IKHWAN DARMABAKTI
3334150055
2018
A. Limbah Cair Cold Rolling
Produk slab baja dapat diolah dengan pemanasan ulang dan pengerolan di
Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill). Hasil dari Pabrik Baja Lembaran
Panas banyak dimanfaatkan untuk pipa, bangunan, bahan konstruksi kapal, dan
lainnya. Lebih lanjut lagi, baja lembaran panas diolah melalui proses pengerolan
ulang dan proses secara kimia di Pabrik Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling
Mill). Produk baja yang dihasilkan berupa baja lembar dingin yang banyak
digunakan untuk komponen bagian dalam mobil atau motor. Selain itu, produk
baja lembaran dingin juga digunakan sebagai badan kendaraan, peralatan rumah
tangga, kaleng, dan lainnya. Pada proses Cold Rolling karena adanya peningkatan
temperatur karena adanya gesekan (50oC – 240oC), dapat menyebabkan sebagian
minyak dari hasil HRC menguap dan membentuk kabut minyak. Roll dan benda
kerja tersebut juga didinginkan dengan air, sehingga menimbulkan air buangan
yang mengandung emulsi minyak. Pada awal proses cold rolling yaitu pickling
menggunakan asam sehingga menghasilkan limbah yang disebut WPL (Waste
Pickle Liquor) merupakan hasil dari pembersihan permukaan baja pada pabrik
Cold Rolling Mill (CRM). Emulsi minyak dan WPL tersebut dimanfaatkan oleh
pihak ketiga yang telah mempunyai izin pemanfaatan limbah B3 di KLH.
Menurut PP No.101 Tahun 2014 menyatakan Emulsi minyak dilambangkan
dengan kode B309-4 dan termasuk kedalam tingkat potensi bahaya level 2. Tabel
2 menunjukan pemanfaatan limbah B3 di PT. Krakatau Steel.
Pemerintah baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun
2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang merupakan
pengganti dari peraturan sebelumnya Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999
jo PP 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan
kewajiban bagi setiap individu penghasil limbah B3 sesuai dengan PP No. 101
Tahun 2014, Pasal 3 (1), bahwa Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3
wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya. Oleh sebab itu,
diperlukan penelitian dan proses untuk mengolah limbah cair pada cold rolling.
Tabel 2. Pemanfaatan limbah B3 di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.
A. Fe Enhancement Process
Sebelum proses oksidasi, kandungan Fe WPL perlu ditingkatkan. Jadi,
produk akhirnya akan memiliki ion besi yang lebih tinggi (Fe3 +). Kandungan ion
besi adalah kunci utama untuk menentukan kualitas koagulan sejak ferri. Pertama,
memo ditambahkan ke WPL pada 80oC selama dua jam. Produk kemudian
dirawat di filter tekan untuk memisahkan memo yang tidak bereaksi dengan
solusinya. Jadi final hasilnya tidak akan mengandung partikel padat.
B. Oxidation Process
1. Oxidation using Hydrogen Peroxide (H2O2)
Metode pertama menggunakan agen oksidasi kuat hidrogen peroksida (H2O2)
untuk mengubah besi ion (Fe2 +) menjadi ion besi (Fe3 +). WPL yang sudah
ditingkatkan pada proses pertama kemudian teroksidasi dengan penambahan
Hidrogen Peroksida (H2O2). Rasio penambahan H2O2 dipertahankan pada 1: 5
berdasarkan volume.
2. Oxidation by using HOCl generated from electrolysis of WPL
Metode kedua adalah menggunakan residu HCl di WPL untuk direaksikan
menjadi HOCl dengan menggunakan elektrolisa. HOCl pada dasarnya adalah
proses oksidasi kuat yang dapat digunakan untuk mengoksidasi besi ion menjadi
ion besi. Prinsip proses elektrolisis adalah menggunakan elektron yang dipasok
dari elektrolisis untuk meningkatkan reaksi pada katoda dan anoda untuk
membentuk HOCl sebagai berikut:
Economic Analysis
Berdasarkan analisis ekonomi, biaya produksi FeCl3 dari metode kedua hanya
14,6% dari biaya produksi koagulan yang ada karena hanya membutuhkan listrik
untuk mengubah WPL menjadi koagulan. Sementara itu, biaya produksi FeCl3
dengan metode pertama lebih tinggi dari metode kedua, 76,5% dari biaya produksi
koagulan yang ada. Penggunaan H2O2 sebagai agen oksidasi sangat mahal (USD
580 / m3) meskipun memberikan konversi terbaik.
KESIMPULAN:
1. WPL dapat diolah menjadi koagulan dengan menggunakan Metode Oksidasi
H2O2 dan HOCl yang dihasilkan dari elektrolisis WPL.
2. Berdasarkan hasil tes Jar,
a. Dosis optimal untuk koagulan yang dihasilkan dengan metode pertama dan
metode kedua adalah masing-masing 155 ppm dan 300 ppm.
b. Kedua koagulan dari metode pertama dan kedua dapat memurnikan air baku
menjadi air bersih sesuai persyaratan standar minimum (mengacu pada standar air
bersih dari salah satu perusahaan pengolahan air di Cilegon) yang Kekeruhannya
≤ 3 NTU, Warna ≤ 30 Pt.Co.
3. Berdasarkan analisis ekonomi, biaya produksi dan biaya pengolahan air metode
kedua adalah 14,6% dan 63,8% dari masing-masing, sedangkan untuk metode
pertama adalah 76,5% dan IDR 143% dari masing-masing.