KRAKATAU STEEL
Latar Belakang
Salah satu sumber daya alam yang melimpah dan dapat digunakan untuk
pembangunan berkelanjutan adalah bahan baku baja untuk industri. Menurut Mulyowahyudi
(2005) industri baja sebagai based industry untuk banyak sektor lain. Oleh karena itu maka
industri ini diharapkan mampu menjadi katalis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
kemandirian dan produktivitas industri dengan melakukan optimalisasi natural resources
secara berkesinambungan. Selain itu industri baja juga diharapkan mampu menjadi
penggerak pembangunan infrastruktur nasional.
Salah satu pabrik baja yang terkenal di Indonesia adalah PT. Krakatau Steel. PT.
Krakatau Steel merupakan pabrik baja terpadu dan termasuk pada salah satu industri baja
terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini diharapkan mampu menjadi perusahaan unggulan
terutama dalam teknis pembuatan baja dengan teknologi tinggi serta dituntut mampu meraih
keuntungan secara finansial dalam meningkatkan kapasitas produksinya. Namun dalam
proses produksi, tidak akan lepas dari timbulnya limbah. Seperti halnya limbah industri
lainnya, jika limbah industri baja tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
permasalahan, terutama permasalahan lingkungan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan limbah yang jumlahnya semakin
banyak dengan mengolahnya terlebih dahulu pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
dengan teknologi tertentu sehingga dapat mengurangi bahaya dari limbah tersebut. Limbah
industri baja berupa limbah yang dihasilkan pabrik baja dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Limbah padat proses produksi : scrap dan slag
2. Limbah padat hasil pengelolaan air limbah industri : scale, slurry, dan sludge
3. Limbah padat hasil pengelolaan buangan gas/emisi udara : debu electric arc
furnace.
Berdasarkan gambar di atas, sebagian aliran gas juga membawa debu-debu besi yang
terbawa saat gas itu mengalir dalam reaktor. Sumber limbah diperoleh dari air yang
didinginkan dan mengkondensikan gas. Air tersebut membilas vassel dan mendelegasi
vassel kemudian mengalir ke clarifier. Pada clarifier, debu-debu dan bahan pengotor
lainnya akan diendapkan dengan bantuan koagulan.
B. Proses Basa
Proses basa yang dilakukan adalah limbah basa ditampung pada tangki presettler,
akan mengalami pemisahan fisik sepanjang perjalanan (selama waktu tinggal 24 jam).
Kontaminan minyak akan mengapung dipermukaan, partikel tak terlarut/kotoran akan
mengendap di dasar dan di posisi tengah adalah air yang terkontaminasi emulsion oil dan
sistem koloid atau terlarut lainnya. Bagian permukaan sebagai lumpur minyak akan
dikumpulkan untuk dipompakan keluar tangki pada truk. Sementara pada bagian dasarnya
adalah kumpulan partikel-partikel terendapkan yang secara kondisional dipompakan ke
sludge tank.
Untuk bagian cairannya, akan mengalir pada water separator berada di ujung tangki
presettler, yaitu suatu desain system trapping yang dapat menghidari lumpur minyak ataupun
partikel padatan yang masih terikut. Pengolahan dilakukan secara semi kontinyu tergantung
dari pada level permukaan tangki yang dialirkan ke tangki koagulasi, yaitu berfungsi untuk
memecah emulsi minyak dan menstabilkan larutan koloid dengan menambahkan fluida hasil
olahan oksidasi atau dari chemical koagulasi. Target hasil pada proses ini adalah ditandai
dengan timbulnya bintik-bintik partikel yang berada dalam cairan bening.
Selanjutnya, fluida terolah mengalir secara gravitasi ke tangki flokulasi yang
bertujuan untuk memperbesar atau mengumpulkan bintik-bintik partikel padatan menjadi
lebih besar sehingga cairan beningnya menjadi nyata. Kumpulan-kumpulan padatan ini
dialirkan ke tangki pemisahan padatan. Untuk mempecepat pemisahannya dialirkan air jernih
yang diinjeksikan udara pada kedalaman tertentu. Padatan yang terangkat maupun yang
mengendap diangkat menggunakan scrapper untuk dimasukkan ke sludge pit, sludge tank
untuk selanjutnya diumpankan ke filter press. Hasil dari filtrasi ini dari 5% menjadi 70%
solid content (cake), sementara air beningnya di tampung pada tangki clear water, sebagian
akan mengalir ke tangki netralisasi.
Netralisasi dilakukan dengan menambah H2SO4 yang terkontrol melalui pH
controller, yang di set pada pH 6,5 sampai dengan pH 8,5. Air setelah dinetralkan akan
dialirkan secara gravitasi ke bak Lamelia Settler. Bak ini memiliki sarana perangkap lumpur
sehingga air terakhir dari hasil pengolahan di IPAL/RTP diharapkan sudah tidak terikut lagi
kontamin-kontaminan atau minimal memenuhi nilai ambang batas (NAB) air buangan yang
berlaku.
Pemanfaatan lain limbah padat industri baja adalah sebagai bahan substitusi semen untuk
pembuatan beton non struktur seperti produk batako, paving block, genteng press, dan
sebagainya.
Jenis limbah padat hasil pengelolaan buangan gas/emisi udara : debu electric arc furnace
(EAF) dari billet steel plant (BSP) dan slab steel plant (SSP I/II).
Jenis limbah padat hasil pengelolaan air limbah industri: sludge dari: direct reduction
plant (DR I, II, III) yang berasal dari water treatment plant (WTP) dan wire rode mill
(WRM), berasal dari WTP.
Jenis limbah padat hasil pengelolaan air limbah industri: slurry dari: cold rolling mill
(CRM), berasal dari WTP.
2. Steel Slag Slab Steel Plant (SSP) dan a. Diolah menjadi produk PS Ball
Billet Steel Plant (BSP) b. Dimanfaatkan untuk roadbase
c. Dimanfaatkan pihak ketiga
3. Debu EAF dan Slab Steel Plant (SSP) Billet Dimanfaatkan oleh industri semen
Sludge Steel Plant (BSP) dan Water
Treatment Plant (WTP) yang
ada pada masing-masing
pabrik
4. Oli dan Setiap pabrik yang Diserahkan pada pihak ketiga berizin
pelumas bekas menggunakan pelumas
5. Waste Pickle Cold Rolling Mill (CRM) Diserahkan ke pemanfaat yang berizin
Liquor (WPL)
6. Resin Catalyst Direct Reduction Plant (DRP) Diserahkan ke pemanfaat yang berizin
dan karbon
aktif