal DKI Jakarta,
Sarwono Kusumaatmadja dan Biem Benyamin, Kamis, mendaftarkan gugatan terhadap Komisi
Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka, bersama dua
penggugat lainnya, minta pengadilan memutuskan KPU Jakarta menghentikan proses pilkada
karena belum memberi kesempatan kepada calon perseorangan sesuai putusan MK (Kompas,
3/8).
Menurut Kalla, calon perseorangan belum tentu ada dalam pilkada yang akan digelar di
sejumlah daerah dalam waktu dekat ini. Semuanya harus diatur dalam dalam UU atau revisi
terhadap UU No 32/2004.
Jika belum ada aturannya, lanjut Wapres, tetapi ada yang memaksakan calon perseorangan
dalam sebuah pilkada, negara dan sistem demokrasi bisa kacau balau. "Kita tunggu
pembahasan pemerintah dan DPR," katanya.
Cukup tiga bulan
Di Denpasar, Bali, guru besar hukum tata negara Universitas Udayana, Yohanes Usfunan,
menilai, merevisi secara terbatas UU No 32/2004 adalah rujukan paling sesuai untuk
menampung persyaratan calon perseorangan dalam pilkada. Namun, pembahasannya harus
dengan batas waktu tidak lebih dari tiga bulan. Ini bisa terlaksana jika ada itikad baik dari
pemerintah dan DPR.

1
Kolom “MIMBAR AKADEMIK” HAL KAMPUS,
PIKIRAN RAKYAT, BANDUNG

"Cepat atau lambat revisi terbatas UU No 32/2004 bergantung pada political will Presiden dan
DPR. Bila dikerjakan dengan serius dan dilandasi kemauan baik, bisa diselesaikan dalam
waktu paling lama tiga bulan. Jika tidak, pembahasannya bisa panjang, bahkan buntu," tutur
Usfunan.
Tuntutan supaya revisi UU Pemerintahan Daerah dipercepat justru datang dari fungsionaris
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Golkar Bali sehingga calon
perseorangan bisa segera mengikuti pilkada. Meski begitu, revisi UU itu harus berbobot, tidak
asal jadi, sehingga tak menyulitkan pelaksanaannya di lapangan.
Menurut Ketua DPD PDI-P Bali AA Ngurah Oka Ratmadi dan Ketua DPD Partai Golkar Bali
Cokorda Gede Budi Suryawan, meski kecewa dengan putusan MK, pengaturan calon
perseorangan harus segera sehingga masyarakat punya banyak pilihan dalam pilkada. Apalagi,
rakyat sudah pintar untuk memilih dan memilah calon yang berkompeten dan tak hanya
populer.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Ginandjar Kartasasmita di Bandung, Jumat, juga minta DPR
dan pemerintah menetapkan pengaturan calon perseorangan untuk menenteramkan
masyarakat. Pemerintah dan DPR juga harus bersikap adil dan menghargai asas kepastian
hukum.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Jeirry Sumampow menilai,
sikap pemerintah dan DPR yang menginginkan revisi UU Pemerintahan Daerah untuk
mengatur pencalonan perseorangan adalah upaya mengulur-ulur waktu saja.
(vin/har/ays/ans/jon/mhf/dik/wsi/che/ina/sah/doe/hln/who/why)

Anda mungkin juga menyukai