Anda di halaman 1dari 10

Lazy [Joe]

by Vincent Sheppard

Lazy Joe merupakan salah satu jenis kursi yang dirancang dan diproduksi oleh Vincent Sheppard. Sekilas melihatnya, kemungkinan besar kita akan mengira kursi ini terbuat dari rotan, tetapi ternyata terbuat dari kertas yang diperlakukan layaknya sulur rotan. Selain itu, material kursi

ini memang terdiri dari rotan, tetapi hanya di bagian tertentu yang tidak mendominasi, seperti pada rangkanya. Walau terbuat dari kertas, kursi ini
dilapisi semacam pernis sehingga tahan air dan mengkilap, juga bisa ditaruh di luar ruangan. Baja yang dipakai sebagai kawat untuk memilin dan sebagai kaki-kakinya juga dipilih yang anti karat. Rotan, seperti kita tahu, merupakan material yang berasal dari tumbuhan di daerah beriklim tropis. Biasanya, meletakkan furnitur berbahan ini akan menghadirkan kesan alami, hangat, dan eksotis seperti negeri asalnya. Karena kerajinan rotan sudah menjadi tradisi pula di Indonesia, furnitur dengan bahan ini pun sering diidentikan dengan suasana jaman dahulu, atau kuno di mana pengguna yang pas adalah orang tua dan masyarakat pedesaan. Namun, tidak demikian ketika saya melihat bentuk kursi ini. Memang modelnya mengingatkan pada gaya retro (tahun 1950an), tetapi perpaduan ketiga bahan tersebut, terutama karena kakinya dibuat tidak terlalu besar, terlihat agak ringkih tetapi kuat karena dari baja, dengan bentuk alas duduk dan sandaran yang melebar seperti kerang secara keseluruhan membuatnya terlihat lebih modern. Anyamannya cocok untuk menyeimbangkan interior rumah yang minimalis, sedangkan kakinya yang tidak memiliki ornamen cocok untuk menyeimbangkan penataan rumah yang cukup ramai. Namun, bentuknya yang cenderung bulat seperti kerang memang memerlukan area yang lebih banyak dibandingkan kursi berbentuk huruf h. Selain untuk di luar ruangan seperti di taman, teras, atau kolam renang, kursi ini juga cocok untuk diletakkan di ruang membaca buku atau sudut ruangan, atau tempattempat mana pun yang membutuhkan suasana serius tapi santai.

Awalnya pada tahun 1917, seseorang berkebangsaan Amerika, Marshall B. Lloyd, memilin kertas mengitari kawat, kemudian menganyamnya dengan teknik tertentu.

Kemudian kursi-kursi hasil proses ini dengan cepat menjadi sangat populer di Amerika, dan pada 1921, Marshall B. Lloyd menjual hak patennya ke sebuah pabrik di Inggris, yang kemudian menggunakan teknik ini untuk membuat

furnitur khas Inggris yang bernuansa romantis. Dalam masa


kejayaannya pada 1930, furnitur ini dapat ditemukan di hotel, restoran, ruang minum teh, bahkan pesawat zeppelin. Namun, pabrik tersebut dibom pada akhir Perang Dunia II, sehingga produksinya berhenti di Eropa. Beberapa waktu kemudian, Vincent Sheppard mengambil alih bisnis tersebut dan mendesain mereknya sendiri berdasarkan proses aslinya. Sejak saat itu, Vincent Sheppard

berkembang menjadi perusahaan furnitur ternama, dengan kantor pusat di Belgia. Tahun 1995, Vincent Sheppard memulai unit produksi di Indonesia, di mana bekerja dengan rotan dan kursi anyaman merupakan tradisi lama. Oleh karena itulah, berkat jasa Vincent Sheppard, Lloyd Loom tetap terlihat indah sampai sekarang. Dengan interpretasinya sendiri akan bahan, Vincent Sheppard telah menciptakan koleksi furnitur kontemporer yang

menggabungkan selera klasik dengan inovasi yang anggun. Mungkin teknik inilah yang ditiru oleh banyak pembuat kerajinan rotan jaman sekarang, atau mungkin saja

sebaliknya, Marshall Loom pernah berkunjung ke Indonesia


dan meniru cara mereka. Saya tidak mengetahui pastinya, hanya mencoba membayangkan.

Ada kursi Vincent Sheppard lain yang sejenis, yang dibuat lebih dahulu dari Lazy Joe, yaitu Joe. Kadang produsennya juga menyebut kursi ini Gigi dan Lazy Gigi. Jika dibandingkan, Lazy Joe lebih lebar dan lebih rendah, sedangkan Joe lebih tinggi. Namun, kadang sulit dibedakan jika melihatnya dalam dua dimensi.

Sandaran Setinggi 36cm Lloyd Loom weave Sandaran setinggi 29cm

Chrome/Nickel brushed/Black powder steel

JOE

Melihat konteksnya pada restoran Koi di Kemang, di bagian lain dari area kursi ini diletakkan, juga telah disediakan sofa, barstool, dan kursi yang lebih tinggi dan tegak, menandakan ada pembagian area berdasarkan kualitas tertentu yang diinginkan pengunjung. Misalnya, berdasarkan yang saya lihat, jika datang bersama teman dekat atau keluarga inti dan akan menghabiskan waktu di sana selama berjamjam, biasanya pengunjung duduk di meja dengan sofa. Pengunjung yang terlihat tidak terlalu akrab, memilih duduk di kursi tinggi dan tegak. Seringkali kita datang ke restoran memang lebih melihat jenis kursi daRi antar akursi lain, daripada jenis meja, walaupun disediakan meja yang berbeda-beda pula, karena meja hadir untuk menaruh benda, bukan manusia. Maka, semakin jelas bahwa memang mejalah yang menyesuaikan kursi. Yang mengherankan adalah, saat itu sore menjelang malam, restoran tidak terlalu ramai selain di bagian depan bar, saya tidak menemukan orang yang duduk di kursi Lazy Joe. Padahal, saat saya mencobanya, kursi ini cukup nyaman, cocok untuk suasana yang tidak terlalu formal.

INDOOR @ KOI KEMANG

OUTDOOR @ KOI, KEMANG


Dari namanya, dapat ditebak bahwa kursi ini didesain untuk bersantai, terbukti dari tinggi alas duduknya yang sesuai dengan panjang kaki manusia dewasa dari lutut ke bawah pada umumnya. Alas duduk tersebut dibuat lebih luas dari ukuran posterior, dan semakin rendah ke belakang, dengan sudut sandaran duduk sekitar 30. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam buku Human Dimension & Interior Space oleh Julius Panero & Martin Zelnik, di mana easy chair digunakan untuk menyebut kursi-kursi yang didesain untuk mencapai kenyamanan dan relaksasi. Banyak yang harus diperhatikan karena kualitasnya sangat personal, yaitu sudut yang dibentuk alas dan sandaran duduk tidak kurang dari 105; memudahkan penggunanya untuk berganti postur; ujung depan kursi harus melengkung untuk mencegah iritasi; alas duduk lebih rendah ke belakang, tetapi tidak terlalu rendah agar pengguna manula tidak terlalu susah untuk bangkit.; jika sudut yang dibentuk sandaran duduk dengan garis vertikal lebih besar dari 30, dibutuhkan sandaran kepala; sandaran lengan seharusnya sama sudutnya dengan alas duduk. (1979: 129). Tentu aturan-aturan tersebut ada karena mempertimbangkan waktu duduk yang cukup lama. Menurut saya, akan lebih baik lagi jika kursi ini diberi bantalan, karena ada orang-orang yang merasa tidak nyaman bersentuhan dengan rotan. Di Koi, kursi ini disediakan tanpa bantalan mungkin dengan tujuan efisiensi dan menyesuaikan dengan tema restoran yang simpel. Pasa kursi ini juga tidak ada sandaran Tangan, sehingga orang yang duduk cenderung mengangkat satu kakinya ke atas dan menyandarkan tangannya di situ, atau menyandarkan tangannya mengikuti bentuk kursi.

Anda mungkin juga menyukai