Anda di halaman 1dari 9

Stockpile management berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman dan proses, sebagai stock strategis terhadap gangguan yang

bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Stockpile juga berfungsi sebagai proses homogenisasi dan atau pencampuran batubara untuk menyiapkan kualitas yang dipersyaratkan.

Disamping tujuan di atas di stockpile juga digunakan untuk mencampur batubara supaya homogenisasi sesuai kebutuhan. Homogenisasi bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu tipe material dimana fluktuasi di dalam kualitas batubara dan distribusi ukuran disamakan. Dalam proses homogensiasi ada dua tipe yaitu blending dan mixing.

Blending bertujuan untuk memperoleh produk akhir dari dua atau lebih tipe batubara yang lebih dikenal dengan komposisi kimia dimana batubara akan terdistribusi secara merata dan tanpa ada lagi tempat yang cukup besar untuk mengenali salah satu dari tipe batu bara tersebut ketika proses pengambilan contoh dilakukan. Dalam proses blending batubara harus tercampur secara merata atau distribusi merata. Sedangkan mixing merupakan salah satu dari tipe batubara yang tercampur masih dapat dilokasikan dalam kuantitas kecil dari hasil campuran material dari dua atau lebih tipe batubara.

Proses penyimpanan, bisa dilakukan : - didekat tambang, biasanya masih berupa lumpy coal - di dekat pelabuhan - dan di tempat pengguna batubara untuk proses penyimpanan diharapkan jangka waktunya tidak terlalu lama, karena akan berakibat pada penurunan kualitas batubara. Proses penurunan kualitas biasanya lebih dipengaruhi oleh proses oksidasi dan alam.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam management stockpile adalah sebagai berikut : 1. Monitoring quantity ( inventory ) dan movement batu bara di stockpile, meliputi recording batubara yang masuk (coal in) dan recording batu bara yang keluar (coal out) di stockpile, termasuk recording batu bara yang tersisa ( remnant of coal ).

2. Menghindari batubara terlalu lama di stockpile, dapat dilakukan dengan penerapan aturan FIFO ( first in fist out ), dimana batu bara yang terdahulu masuk harus dikeluarkan ( diloading ) terlebih dahulu. Hal ini dengan maksud mengurangi resiko degradation dan pemanasan batu bara.

3. Mengusahakan pergerakan batu bara sekecil mungkin di stockpile, termasuk diantaranya mengatur posisi stock dekat dengan reclaime, monitoring effectivitas dozing di stockpile dengan maksud mengurangi degradasi batu bara.

4. Monitoring quality batu bara yang masuk dan yang keluar dari stockpile, termasuk diantara control temperatur untuk mengantisipasi self heating dan sponcom.

5. Pengawasan yang ketat terhadap kontaminasi, meliputi : - Pelaksanaan housekeeping, tidak diperkenankan membuang sampah sembarangan di area stockpile. - Inspeksi langsung adanya kotoran yang terdapat di stockpile. Menentukan sumber kontaminasi dan kemudian melaporkan kepada pihak yang berkompeten untuk tindakan preventive.

6. Perhatian terhadap faktor lingkungan yang bisa ditimbulkan, dalam ini mencakup usaha : - Control dust, penerapan dan pengawasan penggunaan spraying & dust supressant. - Adanya tempat penampungan khusus ( fine coal trap ) untuk buangan / limbah air dari drainage stockpile.

- Penanganan Waste Coal ( remnant & spillage coal )

7. Tidak dianjurkan menggunakan area stockpile untuk parkir dozer, baik untuk keperluan maintenance dozer atau overshift operator. Kecuali dalam keadaan emergency dan setelah itu harus diadakan housekeeping secara teliti.

8. Menanggulangi batubara terbakar distockpile. Dalam hal ini penanganan yang diajurkan adalah sebagai berikut : - Melakukan spreading / penyebaran untuk mendinginkan batu bara. - Bila kondisi cukup parah, maka bagian batu bara yang terbakar dapat dibuang. - Memadatkan ( kompaksi ) batu bara yang mengalami self heating atau sponcom. - Tidak diperbolehkan menggunakan air dalam memadamkan batubara yang mengalami sponcom. - Batu bara yang mengalami sponcom tidak diperboleh langsung diloading ke tongkang sebelum dilakukan pendinginan terlebih dahulu. - Untuk penyetokan yang relatif lama bagian atas stockpile harus dipadatkan ( kompaksi ), guna mengurai resapan udara dan air ke dalam stockpile.

9. Sebaiknya tidak membentuk stockpile dengan bagian atas yang cekung, hal ini untuk menghindari swamp di atas stockpile.

10. Mengusahakan kontur permukaan basement berbetuk cembung atau minimal datar, hal ini berkaitan dengan kelancaran system drainage.

Spontanous combustion Pembakaran secara spontan adalah merupakan fenomena alami dan juga disebut pembakaran sendiri ( self combustion ). Hal ini disebabkan terjadinya reaksi zat organic dengan oxygen dari udara. Kecepatan reaksi oksidasi sangat bervariasi antara suatu zat dengan zat lainnya.

Pembakaran akan terjadi apabila : - adanya bahan bakar ( fuel ) - andanya oksidan ( udara / oxygen ) - adanya panas ( heat )

Untuk mencegah terjadinya kebakaran harus meniadakan sedikitnya satu dari komponen di atas.

Batubara sebagai zat organic yang mengandung gas methan, mudah terbakar karena beroksidasi dengan oxygen dari udara. Spontanous kebakaran ini dapat dikontrol apabila ditangani secara benar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi spontaneous kebakaran antara lain :

1. Kondisi batubara : o Rank batubara dan typenya o Kadar air ( moisture ) o Penyebaran ukuran ( size distribution ) o Kadar pyretic sulphur o Komponen maceral

2. Rank batubara Rank batubara sangat ditentukan oleh besar perubahan yang terjadi dari tanaman asalnya, makin tinggi perubahannya makin tinggi mutu / rank batubara tersebut. Batubara dibagi dalam 2 rangking : o Batubara rangking rendah ( brown coal, lognit, sub-bituminus coal ) o Batubara rangking tinggi ( bituminous dan anthracite )

Semakin rendah rank batubara, semakin tinggi resiko spontaneous kebakaran, hal ini disebabkan : o Kadar air, air bertindak sebagai katalis dalam proses oksidasi, semakin tinggi kadar air semakin besar resiko terjadinya spontanous kebakaran.

o Penyebaran ukuran batubara, semakin besar perbedaan ukuran butiran batubara semakin mudah terjadi self combustion dan begitu juga semakin banyak jumlah batubara halus ( fines ) semakin tinggi resiko terjadinya pembakaran batubara.

o Pyritic sulphur, senyawa ini mudah teroksidasi apabila panas dan akhirnya menimbulkan spontanous kebakaran.

o Komponen maceral ( vitrinite, exinite dan inertinite ), batubara dengan kadar exinite dan vitrinite yang tinggi akan mudah terbakar.

Salah satu usaha untuk mencegah terjadinya batubara terbakar adalah dengan menghindari masuknya oksigen kedalam batubara, dengan jalan : 1. Kompaksi stockpile 2. mengusahakan bentuk landai dari stock batubara di stockpile dan menghidari bentuk vertikal. 3. Menghindari penggunaan air pada batubara yang memanas karena hal ini akan menambah masuknya Oksigen.

Stockpiling of envirocoal Untuk proses stockpiling batubara envirocoal diantaranya meliputi : 1. ROM tambang ROM ( Run of Mine ) tambang digunakan tempat re-handling batubara dari pit, untuk selanjutnya diangkut menggunakan truck hauling ke fasilitas coal crushing.

2. ROM Produksi ROM produksi digunakan sebagai stock cadangan untuk menjaga kontinuitas proses produksi ( crushing ) dan mengantisipasi adanya gangguan proses hauling batubara dari tambang. Ada 2 ROM stockpile yang digunakan : ROM 1, digunakan untuk mejaga stabilitas suplay batubara untuk proses produksi ( crusher ) pada rate maksimum. ROM 2, digunakan sebagai dead stockpile dan mengantisipasi problem proses hauling dari tambang.

3. Stockpile produksi. Digunakan untuk menyimpan hasil produksi batubara ( crushing ) dan selanjutnya dimuat ke dalam tongkang. Produksi batubara tersebut sudah ter-sizing pada ukuran 0 sampai 50 mm. Ada

2 stockpile produksi yang mana masing-masing digunakan untuk setiap fasilitas crushing dan laoding barge.

Kontrol Debu dan monitoring temperatur Envirocoal Secara umum dust ( debu ) batubara berasal dari partikel yang berukuran 0.5 mm ( fines ) yang bersuspensi dengan udara, sehingga dalam usaha pencegahan debu adalah dengan melakukan antisipasi terhadadap fines ( partikel halus ) tersebut. Penggunaan spray Air dapat dilakukan untuk mengatisipasi debu, direkomendasikan spray yang digunakan adalah dalam bentuk fog spray (kabut) karena lebih maksimal dalam menangkap debu.

Untuk produk batubara envirocoal, dalam proses spray air ditambahkan juga bahan surfactan yang diproduksi oleh KAO disebut dengan PIC 103. Bahan surfactan ini dengan air akan terserap dengan cepat kedalam batubara. Spray larutan ( Air + PIC 103 ) dengan dengan rate 5 ppm/ton batubara dilakukan saat: - Dumping batubara di hopper - Memasuki screen / divergator - Dibawah secondary crusher

Monitoring temperature stockpile dilakukan setiap hari ( daily basis ), menggunakan thermocouple. Setiap pagi temperatur diukur dan dilihat trend-nya, juga dilihat adanya area-area stockpile yang mempunyai potensial pemanasan.Bila ditemukan adanya titik pemanasan di area stockpile, maka batubara di area tersebut akan diambil kemudian ditebar ( spreading ) , setelah dingin batubara tersebut dikembalikan ke stockpile dan selanjutnya dikompaksi.

Sumber : Stockpile Management Handout

Produksi Batu Bara Turun


Rabu, 25 Agustus 2010 12:50 WITA | Ekonomi Produksi batu bara PT Bahari Cakrawala Sebuku di Pulau Sebuku, Kotabaru, Kalimantan Selatan, akhir-akhir ini turun hingga 70 persen karena curah hujan tinggi. HR Superintenden PT Bahari Cakrawala Sebuku Sugeng, Senin, mengatakan, secara langsung

atau tidak langsung, curah hujan tinggi yang terjadi siang dan malam hari itu mengakibatkan produksi batu bara turun drastis. "Perhitungan harian produksi batu bara kita turun hingga 70 persen, namun setelah diakumulasikan selama satu tahun mungkin tidak sebesar itu," kata Sugeng, dengan tidak menyebutkan produksi batu bara secara rinci. Terlepas dari turunnya produksi akibat curah hujan tinggi, manajemen perusahaan batu bara pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) di Pulau Sebuku menurunkan target produksi. "Kita telah merevisi tentang target untuk group, dan PT BCS ini bukan berdiri sendiri tetapi masih dalam satu group sebuah perusahaan di Asia," ujarnya. Penurunan target tersebut, menurut Sugeng, telah mempertimbangan kondisi perekonomian dan tekhnis. Sugeng menjelaskan, pihaknya hanya menyesuaikan dengan keputusan yang dibuat dari pada group perusahaan di Asia itu. "Saya sebagai 'eksekutor' di lapangan dan mengikuti apa yang telah ditetapkan manajemen PT BCS," terangnya. Sebelumnya, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru H. Akhmad Rivai MSi, mengatakan, akhir-akhir ini produksi batu bara asal Kotabaru baik yang dihasilkan dari perusahaan pemegang izin PKP2B ataupun pemegang izin kuasa pertambangan (KP) berfluktuatif. Produksi batu bara dari pemegang izin PKP2B 2008 sebanyak 6,5 juta metrik ton (MT) yang dihasilkan oleh PT Arutmin Indonesia (AI) sebanyak tiga juta MT, dan PT Bahari Cakrawala Sebuku sebanyak 3,5 juta MT. Produksi 2009 mencapai 5,3 juta MT terdiri atas PT AI sebanyak 4,4 juta MT dan PT BCS sebanyak 1,9 juta MT. Sedangkan produksi batu bara dari pemegang izin KP pada 2008 sebanyak 6,5 juta MT. "Produksi tersebut dihasilkan oleh 11 perusahaan pemegang KP, izin KP tersebut dikeluarkan oleh Bupati Kotabaru," ujarnya. Pada 2009 batu bara dari 11 perusahaan pemegang KP produksinya sebanyak satu juta MT dan 2010 dua juta MT. Rivai menjelaskan, tidak stabilnya produksi batu bara akan mempengaruhi pendapatan daerah dimana penerimaan dari sektor pertambangan menyumbang Rp369,8 miliar atau sekitar 49,89 persen dari total penerimaan Kotabaru pada APBD 2010 sebesar Rp741 miliar

Indonesia, negara eksportir batubara thermal terbesar di dunia menyatakan pada hari Kamis bahwa produksi batubara tahun ini bisa turun 10-20 persen dari target awal sebesar 254 juta ton karena hujan lebat menghambat pertambangan. Penurunan ekspor batubara Indonesia dapat memperketat pasar regional yang telah dihujani oleh permintaan hangat Cina dalam beberapa pekan terakhir. "Musim hujan nampaknya harus berlanjut dan banyak produsen batubara telah melaporkan kegiatan penghentian pertambangan. Produksi bisa jatuh antara 10 sampai 20 persen," kata Bambang Gatot Aryono, Direktur Departemen Pertambangan dan Energi, lapor wartawan. Dia mengatakan produksi batubara semester pertama 2010 tahun ini sebesar 115 juta ton. Indonesia telah memproduksi 250 juta ton batubara di tahun 2009. Aryono mengatakan penurunan produksi akan berdampak pada ekspor, tapi tidak memberikan rinciannya.
Indonesia telah dilanda hujan berat tidak pada musimnya karena biasanya musim kemarau Juli sampai September, sehingga menekan pengeluaran batubara, timah dan logam lainnya dari penambang seperti Bayan Resources (BYAN.JK)

Anda mungkin juga menyukai