Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) X 2017

8 November 2017

Studi Optimasi Pelarutan Dolomit Menggunakan Asam Klorida


Ahmad Royani
Pusat Penelitian Metalurgi dan Material, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indoneisa, Tangrerang Selatan –
Banten.
ahmad.royani@lipi.go.id
ABSTRACT

The optimum condition for leaching calcined dolomite ore in aqueous hydrochloric acid solutions was
determined in this study. The process parameters referred to the acid concentration, the temperature
and leaching time. The leaching experiments were performed in a spherical glass batch reactor having
a capacity of 1000 mL. The experimental results show that the calcined dolomite ore leaching
efficiency increases with addition of acid concentration, temperatur and leaching time increases. The
optimum results were achieved at 75 °C for 5 h, and the acid concentration of 2 M HCl. The leaching
efficiency of Calcium reached 87.12% while Magnesium dissolved was 85.69% under the above
optimal conditions.

PENDAHULUAN

Mineral dolomit merupakan salah satu batuan alam berbasis karbonat yang terdiri dari mineral
kalsit (CaCO3) dan mineral magnesite (MgCO3). Nama mineral dolomit berasal dari nama ahli mineral
dari Perancis yang bernama Deodat De Dolomieu. Dolomit mempunyai rumus kimia Ca.Mg(CO 3),
pada umumnya menunjukkan kenampakan warna putih namun demikian ada juga yang berwarna
keabu-abuan, kebiruan dan warna kuning muda. Memiliki berat jenis antara 2,8 – 2,9 g/ ml dan bersifat
lunak dan mudah menyerap air [1]. Dolomit banyak digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai
industri maupun bidang pertanian seperti untuk bahan pembuatan bata api, campuran pembuatan besi-
baja, filler dalam cat ataupun sebagai bahan kimia [2]. Cadangan potensi mineral dolomit di Indonesia
tersebar mulai dari propinsi di Aceh hingga ke Papua dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Penyebaran dolomit yang cukup besar terdapat di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Madura serta Papua [3]. Pemanfaatan mineral dolomit yang terdapat di
Indonesia masih hanya sebatas untuk keperluan pembuatan pupuk dolomit dan bata dolomit untuk
keperluan bahan bangunan.

1
Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) X 2017
8 November 2017

Proses pengolahan dolomit pada industri umumnya melalui proses dekomposisi termal dan
proses pelarutan asam-pirohidrolisis. Pada proses dekomposisi termal, dolomit biasanya dipanaskan
pada temperatur tertentu dalam tekanan gas CO2 yang berebeda untuk menghasilkan dekomposisi fasa
MgO dan CaO. Penelitian proses pengolah dolomit untuk memproduksi magnesia (MgO) dan kalsin
(CaO) telah banyak dilakukan melalui proses dekomposisi termal [4-7]. Sedangkan proses yang kedua
umumnya melalui tahapan pelarutan asam, proses karbonisasi dan pirohidrolisis. Proses pelarutan
dolomit dalam larutan asam klorida merupakan tahapan awal untuk memperoleh larutan kaya akan
kalsium dan magnesium [8-10]. Sehingga proses pelarutan memegang peranan penting dalam
mengekstraksi logam Ca maupun Mg dari dolomit.

Penelitian – penelitian mengenai pelarutan dolomit masih jarang dilakukan. Kinetika pelarutan
magnesit dengan Cl2 dalam air dikendalikan oleh proses difusi melalui lapisan produk [9]. Studi
pelarutan dolomit dari Nigeria dengan menggunakan asam klorida juga dikendalikan oleh proses difusi
[10]. Penelitian pelarutan dolomit Nigeria difokuskan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi
asam, temperatur reaksi dan ukuran partikel. Hasil optimum dari penelitiannya didapat pada temperatur
80 oC, konsentrasi asam 2 mol/L dan ukuran partikel -0,01 mm dengan nilai efisiensi pelarutan sebesar
99,3%. Temperatur proses pelarutan dan perbandingan larutan HCl-dolomit mempunyai dampak yang
signifikan terhadap proses pelarutan dolomit [11]. Hasil penelitian pada pelarutan dolomit Turki
menyatakan bahwa kecenderungan perolehan Ca+ dan Mg+ semakin meningkat jika rasio larutan asam-
dolomit semakin tinggi. Peningkatan temperatur juga dapat meningkatkan perolehan Ca + dan Mg+
karena semakin meningkatnya laju reaksi dan mudahnya bereaksi pada temperatur yang lebih tinggi.
Energi aktivasi yang didapatkan dalam penelitiannya sebesar 16,69 kJ.mol -1.[10].

Pada penelitian ini dilakukan proses pelarutan dolomit dalam media larutan asam klorida.
Parameter yang diamati meliputi pengaruh dari konsentrasi larutan, temperatur dan waktu proses.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter optimum dari pengaruh konsentrasi larutan,
temperatur dan waktu dalam proses pelarutan dolomit menggunakan asam klorida. Dengan mengetahui
parameter - parameter tersebut, diharapkan dapat menjadi referensi dalam proses pengolahan dolomit
lokal sehingga menjadi produk yang lebih bernilai ekonomis demi terwujudnya kemajuan industri
nasional.

2
Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) X 2017
8 November 2017

MATERIAL DAN METODE

Material

Material atau bahan yang digunakan berupa bijih dolomit yang telah dihaluskan berukuran -60
mesh. Komposisi kimia sampel dolomit dengan XRF ditunjukkan dalam Tabel 1. Terlihat bahwa
penyusun utama terdiri dari senyawa kalsium (CaO) dan magnesium (MgO) dengan pengotor seperti
silika, natrium dan besi. Sedangkan hasil analisa komposisi kimia dolomit awal dengan ICP OES
mengandung 32,62 % Ca dan 16,76 % Mg. HCl p.a digunakan untuk membuat larutan asam sebagai
pelarutan dalam proses pengolahan dolomit.
TABEL 1. Analisa komposisi kimia dolomit dengan XRF.

Senyawa CaO MgO Na2O SiO2 Al2O3 P2O5 SO3 K2O Fe2O3
% Berat 61,38 25,73 7,93 1,19 0,84 0,54 0,41 0,40 0,37

Metode

Bijih dolomit dikeringkan dan dihaluskan dengan Disc mill sehingga diperoleh ukuran yang
homogen dibawah 200 mesh. Sebelum proses pelarutan, sampel dipanaskan di dalam tungku
pembakaran pada temperatur 900 oC selama 5 jam. Selanjutnya dilakukan proses pelarutan dengan
asam klorida menggunakan reaktor beaker gelas berkapasitas 1000 ml (skematk alat pelarutan Gambar
1). Percobaan pelarutan dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi asam, temperatur dan waktu
proses. Setelah proses pelarutan, sejumlah larutan diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 5 ml
kemudian disaring. Filtrat kemudian diencerkan dan dianalisa menggunakan ICP OES untuk
mengetahui efisiensi pelarutan.

GAMBAR 1. Skematik alat proses pelarutan dolomit.

3
Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) X 2017
8 November 2017

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Konsentrasi Larutan

Pelarutan dolomit dalam media larutan asam klorida dapat digambarkan mengikuti persamaan
reaksi (1) sebagai berikut:

CaMg(CO3)2(s) + 4HCl(aq)  CaCl2(aq) + MgCl2(aq) + 2H2O(l) + 2CO2(g) . . (1)

Berdasarkan reaksi persamaan 1 tersebut, konsentrasi dari asam klorida merupakan salah satu
parameter yang terpenting dalam proses pelarutan dolomit. Konsentrasi asam klorida yang digunakan
dalam percobaan pelarutan ini sebesar 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 M. Percobaan dilakukan pada temperatur
30 oC selama 1 jam dengan kondisi kecepatan pengadukan konstant. Hasil percobaan pengaruh
konsentrasi asam klorida terhadap efisiensi pelarutan dolomit (kalsium dan magnesium terekstrak)
ditunjukkan pada Gambar 2.

GAMBAR 2. Pengaruh konsentrasi terhadap efisiensi pelarutan.

Dapat dilihat bahwa kecenderungan kalsium - magnesium yang terekstrak meningkat dengan
naiknya konsentasi asam klorida dari 0,5 sampai 2,0 M. Terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai
efisiensi magnesium terekstrak dari 2,58% menjadi 59,84% apabila konsentrasi larutan dinaikkan dari
0,5 M ke 2 M. Persen efisiensi kalsium juga semakin tinggi dengan bertambahnya konsentrasi larutan
asam klorida. Efisiensi kalsium terekstrak hasil percobaan pelarutan dolomit didapat sebesar 29,24%
dan 65,19% untuk masing-masing konsentrasi 0,5 M dan 2,0 M HCl.

4
Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) X 2017
8 November 2017

Peningkatan persen kalsium dan magnesium terekstrak semakin tinggi karena penambahan asam
klorida dapat meningkatkan laju kecepatan reaksi dan laju difusi H +. Hal ini disebabkan karena
semakin besar konsentrasi pereaksi (HCl), maka semakin banyak ion - ion H+ yang bereaksi sehingga
semakin banyak Ca dan Mg terbentuk. Dengan demikian, reaksi semakin cepat berlangsung.
sebaliknya, jika konsentrasi berkurang, maka ion - ion H+ akan lebih sedikit dan laju reaksi juga akan
berkurang. Hasil ini sesuai dengan berbagai hasil penelitian proses pelarutan mineral menggunakan
media asam [11-13].

Pengaruh Temperatur

Dari hasil optimum pengaruh konsentrasi, kemudian dilakukan pengamatan pengaruh temperatur
proses. Dalam mempelajari pengaruh temperatur, konsentrasi asam klorida yang digunakan sebesar 2
M HCl dengan kecepatan pengadukan dibuat konstant dan menggunakan 10% persen padatan dengan
variasi temperatur 30, 45, 60 dan 75 oC. Hasil percobaan pelarutan dolomit dengan variasi temperatur
ditunjukkan pada Gambar 3.

GAMBAR 3. Pengaruh temperatur terhadap efisiensi pelarutan.

Dari Gambar 3 tersebut, secara umum terlihat bahwa efisiensi kalsium dan magnesium
terekstrak meningkat dengan naiknya temperatur. Efisiensi kalsium terekstrak meningkat menjadi
87,12% dari 76,65% jika temperatur proses dinaikkan ke 75 oC dari temperatur ruang. Sedangkan
magnesium terekstrak meningkat menjadi 76,57% dari 59,84% apabila temperatur dinaikkan 30 oC ke
75 oC. Pada temperatur tinggi, jumlah partikel yang bereaksi lebih banyak dan bergerak lebih cepat
dibandingkan pada temperatur rendah. Hal ini disebabkan karena pada temperatur tinggi energi kinetik
partikel akan lebih besar.

5
Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) X 2017
8 November 2017

Pengaruh Waktu

Pengaruh waktu proses pelarutan dilakukan dengan memvariasikan waktu mulai dari 1 hingga 5
jam pada temperatur 30 oC dengan kondisi percobaan menggunakan konsentrasi asam 2 M HCl, persen
padatan 10% dan kecepatan pengadukan konstant. Hasil percobaan pelarutan dolomit dengan variasi
waktu proses ditunjukkan pada Gambar 4. Pada 1 jam pertama, nilai efisiensi untuk kalsium hanya
sebesar 76,65% dan magnesium sebesar 74,13%. Jika waktu proses pelarutan diperpanjang menjadi 2
jam, terjadi peningkatan efisiensi pelarutan walaupun sedikit yakni menjadi sebesar 77,59% dan
75,02% masing-masing untuk kalsium dan magnesium. Kemudian jika waktu proses diperpanjang lagi
bahkan hingga 5 jam, peningkatan efisiensi pelarutan dolomit menjadi 87,12% dan 85,69% untuk
kalsium dan magnesium. Disini terlihat bahwa pengaruh waktu proses relatif kecil pada periode 1
sampai 5 jam. Hal ini dikarenakan proses pembentukan gas CO 2 berlangsung sangat cepat [10].

GAMBAR 4. Pengaruh temperatur terhadap efisiensi pelarutan.


Residu produk hasil optimum pelarutan dolomit dianalisa menggunakan SEM dan EDS. Hasil
analisa residu menggunakan SEM ditunjukkan pada Gambar 5. Terlihat bahwa morfologi permukaan
butiran yang terkikis akibat bereaksi dengan asam klorida. Berdasarkan hasil analisa EDS pada
Gambar 6, residu pelarutan dolomit masih terdapat logam magnesium dan kalsium. Hal ini
mengindikasikan bahwa proses pelarutan masih belum berjalan secara keseluruhan.

6
Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) X 2017
8 November 2017

GAMBAR 5. Foto hasil analisa SEM pada residu pelarutan dolomit.


5000

4500
MgKa

4000
OKa

3500
CaKa

3000
Counts

2500
ClKa ClKb

FeKesc

2000
AlKa SiKa
FeLl FeLa

1500
CaKb

FeKa
FeKb

1000

500

0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00

keV

GAMBAR 6. Hasil analisa EDS pada residu pelarutan dolomit.


KESIMPULAN

Kalsium dan magnesium dapat dihasil dari pelarutan dolomit dengan menggunakan media asam
klorida. Konsentrasi larutan asam klorida dan temperatur sangat berpengaruh terhadap kalsium dan
magnesium yang dihasilkan. Secara semum, efisiensi pelarutan untuk kalsium dan magnesium
cenderung semakin meningkat seiring dengan kenaikkan konsentrasi asam dan temperatur proses
pelarutan dolomit. Kondisi optimum pelarutan didapat pada temperatur 75 oC dengan konsentrasi
larutan sebesar 2 M HCl untuk waktu proses 5 jam.
Pada kondisi optimum tersebut, efisiensi pelarutan kalsium dan magnesium masing-masing sebesar
87,12% dan 85,69%.

7
Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) X 2017
8 November 2017

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pusat Penelitian Metalurgi dan Material, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia yang telah mendanai penelitian ini melalui kegiatan Kompetensi Inti pada
tahun anggaran 2017.

REFERENSI

1. J. Warren, Earth-Science Reviews 52, 1–81 (2000).

2. M.P.G. Mantilaka. H.M. Pitawala. D.G.P. Karunaratne and R.M.G. Rajapakse, Colloids and
Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspects 443, 201– 208 (2014).

3. Tekmira-ESDM, Data pertambangan dolomite 2016, (20016).

4. L.X. Wei, Y.L. Feng and H.R. Li, J. Cent. South Univ. Technol.18, 1865−1870 (2011).

5. A. Royani. E. Sulistiyono and D. Sufiandi, Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 18, 41-46 (2106).

6. E. Alvarad, L.M. Martinez, A.F. Fuentes and P. Quintana, Polyhedron 19, 2345–2351 (2000).

7. A. Royani and E. Sulistiyono, Prosiding SENAMM IX, 23-28 (2016).

8. N. Raza, Z. I. Zafar and R. V. Kumar, International Journal of Mineral Processing 139, 25–30
(2015).

9. H. Ozbek, Y. Abali, S. Colak S, I. Ceyhun and Z. Karagole, Hydrometallurgy 51, (1999).

10. A.A. Baba, A. S. Ibrahim, R. B. Bale, F. A. Adekola and G. F. Alabi, Applied Clay Science 114,
476–483 (2015).

11. M. Altiner, M. Yildirim and T. Yilmaz, Physicochem. Probl. Miner. Process. 52, 536−550 (2016).

12. Y. Abali, S.U. Bayca, K. Arisoy, A.I. Vaizogullar, Journal of Physicochem. Prob. Miner. Process.
46, 253-261 (2011).

13. A. A. Baba, A. O. Omipidan, F. A. Adekola and O. Job, Journal of Chem. Technology and
Metallurgy 49, 280-287 (2014).

Anda mungkin juga menyukai