Anda di halaman 1dari 8

1.

Kerja Sama Politik dan Keamanan Kerjasama ini ditujukan untuk menciptakan keamanan, stabilitas dan perdamaian khususnya di kawasan dan umumnya di dunia. Kerjasama dalam bidang politik dan keamanan dilakukan menggunakan instrumen politik seperti Kawasan Damai, Bebas Dan Netral (Zone Of Peace, Freedom And Neutrality/ ZOPFAN), Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation /TAC in Southeast Asia), dan Kawasan Bebas Senjata Nuklir Di Asia Tenggara (Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone/SEANWFZ). Selain ketiga instrumen politik tersebut, terdapat pula forum kerjasama dalam bidang politik dan keamanan yang disebut ASEAN Regional Forum (ARF). Beberapa kerjasama politik dan keamanan:

Traktat Bantuan Hukum Timbal Balik di Bidang Pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT); Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism/ACCT); Pertemuan para Menteri Pertahanan (Defence Ministers Meeting/ADMM) yang bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan melalui dialog serta kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan; Penyelesaian sengketa Laut China Selatan; Kerjasama Pemberantasan kejahatan lintas negara yang mencakup pemberantasan terorisme, perdagangan obat terlarang, pencucian uang, penyelundupan dan perdagangan senjata ringan dan manusia, bajak laut, kejahatan internet dan kejahatan ekonomi internasional; Kerjasama di bidang hukum; bidang imigrasi dan kekonsuleran; serta kelembagaan antar parlemen;

2. Kerja Sama EkonomiKerjasama ekonomi ditujukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi dengan cara saling membuka perekonomian negara-negara anggota dalam menciptakan integrasi ekonomi kawasan. Kerjasama ekonomi mencakup kerjasamakerjasama di sektor perindustrian, perdagangan, dan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas di ASEAN (AFTA). Beberapa kerjasama ekonomi adalah:

Kerjasama di sektor industri yang dilakukan melalui Kerjasama Industri ASEAN (ASEAN Industrial Cooperation /AICO); Kerjasama di sektor perdagangan dilakukan dengan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) melalui pemberlakuan Tarif Efektif Bersama (Common Effective Preferential Tariff CEPT) antara 5-10% atas dasar produk per produk, baik produk ekspor maupun impor guna menghilangkan kendala perdagangan di antara negara-negara ASEAN; Perdagangan Bebas dengan Mitra Wicara (Free Trade Agreement/FTA); Kerjasama di sektor jasa yang meliputi kerjasama di sektor transportasi dan telekomunikasi, pariwisata, dan keuangan; Kerjasama di sektor komoditi dan sumber daya alam; Kerjasama di sub-sektor pertanian dan kehutanan; Kerjasama di sektor energi dan mineral; Kerjasama di sektor usaha kecil dan menengah; dan Kerjasama dalam bidang pembangunan.

3. Kerja Sama Fungsional Kerjasama fungsional dalam ASEAN mencakup bidang-bidang kebudayaan, penerangan, pendidikan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi, penanganan bencana alam, kesehatan, ketenagakerjaan, pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan perempuan, kepemudaan, penanggulangan narkoba, peningkatan administrasi dan kepegawaian publik. Beberapa kerjasama fungsional adalah:

Kerjasama kebudayaan, penerangan, dan pendidikan, yang kegiatan-kegiatannya berbentuk workshop dan simposium di bidang seni dan budaya, ASEAN Culture Week, ASEAN Youth Camp, ASEAN Quiz, pertukaran kunjungan antar seniman ASEAN, pertukaran berita melalui tv, penyiaran berita dan informasi mengenai ASEAN melalui radio-radio nasional, Student Exchange Programme ASEAN, dan pembentukan ASEAN University Network (AUN). Kerjasama pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan; Kerjasama kesehatan, ketenagakerjaan, serta kerjasama pembangunan dan kesejahteraan sosial; Kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup dan bencana alam;

/01/ Fajar Kebudayaan Kawasan Asia Tenggara pada masa protosejarah sebenarnya merupakan wilayah yang dinamis dalam perkembangan kebudayaannya. Wilayah tersebut merupakan terminal migrasi bangsa yang datang dari arah Asia kontinental. Dalam upaya menempati wilayah yang baru saja dihuni, manusia migran dari daratan Asia mengembangkan kebudayaannya yang akan menjadi dasar perkembangan kebudayaan Asia Tenggara hingga kini. Setelah beberapa ratus abad bermukim di daratan Asia Tenggara, orangorang yang kemudian mengembangkan kebudayaan Austronesia tersebut, sebagian ada yang melanjutkan migrasinya ke wilayah kepulauan, menyebar ke arah kepulauan Nusantara dan juga Filipina, bahkan terus berlanjut ke arah pulau-pulau di Samudera Pasifik. Menurut Robert von Heine Geldern, migrasi ke arah wilayah kepulauan terjadi dalam dua tahap, yaitu: 1. Tahap pertama berlangsung dalam kurun waktu antara 2500--1500 SM 2. Tahap kedua berlangsung dalam kurun waktu yang lebih muda antara 1500500 SM (Von Heine Geldern 1932 and 1936; Soejono 1984: 206--208).

Kesimpulan tersebut didasarkan kepada berbagai penemuan arkeologi, antara lain monument-monumen dari tradisi megalitik yang tersebar di berbagai wilayah Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Kajian megalitik menunjukkan bahwa di masa silam terjadi dua gelombang migrasi dari Asia Tenggara daratan seraya membawa hasil-hasil kebudayaan megalitiknya. Gelombang pertama menghasilkan kebudayaan megalitik tua dengan cirinya selalu menggunakan batu-batu alami besar, sedikit pengerjaan pada batu, dan minimnya ornament. Dalam gelombang kedua migrasi dihasilkan kebudayaan megalitik muda yang mempunyai cirri, batu-batu tidak selalu berukuran besar, telah banyak pengerjaan pada batu, dan juga telah banyak digunakan ornamen dengan beragam

KERJASAMA EKONOMI ASEAN

Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan (preferential trade), usaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan. Pada KTT ke-5 ASEAN di Singapura tahun 1992 telah ditandatangani Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation sekaligus menandai dicanangkannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tanggal 1 Januari 1993 dengan Common Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai mekanisme utama. Pendirian AFTA memberikan impikasi

dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif, penghapusan hambatan-hambatan non-tarif, dan perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan fasilitasi perdagangan. Dalam perkembangannya, AFTA tidak hanya difokuskan pada liberalisasi perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi. KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 menyepakati pembentukan komunitas ASEAN yang salah satu pilarnya adalah Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC). AEC bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas. KTT juga menetapkan sektor-sektor prioritas yang akan diintegrasikan, yaitu: produk-produk pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, produk-produk turunan dari karet, tekstil dan pakaian, produk-produk turunan dari kayu, transportasi udara, e-ASEAN (ITC), kesehatan, dan pariwisata. Dalam perkembangannya, pada tahun 2006 jasa logistik dijadikan sektor prioritas yang ke-12. KTT ke-10 ASEAN di Vientiene tahun 2004 antara lain menyepakati Vientiane Action Program (VAP) yang merupakan panduan untuk mendukung implementasi pencapaian AEC di tahun 2020. ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) di Kuala Lumpur bulan Agustus 2006 menyetujui untuk membuat suatu cetak biru (blueprint) untuk menindaklanjuti pembentukan AEC dengan mengindentifikasi sifat-sifat dan elemen-elemen AEC pada tahun 2015 yang konsisten dengan Bali Concord II dan dengan target-target dan timelines yang jelas serta pre-agreed flexibility untuk mengakomodir kepentingan negara-negara anggota ASEAN.

KTT ke-12 ASEAN di Cebu bulan Januari 2007 telah menyepakati Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015. Dalam konteks tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN telah menginstruksikan Sekretariat ASEAN untuk menyusun Cetak Biru ASEAN Economic Community (AEC). Cetak Biru AEC tersebut berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN, yaitu :

a.

b.

c.

d.

Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal); Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi (regional competition policy, IPRs action plan, infrastructure development, ICT, energy cooperation, taxation, dan pengembangan UKM); Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-program Initiative for ASEAN Integration (IAI); dan Menuju integrasi penuh pada ekonomi global (pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global supply network).

Pelaksanaan rencana kerja strategis tersebut dijabarkan lebih lanjut melalui priority actions yang pencapaiannya dievaluasi dan dimonitor dengan menggunakan score card. Disamping itu, diperlukan dukungan berupa kemauan politik, koordinasi dan mobilisasi sumber daya, pengaturan pelaksanaan, peningkatan kemampuan (capacity building) dan

penguatan institusi, serta peningkatan konsultasi antara pemerintah dan sektor swasta. Pelaksanaan rencana kerja strategis tersebut juga akan didukung dengan program pengembangan sumber daya manusia dan kegiatan penelitian serta pengembangan di masing-masing negara.

Pada KTT ASEAN Ke-13 di Singapura, bulan Nopember 2007, telah disepakati Blueprint for the ASEAN Economic Community (AEC Blueprint) yang akan digunakan sebagai peta kebijakan (roadmap) guna mentransformasikan ASEAN menjadi suatu pasar tunggal dan basis produksi, kawasan yang kompetitif dan terintegrasi dengan ekonomi global. AEC Blueprint juga akan mendukung ASEAN menjadi kawasan yang berdaya saing tinggi dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi yang makin berkurang. Sebagai upaya untuk memfasilitasi perdagangan di tingkat nasional dan ASEAN sebagaimana tertuang dalam AEC Blueprint 2015, Indonesia telah melakukan peluncuran National Single Window (NSW) dalam kerangka ASEAN Single Window (ASW) pada tanggal 17 Desember 2007. Menurut rencana ASW akan diimplementasikan pada tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai