Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Desa dan kota memiliki corak kehidupan yang berlatar belakang. Umumnya desa
bercorak agraris dan penuh dengan ketenangan serta kesederhanaan. Sedangkan kota
banyak diartikan sebagai cermin dari pembangunan dan modernisasi yang identik
dengan industri, perdagangan, jasa, dan lain-lain. Berbeda dengan di desa, kota
berpenduduk padat dan umumnya ramai.
Perbedaan corak kehidupan tersebut menimbulkan daya tarik masing-masing
sehingga antara keduanya terjadilah interaksi. Banyak hal positiI akibat interaksi
tersebut. Namun, terlepas dari itu, interaksi tersebut menimbulkan masalah yang sama
sekali tidak menguntungkan. Di antara banyak masalah, salah satunya adalah
penyempitan lahan pertanian di wilayah pedesaan.

1.2. Rumusan Masalah
1. pa penyebab terjadinya penyempitan lahan pertanian di wilayah pedesaan?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari penyempitan lahan pertanian?
3. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan penyempitan lahan pertanian?

1.3. Tujuan
1. engetahui penyebab terjadinya penyempitan lahan di wilayah pedesaan.
2. engetahui dampak yang ditimbulkan dari penyempitan lahan di pertanian.
3. engetahui pencegahan dan penyempitan lahan pertanian.

1.4. Manfaat
1. Diharapkan dapat mengetahui Iaktor-Iaktor yang dapat menyebabkan penyempitan
lahan pertanian.
2. Diharapkan dapat menyadari akan dampak atau bahaya yang ditimbulkan dari
penyempitan lahan pertanian.
3. Diharapkan dapat berusaha mencegah dan menanggulangi penyempitan lahan
pertanian.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Desa dan Kota

2.1.1. Desa
Dalam arti umum, desa adalah permukiman manusia yang letaknya di luar kota
dan penduduknya berpangupa jiwa agraris. Secara khusus, desa memiliki deIinisi
yang bermacam-macam menurut beberapa versi. DeIinisi-deIinisi itu diantaranya :
O enurut Bintarto, desa adalah perwujudan geograIis yang ditimbulkan oleh
unsure-unsur geograIis, sosial, ekonomis, politis, dan cultural yang ada di situ,
dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain.
O enurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum di
mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan
pemerintahan sendiri.
Desa memiliki tiga unsur yang sangat penting, yaitu daerah, penduduk, dan tata
kehidupan. Daerah dalam arti tanah-tanah pekarangan dan pertanian beserta
penggunaannya termasuk pula aspek lokasi, luas, batas, yang kesemuanya merupakan
lingkungan geograIis setempat. Kemudian penduduk meliputi jumlah, pertambahan,
kepadatan, penyebaran, serta mata pencaharian penduduknya. Lalu tata kehidupan,
berkaitan dengan ajaran tentang tata hidup, tata pergaulan, dan ikatan-ikatannya
sebagai warga masyarakat desa.
Desa memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari kota, diantaranya :
O Perbandingan lahan dengan manusia (man land ratio cukup besar),
O Lapangan kerja yang dominan adalah sektor pertanian,
O ubungan antar warga masih sangat akrab,
O SiIat-siIat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.
Desa juga dapat diklasiIikasikan berdasarkan beberapa kategori, yaitu :
O Berdasarkan luas : desa terkecil (2km2), desa kecil (2-4 km2), desa sedang (4-
6 km2), desa besar (6-8 km2), dan desa terbesar (8-10 km2).
O Berdasarkan kepadatan penduduk : desa terkecil (100 jiwa/km2), desa kecil
(100-500 jiwa/km2), desa sedang (500-1500 jiwa/km2), desa besar (1500-3000
jiwa/km2), dan desa terbesar (3000-4500 jiwa/km2).
O Berdasarkan potensi desa : desa nelayan, desa pertanian, dll.
O Berdasarkan perkembangannya : desa swadaya (desa terbelakang), desa
swakarya (desa sedang berkembang), dan desa swasembada (desa maju).
2.1.2. Kota
enurut Bintarto, kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang
ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial
ekonomi yang heterogen dan coraknya materialistis. Kota juga dapat diartikan sebagai
benteng budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non-alami dengan
gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang
heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya (hinterland).
Kota memiliki tiga unsure penting. enurut Berry, ketiga unsure tersebut adalah
kerangka (jaringan jalan), daging (kompleks perumahan penduduk), dan darah
(manusia dengan kegiatannya). da pula geograI lain yang menaIsirkan lebih luas
bahwa daging sebagai lembaga-lembaga kemasyarakatan yang wadahnya berupa
kompleks pasar (ekonomi), kampus/sekolah (pendidikan), rumah sakit (kesehatan),
rumah ibadat (agama), dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Svend Riemer, tiga
unsur tersebut adalah konstruksi materi, relasi sosial, dan transportasi.
Kota dapat dibedakan dengan melihat beberapa aspek, seperti aspek morIologi,
jumlah penduduk, hukum, ekonomi, dan sosial.
O Dilihat dari morIologi atau kenampakan Iisiknya, kota terdiri dari gedung-
gedung atau bangunan-bangunan besar yang saling berdekatan, serta dilengkapi
dengan berbagai macam Iasilitas seperti pasar, bioskop, pegadaian, rumah
sakit, sekolah, listrik, jalan raya, dan lain-lain.
O Dilihat dari jumlah penduduknya, dibandingkan dengan desa, kota memiliki
jumlah penduduk yang besar. Di Indonesia, ada standar yang menentukan besar
kecilnya kota berdasarkan jumlah penduduk, yaitu kota kecil (20.000-50.000
jiwa), kota sedang (50.000-100.000 jiwa), kota besar (100.000 hingga 1 juta
jiwa), kota metropolitan (1 juta 10 juta jiwa), dll.
O Pengertian kota dilihat dari hukum, dikaitkan dengan adanya hak-hak hukum
tersendiri bagi penghuni kota.
O Dilihat dari segi ekonomi, struktur mata pencaharian kota termasuk non-
agraris, didominasi oleh industri, perdagangan, jasa, dll.
O Dilihat dari segi sosial, hubungan antarpenduduk kota disebut impersonal, yaitu
orang bergaul serba lugas, sepintas lalu. ereka hidup seperti terkotak-kotak
oleh kepentingan yang berbeda-beda dan bebas memilih hubungannya dengan
siapa saja yang diinginkannya.
2.1.3. Interaksi Desa-Kota
Sosiolog oselitz mengatakan bahwa kota besar melancarkan siIat-siIat
parasiternya terhadap pedesaan dengan perincian : menelaah habis investasi,
menyedot tenaga manusia, mendominasi pola manusiawi, mengganggu
perkembangan kota-kota lain yang lebih kecil, dan cenderung memiliki konsumsi
yang lebih tinggi dibandingkan produksinya.
Paul arrison dalam bukunya yang berjudul Inside The Third World (1984),
menulis bahwa : Relasi antara kota dan pedesaan di Dunia Ketiga mirip sekali dengan
relasi antara negara-negara yang kaya dan miskin. Pedesaan menghasilkan barang-
barang yang serba murah dibandingkan dengan segalanya yang didatangkannya dari
kota. Pedesaan tak memiliki sistem organisasi dan koordinasi yang mampu memaksa
pihak kota untuk membayar hasilnya dengan harga yang lebih tinggi.
Sebetulnya, hal yang hampir sama juga terjadi di negara-negara berkembang
termasuk di Indonesia. Kota dipandang sebagai pusat-pusat kemajuan dan
modernisasi. Dengan lengkapnya berbagai macam Iasilitas, tentu hampir semua orang
tergiur oleh kehidupan di kota. Karena itu, pihak yang berwenang terus berusaha
mengembangkan kota, mengadakan perluasan ke daerah-daerah pinggiran kota.
Dilakukan urbanisasi besar yang bertahap, dalam artian menyangkut proses menjadi
kawasan perkotaan, migrasi masuk kota, berubah pangupajiwa dari bertani ke yang
lain, juga menyangkut perubahan dalam pola perilaku manusia. Sedikit demi sedikit,
budaya masyarakat desa diubah, dan tentu saja lahan-lahan di desa pun terambil demi
melaksanakan urbanisasi yang dipandang sebagai suatu indikator modernisasi dan
kemajuan ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa salah satu dampak dari interaksi
antara desa dan kota adalah terjadinya urbanisasi yang berimbas pada penyempitan
lahan pertanian di wilayah pedesaan.


2.2. Penyempitan Lahan Pertanian di Desa
Lahan pertanian, identik dengan wilayah pedesaan yang corak mata pencahariannya
bergerak di sektor agraris. Penyempitan lahan pertanian merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi dimana lahan pertanian di pedesaan
sudah banyak berkurang. Di Indonesia sendiri, masalah tersebut sudah terjadi selama
bertahun-tahun. enurut data dari Dinas Pertanian dan Peternakan, dari tahun 1999-
2002 diperkirakan mencapai 330.000 ha atau setara dengan 110.000 ha/tahun.

2.2.1. Faktor Penyebab Menyempitnya Lahan Pertanian
Penyempitan lahan pertanian disebabkan oleh berbagai macam Iaktor,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Urbanisasi
Belum lama berselang, urbanisasi dan pertumbuhan kota dipandang sebagai
suatu indikatordari modernisasi dan kemajuan. Pada tahun 1958 sosiolog Daniel
Lerner masih berpendapat bahwa urbanisasi di Dunia Ketiga merupakan
prakondisi untuk modernisasi dan pembangunan. Urbanisasi yang
menstimulasikan kebutuhan dan partisipasi menyediakan syarat-syarat yang
dibutuhkan untuk apa yang disebut tinggal landas oleh Rostow.
Di negara-negara yang sedang berkembang, urbanisasi melampaui tingkat
yang secara normal dapat diimbangi oleh struktur ekonomi dan sosial intern dari
negara yang bersangkutan. Struktur tersebut cenderung ditentukan oleh pengaruh
kuat dari pihak yang bersistem kapitalis dunia. dapun hubungan dengan sektor
pertanian di pedesaan acap kali bersiIat ekstraktiI atau eksploitatiI. Kota-kota
menyedot sumber-sumber daya alam dan tenaga manusia.
Gambaran lebih jelasnya, mungkin seperti ini :
Kota, baik di negara maju maupun berkembang merupakan cerminan hidup
modern dan cenderung memiliki taraI hidup yang sedikit lebih tinggi darial pada
desa. Dengan berkembangnya teknologi inIormasi, desa berinteraksi dengan kota,
yang berdampak pada perubahan mental yang terjadi pada orang-orang desa,
meskipun hal tersebut terjadi sedikit demi sedikit. Dari tontonan di televisi, atau
interaksi dalam dunia maya (internet), terjadi penularan mental orang-orang kota
ke orang-orang desa menjadi materialistis. Perubahan mental inilah yang
mendorong orang-orang desa berurbanisasi, dalam artian bermigrasi ke wilayah
perkotaan untuk mencapai taraI hidup yang lebih baik. igrasi ini menyebabkan
lahan-lahan pertanian di wilayah pedesaan tersebut terbengkalai.
Sementara itu, kota terus mengadakan perluasan ke beberapa daerah di
sekitarnya untuk mencapai kemakmuran. Kota yang menuntut cepatnya
perputaran uang tentu lebih berpihak pada sektor industri, perdagangan, dan jasa,
dibandingkan dengan sektor pertanian yang perputaran uangnya cenderung
lambat. Dalam rangka perluasan kota, pemerintah daerah dan beberapa pihak
swasta rela membeli lahan-lahan pertanian untuk dikembangkan menjadi pusat
industri, perdagangan, wisata, atau apapun yang dapat menghasilkan uang dengan
cepat dan dalam jumlah yang besar. Sayangnya, lahan-lahan itu umumnya masih
sangat produktiI, dan apabila sudah dialihIungsikan, maka lahan tersebut tidak
dapat dipakai lagi menjadi lahan pertanian. Dan sangat disayangkan pula, bahwa
orang-orang desa sebagian besar bersedia menjual lahan-lahan pertanian mereka.
Disini, terjadi pengalihan mata pencaharian penduduk sekitar, dari bertani menjadi
industri, perdagangan, atau yang lainnya. al tersebut terjadi karena
pembangunan kegiatan perekonomian baru yang dibangun ini pun merekrut
banyak tenaga kerja sehingga muncul lapangan kerja baru, disertai hilangnya
lapangan kerja lama karena hilangnya lahan pertanian.
Dari gambaran tersebut, terlihat sangat jelas bahwa urbanisasi, baik dalam
artian perpindahan penduduk desa ke kota maupun dalam arti perluasan kota,
menyebabkan lahan-lahan pertanian yang produktiI semakin berkurang.
2. Spekulasi Tanah di Perkotaan
Kehidupan di kota-kota nampak mewah pada kaum etnik minoritas dan orang
kaya, seperti misalnya di alaysia dan Indonesia, sehingga mendatangkan akibat
serius bagi pemilikan tanah di kota. Di kota terjadi konsumsi yang serba mewah,
penggunaan tanah sebagai lambang status dan penumpukkan harta. arga tanah
bergerak secara spiral, bahkan kota-kota di Dunia Ketiga dilanda gelombang
spekulasi tanah segera setelah terjadinya perkembangan ekonomi. Spekulasi tanah
di pusat-pusat metropolitan sia memang telah meningkat sedemikian rupa,
sehingga harga tanah di kota lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang di
sia, daripada di negara-negara maju sekalipun. al tersebut dikemukakan dalam
laporan PBB tahun 1968.
ans-Dieter Evers dalam bukunya $4si4l4gi Perk4taan (1982) menulis bahwa
spekulasi tanah merajalela di Jakarta dan sekitarnya. Para pegawai negeri dan
perwira militer terlibat dalam pemborongan tanah pertanian di desa-desa. al ini
merupakan akibat dari berlakunya Undang-Undang LandreIorm tahun 1960 yang
isinya : hanya anggota BRI dan pejabat-pejabat pemerintah diperkenankan
memiliki tanah di luar wilayah tempat tinggalnya.
Disimpulkan bahwa bentuk khas pembangunan yang terjadi di pusat-pusat
kota negara-negara Dunia Ketiga menjurus kepada meningkatnya spekulasi tanah,
memperkaya kaum elit kota pemilik tanah, dan meningkatkan pemilikan tanah
secara absentee di kawasan pedesaan sekitar kota. Dengan demikian, timbul
ketergantungan sosial ekonomi yang semakin besar dari daerah pedesaan kepada
kota. Lalu, perluasan kota jangkauannya lebih luas daripada daerah-daerah
pinggiran kota dimana pembangunan kota berlangsung.
3. Pertumbuhan lami Penduduk
Selain urbanisasi, ada Iaktor lain yang menyebabkan menyempitnya lahan
pertanian, yaitu pertumbuhan penduduk yang berlangsung secara alami. Kita
mengetahui bahwa siIat setiap manusia berbeda. Jika tadi diuraikan bahwa
sebagian besar orang-orang desa rela menjual lahan pertaniannya, maka disini
penulis mengemukakan bahwa, sebagian kecil petani tidak rela menjual lahan
pertaniannya. al itu dikarenakan oleh IilosoIi petani yang siIatnya senang
mengumpul-ngumpulkan harta, untuk diwariskan kepada anak-cucunya.
Penduduk tumbuh secara alami, dan hal ini sangat sulit dicegah. danya
anggapan banyak anak banyak rejeki, mendorong sebagian orang desa yang
pikirannya masih kolot terus bereproduksi. Sementara itu jumlah anggota
keluarga semakin bertambah, ditambah lagi terjadinya pernikahan pada anak-anak
mereka. al tersebut mendorong kebutuhan akan tempat tinggal baru, karena
suatu rumah tidak mungkin dapat menampung sebuah keluarga yang nantinya
anggotanya terus bertambah. Karena itu, lahan-lahan pertanian yang dimiliki
mereka diwariskan kepada anak cucu mereka untuk dijadikan tempat tinggal.
eskipun tidak mungkin semua lahan pertanian itu digunakan sebagai
permukiman (tempat tinggal), tetapi setidaknya lahan tersebut makin berkurang.
Dan seiring berjalannya waktu, pertumbuhan terjadi secara alamiah sehingga pada
suatu saat, kebutuhan akan tempat tinggal baru bagi anak cucunya di masa depan
akan muncul dan tentu saja lahan pertanian yang diwariskan turun temurun itu
makin lama makin menyempit.

2.2.2. Dampak dari Penyempitan Lahan Pertanian di Pedesaan
Penyempitan lahan pertanian merupakan suatu akibat dari banyak Iaktor. Selain
itu, penyempitan lahan pertanian juga dapat berimbas pada hal-hal lain yang
berdampak negatiI baik pada orang-orang desa itu sendiri, maupun pada lingkungan.
Dampak-dampak tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Perubahan tata ekologis pedesaan
Pembangunan ekonomi nasional dilakukan salah satunya dengan
industrialisasi. kibat hal tersebut, muncul sumber-sumber ekonomi baru di kota
seperti industri modern, bank multinasional, badan-badan perniagaan, dan lain-
lain. Sementara itu, kota terus berkembang ke wilayah pedesaan. Sebagian lahan
pertanian dikorbankan` untuk dibangun industri atau permukiman, dan sisanya
masih berupa lahan pertanian, meskipun sudah sangat sempit. asuknya pengaruh
dominasi kota ke desa memunculkan modernisasi di pertanian dalam arti luas.
Didorong oleh meningkatnya kebutuhan pokok penduduk yang pesat bertambah
dan menciutnya lahan pertanian, maka diusahakan intensiIikasi dan menjalar ke
lahan-lahan marginal seperti rawa-rawa, hutan bakau di pantai, dan lereng-lereng
gunung. Bersama itu, kelestarian lingkungan menjadi terancam.
O Pertanian di tanah rawa lekas macet juga. Karena air di sana asin, akhirnya
tanahnya menjadi mati.
O utan bakau yang semula merupakan tempat bertelurnya ikan laut, setelah
disawahkan, Iungsinya yang lama berhenti.
O Pembukaan hutan untuk membuka lahan pertanian baru mengakibatkan
rusaknya lingkungan. Bila hujan deras, terjadi erosi dan banjir yang dapat
merusak permukiman penduduk, bahkan bangunan irigasi.
O ir limbah industry dapat mematikan ikan, tanaman, dan dapat
mengganggu kesehatan penduduk di sekitarnya.
2. acetnya Perkembangan di Pedesaan
Dengan menyempitnya lahan pertanian, para petani akan menggarap tanahnya
secara intensiI agar dapat bertahan hidup. khirnya, yang terjadi adalah
kemiskinan yang merata, karena bersama proses itu juga gotong royong masih
berlaku di pedesaan, terutama di kalangan petani. al tersebut dapat ditaIsirkan
sebagai macetnya perkembangan perekonomian. Selain itu, penduduk yang
semakin bertambah mengakibatkan lahan pertanian semakin sempit. al tersebut
berdampak pada macetnya perkembangan pertanian.
3. enurunnya produksi pangan yang berimbas pada sulitnya masyarakat untuk
mengakses pangan sehingga masih bergantung pada impor.
2.2.3. Pencegahan dan Penanggulangan Penyempitan Lahan Pertanian
Penyempitan lahan pertanian ternyata membawa banyak dampak negatiI baik bagi
lingkungan, maupun manusia. asalah ini terjadi akibat adanya interaksi antara desa
dan kota. ndai saja interaksi tersebut tidak pernah ada, maka mungkin masalah
penyempitan lahan pertanian ini pun tidak akan muncul. Namun, seperti yang kita
ketahui bahwa interaksi antara desa dan kota sulit dicegah sehingga masalah ini pun
sulit juga dicegah. Jika masalah ini sudah terjadi, perlu penanggulangan yang tepat.
Berikut ini adalah usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi dan
mencegah bertambahnya penyempitan lahan pertanian :
O Untuk menjamin ketersediaan lahan pertanian yang cukup, mencegah dan
mengendalikan terjadinya alih Iungsi lahan pertanian serta menjamin akses
masyarakat petani terhadap lahan yang tersedia, pemerintah khususnya
Komisi IV menegaskan perlunya ditopang peraturan perundang-undangan.
RUU yang direncanakan ini bernama Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.
O Peningkatan nilai jual produk pertanian yang dilakukan dengan pemilihan
komoditas pertanian yang pas, sehingga ketika panen harga jualnya tetap
tinggi. Dengan tingginya nilai jual produk pertanian, petani diharapkan dapat
sebisa mungkin mengolah dan mempertahankan lahan pertaniannya agar
tidak dijual kepada sektor non-agraris.
O eningkatkan produktivitas lahan dengan menggunakan tidak hanya urea,
tapi berbagai macam pupuk dalam porsi yang seimbang agar hasilnya lebih
baik. Dalam hal ini, perlu diadakan penyuluhan bagi petani mengenai
keterampilan dan pengetahuan mengenai bertani atau bercocok tanam.
O emperketat pemberian Izin endirikan Bangunan (IB) pada masyarakat.
Dalam hal ini, Dinas Tata Ruang Kota perlu ambil andil.
Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah itu hampir tidak memiliki
kecacatan. Namun dalam prakteknya, tetap saja dijumpai kendala-kendala yang
menghambat penanggulangan masalah tersebut. Seperti yang terjadi di kota Solok,
masyarakat mengelabui pemerintah untuk membangun bangunan-bangunan di atas
lahan-lahan pertanian yang produktiI. ereka membuat lahan-lahan produktiI
menjadi tidak produktiI dengan cara tidak mengairinya dengan irigasi. Setelah lahan
tersebut menjadi lahan kritis, masyarakat akan dengan mudah mendapatkan izin
mendirikan bangunan. Selain kendala dari masyarakat, terkadang pemerintah pun
kurang bisa mempraktekkan hal-hal tersebut dengan baik, mengingat banyak terjadi
kasus suap oleh pihak-pihak swasta (atau pihak lainnya) yang bermaksud mendirikan
bangunan di atas lahan yang masih produktiI.
Oleh karena itu, sebetulnya tidak banyak yang dapat kita lakukan untuk mencegah
atau menanggulangi penyempitan lahan pertanian di wilayah pedesaan. Banyak
usaha yang telah dilakukan, namun belum tentu semuanya berhasil. al tersebut
terjadi karena tiap-tiap orang memiliki pandangan dan kepentingan yang berbeda.
Tidak semua orang dapat mengerti dan peduli terhadap akibat dari apa yang mereka
telah atau akan mereka perbuat. Sehingga akhirnya, hal ini perlu kita renungkan pada
diri kita masing-masing. al terkecil, sekaligus terbesar yang dapat kita lakukan
dalam masalah ini adalah menanamkan pada diri masing-masing untuk lebih peduli
akan dampak yang akan ditimbulkan akibat penyempitan lahan pertanian. Sebab,
semua kebijakan-kebijakan itu akan dilaksanakan oleh kita dan dalam prakteknya
sendiri semuanya tergantung kepada bagaimana kita melaksanakannya.
















BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari uraian-uraian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa :
O Penyempitan lahan pertanian merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu kondisi dimana lahan pertanian di pedesaan sudah banyak
berkurang.
O Penyempitan lahan pertanian diakibatkan oleh beberapa Iaktor diantaranya
adalah urbanisasi, spekulasi tanah di perkotaan, dan pertumbuhan penduduk
secara alamiah.
O Dampak dari penyempitan lahan pertanian diantaranya adalah perubahan tata
ekologis yang berhubungan dengan kerusakan lingkungan hidup, juga macetnya
perkembangan di pedesaan, dan menurunnya produktivitas pangan.
O Pencegahan dan penanggulangan penyempitan lahan pertanian yang telah
dilakukan oleh pemerintah yaitu berupa beberapa kebijakan perlindungan lahan
pertanian, serta peningkatan nilai jual hasil produksi pertanian dan peningkatan
produktivitas lahan.

3.2. Saran
engenai masalah penyempitan lahan pertanian ini, penulis menyarankan :
O Bagi pemerintah, sebaiknya lebih meningkatkan kualitas perealisasian dalam
melaksanakan kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan, seperti mengadakan
penyuluhan kepada masyarakat, khususnya kaum petani, juga mengadakan kontrol
agar pembangunan kota tidak menggerogoti lahan-lahan pertanian dan diusahakan
pembangunan tersebut tidak merugikan sebelah pihak. Dan kesemuanya itu
diharapkan dapat terlaksana dengan jujur.
O Bagi masyarakat, sebaiknya perlu menanamkan pemahaman dan rasa peduli
terhadap lingkungan agar tidak merugikan pihak lain atau bahkan pihak sendiri
hanya karena mengatasnamakan pembangunan.



DAFTAR PUSTAKA

Buku
Daldjoeni, N. 1998. e4grafi K4ta dan Desa. Bandung : lumni.
Evers, ans-Dieter. 1982. $4si4l4gi Perk4taan (Urbanisasi dan $engketa Tanah di
Ind4nesia dan Malaysia). Jakarta : LP3ES.

Artikel
Dinas Pertanian dan Peternakan. Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan. http.//www.distanak.bantenpr4;.g4.id. Banten, 14
Desember 2009.
Khairunnisa. Lahan Pertanian Perlu Perlindungan ukum. http.//www.pk-sefahtera.4rg.
Jakarta, 4 Februari 2009.
---. Lahan Pertanian di Kota Solok Terus enyusut. http.//www.antara-sumbar.c4m. Solok,
10 gustus 2009.
---. Lahan Pertanian Belum enjadi Prioritas. http.//els.bappenas.g4.id. Jakarta, 3 aret
2008.
---. tasi asalah Penyempitan Lahan Nilai Jual Produk Pertanian Perlu Ditingkatkan.
http.//y4gya.litbang.deptan.g4.id. Yogyakarta, 15 Februari 2008.

Anda mungkin juga menyukai