Anda di halaman 1dari 9

STUDI AWAL PEMANFAATAN LIMBAH BUFFING SEBAGAI BAHAN BAKU KOAGULAN PRELIMINARY STUDY BUFFING WASTE AS RAW MATERIAL

FOR COAGULANT
Alvin Sunantio1 dan Sukandar2 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no.10 Bandung 40132 1 alvin_sunantio@yahoo.com dan 2kandar@ftsl.itb.ac.id
Abstrak: Limbah buffing pada industri komponen otomotif berdasarkan peraturan pemerintah No.85 Tahun 1999 dikategorikan dalam limbah B3 dari sumber spesifik, yaitu manufaktur dan perkaitan kendaraan dan mesin. Berdasarkan hasil uji karakteristik didapat bahwa pada limbah buffing ini banyak terkadung logam Al. Kandungan Al dan Fe pada limbah memiliki potensi untuk diproses menjadi koagulan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberikan alternatif pengolahan limbah B3 sehingga dapat memberikan nilai lebih dari suatu limbah. Prinsip pembuatan koagualan dengan mereaksikan Al3+ pada limbah dengan larutan asam klorida sehingga didapat AlCl3. Dalam percobaan ini digunakan beberapa parameter pada saat mereaksikan asam klorida dengan Al3+. Parameter tersebut antara lain temperatur, konsentrasi asam, dan waktu. Parameter-parameter tersebut digunakan untuk medapatkan kondisi maksimum dalam pembuatan koagulan AlCl3. Kata kunci : Limbah Buffing, Asam Klorida, Koagulant Abstract: Buffing waste in the automotive industry is categorized as hazardous waste in the specific source of the government regulation No.85 1999; which are manufactuing and docking vehicle and machinery. Based on the results of characteristic test, result high amount of Al was found in buffing waste. Al and Fe content of the waste have the potential to be processed into coagulant. The main purpose of this study iss to provide an alternative to hazardous waste processing, therefore it could add more value than just a waste. Coagulant production principle is treating Al3+ in the waste with hydrochloric acid solution, which result in AlCl3. In this study, a number of different parameters were used when treating hydrochloric solution with Al3+. The parameters are temperature, acid concentration, and time. Those parameters are used to obtain a maximum condition in the AlCl3 coagulant production process. Key words: Buffing waste, Hydrochloric Acid, Coagulant

PENDAHULUAN Buffing merupakan suatu proses finishing yang bertujuan menghaluskan suatu permukaan dengan menggunakan benda kasar dan roda (Oberg et al,.2000). Proses buffing dapat digambarkan dengan prinsip pengamplasan dengan menggunakan air, sehingga didapat permukaan yang benar-benar halus. Kegiatan buffing ini banyak digunakan dalam proses finishing suatu produk. Proses buffing tidak terbatas pada produk berbasis logam, namun proses buffing juga dapat dilakukan pada produk berbasis kayu, kulit, dan lain sebagainya.

SW151

Limbah buffing ini berasal dari proses finishing industri suku cadang otomotif, dengan kata lain limbah buffing ini mengandung logam. Limbah yang terkontaminasi oleh logam dapat dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun), hal ini dikarenakan kandungan logam dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.85 tahun 99 lampiran 1, limbah buffing termasuk dalam limbah B3 sehingga memerlukan penanganan khusus dalam pengolahannya. Pengelolaan limbah B3 yang paling mudah dilakukan dengan mengirim limbah kepada PPLI untuk diproses lebih lanjut. Pengelolaan limbah B3 melalui PPLI dirasakan kurang efektif untuk limbah buffing. Hal ini dikarenakan limbah buffing yang berasal dari industri otomotif banyak mengandung logam seperti Al, Fe, dan logam-logam lain. Pemanfaatan kembali limbah buffing akan lebih bermanfaat dan menambah nilai guna dari limbah buffing itu sendiri. Salah satu pemanfaatan limbah buffing sebagai koagulan yang berguna dalam proses pengolahan air dan pengolahan air limbah. Koagulan berbasis Al dan Fe sudah dikenal dan banyak digunakan secara luas dalam proses pengolahan air. Koagulan Al murni biasanya berasal dari bauxite dan alumunium hidrosida (kuusik et al.,1998). Namun limbah yang banyak mengandung logam Al dan Fe merupakan bahan baku yang berpotensi untuk dijadikan koagulan untuk mengolah air produksi dan air limbah (Ling Li et al., 2009). Penelitian ini akan mempelajari sejauh mana limbah buffing berpotensi untuk dijadikan koagulan. Dalam penelitian ini hendak dihasilkan aluminium klorida yang berbahan dasar limbah, sehingga didapatkan koagulan yang sesuai dengan standard dan dapat dimanfaatkan dalam pengolahan air produksi maupun air limbah

METODOLOGI Dalam percobaan ini dilakukan beberapa tahap percobaan yang bertujuan untuk mendapatkan koagulan dengan kadar Al maksimum. Tahap-tahap tersebut meliputi: 1.Persiapan sampel Limbah buffing didapat dari salah satu industri pembuatan komponenkomponen otomotif dan shock breaker. Sampel berupa padatan kasar yang terdiri dari berbagai ukuran dan dilakukan penyaringan agar didapat sample yang homongen. 2.Uji karakteristik Uji karakteristik bertujuan untuk mengetahui karakteristik kandungan logam dalam limbah buffing. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran kandungan total logam Al dan Fe. Pengukuran kandungan Al dan Fe dalam limbah buffing dilakukan secara duplo dan bertujuan untuk menetapkan kebutuhan asam dalam pembuatan koagulan. 3.Pembuatan koagulan Setiap percobaan yang dilakukan menggunakan sample sebanyak 2,5 gram. Percobaan dilakukan dengan menggunakan gelas ukur 250ml yang ditutup dengan

SW152

kaca arloji yang bertujuan mengurangi tingkat evaporasi. Lindi yang dihasilkan dari pelindian kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42. Hasil pelindian yang telah disaring kemudian dilakukan pengujian dengan metode atomic absorption spectrometric (AAS) untuk mengetahui kelarutan Al, sehingga kelarutan optimum dapat diketahui. Diagram aliran pembuatan koagulan dapat dilihat pada Gambar 1.
SAMPEL Limbah Buffing Uji Karakteristik

Asam Klorida

Temperatur

PELINDIAN
(pemanasan dan pengadukan) Air Proses Waktu Residu FILTRASI Konsentrasi asam

FILTRAT

Analisis Al & Fe

KOAGULAN CAIR Evaporasi & Pendinginan KOAGULAN PADAT

Gambar 1. Diagram alir pembentukan koagulan

Percobaan pengaruh temperatur

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 variasi temperatur yaitu 60C, 85C, dan 110C dengan penambahan asam klorida sebanyak 0,252 mol (20,9 ml: 12M ) pada 2,5 gram sample. Percobaan dengan menggunakan variasi temperatur dilakukan pada magnetic stirrer hotplate selama 3 jam.

SW153

Percobaan pengaruh konsentrasi asam Dalam percobaan ini digunakan asam klorida pekat 12M dengan 5 variasi konsentrasi asam. Peningkatan konsentrasi asam sebesar 0% (konsentrasi awal), 10%, 20%, 30%, dan 40%. Percobaan dengan variasi asam menggunakan suhu optimum terpilih yang diketahui dari percobaan sebelumnya. Percobaan pengaruh waktu Setelah temperatur optimum dan konsentrasi optimum didapatkan maka percobaan dilanjutkan dengan variasi waktu pelindian. Percobaan ini menggunakan 5 variasi waktu yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 jam. Waktu optimum yang terpilih akan digunakan dalam pembuatan koagulan sehingga pembuatan koagulan dilakukan pada kondisi yang optimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menetukan kebutuhan awal HCl diperlukan uji karakteristik awal limbah. Pengujian karakteristik meliputi uji karakteristik awal total logam Al dan Fe. Pengujian hanya dilakukan pada logam Al dan Fe karena logam-logam tersebutlah yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan koagulan. Berdasarkan hasil uji karakteristik maka didapatkan hasil total logam Al dan Fe dalam limbah buffing sebagaimana dilampirkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kandungan total logam Al dan Fe No 1 2 Parameter Al Fe Kandungan (mg/Kg) 906.295 3.904,5 Rata-rata (%) 91% 0.40%

Berdasarkan data yang didapat dari hasil uji karakteristik total logam Al dan Fe maka dapat diketahui kebutuhan asam klorida agar dapat habis bereaksi dengan Al dan Fe yang didapat berdasarkan reaksi dan perhitungan berikut.

2Al3++ 6 H+ 3 H2O + 2 AlCl3.(1) 2Fe3+ + 6 H+ 3 H2O + 2 FeCl3(2) 2 Al3+ + 2 Fe3+ + 6 HCl 2AlCl3 + 2FeCl3 + 6 H2(3) Kebutuhan HCl agar habis bereaksi dengan Al didapat berdasarkan perhitungan persamaan (1). Sedangkan Kebutuhan HCl agar habis berekasi dengan Fe didapat berdasarkan perhitungan persamaan (2). SW154

Persamaan (1) 1 Kg sampel 906.295 mg Al 2,5 gram sampel 2,266 g Al Mol Al =


massa 2,266 = = 0,083 26,98 Ar 6 x 0,083 = 0,252 2

Persamaan (2) 1 Kg sampel 3.904,5 mg Fe 2,5 gram sampel 0,0097 g Fe Mol Fe =


massa 0,0097 = = 0,00017 55,8 Ar 6 x 0,00017 = 0,0005 2

Mol HCl=

Mol HCl=

Mol HCl Total = 0,252 + 0, 00051 = 0,2315

Volume =

mol 0,25251 0,0209 L = 20,9 ml = = M 12

Berdasarkan perhitungan teoritis didapat kebutuhan asam sebanyak 20,9 ml, namun dalam kenyataan asam yang dibutuhkan agar dapat habis bereaksi akan melebihi hasil yang didapat dari perhitungan teoritis. Hal tersebut dapat dikarenakan dalam sample limbah terdapat zat pengotor lain yang akan bereaksi dengan HCl.

Pengaruh temperatur terhadap kelarutan logam Percobaan dengan menggunakan beberapa variasi temperatur ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh peningkatan temperatur terhadap kelarutan logam. Berdasarkan hasil percobaan dengan menggunakan variasi temperatur didapat peningkatan kelarutan yang cukup signifikan. Hasil kelarutan tertinggi didapat ketika temperatur 110C seperti telihat pada Gambar 2. Hal ini sesuai dengan teori le chatelier`s, kelarutan akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur, hal ini berlaku untuk reaksi endotermik (Habashi,1969). Hasil percobaan tersebut menunjukkan temperatur optimum didapat ketika temperatur 110C dengan tingkat kelarutan Al sebesar 726.572 mg/Kg.
KelarutanAl(103mg/Kg) 800 700 600 500 400 300 200 100 0 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 temperatur(C)

Gambar 2. Pengaruh variasi temperatur terhadap kelarutan Al SW155

Berdasarkan hasil percobaan Fe memiliki tingkat kelarutan yang sangat besar. Kelarutan Fe dapat dikatakan sempurna, karena Fe terlarut mencapai 100% seperti terlihat pada Tabel 2. Hal ini disebabkan karena kebutuhan asam yang diperlukan agar Fe dapat larut sempurna lebih kecil jika dibandikan dengan asam yang ditambahkan. Asam yang diperlukan agar Fe habis bereaksi sebesar 0,002 mol sedangkan penambahan asam pada percobaan ini sebesar 0,25 mol. Berdasarkan uji karakteristik Fe yang terkandung dalam limbah sebesar 0.4%. Dikarenakan kandungan Fe yang sangat kecil dan pada variasi pertama sudah memberikan nilai kelarutan mencapai 100%, maka pada percobaan selanjutnya tidak dilakukan pengecekan pada kandungaN logam Fe. Tabel 2. Pengaruh temperatur terhadap kelarutan Fe Variasi Temperatur C 60 85 110 Kelarutan (mg/kg) 3.911 3.900 3.920 % 100% 100% 100%

Pengaruh konsentrasi asam terhadap kelarutan logam Dalam percobaan ini digunakan 5 variasi asam dengan peningkatan sebesar 10%, 20% , 30%, dan 40% seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Variasi konsentrasi asam Variasi Konsentrasi (mol) 0% 0,25 10% 0,28 20% 0,30 30% 0,33 40% 0,35

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa kelarutan Al terbesar terjadi saat konsentrasi asam terbesar yaitu 0,35 mol seperti terlihat pada Gambar 3. Kenaikan tingkat kelarutan Al terlihat sangat signifikan ketika konsentrasi asam sebesar 0,35 mol. Peningkatan kelarutan berdasarakan peningkatan konsentrasi sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tingkat pelindian akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi dari larutan pereaksi (Habashi,1969). Teori lain menyebutkan bahwa kelarutan aluminium akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam (A-Zahrani et al,2004). Hasil percobaan variasi konsentrasi asam ini memberikan nilai konsentrasi asam optimum pada konsentrasi 0,35 mol, dengan tingkat kelarutan Al sebesar 877.078 mg/Kg.

SW156

1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 0.240.250.260.270.280.290.300.310.320.330.340.350.36 konsentrasi(mol)

KelarutanAl(103mg/Kg)

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi asam terhadap kelarutan Al

Pengaruh waktu pelindian terhadap kelarutan logam Waktu reaksi Berdasarkan percobaan didapat bahwa tingkat kelararutan Al menigkat pada selang waktu 1 sampai 3 jam seperti terlihat pada Gambar 4. Jika dilihat berdasarkan tingkat kelarutan Al hasil yang didapat cenderung stabil seperti terlihat pada Tabel 4. Hal ini menunjukan bahwa waktu reaksi tidak begitu memberikan pengaruh yang signifikan dalam percobaan ini. Hal ini serupa dengan penelitin yang dilakukan Poulin et al (2008) bahwa parameter waktu pelindian tidak memberikan efek yang signifikan dalam peningkatan kelarutan Al.
KelarutanAl(103mg/Kg) 880 875 870 865 860 855 850 0 1 2 3 4 5 6 waktupelindian(jam)

Gambar 4. Pengaruh variasi waktu terhadap kelarutan Al

SW157

Tabel 4. Tingkat kelarutan Al terhadap waktu Waktu ( jam ) 1 2 3 4 5 % Kelarutan Al 94 95 97 97 97

Kebutuhan asam Berdasarkan percobaan didapatkan kondisi optimum dalam pembuatan koagulan yaitu sebesar 0,35 mol dengan waktu pelindian selama 3 jam dan pemanasan pada suhu 110C untuk 2,5 gram sampel. Untuk mengolah 1 ton limbah diperlukan HCl sebanyak 5.110 kg. Dikarenakan kandungan Al yang sangat tinggi diperlukan HCl dalam jumlah besar dan memerlukan biaya yang cukup tinggi dalam pengolahannya. Aspek ekonomis pembuatan koagulan Dari hasil percobaan kebutuhan asam optimum, maka dapat diketahui biaya yang dibutuhkan untuk mengolah 1 ton limbah buffing serta keuntungan yang akan didapat dari pengolahan tersebut. Satu ton limbah buffing dapat diolah menjadi 4,4 ton koagulan AlCl3. KESIMPULAN Berdasarkan hasil uji karakteristik awal didapat bahwa limbah buffing banyak terkandung Al dan sedikit terkandung Fe, sehingga limbah buffing berpotensi dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan koagulan yang berbasis Al. Kondisi optimum dalam pembuatan koagulan didapat ketika konsentrasi asam sebesar 0,35 mol dengan waktu pelindian selama 3 jam. Hasil yang didapat dari pengolahan 1 ton limbah dapat dihasilkan 4,4 ton koagulan. Berdasarkan hasil koagulan yang akan dihasilkan pengolahan limbah buffing akan memberikan keuntungan dari segi pengolahan limbah dan segi finansial, namum masih memerlukan pengujian terhadap koagulan yang dihasilkan. Pengujian tersebut melingkupi karakteristik koagulan, keefektifan koagulan tersebut apakah sudah memenuhi standar yang berlaku, dan dari segi finansial masih memerlukan pengecekan lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA Al-Zahrani, dan M. H. Abdel-Majid ,2004. Production of Liquid Alum Coagulant From Local Saudi Clays. Chemical & Materials Engineering Dept., King Abdul-Aziz University, Jeddah, Saudi Arabia. Habashi, Fathi . 1969 Principle of Extractive Metallurgi, Tucson: The Anaconda Company. SW158

Kuusik,R.and L.Viisimaa. 1999. A New Dual Coagulant for Water Purification. Water Resources. Vol.33.pp 2075-2082 Ling Li., Fan, Maohong., Brown, Robert C., Koziel, Jacek A., Van Leeuwen, J (Hans)., 2009, Production of A New Wastewater Treatment Coagulant from Fly Ash with Concomitant Flue Gas Scrubbing, Journal of Hazardous Materials vol. 162, pages 1430-1437; Elsevier. Oberg, Erik; Jones, Franklin D.; Horton, Holbrook L.; Ryffel, Henry H. (2000), Machinery's Handbook (26 th. ed.), New York: Industrial Press Inc. Poulin, Edith., Blais, Jean Francois., Mercier, Guy., 2008, Transformation of Red Mud from Aluminum Industry into Coagulant for Wastewater Treatment, Journal of Hydrometallurgy vol. 92, pages 16-25; Elsevier.

SW159

Anda mungkin juga menyukai