Anda di halaman 1dari 66

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi Drama


1. Mengidentifikasi perilaku peristiwa dan perwatakanya, dialog dan konflik pada pementasan drama 2. Menganalisis pementasan drama berdasarkan tekhnik pementasan 3. Menyampaikan dialog disertai gerakgerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh 4. Mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis atau antagonis 5. Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama 6. Menggunakan gerak-gerik, mimik dan intonasi sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama. 7. Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama 8. Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama i 1 3-24 3

Fiksi

1. Mene intrin hikay

7 11

2. Meng intrin nove terje

3. Meng peno dala diba

13 16 18

4. Mene dala diba

Dafta

20

21

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

DRAMA
1. Mengidentifikasi peristiwa, pelaku, dan perwatakannya, dialog, dan konflik pada pementasan drama. Drama Drama (Dramatik) merupakan salah satu dari jenis sastra selain puisi dan teks naratif (novel, cerpen, dan prosa). Drama identik dengan pementasan, dan pementasan identik dengan dialog yang berupa teks-teks. Menurut Luxemburg, 1984 (dalam Wiyatmi) Teks-teks drama ialah semua teks yang bersifat dialog dan yang isinya membentangkan sebuah alur. Berikut adalah contoh teks drama:
DUA Pintu gerbang istana, malam. Beberapa saat setelah adegan 1. Hanya Sheba yang tertinggal di situ. Dia sendiri tertidur berdiri bersandar pada dinding gerbang. Masuk Gremlin, Rambo dan Sengkuni. : Kurangajar, Togog Bilung itu. Sok kuasa. Padahal apa sih dia itu? Cuma jongos. Lagaknya seperti patih. SENGKUNI : Justru kita hanis hati-hati menghadapi orang seperti mereka. Kalau RAMBO

GREMLIN RAMBO GREMLIN SHEBA GREMLIN

kita tidak mau konyol! : Lho, ada patung baru di situ. Kapan dibikinnya? SENGKUNI : Apa patung? Orang perempuan.(SHEBA MENDUSIN) : Oh, my God, den ayu Sheba. Ada apa malammalam berdiri di sini? Mengapa tidak masuk ke dalam istana? Berbahaya sendirian tanpa dikawal prajurit. : Bisa masuk angin nanti. : Tuan-tuan sendiri mau pa ke mari? : Kami memang ditugaskan untuk menjaga paduka raja. Jadi kamitadi jalan-jalan, meronda. Situasi seperti ini biasanya sering dimanfaatkan oleh para musuh negara. Kalau mendengar raja sakit, lalu timbul harapan mereka untuk berbuat macammacam. Kami bertugas untuk mencegah agar halhal yang demikian tidak terjadi.

SENGKUNI : Apakah den ayu juga sedang ditugaskan untuk menjaga gerbang? (TERTAWA) Maaf, tentu saja saya cuma bergurau. Mana mungkin mantu tercinta diberi tugas seperti itu. Maaf. SHEBA : (LANGSUNG TERSENTUH HATI-NYA DAN MENANGIS) Tidak, saya tidak tega melihat sakitnya ayahanda. Tidak tega. Lalusaya meminta izin kepada Kanda Absalom untuk menumpahkan tangis saya di luar gerbang. Saya tidak ingin ayahanda raja terganggu lantaran tangisan saya. Tuan-tuan tahum kalau saya sedang sedih tangisan saya keras sekali. SENGKUNI Ooo? RAMBO : Kalau begitu, sekarang kita masuk dong. Kan den ayu pasti bersedia membawa kami ke dalam? SHEBA bisa saja. (MELIHAT GERBANG YANG TERTUTUP RAPAT) Tapi saya tadi meminta kepada PamanTogog dan Bilung untuk mengunci gerbang ini. Jangan sampai ada mata-mata menyelinap. Dan saya bilang pada mereka, jangan hiraukan saya lagi. Sebab kesedihan saya lama redanya. Oh, tidak tega. Tidak tega. Kasihan ayahanda raja. GREMLIN : Apa sudah sedemikian gawatnya? SHEB : Gawat sekali. Ayahanda raja menderita kelumpuhan total. Bahkan bicaranya juga hanya bisa dilakukan dengan isyarat mata. Seluruh syarafnya samasekali tidak berfungsi. Beliau kelihtan seperti mayat hidup. Tidak tega, tidak tega... (MASUK YUDAS DAN BRUTUS) BRUTUS : Selamat malam, tuan-tuan RAMBO : Lho, Brutus. Tuan juga sudah diberi kabar? BRUTUS : Ya, saya pacu kuda saya sekencang-kencangnya agar bisa mencapai ibukota dalam tempo dua hari. Saya mampir dulu ke markas saudara Yudas. Lalu kami berdua melanjutkan perjalanan kemari. YUDAS : Ngebut. Kami kuatir. SENGKUNI : Tuan Brutrus diberi kabar raja sakit dua hari lalu? BTUTUS : Ya. Kenapa? Apa sudah gawat? SENGKUNI : Dan Tuan Yudas? YUDAS : Kemarin datang utusan dari istana dan dialah yang membawa berita itu. SENGKUNI : (KEPADADIRI SENDIRI) Astaga, kenapa kami barn diberitahu beberapa jam yang lalu? Ini aneh. SENGKUNI : Apakah den ayu juga sedang ditugaskan untuk menjaga gerbang? (TERTAWA) Maaf, tentu saja saya cuma bergurau. Mana mungkin mantu tercinta diberi tugas seperti itu. Maaf. SHEBA : (LANGSUNG TERSENTUH HATI-NYA DAN MENANGIS) Tidak, saya tidak tega melihat sakitnya ayahanda. Tidak tega. Lalusaya meminta izin kepada Kanda Absalom untuk

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

menumpahkan tangis saya di luar gerbang. Saya tidak ingin ayahanda raja terganggu lantaran tangisan saya. Tuan-tuan tahum kalau saya sedang sedih tangisan saya keras sekali. SENGKUNI : Ooo? RAMBO : Kalau begitu, sekarang kita masuk dong. Kan den ayu pasti bersedia membawa kami ke dalam? SHEBA : bisa saja. (MELIHAT GERBANG YANG TERTUTUP RAPAT) Tapi saya tadi meminta kepada PamanTogog dan Bilung untuk mengunci gerbang ini. Jangan sampai ada mata-mata menyelinap. Dan saya bilang pada mereka, jangan hiraukan saya lagi. Sebab kesedihan saya lama redanya. Oh, tidak tega. Tidak tega. Kasihan ayahanda raja. GREMLIN : Apa sudah sedemikian gawatnya? SHEBA : Gawat sekali. Ayahanda raja menderita kelumpuhan total. Bahkan bicaranya juga hanya bisa dilakukan dengan isyarat mata. Seluruh syarafnya samasekali tidak berfungsi. Beliau kelihtan seperti mayat hidup. Tidak tega, tidak tega... (MASUK YUDAS DAN BRUTUS) BRUTUS : Selamat malam, tuan-tuan RAMBO : Lho, Brutus. Tuan juga sudah diberi kabar? BRUTUS : Ya, saya pacu kuda saya sekencang-kencangnya agar bisa mencapai ibukota dalam tempo dua hari. Saya mampir dulu ke markas saudara Yudas. Lalu kami berdua melanjutkan perjalanan kemari. YUDAS : Ngebut. Kami kuatir. SENGKUNI : Tuan Brutrus diberi kabar raja sakit dua hari lalu? BTUTUS : Ya. Kenapa? Apa sudah gawat? SENGKUNI : Dan Tuan Yudas? YUDAS : Kemarin datang utusan dari istana dan dialah yang membawa berita itu. BRUTUS : Kita bisa masuk menjenguk paduka sekarang? SENGKUNI : O, SABARLAH DULU. Kita bisa lakukan itu besok. Apa kabarnya perbatasan? YUDAS : Aman. Aman. Prajurit-prajurit kita laksana benteng yang kukuh dan tangguh. Musuh dari luar dan musuh dari dalam gentar kepada kita. Pekdek kata, keamanan stabil. BRUTUS : Penyakit apa yang menyerang paduka raja? RAMBO :Menurut den ayu sheba, beliau menderita kelumpuhan BRUTUS
total : (DAN JUGA YUDAS, BARU MENYADARI SHEBA ADA DI SITU) Ah, maaf den ayu. Kami tidak melihat den ayu di

sini. Selamat malam. SHEBA : Ya, selamat malam juga. . Dan seterusnya

Kutipan tersebut merupakan bagian dari naskah drama karya N. Riantiarno, Sukesi (1990). Drama tersebut pertama kalinya dipentaskan oleh Teater Koma (Riantiarno dkk) di Graha Bhakti Budaya, TIM, Jakarta 28 September s.d. 11 Oktober 1990. Dari kutipan tesebut tampak salah satu ciri dari teks drama yaitu adanya unsur dialog, yang dalam teks naratif maupun puisi tidak begitu menonjol. Contoh teks drama lainnya dapat dilihat dari naskah drama Kereta Kencana karya Eugene Ionesco (Perancis) yang diadaptasi oleh W.S. Rendra dan pertama kali dipentaskan Rendra di Graha Bhakti Budaya Jakarta, 02 November

1997. Untuk memahami sebuah drama, maka seorang pembaca dan calon pengkaji drama, perlu mengetahui unsur-unsur drama yaitu: 1. tema dan amanat 2. alur (plot) 3. penokohan (perwatakan, karakterisasi) 4. latar (seting) 5. cakapan (dialog) 6. lakuan (action). (Effendi, 1967:157-170 (dalam Wiyatmi). Tokoh dalam drama mengacu pada watak (sifat sifat pribadi seorang pelaku. Pelaku mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa. Cara mengemukakan watak di dalam drama lebih banyak bersifat tidak langsung, tetapi melalui dialog dan lakuan. Dalam drama watak pelaku dapat diketahui dari perbuatan dan tindakan yang mereka lakukan, dari reaksi mereka terhadap sesuatu situasi tertentu terutama situasi-situasi yang kritis, dari sikap mereka menghadapi suatu situasi atau peristiwa atau watak tokoh lain. (Dalam Wiyatmi, Brahim, 1962: 92). Latar dalam naskah drama, yang meliputi latar tempat, waktu, dan suasana akan ditunjukkan dalam teks samping. Kutipan berikut misalnya menjelaskan kapan, di mana, dan dalam suasana apa peristiwa terjadi.

BANGSAL RUMAH SAKIT JIWA. PAGI. (Seluruh pasien RSJ, dr. Murdiwan, Sidarita, Rogusta) Seluruh pasien RSJ yang ada di bangsal itu berbunyi bersama, dengan kalimat-kalimat yang berbeda-beda, sesuai jenis penyakit mereka masing-masing. Selaras dengan apa yang mereka harapkan di bawah sadar mereka. Bunyi hingarbingar, tanpa melodi yang pasti. Suara mereka memberi kesan seakan masing-masingnya mencoba untuk saling atasmengatasi (Rumah Sakit Jiwa, N. Riantiarno, 1991)

Dalam pentas drama, latar tersebut akan divisualisasikan di atas pentas dengan tampilan dan dekorasi yang menunjukkan situasi sebuah RSJ. Untuk memahami latar, maka serang pembaca naskah drama, juga para aktor dan pekerja teater yang akan mementaskannya harus memperhatikan keterangan tempat,

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

waktu, dan suasana yang terdapat dalam teks samping atau teks non dialog. Menanggapi Hasil Pementasan Drama dengan Argumen yang Logis Penonton drama yang baik tidak begitu saja menerima atau menelan segala sesuatu yang ditontonnya. Ia akan kritis terhadap hal-hal yang sekiranya tidak sesuai dalam pementasan itu. Ia akan mengikuti adegan demi adegan, dialog demi dialog, kostum pemain, penataan cahaya, penataan musik, serta penataan suara dengan cermat. Penonton yang kritis seperti itu tidak akan mudah larut dalam suasana. Ia akan mampu memberikan tanggapan dengan argumen yang logis terhadap pementasan itu. Dalam kegiatan ini kamu dituntut untuk mampu menjadi penonton yang aktif dan kritis dalam sebuah pementasan drama. Dengan pengamatan yang cermat, kamu akan mampu memberikan tanggapan yang tepat dengan argumen yang dapat diterima akal terhadap pementasan drama itu.

2. Menganalisis pementasan drama berdasarkan tekhnik pementasan siswa dapat menganalisis pementasan drama berdasarkan teknik pementasan dengan memberikan bukti-bukti pendukung yang dapat menguatkan pendapat. Pada pembelajaran yang lalu, kamu sudah mempelajari bagaimana menjelaskan sifat-sifat tokoh dalam sebuah naskah drama yang dibacakan. Kali ini perdalam kembali kemampuanmu dengan menyaksikan rekaman pementasan drama. Simak dan dengarkan baik-baik rekaman pementasan drama yang akan diputarkan oleh Bapak/Ibu guru.

Unsur-unsur yang terdapat dalam teks drama dan unsur pementasan drama sedikit berbeda. Perbedaan itu antara lain terletak pada latar dan penghayatan tokoh dalam pemeranan. Dalam sebuah pementasan drama, kamu dapat mengamati unsurunsur yang terdapat di dalamnya. Unsur pementasan drama meliputi tokoh, karakter tata tokoh, lampu, alur, tata latar atau tata setting letak, (digambarkan dengan suara,

background), tema, pesan/amanat. Dalam pembelajaran berikut ini kamu akan diajak untuk membahas pementasan drama dengan menganalisis unsur-unsur yang menonjol (gerak, mimic, blocing, tata panggung, tata busana, tata bunyi, tata lampu) memberikan tanggapan terhadap pementasan drama itu. dan

A. Pengertian drama Berasal dari kata dran bahasa Yunani kuno, yang berarti berbuat. Pengertian lebih luas yang terkandung di dalamnya adalah sebuah cerita yang dituangkan dalam bentuk sastra atau berupa naskah saja. B. Bacalah beberapa pengertian berikut ini! 1. Gerak macam-macam gerak a. Movement yang lain. b. Gesture kepala. c. Gait d. Business dll. : cara berjalan. : gerak-gerak kecil dengan tangan, jari, : gerak-gerak besar dengan lengan atau : perpindahan tubuh dari satu tempat ke tempat

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

2. Mimic Ekspresi pemain 3. Blocing Posisi actor di atas pentas. 4. Tata lampu Tujuan : a. Menyinari pentas dan actor. b. Mangingatkan efek lighting alamiah. c. Membantu permainan lakon dalam melambangkan maksudnya dan memperkuat kejiwaanya. d. Membantu melukis dekor dalam menambah nilai warna sehingga tercapainya sinar dan bayangan. 5. Tata busana Bagian-bagian kostum a. Pakaian dasar b. Pakaian kaki c. Pakaian tubuh d. Pakaian kepala e. Perlengkapan lainya. 6. Tata bunyi Istilah-istilah yang berhubungan dengan tata bunyi a. Bunyi b. Suara c. Derau d. Nada : tone : sound : voice : noise

e. Dengung : hume 7. Tata panggung Penataan panggung pertunjukan drama. Setelah kalian bersama-sama menyaksikan rekaman pementasan

drama yang diputarkan oleh bapak/ibu gurumu, maka kerjakanlah latihan di bawah ini! Latihan I Cermatilah dengan baik adegan-adegan, dialog, tata panggung, tata lampu, musik, serta tata busana dalam rekaman pementasan drama yang telah kalian saksikan tadi kemudian berikanlah tanggapan terhadap hasil pementasan tersebut. Tanggapan harus disampaikan secara objektif, bijak, jernih, tidak emosional, serta dengan bahasa yang santun dan komunikatif. Contoh: 1. Pakaian yang dikenakan oleh .... kurang tepat sebab .......... sebagai seorang ......... seharusnya ia mengenakan pakaian yang .......... 2. Tata lampu pada saat adegan yang berlangsung di istana kurang baik atau kurang terang, sebab sebuah istana yang megah seharusnya kelihatan cerah dengan lampu yang terang, padahal waktu itu digambarkan dalam suasana bahagia. Latihan II 1.identifikasilah pementasan drama tersebut berdasarkan gerak atau action para tokoh (mimic, pantomimic (gerak anggota tubuh yang lain), blocing (posisi actor di atas panggung)! 2. jelaskan tata busana yang dipakai para tokoh cerita! 3. jelaskan tata panggung yang menggambarkan peristiwa (tempat, waktu, suasana)! 4. jelaskan tata bunyi yang digunakan dalam pementasan drama tersebut! 5. jekaskan tata lampu yang digunakan dalam pementasan drama tersebut!

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

Latihan III N o 1 2 3 4 Unsur Tata panggung Tata lampu Tata musik Tata busana Fungsi dalam Pementasan

3. Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh A. Hubungan seseorang dengan dirinya sendiri Yang dimaksudkan ialah cara manusia untuk menghadapi konflik, pertentangan dengan keinginan-keinginan yang terkandung di dalam dirinya. Setiap manusia biasanya berusaha menyembunyikan hal-hal ini dari mata orang banyak. Akan tetapi, bagaimanapun hal ini disembunyikan, toh ia juga dapat dilihat pada cara seseorang bergeak, berbicara dan sebagainya. B. gerak (action) Konflik diwujudkan dengan action. Drama memerlukan action yang terbuka karena panonton hanya dapat menerima maksud berdasarkan action yang dilihat dan didengar. Apabila terjadi pertentangan dan perjuangan batin, maka hal ini harus diperlihatkan dengan action. Action merupakan istilah yang sering membingungkan dan sering dikacaukan dengan movement. Secara teknis, action

adalah istilah literer yang digunakan dalam naskah (M. II). Ditinjau dari staging, action adalah kecepatan (speed) pada saat insiden dibentangkan oleh pengarang. C. Dekorasi Dekorasi adalah pemandangan latar belakang (background) tempat meminkan lakon. Istilah ini melingkupi perabot rumah tangga, meja, korsi dan sebagainya, yang memungkinkan memberikan perwatakan yang terdapat pada suatu lakon. Jika lakon dimainkan dengan pentas yang kosong, maka dinding gedugn adalah dekorasi. Jika dimainkan diluar gedung, maka pohon, semak, batu, dan lain sebagainya merupakan dekorasi. Dengan demikian tujuan dekorasi adalah melingkungi daerah permainan dengan pemandangan yang serasi dengan lakon. 1. klasifikasi dekorasi: Ditinjau secara mekanik 1) Draperies Dibuaat dari barang-barang tak terlukis, mempertahankan warna-warna aslinya. 2) Dekorasi terlukis (painted scenery) Dekorasi yang kita saksikan pada pentas-pentas tradisional. Ditinjau dari segi konstruksi dekorasi terlukis 1) Flas Dekorasi yang berbingkai seperti orang membuat bingkai kain untuk melukis 2) Drops dekorasi yang tidak berbingkai menurut bentuk yang dikehendaki, tapi digantung dipentas belakang. D. Tata Pakainan Tata pakaian adalah segala sandangan dan perlengkapan (accessories) yang dikenakan di dalam pentas. 1. bagian-bagian kostum kostum dapat digolongkan menjadi 5 bagian: 1) pakaian dasar 2) pakaian kaki/sepatu 3) pakaina tubuh/ body 4) pakaian kepala/headdress 5) perlenkapan-perlengkapan/accessoris 6) tujuan dan fungsi kostum 2. tipe costuming mempunyai dua tujuan 1) membantu penonton (M4) agar mendapat suatu cirri atas pribadi peranan 2) membantu memperlihatkan adanya hubungan peranan yang satu dengan peranan yang lain.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

11

3. Fungsi kostum 1) membantu menghidupkan perwatakan pelaku 2) individualisasi peranan 3) memberi fasilitas dan membantu gerak pelaku. E. Tata Bunyi 1. Efek bunyi Tiap-tiap efek bunyi membantu penonton lebih membayangkan apa yang terjadi didalam lakon. 2. Musik Dengan diperdengarkanya musik, penonton akan bertambah daya dan pengaruh imajinasinya. Musik juga bisa digunakan sebagai awal dan penutup adegan, sebagai jembatan antar adegan yang satu dengan yang lain. 3. Akustik ruangan Masa kini ketika kita telah memiliki alat-alat bunyi elektronika yang sempurna, sering membuat actor justru kurang memiliki suara alamiah yang terlatih baik karena secera tidak sadar mereka sangat menggantungkan diri pada kehadiran soundsystem yang kompleks itu. 4. Auditorium yang memenuhi syarat Ruang teater yang baik adalah yang dibangun sedemikian rupa sehingga bunyi yang timbul di pentas bisa dengan mudah terdengar di segala tempet penonton. 5. Keseimbangan bunyi Yang dimaksud adalah teraturnya beraneka bunyi yang ditimbulkan dalam suatu lakon teater sehingga tidak akan merupakan suatu gangguan dari macam bunyi yang satu terhadap yang lain. F. Tata Sinar 1. tujuan 1) menerangi dan menyinari pentas dan actor 2) mengingatkan efek lighting alamiah 3) membantu melukis dektor/scenery dalam menambah nilai warna sehingga tercapai adanya sinar dan bayangan. 2. problem stage lighting 1) problem fisikal dan mekanis 2) problem artistic 3. alat-alat tata sinar 1) strip light stip light adalah tata lampu yang berderet. 2) spotlight spotlight adalah suber sinar yang dengan intensif

memberikan sinar pada satu titk atau bidang tertentu. 3) floodlight floodlight adalah lampu yang mempunyai kekuatan yang besar tanpa lensa. 4. tiga macam lampu dan masalah penerangan 1) Lampu Primer Lampu primer adalah sumber sinar yang langsung menuju benda atau daerah yang jingin kita sinari. 2) Lampu Sekunder Lampu Sekunder adalah sinar yang menetrsalisir bayangai itu. 3) Lampu untuk Latar Belakang Lampu ini adalah lampu khusus untuk menerangi cyclorama. 4) control atas sinar ada enam kategori: a. pengontrolan atas hidup dan matinya lampu b. pengontrolan atas penyuraman lampu c. pengontrolan atas arah lampu/sinar d. pengontrolan atas besar sinar spotlight e. pengontrolan atas bentuk sinar spotlight f. pengontrolan atas warna sinar 4. Mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis atau antagonis Pengertian Drama : Drama merupakan sebuah cerita sastra yang ditulis oleh pengarang berupa dialog-dialog yang berisi pokok persoalan dan tema dalam bentuk naskah. Penghayatan tokoh Sebelum memainkah tokoh dalam sebuah drama harus terlebih dahulu membaca naskah drama untuk proses enghayatan tokoh yang akan dierankan sehingga sesuai dengan karakter yang terdapat dalam naskah. Tokoh Protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah saatu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan pengejewantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd dan Lewis, 1966: 59). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita , harapan-harapan pembaca. Tokoh Antagonis Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Konflik bahkan mungkin skali disebabkan oleh diri sendiri, misalnya seorang tokoh akan memutuskan sesuatu yang penting yang masing-masing menuntut konsekuensi

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

13

sehingga terjadi pertentangan dalam diri sendiri.

4. Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama Menentukan Tokoh dan Perannya dalam Drama Tokoh cerita adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa atau sebagian dari peristiwa yang digambarkan dalam cerita. Tokoh dan perannya beraneka ragam. Ada tokoh yang memegang peran sentral (penting) dan ada juga yang tidak penting (tokoh pembantu). Ada tokoh yang berkedudukan sebagai tokoh protagonist, yaitu tokoh yang pertama-tama berperan sebagai penggerak cerita. Oleh karena perannya penting, tokoh protagonist menjadi tokoh pertama yang menghadapi masalah atau terlibat dalam kesukaran. Lawan tokoh protagonis adalah tokoh antagonis, yakni tokoh yang berperan sebagai penghalang dan masalah bagi tokoh protagonist. Sebagai penengah antara tokoh protagonist dan antagonis, biasanya muncul tokoh kepercayaan bagi keduanya. Tokoh ini disebut dengan tokoh tritagonis. Tritagonis berperan mempertemukan perbedaan antara protagonis dan antagonis.

Mengekspresikan watak tokoh Kemampuan akting biasanya bertolak dari latihan mimic (ekspresi wajah). Selain itu, kita juga dapat menggunakan apa yang disebut bermain peran. Maksudnya adalah jika seorang pemeran dapat menghayati gejolak batin yang sedang dialami oleh tokoh, dengan sendirinya akan lahir ekspresi wajah yang sesuai dngan perasaannya saat itu. Jika seorang pemeran dapat merasakan kesedihan ataupun kegembiraan tokoh yang dimainkan, dengan sensirinya perasaan tersebut akan tercermin dalam ekspresi wajahnya. Ekspresi wajah sedih akan lahir dari rasa sedih, sedangkan ekspresi wajah gembira akan ahir dari rasa gembira. Oleh karena itu, seorang pemeran dituntut untuk benarbenar menghayati dan merasakan segala yang dialami oleh tokoh yang akan diperankan. Gerak-Gerik Bermain Drama Gerak di atas panggung terbagi menjadi dua, yakni gerak yang dipersiapkan harus dilatih sesuai cerita dan tokoh yang diperankan. Gerak spontan (improvisasi) ialah gerak yang dilakukan tanpa persiapan terlebih dahulu. Gerak ini merupakan gerak refleks terhadap suatu hal. Calon pemain atau actor harus berlatih gerak-gerik yang sesuai dengan watak tokoh yang diperankan. Jika memainkan tokoh berwatak keras, ia pun harus bisa tampil berwatak keras seperti dalam naskah. Jika harus menampilkan tokoh berwatak lemah lembut, ia pun harus piawai memainkan tokoh dengan karakter yang lembut pula. Hal ini tentu saja tidak mudah dilakukan., terutama untuk para pemain baru. Untuk itu, setiap calon pemain harus berlatih. Misalkan dengan latihan sebagai berikut: 1. menirukan gerak-gerik teman semeja. 2. menirukan gerak-gerik teman yang paling lucu. 3. menirukan gerak-gerik pelawak terkenal. 4. menirukan gerak presenter ternama di televise. 5. berlagak seperti orang yang sedang bersedih. 6. berlagak seperti orang yang baru saja mendapatkan keberuntungan. 7. berlagak menagis tersedu-sedu. 8. berlagak tertawa terbahak-bahak.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

15

9. berlagak tersenyum. 10.berlagak kaget/terperanjat. Membaca Naskah Drama dengan Lafal, Intonasi, dan Nada yang Jelas Untuk melakonkan sebuah naskah drama, kita harus dapat menghasilkan suara dengan artikulasi yang jelas. Suara pemain dngan lafal, artikulasi, dan intonasi yang tepat dan jelas akan mempermudah penonton menikmati dan memahami drama yang dimainkan. Suara tak dapat dipisahkan dari gerak atau lakuan. Suara akan memperjelas lakuan atau gerak dan memperjelas rangkaian cerita. Setelah pembelajaran ini, diharapkan siswa: (1) mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan; (2) mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama; (3) mampu menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam pementasan drama. 5. Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. Menentukan Tokoh dan Perannya dalam Drama Tokoh cerita adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa atau sebagian dari peristiwa yang digambarkan dalam cerita. Tokoh dan perannya beraneka ragam. Ada tokoh yang memegang peran sentral (penting) dan ada juga yang tidak penting (tokoh pembantu). Ada tokoh yang berkedudukan sebagai tokoh protagonist, yaitu tokoh yang pertama-tama berperan sebagai penggerak cerita. Oleh karena perannya penting, tokoh protagonist menjadi tokoh pertama yang menghadapi masalah atau terlibat dalam kesukaran. Lawan tokoh protagonis adalah tokoh antagonis, yakni tokoh yang berperan sebagai penghalang dan masalah bagi tokoh protagonist. Sebagai penengah antara tokoh protagonist dan antagonis, biasanya muncul tokoh kepercayaan bagi keduanya. Tokoh ini disebut dengan tokoh tritagonis. Tritagonis berperan mempertemukan perbedaan antara protagonis dan antagonis. Mengekspresikan watak tokoh Kemampuan akting biasanya bertolak dari latihan mimic (ekspresi wajah). Selain itu, kita juga dapat menggunakan apa

yang disebut bermain peran. Maksudnya adalah jika seorang pemeran dapat menghayati gejolak batin yang sedang dialami oleh tokoh, dengan sendirinya akan lahir ekspresi wajah yang sesuai dngan perasaannya saat itu. Jika seorang pemeran dapat merasakan kesedihan ataupun kegembiraan tokoh yang dimainkan, dengan sensirinya perasaan tersebut akan tercermin dalam ekspresi wajahnya. Ekspresi wajah sedih akan lahir dari rasa sedih, sedangkan ekspresi wajah gembira akan ahir dari rasa gembira. Oleh karena itu, seorang pemeran dituntut untuk benarbenar menghayati dan merasakan segala yang dialami oleh tokoh yang akan diperankan. Gerak-Gerik Bermain Drama Gerak di atas panggung terbagi menjadi dua, yakni gerak yang dipersiapkan harus dilatih sesuai cerita dan tokoh yang diperankan. Gerak spontan (improvisasi) ialah gerak yang dilakukan tanpa persiapan terlebih dahulu. Gerak ini merupakan gerak refleks terhadap suatu hal. Calon pemain atau actor harus berlatih gerak-gerik yang sesuai dengan watak tokoh yang diperankan. Jika memainkan tokoh berwatak keras, ia pun harus bisa tampil berwatak keras seperti dalam naskah. Jika harus menampilkan tokoh berwatak lemah lembut, ia pun harus piawai memainkan tokoh dengan karakter yang lembut pula. Hal ini tentu saja tidak mudah dilakukan., terutama untuk para pemain baru. Untuk itu, setiap calon pemain harus berlatih. Misalkan dengan latihan sebagai berikut: 11.menirukan gerak-gerik teman semeja. 12.menirukan gerak-gerik teman yang paling lucu. 13.menirukan gerak-gerik pelawak terkenal. 14.menirukan gerak presenter ternama di televise. 15.berlagak seperti orang yang sedang bersedih. 16.berlagak seperti orang yang baru saja mendapatkan keberuntungan. 17.berlagak menagis tersedu-sedu. 18.berlagak tertawa terbahak-bahak. 19.berlagak tersenyum. 20.berlagak kaget/terperanjat.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

17

Membaca Naskah Drama dengan Lafal, Intonasi, dan Nada yang Jelas Untuk melakonkan sebuah naskah drama, kita harus dapat menghasilkan suara dengan artikulasi yang jelas. Suara pemain dngan lafal, artikulasi, dan intonasi yang tepat dan jelas akan mempermudah penonton menikmati dan memahami drama yang dimainkan. Suara tak dapat dipisahkan dari gerak atau lakuan. Suara akan memperjelas lakuan atau gerak dan memperjelas rangkaian cerita. Setelah pembelajaran ini, diharapkan siswa: (1) mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan; (2) mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama; (3) mampu menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam pementasan drama. 6. Menggunakan gerak-gerik, mimik dan intonasi sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama. Naskah drama adalah Gerak-gerik Mimik Intonasi Kesesuaian dengan watak tokoh yang ada dalam naskah ARTI DRAMA 1. Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani draomai" yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. 2. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak 3. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama Dalam bahasa Belanda, drama adalah toneel, yang kemudian oleh PKG Mangkunegara VII dibuat istilah Sandiwara. ARTI TEATER 1. Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. 2. Dalam arti luas : Teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak 3. Dalam arti sempit : Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb. AKTING YANG BAIK

Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak. Dialog yang baik ialah dialog yang : 1. terdengar (volume baik) 2. jelas (artikulasi baik) 3. dimengerti (lafal benar) 4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah) Gerak yang balk ialah gerak yang : 1. terlihat (blocking baik) 2. jelas (tidak ragu-ragu, meyakinkan) 3. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan) 4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah) Penjelasan : Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata-kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti "tidak takut" harus diucapkan berani bukan ber-ani. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut : Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan. Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

19

Bagian kanan lebih berat daripada kiri Bagian depan lebih berat daripada belakang Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah Yang lebar lebih berat daripada yang sempit Yang terang lebih berat daripada yang gelap Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi

Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai adegan yang berlangsung 1. Jelas, tidak ragu-ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah-setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu-ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting 2. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb. 3. Menghayati berarti gerak-gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia. 7. Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama.
Harus dipertimbangkan dengan tepat. Pemain dalam drama harus benar-benar menghayati watak tokoh yang dimainkan. Supaya dapat menghayati watak tokoh dengan benar, pemain harus membaca dan mempelajari naskah drama dengan cermat. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pemain drama adalah: a. kemampuan calon pemain, b. kesesuaian postur tubuh, tipe gerak, dan suara yang dimiliki calon pemain dengan tokoh yang akan dimainkan, c. kesanggupan calon pemain untuk memerankan tokoh dalam drama. Jika ketiga hal di atas dapat dipenuhi oleh calon pemain, akan mempermudah dalam penghayatan watak tokoh dalam drama yang akan dipentaskan. Hal lain yang harus diperhatikan, saat Anda akan menghayati watak tokoh dalam drama yang akan diperankan adalah sebagai berikut: Pahamilah ciri-ciri fisik tokoh yang diperankan, seperti jenis kelamin, umur, penampilan fisik, dan kondisi kesehatan tokoh. Pahamilah ciri-ciri sosial tokoh yang diperankan, seperti pekerjaan, kelas sosial, latar belakang keluarga, dan status tokoh yang akan diperankan. Pahamilah ciri-ciri nonfisik tokoh, seperti pandangan hidup dan keadaan batin. Pahamilah ciri-ciri perilaku tokoh dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah konflik.

Pementasan Drama
Hal-hal yang dipersiapkan dalam pementasan drama adalah: Sutradara (pemimpin pementasan), Penulis naskah (penulis cerita), Penata artistik (pengatur setting, lighting, dan properti), Penata musik (pengatur musik, pengiring, dan efek-efek suara), Penata kostum (perancang pakaian sesuai dengan peran), Penata rias (perancang rias sesuai dengan peran), Penata tari/koreografer (penata gerak dalam pementasan), Pemain (orang yang memerankan tokoh),

8. Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama Drama merupakan salah satu karya fiksi yang ide penulisannya banyak diambil dari pengalaman manusia yang dinarasikan dalam bentuk adegan dan latar. Drama selalu menggambarkan ketegangan-ketegangan atau pertentanganpertentangan, konflik antar pribadi, atau antar manusia dengan dirinya sendiri atau dengan keadaan sekelilingnya. Dalam menuliskan drama maka perlu memperhatikan susunan plot sebagai berikut 1. Eksposisi Adalah lakon / plot dimulai dengan suatu insiden yang mengawali adanya konflik. 2. Komplikasi Dari insiden permulaan terjadilah penanjakan lakon sehingga berkembang menjadi konflik ketegangan mencapai klimaks. 3. Resolusi Konflik mulai mengendur karena ditemukan jalan keluar. Konflik menuju penyelasaian dan akhirnya konflik itu terselesaikan. Teks naratif bercerita mengenai suatu kejadian, teks drama merupakan kejadian itu sendiri yang terjadi di atas panggung. Bagian penting di dalam kejadian atau perbuatannya itu ialah dialog-dialog. Dalam dialog tidak hanya terjadi pembicaraan mengenai suatu kejadian, dfialog-dialog itu sendiri merupakan suatu kejadian. Bila seorang pelaku menyajikan sesuatu,

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

21

mengancam, atau mengajukan permintaan, itu berarti ikut menggerakkan roda-roda peristiwa Berikut adalah unsur-unsur yang ada dalam drama. 1. Latar Latar dalam sebuah drama bersifat fiktif, sama seperti pelaku (peran). Misalnya para lawan bicara berada dalam ruang yang sama pada waktu yang sama, maka ruang tersebut yang dinamakan latar bagi sebuah dialog. Latar dalam sebuah teks naratif dapat disajikan secara langsung maupun tak langsung. Penyajian secara langsung yaitu melalui pembeberan apa yang sedang terjadi, berita-berita, informasi mengenai sebab misabab yang mengakibatkan situasi seperti sekarang ini, sedangkan secara tak langsung yaitu dengan memberikan wujud konkret pada latar, missal dengan pemakaian bahasa yang khas, yang mengisyaratkan situasi sosial atau psikologi tertentu. Ragam bahasa yang dipakai di kalangan istana atau kota, dalam kalangan kaum nungrat atau hamba akan mengisyaratkan di mana berada. 2. Tema Sebuah tema bersifat dipahami oleh penonton. 3. Penokohan Disebut juga dengan perwatakan, adalah pelukisan watak atau penciptaan tokoh pleh pengarangnya. Pelukisan atau penciptaan ini dilakukan secara langsung dan tak langsung. Secara langsung, pengarang dapat menjelaskan watak tokoh yang akan diperankan, secara tak langsung pengarang menjelaskan watak tokoh melalui percakapan antara satu tokoh dengan tokoh yang lain, baik secara eksplisit maupun implisit yang berkomentar tentang dirinya atau dikomentari oleh tokoh lain. Pelukisan watak seorang tokoh dapat dilakukan dengan cara pengucapan oleh tokoh-tokoh lain. Namun, membeberkan cerita agar

terkadang pembaca tidak secara langsung percaya walaupun setidak-tidaknya ucapan tersebut mengandung penafsiran, dan semua diserahkan kepada pembaca. Seorang tokoh dapat melukiskan wataknya sendiri dengan sebuah adegan yaitu berbicara sendiri atau monolog. Pelukisan di atas merupakn pelikusan secara eksplisit, sedangkan secara implisit dilakukan denagn melihat tokoh berbicara, ragam bahasa yang digunakan, hal-hal apa yang dibicarakan, dsb. 4. Setting atau latar Berkaitan dengan latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat menjelaskan di mana peristiwa itu berlangsung. Latar waktu berkaitan dengan kapan peristiwa itu berlangsung, sedangkan latar sosial berkaitan dengan lingkungan dan latar belakang peristiwa itu berlangsung. 5. Plot atau Alur Alur atau plot adalah suatu adalah jalannya arah dari peristiwa yang dilakukan oleh para tokoh. Biasanya dikenal tiga alur yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran. Alur maju adalah jalan cerita yang bergerak maju kearah masa depan. Peristiwa yang diceritakan oleh para tokoh adalah peristiwa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Alur mundur adalah jalan cerita yang bergerak mundur, dengan kata lain cerita dalan cerpen tersebut mengisahkan peristiwa yang terjadi dimasa yang telah lalu, yang sudah terjadi atau flashback. Alur campuran adalah suatu alur atau jalan cerita yang disajikan maju dan mundur yaitu menceritakan kehidupan yang terjadi sekarang, masa depan, tetapi juga masa lalu.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

23

Tes Kompetensi 1 Bacalah dengan saksama sebuah cerita berdasarkan pengalaman pribadi dibawah ini, kemudian buatlah naskah drama berdasarkan cerita tersebut.

MINGGIR.!!!!!!
Suatu pagi di pertengahan September kira-kira pukul 16.00 WIB, desaku sudah nampak ramai. Lalu-lalang orang membuat suasana yang berbeda pagi itu. Seakan-akan orang di desaku tidak memiliki pekerjaan lain selain lalu-lalang. Pukul 06.00 adalah waktu yang sudah cukup siang bagi para petani. Biasanya sekitar pukul 05.00 para petani di desaku sudah mulai bekerja di sawah. Dan pagi itu mbah Karta salah seorang tetanggaku yang juga sudah disibukkan dengan pekerjaannya di sawah. Nitip sepeda,Bu.kata mbah Karta dengan suara yang agak berteriak.Ya,mbah.,jawab ibuku dengan agak berteriak pula. Mbah Karta selalu menitipkan sepedanya di rumahku karena sawahnya berada tepat di sebelah utara rumahku. Suasana persawahan pagi itupun menjadi semakin ramai dengan kedatangan mbah Karta.Awas encoknya,Mbah..,ladek seorang petani yang berada di sawah sebelahnya sambil tertawa. Di tengah kesibukan para petani itu, dari arah selatan dating sebuah mobil mewah silver warnanya mendekati mbah Karta yang saat itu sedang duduk beristirahat di rerumputan dekat jalan. Tiba-tiba keluar seorang bapak yang berdasi dan berjas ditambah lagi sepatunya yang mencolok mata.Permisi,Pak.,sapa orang berdasi itu dengan ramah. Mbah Karta tersenyum sambil memandang bapak tadi. Maaf, Pak.Ini namanya daerah apa ya, Pak?Tanya bapak itu.Minggir, jawab mbah Karta dengan pelan. Bapak tadi kaget dan mengulangi pertanyaannya.Pak, ini daerah mana? sekali lagi mbah Karta menjawab, Minggir. Bapak itu menjadi jengkel,Ini daerah mana, Pak?tanya bapak itu dengan nada yang karas dan tinggi, menunjukkan kalau bapak itu marah.Minggir! jawab mbah Karta dengan nada yang sama dengan bapak itu dan tiba-tiba matanya melotot.

Bapak tadi marah-marah karena merasa disepelekan.MINGGIR, kata mbah Karta dengan lantang dan mendadak bangkit dari duduknya. Mendengar teriakan lantang mbah Karta itu, aku dan ibuku serta beberapa tetangga lainnya keluar rumah dan mendekati mbah Karta. Orang-orang yang bekerja pun menghentikan pekerjaannya untuk memastikan apa yang terjadi pada mbah Karta. Sudah tua , kurang ajar lagi. Saya hanya mau bertanya,e.eesaya malah diusir. Saya Cuma mau bertanya ini daerah mana, kok malah marah. Jelas bapak berdasi itu. Serentak orang-orang yang ada di situ menjawab dengan suara keras namun bernada rendah, MINGGIR., bapak itu kembali terkejut. Ini daerah minggir, Pak, desa minggir, dusun minggir juga, jelas ibuku. Ooo..ooo..ini daerah Minggir ya, Bu. Jawab bapak itu dengan kaget dan malu-malu lalu meninggalkan kerumunan orang itu dan menghampiri mbah Karta yang telah duduk kembali. Maaf ya, Pak. Suara bapak itu pelan. Mbah Karta hanya tersenyum geli penuh kemenangan. Bapak berdasi itu kemudian meninggalkan tempat tadi dan melanjutkan perjalanannya kea rah utara dengan tenang namun menyimpan rasa malu yang dalam. Tes kompetensi 2 1. Bentuklah sebuah kelompok yang terdiri dari 5-7 orang! 2. Buatlah sebuah naskah drama sederhana kira-kira berdurasi 25-20 menit berdasarkan pengalaman pribadi salah satu anggota kolompok! 3. Mainkan drama tersebut di depan kelas! 9. Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat A. Pengertian Hikayat Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama.Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara atau untuk membangkitkan semangat juang. B. Ciri-ciri hikayat adalah sebagai berikut.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

25

1. Isi ceritanya berkisar pada tokoh raja-raja dan keluarganya (istana sentris). 2. Bersifat pralogis, yaitu memiliki logika tersendiri yang tidak sama dengan logika umum, ada juga ynag menyebutnya fantastis. 3. Mempergunakan banyak kata arkais. Misalnya, hatta, syahdan, sahibul hikayat, menurut empunya cerita, konon, dan tersebutlah perkataan. 4.Tema dominan dalam hikayat adalah petualangan. Biasanya di akhir kisah, tokoh utamanya berhasil menjadi raja atau orang yang mulia. C. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. 1. Unsur Intrinsik a.TemadanAmanat Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol. Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut. b Tokoh dan Penokohan Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character) Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan

satu segi, misalny6a baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifatsifatnya. Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau caracara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja. Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi. c.AlurdanPengaluran Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian : 1. Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokohtokohnya.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

27

2. Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku. 3. Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru. 4. Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokohtokohnya. 5. Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan Alur mulai terungkap. .6. Akhir, yaitu terselesaikan. seluruh peristiwa atau konflik telah

Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya. d.LatardanPelataran Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar. e.PusatPengisahan

Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah privbadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu. 2. Unsur Ekstrinsik Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.

Contoh cerita novel dan hikayat


Cerita Novel
Cinta untuk Divan
Karya Tubagus R. Kahfi

Anak laki-laki baru saja selesai memasang tenda. Malam makin mencekam. Langit masih kelam, hujan tidak juga reda. Udara dingin masih meraja, menusuk kulit, menyusup lewat pori-pori. Anak-anak berkumpul di teras mushola. Sementara itu di dapur umum, Mita, Cinta, Cicih, dan beberapa anak perempuan lainnya sedang menyiapkan minuman hangat. Wedang jahe, kopi susu, dan teh manis. Iseng-iseng Divan menghampiri dapur umum, sekadar ingin tahu apa yang sedang dibuat oleh Mita dan kawan-kawan, tentunya juga ingin menengok Mita. Divan mengintai dari balik sebuah pohon. Ia ingin mengagetkan mereka yang sedang asik mengobrol. Tanpa sengaja Divan mendengar pembicaraan mereka. "Aduh Mit, senang dong ya?" ujar Cicih sambil meledek. "Apa?"

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

29

"Di tempat dingin seperti ini ada api membara, betul temanteman?" Anak-anak perempuan di situ tertawa geli melihat wajah Mita memerah. "Nih Mit, kopi susu buat pangeran impianmu. Berikan padanya dengan penuh perasaan, biar dia tahu kalau kamu sayang sama dia," ujar Cinta sambil menyodorkan segelas kopi susu. "Yang lainnya gimana? Nanti pada iri?" tanya Mita ragu. "Halah, mereka pasti ngerti, Mit. Lagipula kita bawa minuman ini sama-sama." Cicih meyakinkan. "Ya sudah" Divan segera berlari menuju mushola. Ia khawatir keberadaannya terlanjur diketahui. Hatinya disinggahi rasa bahagia. Beberapa saat lagi ia akan mereguk segelas kopi susu yang dibawakan oleh Mita hanya untuknya. "Van, dari mana sih?" tanya Sinta. "Teman-teman, sebentar lagi akan datang minuman hangat lho! Asik!" Tak lama Mita dan teman-temannya datang. Masing-masing membawa baki berisi beberapa gelas minuman. Sementara itu, Mita hanya membawa segelas minuman kopi susu. Melihat itu Divan segera pasang aksi sok cuek, sok pura-pura tidak tahu. Ia menunggu Mita datang menghampiri. Tak lama kemudian ia melihat di arah kanannya Mita memberikan segelas kopi susu itu pada Yudi. Aksi Mita disambut meriah oleh beberapa anak-anak. Yudi bingung pada sikap Mita. Tapi ia tidak ambil pusing, ia menganggap ini hanya sebuah lelucon agar suasana menjadi hangat. Ia pun menerima segelas kopi susu yang dibawa oleh Mita. Sementara itu Sinta dan Vio tidak bisa ikut menikmati keceriaan itu. Mereka saling memberi isyarat, ini tentang kekhawatiran mereka terhadap Divan. Maka berkobarlah api cemburu di dada Divan. Di matanya ada badai. Topan lalu-lalang dalam benaknya. Ada ngilu di ulu hatinya. Tulang-tulangnya terasa sakit. Tapi Divan hanya diam, menunggu badai usai sambil menikmati segelas wedang jahe yang dibawakan oleh Cinta, bukan segelas kopi susu dari tangan Mita. "Van, kamu baik-baik saja?" tanya Vio sambil merapatkan diri pada Divan. Divan terus menghembuskan asap dari sebatang Djarum Coklat yang terselip di jarinya. Ia menatap Vio lalu mengangguk. "Jelek amat!" ujar Vio sambil memonyongkan mulutnya. "Apa?" Divan heran. Vio segera menyambar rokok yang ada di tangan Divan lalu membuangnya ke genangan. Divan terkejut. "Apa-apaan sih Vi?"

"Sudah, jangan merusak diri sendiri. Aku tahu kok kamu ini bukan perokok." "Terus?" "Ya jangan mentang-mentang lagi patah hati, terus kamu berubah jadi seorang perokok gitu!" Divan terkekeh. "Apa? Patah hati? Kamu ngomong apa sih Vi? Ada-ada saja." "Aku bicara tentang kamu dan Mita." "Hah? Mita? Memangnya dia kenapa?" Vio jadi bingung. Dia pikir Divan tahu apa yang sebenarnya terjadi antara dia, Mita, dan Yudi. "Lho? Kamu belum tahu, Van? Atau pura-pura tidak tahu?" Divan menggeleng. "Tuh, lihat di dekat tenda anak perempuan," ujar Vio sambil menunjuk ke arah tenda anak-anak perempuan. Di sana Divan melihat beberapa anak perempuan termasuk Mita, sedang menyanyi diiringi oleh gitar yang dipetik oleh Yudi. "Memang kenapa? Mereka sedang bernyanyi bersama, memangnya salah?" "Bukan itu Van, bukan!" "Terus, apa?" "Mita." "Ya, ada apa dengan Mita?" "Dia itu." "Kenapa, Vi?"Kependudukan" Dia itusebetulnya jatuh cinta sama Yudi!" Divan mematung. Ia masih tidak percaya dan tidak ingin percaya pada apa yang dikatakan Vio. Ia meyakinkan diri bahwa Vio asal bicara dan hanya mengarang-ngarang cerita. Tapi, sebetulnya apa yang dikatakan oleh Vio sejalan dengan firasatnya selama ini. Firasat yang selalu berusaha disingkirkan dari benaknya. Tetapi, makin lama firasat tidak enak itu kembali datang, bahkan makin kuat. "Mita mendekati kamu sebenarnya cuma ingin dekat dengan Yudi, Van." Divan terdiam. Matanya tertuju pada sosok Mita dan Yudi yang sedang tertawa-tawa bersama. "Benarkah?" tanyanya dalam hati. "Malah Van, kata temen gengnya Mita, besok mereka bakal jadian! Anak-anak sudah pada tahu kok." Divan tersentak, "Apa?" Vio mengangguk. "Terus katanya sih.." Pembicaraan Vio terpotong oleh kedatangan Sinta. "Vio! Eheu itu Vinasi liwetnya gosong deh kayaknya."

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

31

Selama beberapa saat, Vio dan Sinta berpandangan. Sinta memberi isyarat untuk Vio yang artinya agar Vio pergi dari situ. Tak lama kemudian Vio pergi meninggalkan Sinta dan Divan. "Van, sabar saja, ya," ujar Vio sambil berlalu dan menepuk bahu Divan. Sinta mendekat ke arah Divan. Ia duduk di sampingnya. Ia menawarkan segelas kopi susu jahe yang baru saja dibuatnya. Gelas itu segera disambar Divan. Setelah menghirup aroma minuman hangat itu, Divan menempelkan dinding gelas ke perutnya. Divan memang punya kebiasaan jelek, perutnya akan terasa sakit jika terkena angin dingin. Selama beberapa menit mereka terpaku sambil menatap gemerlap bintang di langit. Di hutan yang gelap gulita seperti ini bintang memang terlihat lebih terang dan lebih banyak. Mungkin di daerah seperti ini memang tidak ada polusi cahaya yang membuat bintang seringkali terlihat samar. Sinta menatap Divan. "Van, euVio benar. Mita memang suka sama Yudi. Kamu hanya dijadikan sebagai batu loncatan agar dia bisa kenal Yudi lebih dekat." Divan terdiam. Entah harus bicara apa. "Lupakan Mita ya, Van?" Divan mengerutkan dahinya. Tapi, ia masih saja tidak mau bersuara. Divan yakin jika sepatah kata saja ia bicara maka air mata akan mudah tumpah dari sudut matanya. Kali ini Divan tidak ingin menangis, apalagi di depan Sinta. Memalukan. Ya, untuk urusan cinta seperti ini Divan juga bisa menangis. Hanya saja Divan selalu berusaha untuk ingat judul lagunya The Cure, Boys Dont Cry. Dilarang menangis, apalagi cuma gara-gara urusan cinta. Divan mengeluarkan sebatang rokok A Mild dan korek api dari saku bajunya. "Van? Dapat dari mana?" "O, ini dari Andry. Kenapa? Mau?" "Ih, sembarangan! Lagipula sejak kapan sih kamu jadi perokok?" Divan terdiam. Ia tidak menghiraukan pertanyaan Sinta. Rokok itu lalu disulutnya. Maka mengepullah asap dari mulut dan hidungnya. "Sudah aku duga sebelumnya, Ta." "Maksud kamu?" "Ya, aku sudah punya firasat." "Kalo begitu, kenapa kamu tidak segera mengubur perasaan kamu buat Mita?" "Ya tidak segampang itu Ta. Begini, seperti canta kamu ke Ronal, kamu tahu, kan kalau dia sudah jadi kekasihnya Agri? Nah, tapi

kamu tetap mengharapkan Ronal jadi pangeran yang terbang dengan kuda pegasus terus datang menjemput kamu. Gitu kan, Ta? Aku juga sama, Ta." Sinta terdiam. Ia hanya mengangguk. "Ta, Aku lelah. Sepertinya aku memang ditakdirkan untuk sendiri. Sekeras apapun usaha aku untuk punya pacar, sepertinya sia-sia. Selalu saja ada kendala, Ta." Sinta menangkap kegelisahan di mata sahabatnya. "Bayangkan, Ta. Selama hampir setahun ini aku seperti mendapat kutukan, Ta. Sepertinya semua cinta yang ingin kupersembahkan untuk orang yang aku pilih, layu sebelum sempat menyentuh hati orang itu, Ta. Ini sudah ketiga kalinya, Ta!" Divan meletup-letup meluapkan emosinya. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XI Program IPA dan IPS. "Aku muak, Ta. Sangat muak! Apa sih gunanya hidup? Toh cepat atau lambat aku hanya akan mendapat hadiah berupa kematian." "Kamu ini ngomong apa sih? Kamu tidak perlu bicara seperti itu. Memangnya tidak ada hal lain yang dapat kamu kerjakan di dunia ini. Menyebalkan, kamu lembek , Van." "Kamu tidak mengerti. Ta. Lihat orang-orang di sekeliling kita, Ta. Sepertinya mereka gampang menemukan cinta. Sepertinya hidup mereka benar-benar indah. Sementara aku? Sepertinya akuAH!" Divan menghempas rokoknya. Sinta segera menyodorkan kopi susu jahe pada Divan. "Nih, minum Van. Sudahlah! Kamu seperti anak kecil saja. Terlalu emosional!" Emosi Divan pun mereda. "Maaf Ta, aduh, aku kok jadi seperti orang yang kerasukan ya?" Divan tersenyum pada Sinta. Mereka saling bertatapan cukup lama. "Ya sudah, pokoknya mulai nanti saat kita kembali ke Bandung, kamu berburu lagi ya, De." Sinta terkekeh. "Ya ya ya, kamu juga dong. Masa terus ,menunggu si pangeran buruk rupa itu." Sinta melotot. Ia lalu memiting leher Divan dan mencubiti pipinya. "Dasar! Bilang apa tadi? Ayo bilang sekali lagi!" "Adudududuhampun Ta, AW! Iya, iya, tadi aku bilang pangeran tampan." Sinta melepaskan Divan. "Nah, gitu dong!" "Tapi berjerawat!" ledek Divan sambil berlari ke arah mushola. "Heh! Dasar sableng! Sembarangan! Dia lelaki paling tampan yang pernah ada di dunia!" "Ya, ya, di dunia gaib!" teriak Divan dari kejauhan. "ARRRRGGHH! Awas kamu Van! Kamu mau ke mana, Van?"

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

33

"Mau sholat Isya dulu!" "Ya sudah, hati-hati kecebur ke kolam! Nanti kamu tambah buruk rupa lagi!" Tak ada jawaban. Suasana hening. Hanya suara jangkrik dan suara berdesis seperti suara desis ular gurun. Dalam kutipan novel ini, terdapat unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Adapun unsur intrinsiknya adalah sebagai berikut. 1. Peristiwa Dalam penggalan novel tersebut diceritakan kekecewaan Divan yang tidak pernah berhasil mendapatkan cinta. Bahkan, orang yang dicintainya ternyata jatuh cinta pada Yudi, sahabatnya. Divan mengalami kekecewaan dan merasakan kecemburuan. Ia pun tiba-tiba berubah menjadi seorang perokok. 2. Penokohan Dari penggalan novel tersebut, ditemukan beberapa tokoh yang membangun cerita. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Divan sebab pengarang sering memunculkan Divan dan menampilkan kemelut batin Divan. Di samping itu, ada juga tokoh Yudi dan Mita yang menjadi pokok permasalahan bagi Divan. Dapatkah Anda mengemukakan tokoh-tokoh lainnya dalam penggalan novel di atas? 3. Tema Tema dalam penggalan novel tersebut adalah mengenai warna-warni percintaan remaja yang ditunjukkan oleh keberadaan tokoh-tokohnya yang bertemu dalam sebuah konflik tentang cinta. 4. Latar Latar tempat yang digunakan adalah di sebuah tempat perkemahan. Adapun latar waktunya adalah malam hari. Hal tersebut dapat dibaca dalam paragraf pertama, yaitu

Hikayat
Hikayat Panji Semirang Selang beberapa hari Galuh Ajeng mendapat kabar, bahwa Galuh Cendera Kirana sudah bertunangan dengan Raden Inu itu. Galuh Ajengpun semakin hari semakin bertambah-tambah sakit hatinya kepada Galuh Cendera Kirana itu, tambahan pula Sang Ratu menaruh kasih dan sayang pada Cendera Kirana itu.

Pada masa itu Galuh Ajengpun menangislah, hingga matanya balut dan sembab, karena pada pikirnya: "Mengapakah kakak Cendera Kirana dipinang dan aku tiada? Dan bukankah aku ini anak Sang Nata juga?" Galuh Ajengpun tiada berhenti daripada berpikir yang demikian itu, serta menangis dengan tangis yang amat sangat setiap pagi dan petang. Paduka Liku melihat hal anaknya, Galuh Ajeng itu, matanya balut bekas menangis, sakitlah hatinya teramat sangat, lalu menghadap ke bawah duli Sang Nata. Paduka Liku itu lalu duduk berderet dengan Mahadewi di hadapan Sang Nata itu. Pada masa itu, Galuh Cendera Kirana duduk jauh, tanda menghormati pada ibunya. Baginda Sang Ratu, melihat tingkah laku paduka ananda sangat hormat dan talim itu, bertambahtambahlah belas kasihan hatinya, sebab dilihatnya, bahwa puteranya itu meng-tahui akan derajat dirinya dan lemah lembut segala barang lakunya. Baginda Sang Nata memanggil Cendera Kirana, diajaknya santap. Iapun datanglah, dengan talimnya serta menyembah, lalu santap bersama-sama dengan Sang Nata dan Mahadewi itu. Pada masa itu Paduka Liku dan Galuh Ajeng itu sakit hati teramat sangat dan timbullah kedengkian di dalam hatinya, karena melihat Cendera Kirana santap itu. Sungguh masing-masing santap, tetapi hati Paduka Liku dan Galuh Ajeng tiada terlepas daripada kedengkian itu. Setelah sudah santap, lalu kembalilah dan masing-masing diiringkan oleh dayang-dayangnya. Setelah masing-masing sudah tiba ke dalam istananya, Paduka Liku tiada juga hilang sakit hatinya dan tiada mengetahui apa, yang akan dibuatnya. Pada ketika itu, lalu ia membuat tapai dan dibubuhinya racun, lalu ditaruhnya di dalam bokor emas. Setelah sudah, lalu disuruh persembahkan oleh dayang-dayangnya pada permaisuri. Dayangdayang itu pergilah membawa persembahan, yang ditaruh di dalam bokor yang ama mejelis dan permai itu, sehingga tiada tersangka, bahwa telah bercampur dengan racun. Dayang-dayang itupun berjalan menuju ke istana permaisuri. Setelah sampai, lalu dipersembahkannya persembahan itu dengan manis mukanya, seraya berdatang sembah, katanya:140 Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XI Program IPA dan IPS

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

35

"Inilah persembahan Paduka Liku yang tiada dengan sepertinya, yang diiringkan dengan sembah sujud, disuruh Paduka Liku persembahkan ke bawah duli tuanku." Permaisuri lalu menyambut itu, sambil memandang muka dayangdayang yang amat manis itu, serta disuruhnya dayang-dayangnya menyalin bokor itu. Lalu disalin dayang-dayanglah bokor itu. Setelah itu, lalu kembalilah dayang-dayang itu dan dipersembahkannya apa-apa, yang telah diperbuatnya itu. Paduka Liku bersuka hati teramat sangat dan berpikir di dalam hatinya: "Pada hari inilah permaisuri itu akan mati dan akulah, yang akan menggantikannya menjadi permaisuri. Jikalau Cendera Kirana yang memakan itu, niscaya iapun akan mati juga dan anakku, Galuh Ajeng akan aku jadikan tunangan Raden Inu Kartapati, supaya kerajaan negeri Daha dan Kuripan didudukinya semua, karena patutlah ia menggantikan." Setelah sudah ia berpikir yang demikian itu, lalu disuruhnya dayang-dayangnya menutup pintu. Dayang-dayang itu lalu lari menyembunyikan dirinya, hanya tinggal Galuh Ajeng dan Paduka Liku saja di dalam puri itu dan rupanya tiada lain, yang dipikirkannya, hanya: "Jikalau permaisuri memakan tapai itu, tak dapat tiada pada hari itu juga ia akan mati." Pada masa itu Paduka Liku lalu memanggil saudaranya, yang bernama Menteri. Menteri itu datanglah menghadap saudaranya itu. Kata Paduka Liku: "Hai, Saudaraku, Menteri, tolong apalah kiranya caharikan daku seorang tukang tenung, yang pandai membuat guna-guna dan yang tahu melembutkan hati orang, supaya yangan aku dimurkai oleh Sang Ratu dan supaya Sang Nata suka menurut kepada barang apa kata-kataku dan supaya ia kasih dan sayang akan daku lebih daripada yang lain-lain dan supaya Sang Ratu suka menurut pengajaranku dan boleh lebih cinta akan daku." Setelah itu, Menteripun diberinya beberapa dinar dan harta benda. Setelah menerima itu, berangkatlah ia dengan segera, hendak mencahari tukang tenung itu, lalu berjalan masuk hutan, keluar hutan, masuk rimba, keluar rimba, serta melalui beberapa bukit dan padang. Dimana ada ajar atau tukang tenung yang sakti lalu disinggahinya. Siang malam tiada berhenti daripada berjalan dengan seorang dirinya. Berkawan tiada berani, karena takut, nanti terbuka rahasianya. Dari sebab hendak menolong dan kasih sayang pada saudaranya, lupalah ia akan takut, melainkan berjalan dengan seorang dirinya dan tidur di dalam hutan dibawah pohon yang besar-besar, serta menanggung kesengsaraan yang amat sangat. Setelah pagi-pagi, apabila matahari terbit, bangunlah ia, lalu berjalan pula. Demikianlah kelakuannya Menteri itu. Jika belum dapat, belumlah ia hendak berhenti.

Setelah berapa lamanya ia berjalan itu, maka terpandanglah olehnya sebuah gunung. Dengan sukacita yang amat sangat dihampiri dan didakinyalah gunung itu hingga sampai ke puncaknya, di situlah kiranya dipertemukan Dewata yang mahamulia akan hajatnya. Dilihatnya ada seorang pertapa yang amat sakti rupanya. Ajar itu sudah bertapa beberapa lamanya di atas gunung itu dengan tiada makan dan tiada minum. Matanya sudah kabur, tiada melihat lagi dan ialah yang dimalui oleh berahmana dan ajar-ajar. Setelah Menteri itu melihat orang pertapa itu, iapun bersukacita teramat sangat, lalu sujud serta menyembah hingga tujuh kali dan diterangkannya maksudnya, katanya: "Hamba ini dititahkan oleh saudara hamba perempuan akan meminta suatu pertolongan pada tuan hamba." Pertapa itupun membukakan matanya, lalu berkata: "Hai, Menteri, baiklah nanti kutolong padamu, supaya segala menteri dan hulubalang dan ratu-ratu boleh mengasihi padanya dan sekarang telah disampaikan hajatnya dan telah dikabulkan oleh Dewata yang mahamulia akan permintaannya." Pertapa itupun lalu membuang sepah sirihnya dan lalu menyuruh memungut itu kepada Menteri sambil berkata: "Sepah sirih itu kaubungkus dengan kain putih atau dengan sapu tangan atau dengan barang sekehendak hatimu." Menteri itu lalu memungut dan membungkus sepah sirih itu dengan sapu tangannya. Setelah sujud dan menyembah pertapa itu, lalu ia berjalan kembalilah menuju keistana Paduka Liku itu dengan tangkas lakunya, serta berjalan dengan tiada berhenti, karena teramat bersukacita. Tiada berapa lamanya sampailah ia ke istana itu, lalu masuk dengan diam-diam hendak mendapatkan Paduka Liku itu. Setelah berjumpa, lalu diberikannya sepah sirih itu dan dikatakannya segala pesan pertapa itu.

Lampiran Tabel

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

37

Unsur Instrinsik

Cinta untuk Divan

Cerita Novel

Hikayat Panji
Semirang

a. Peristiwa b. Penokohan c. Tema d. Latar

Unsur Ekstrinsik

Fiksi
10. Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik

novel indonesia atau terjemahan


MENGIDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DALAM NOVEL

"Buku adalah Jendela Pengetahuan", begitu dikatakan oleh para filsuf di zaman kuno. Benar adanya apabila buku dikatakan sebagai jendela pengetahuan pasalnya dengan membaca buku cakrawala dan pengetahuan kita dapat bertambah. Pada hakikatnya buku memiliki dua buah genre atau jenis pertama yaitu buku fiksi dan buku non fiksi atau scien atau disebut juga buku pengetahuan.ada bab ini kita akan membahas tentang buku yang bergenre fiksi atau lebih spesifiknya kita akan membahas tentang novel. Pada hakikatnya ada dua macam novel, yaitu novel indonesia dan novel terjemahan. Pada pelajaran terdahulu kita telah mencoba belajar untuk membaca novel, lha kini saatnya kita untuk belajar mengidentifikasi unsur-unsur di dalam novel. mengidentifikasi novel yang harus diketahui.
Berikut ini ada beberapa tahapan untuk menganalisis atau

Pertama, latar. Latar dalam novel ada tiga jenis yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar tempat berkaitan dengan tempat terjadinya peristiwa, latar waktu berkaitan dengan waktu peristiwa tersebut terjadi, sedangkan latar sosial adalah latar dimana keadaan sosial masyarakat pada cerita tersebut terjadi. Pelukisan latar novel dapat saja melukiskan keadaan latar secara rinci sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, konkret dan pasti. Walaupun demikian, cerita yang baik hanya akan melukiskan detail-detail tertentu yang dipandang perlu. Kedua, penokohan. Tokoh-tokoh cerita novel biasanya ditampilkan secara lebih lengkap, misalnya yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik, tingkah laku, sifat dan kebiasaan, serta hubungan antartokoh, baik yang dilukiskan secara langsung maupun tak langsung. Semua itu, tentu saja akan memberi gambaran yang lebih jelas dan konkret mengenai keadaan para tokoh. Itulah sebabnya tokoh-tokoh cerita novel dapat lebih mengesankan. Ketiga, alur/plot. Alur dapat didefinisikan secara sederhana sebagai penanda jalannya cerita. Atau lebih kompleksnya sebagai sebuah konflik cerita. Biasanya pada novel terdapat ketidakterikatan pada panjang cerita yang memberi kebebasan kepada pengarang, umumnya novel memiliki lebih dari satu plot terdiri dari satu plot utama dan sub-sub plot. Plot

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

39

utama berisi konflik utama yang menjadi inti persoalan yang diceritakan sepanjang karya itu, sedangkan sub-sub plot berupakonflik-konflik tambahan yang sifatnya menopang, memperjelas dan mengintensifkan konflik utama untuk sampai ke klimaks. Plotplot tambahan atau sub-sub plot itu berisi konflikkonflik yang mungkin tidak sama kadar kepentingan atau peran terhadap plot utama. Masing-masing sub plot berjalan sendiri, sekaligus dengan penyelesaiannya sendiri pula, tetap berkaitan satu dengan yang lain dan tetap dalam hubungan dengan plot utama. Nah, sekarang supaya kalian lebih paham tentang tahapan-tahapan dalam analisis novel maka perhatikan dengan seksama penggalan novel dibawah ini dan perhatikanlah juga contoh analisis yang ada di bawahnya Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Bayangan tiga orang pria berkelebat, memutus sinar stainless tadi dan sekarang pemisah kami dengan nasib buruk hanya beberapa keping papan tipis. Ketiga bayangan itu merapat ke dinding, dekat sekali sehingga tercium olehku bau keringat seorang pria kurus tinggi bersafari abu-abu. Ketika ia berbalik, aku membaca nama pada emblem hitam murahan yang tersemat di dadanya: MUSTAR M. DJAI'DIN, B.A. Aku tercekat menahan napas. Sebelah punggungku basah oleh keringat dingin. Dialah tokoh antagonis itu. Wakil kepala SMA kami yang frustrasi berat. Ia westerling berwajah tirus manis. Bibirnya tipis, kulitnya putih. Namun, alisnya lebat menakutkan. Sorot matanya dan gerak-geriknya sedingin es. Berada dekat dengannya, aku seperti terembus suatu pengaruh yang jahat, seperti pengaruh yang timbul dari sepucuk senjata. Pak Mustar menyandang semua julukan seram yang berhubungan dengan tata cara lama yang keras dalam penegakan disiplin. Ia guru biologi, Darwinian tulen, karena itu ia sama sekali tidak toleran. Lebih dari gelar B.A. itu ia adalah suhu tertinggi perguruan silat tradisional Melayu Macan Akar yang ditakuti. "Berrrrandalll!!" Ia menekan dengan gusar hardikan khasnya, menjilat telunjuknya, dan menggosok-gosokkan telunjuk itu untuk

membersihkan emblem namanya yang berdebu. Aku melepaskan napas yang tertahan ketika ia membalikkan tubuh. Sebenarnya Pak Mustar adalah orang penting. Tanpa dia, kampung kami tak 'kan pernah punya SMA. la salah satu perintisnya. Akhirnya, kampung kami memiliki Sebuah SMA, sebuah SMA Negeri! Bukan main! Dulu kami harus sekolah SMA ke Tanjong Pandan, 120 kilometer jauhnya. Sungguh hebat SMA kami itu, sebuah SMA Negeri! Benar-benar bukan main! Namun, Pak Mustar berubah menjadi monster karena justru anak lelaki satu-satunya tak diterima di SMA Negeri itu. Bayangkan, anaknya ditolak di SMA yang susah payah diusahakannya, sebab NEM anak manja itu kurang 0,25 dari batas minimal. Bayangkan lagi, 0,25! Syaratnya 42, NEM anaknya hanya 41,75. Setelah empat puluh tahun bumi pertiwi merdeka akhirnya Belitong Timur, pulau timah yang kaya raya itu, memiliki sebuah SMA Negeri. Bukan main. SMA ini segera menjadi menara gading takhta tertinggi intelektualitas di pesisir timur, maka ia mengandung makna dari setiap syair lagu "Godeamus Igitur" yang ketika mendengarnya, sembari memakai toga, bisa membuat orang merasa IQ-nya meningkat drastis beberapa digit. Pemotongan pita peresmian SMA ini adalah hari bersejarah bagi kami orang Melayu pedalaman, karena saat pita itu terkulai putus, terputus pula kami dari masa gelap gulita matematika integral atau tata cara membuat buku tabelaris hitung dagang yang dikhotbahkan diSMA. Tak perlu lagi menempuh 120 kilometer ke Tanjong Pandan hanya untuk tahu ilmu debet kredit itu. Karena itu berbondongbondonglah orang Melayu, Tionghoa, Sawang, dan orang-orang pulau berkerudung ingin menghirup candu ilmu di SMA itu. Tapi tak segampang itu. Seorang laki-laki muda nan putih kulitnya, elok parasnya, Drs. Julian Ichsan Balia, sang Kepala Sekolah, yang juga seorang guru kesusastraan bermutu tinggi, di hari pendaftaran memberi mereka pelajaran paling dasar tentang budi pekerti akademika. "... Ngai mau sumbang kapur, jam dinding, pagar, tiang bender a ...," rayu seorang tauke berbisik agar anaknya yang ber-NEM 28 dan sampai tamat SMP tak tahu ibu kota provinsinya sendiri Sumsel, mendapat kursi di SMA Bukan Main. "Aha! Tawaran yang menggiurkan!!" Pak Balia meninggikan suaranya, sengaja mempermalukan tauke itu di tengah majelis.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

41

"Seperti Nicholas Beaurain digoda berbuat dosa di bawah pohon?! Kau tahu 'kan kisah itu? 'Gairah Cinta di Hutan'? Guy de Maupassant?" Sang tauke tersipu. Dia hanya paham sastra sempoa. Senyumnya tak enak. "Bijaksana kalau kausumbangkan jam dindingmu itu ke kantor pemerintah, agar abdi negara di sana tak bertamasya ke warung kopi waktu jam dinas! Bagaimana pendapatmu?" Kapitalis itu meliuk-liuk pergi seperti dedemit dimarahi raja hantu. Dan saat itulah Pak Mustar, sang jawara yang temperamental, tak kuasa menahan dirinya. Tanpa memedulikan situasi, di depan orang banyak ia memprotes Pak Balia, atasannya sendiri. "Tak pantas kita berdebat di depan para orangtua murid. Bicaralah baik-baik ...," bujuk Pak Balia. Pak Mustar yang merasa memiliki SMA itu menatapnya dari atas ke bawah, artinya kurang lebih, "... Sok idealis. Anak muda bau kencur, tahu apa ...." Benar saja. "Saya berani bertaruh, angka 0,25 tidak akan membedakan kualifikasi anak saya dibanding anak-anak lain yang diterima, apalah artinya angka 0,25 itu?!" Anak saya, kata-kata yang ditindas kuat oleh Pak Mustar. Semua keluarga, dari suku mana pun, menyayangi anak. Namun, anak lelaki bagi orang Melayu lebih dari segala-galanya, sang rembulan, permata hati. Ayahku, yang mengantarku saat pendaftaran itu, berusaha membekap telingaku dan telinga Arai, anak angkat keluarga kami, agar tak mendengar pertengkaran yang sungguh tak patut ini. Tapi aku mengelak. Maka kudengar jelas argumen cerdas Pak Balia, "0,25 itu berarti segalagalanya, Pak. Angka kecil seperempat itu adalah simbol yang menyatakan lembaga ini sama sekali tidak menoleransi persekongkolan!!" Tersinggung berat, Pak Mustar muntab dan sertamerta memprovokasi, "Bagaimana para orangtua?? Setuju dengan pendapat itu?!" la petantang-petenteng hilir mudik sambil bertelekan pinggang. "Tanpa saya SMA ini tak 'kan pernah berdiri!! Saya babat alas di sini!!" Pak Balia, memang masih belia, tapi ia pengibar panji ahlakul karimah. Integritasnya tak tercela. Ia seorang bumiputra, amtenar pintar lulusan IKIP Bandung. Baginya ini sudah keterlaluan, merongrong wibawa institusi pendidikan! Guru muda ganteng ini jadi emosi. "Tak ada pengecualian!! Tak ada kompromi, tak ada katebelece, dan tak ada akses istimewa

untuk mengkhianati aturan. Inilah yang terjadi dengan bangsa ini, terlalu banyak kongkalikong!!"Dada Pak Mustar turun naik menahan marah tapi Pak Balia telanjur jengkel. "Seharusnya Bapak bisa melihat tidak diterimanya anak Bapak sebagai peluang untuk menunjukkan pada khalayak bahwa kita konsisten mengelola sekolah ini. NEM minimal 42, titik!! Tak bisa ditawar-tawar!!" Pidato itu disambut tepuk tangan para orangtua. Jika wakil rakyat berwatak seperti Pak Balia, maka republik ini tak 'kan pernah berkenalan dengan istilah studi banding. Namun, akibatnya fatal. Setelah kejadianitu, Pak Mustar berubah menjadi seorang guru bertangan besi. Beliau menumpahkan kekesalannya kepada para siswa yang diterima. "Disiplin yang keras!! Itulah yang diperlukan anakanak muda Melayu zaman sekarang." Demikian jargon pamungkas yang bertalu-talu digaungkannya. la juga selalu terinspirasi kata-kata mutiara Deng Xio Ping yang menjadi pedoman tindakan represif tentara pada mahasiswa di Lapangan Tiannanmen, "Masalah-masalah orang muda seperti akar rumput yang kusut. Jika dibiarkan, pasti berlarut-larut. Harus cepat diselesaikan dengan gunting yang tajam!!" ------------------------------------------------------Jawablah pertanyaan berikut: a. siapa saja yang terdapat pada cuplikan novel tersebut dan bagaimana karakter perwatakan dalam penggalan novel dengan bukti yang mendukung? b. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel dengan buktibukti yang mendukung, peristiwa berawal dari mulai timbulnya masalah, masalah memuncak dan penyelesaianya? c. dimana cerita tersebut terjadi, kondisi social seperti apa masyarakat tempo itu?

Anda dapat menganalisis penggalan novel tersebut. Analisis dapat dilakukan dengan mengamati unsur perwatakan, peristiwa, dan latar. Berikut ini contoh analisis terhadap penggalan novel tersebut. Langkah pertama: 1. tokoh dan penokohan, mengacu pada jawaban nomor satu. Siapa saja pelakon dan bagaimana karakter pewatakan tokoh? Misalkan tokoh yang hadir dalam penggalan novel sang pemimpi karya Andrea Hirata yaitu Pak Mustar dan Pak Balia.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

43

Tokoh pak Balia dalam novel tersebut digambarkan sebagai seorang guru muda yang demokratis serta menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. seperti dapat diperhatikan dalam penggalan dibawah ini. Pak Balia, memang masih belia, tapi ia pengibar panji ahlakul karimah. Integritasnya tak tercela. Ia seorang bumiputra, amtenar pintar lulusan IKIP Bandung. Baginya ini sudah keterlaluan, merongrong wibawa institusi pendidikan! Guru muda ganteng ini jadi emosi. "Tak ada pengecualian!! Tak ada kompromi, tak ada katebelece, dan tak ada akses istimewa untuk mengkhianati aturan. Inilah yang terjadi dengan bangsa ini, terlalu banyak kongkalikong!!" Dada Pak Mustar turun naik menahan marah tapi Pak Balia telanjur jengkel. adapun tokoh pak mustar adalah seorang tokoh yang keras dalam mendidik siswa, hal ini dikarenakan putranya tidak diterima sekolah disekolah yang dirintisnya. Ia menekan dengan gusar hardikan khasnya, menjilat telunjuknya, dan menggosok-gosokkan telunjuk itu untuk membersihkan emblem namanya yang berdebu. Aku melepaskan napas yang tertahan ketika ia membalikkan tubuh. Sebenarnya Pak Mustar adalah orang penting. Tanpa dia, kampung kami tak 'kan pernah punya SMA. la salah satu perintisnya. Akhirnya, kampung kami memiliki Sebuah SMA, sebuah SMA Negeri! Bukan main! Dulu kami harus sekolah SMA ke Tanjong Pandan, 120 kilometer jauhnya. Sungguh hebat SMA kami itu, sebuah SMA Negeri! Benarbenar bukan main! Namun, Pak Mustar berubah menjadi monster karena justru anak lelaki satu-satunya tak diterima di SMA Negeri itu Langkah kedua: peristiwa, mengacu pada jawaban nomor dua, b. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel dengan buktibukti yang mendukung, peristiwa berawal dari mulai timbulnya masalah, masalah memuncak dan penyelesaianya. Misalkan Peristiwa yang terjadi dalam penggalan novel Sang Pemimpi merupakan konflik antara satu tokoh dengan tokoh lainnya. Dalam awal petikan novel, tergambar bagaimana sebuah peristiwa dapat menimbulkan kekacauan. Anda dapat mengamati awal peristiwa dalam penggalan berikut.
Sebenarnya Pak Mustar adalah orang penting. Tanpa dia,

adapun pak balia sang kepala sekolah tidak mau melakukan kong kalikong untuk menerima anak pak mustar, yang hanya kurang 0,25. Pak Balia, memang masih belia, tapi ia pengibar panji ahlakul karimah. Integritasnya tak tercela. Ia seorang bumiputra, amtenar pintar lulusan IKIP Bandung. Baginya ini sudah keterlaluan, merongrong wibawa institusi pendidikan! Guru muda ganteng ini jadi emosi. "Tak ada pengecualian!! Tak ada kompromi, tak ada katebelece, dan tak ada akses istimewa untuk mengkhianati aturan. Inilah yang terjadi dengan bangsa ini, terlalu banyak kongkalikong!!" Dada Pak Mustar turun naik menahan marah tapi Pak Balia telanjur jengkel. "Seharusnya Bapak bisa melihat tidak diterimanya anak Bapak sebagai peluang untuk menunjukkan pada khalayak bahwa kita konsisten mengelola sekolah ini. NEM minimal 42, titik!! Tak bisa ditawar-tawar!!" Pidato itu disambut tepuk tangan para orangtua. Jika wakil rakyat berwatak seperti Pak Balia, maka republik ini tak 'kan pernah berkenalan dengan istilah studi banding. Namun, akibatnya fatal. Setelah kejadianitu, Pak Mustar berubah menjadi seorang guru bertangan besi. Beliau menumpahkan kekesalannya kepada para siswa yang diterima.

kampung kami tak 'kan pernah punya SMA. la salah satu perintisnya. Akhirnya, kampung kami memiliki Sebuah SMA, sebuah SMA Negeri! Bukan main! Dulu kami harus sekolah SMA ke Tanjong Pandan, 120 kilometer jauhnya. Sungguh hebat SMA kami itu, sebuah SMA Negeri! Benar-benar bukan main! Namun, Pak Mustar berubah menjadi monster karena justru anak lelaki satu-satunya tak diterima di SMA Negeri itu

Langkah ketiga: mengacu pada jawaban dari soal ketiga, dimana cerita tersebut terjadi, kondisi social seperti apa masyarakat tempo itu? Tentunya Anda sudah mengetahui bahwa novel tersebut mengisahkan tentang kehidupan di sekolah di sebuah SMA Negeri di Belitong Timur. Latar sekolah mau tidak mau harus melibatkan orang-orang yang ada di dalamnya. Kita sebagai pembaca dapat mengamati bagaimana setiap tokoh dalam menjalani kehidupan sebagai insan pendidikan, hal itulah

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

45

yang di maknai sebagai latar sosial. berikut ini merupakan cuplikan yang memunculkan latar sosial tempat dan latar sosial. Setelah empat puluh tahun bumi pertiwi merdeka akhirnya Belitong Timur, pulau timah yang kaya raya itu, memiliki sebuah SMA Negeri. Bukan main. SMA ini segera menjadi menara gading takhta tertinggi intelektualitas di pesisir timur, maka ia mengandung makna dari setiap syair lagu "Godeamus Igitur" yang ketika mendengarnya, sembari memakai toga, bisa membuat orang merasa IQnya meningkat drastis beberapa digit. Pemotongan pita peresmian SMA ini adalah hari bersejarah bagi kami orang Melayu pedalaman, karena saat pita itu terkulai putus, terputus pula kami dari masa gelap gulita matematika integral atau tata cara membuat buku tabelaris hitung dagang yang dikhotbahkan diSMA. Tak perlu lagi menempuh 120 kilometer ke Tanjong Pandan hanya untuk tahu ilmu debet kredit itu. adapun latar waktdapat dianalisis yaitu pada waktu peneriaman siswa baru dan pada saat sekolah SMA Negeri itu baru saja dibangun atau penerimaan siswa angkatan awal, sebagai mana dapat di cermati dari culikan di bawah ini. Bayangkan, anaknya ditolak di SMA yang susah payah diusahakannya, sebab NEM anak manja itu kurang 0,25 dari batas minimal. Bayangkan lagi, 0,25! Syaratnya 42, NEM anaknya hanya 41,75. Setelah empat puluh tahun bumi pertiwi merdeka akhirnya Belitong Timur, pulau timah yang kaya raya itu, memiliki sebuah SMA Negeri sekarang pasti kalian sudah paham dengan materinya. Agar kalian lebih paham sekarang lakukanlah apa yang terdapat pada penugasan berikut.

penugasan I 1. Bacalah penggalan novel berikut dengan baik. -----------------------------------

novel Atap karya Fira Basuki Akhir Juli 2001 "Rina, tolong wakil dari perusahaan public relations itu disuruh masuk," ujarku. "Baik Pak." Aku memutuskan untuk memakai jasa konsultasi perusahaan public relations untuk mempromosikan bisnisku. Aku ingin terangterangan pasang iklan di radio atau televisi sertan mendekati pangsa pasar secara dekat. Untuk memiliki bagian promosi sendiri berarti aku harus mempekerjakan beberapa orang baru, sedangkan danaku masih belum memadai untuk itu. Cara yang kutempuh ini lebih praktis. "Tok.. .tok.. .tok," suara ketokan di pintu ruanganku. "Silakan masuk," ujarku sambil sibuk mencari map yang berisi profil perusahan Pro Communications dan proposal kampanye mereka untukku. "Ma...maaf." Deg. Jantungku rasanya langsung mandeg, June. Suara itu... minyak wangi itu...aku mengenalnya! Perlahan aku mengangkat wajahku melihat si pemakai setelan jas krem itu. Mungkinkah dia? "Putri!" seruku. Perempuan tadi tak kalah terkejutnya denganku. la mundur beberapa langkah. "Maaf," ujarnya salah tingkah. Aku tidak mungkin salah. Rambutnya yang dulu hitam lurus panjang memang kini berpotongan lain, terurai pendek sebahu. Namun wajah lonjong yang putih dengan mata sipit itu... mana mungkin aku salah? "Putri...," gumamku. "Mas.. .Mas Bowo?' sahutnya ragu-ragu sambil menatapku takut-takut. Aku mengangguk cepat. Tamu itu adalah temanmu, Putri Kemuning. Sudah tentu ia adalah juga mantan kekasihku. "Duduk dulu Putri," ajakku. Olala, berapa tahun sudah? Tunggu dulu, belum lama sih, semenjak aku menikah dulu. Ya, saat aku mengadakan resepsi pernikahan dengan Aida Fadhila di Balai Sidang Senayan, Putri hadir. Tanpa berbicara, Putri membalikkan badan. Aku jadi teringat peristiwa terakhir kalinya aku berjumpa dengan Putri. Setelah menyalamiku, Putri tampak berbicara dengan Yangti. Tak lama kemudian, setelah ramai teriakan orang, tampak Yangti terjatuh. Yangti seda (meninggal). Aku menyalahkannya.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

47

Aku mengguncangguncang tubuhnya dan menuduhnya sebagai penyebab kematian Yangti. "Tunggu Putri," cegahku sambil setengah berlari dan meraih tangan kanannya. "Maafkan aku," kataku sungguh-sungguh sambil menatapnya. Bagaimana mungkin ia memaafkan aku, June? Saat pertama kali aku mengkhianati cintanya dulu ia pun tidak memaafkan aku. Aku pantas mendapat perlakuan seperti ini. "Tolong lepaskan tanganku, Mas," pinta Putri. Aku mengiyakan permintaannya. Putri lalu menatapku. Jantungku berdegup kencang dibuatnya. "Maaf. Saya akan meminta teman sekantor saya yang lain untuk menggantikan saya," tuturnya. Aku menggeleng. "Tidak. Jangan, Put," sahutku. Putri keluar dari ruanganku dan aku terus mengikutinya. la kemudian menghentikan langkah. "Mas, eh Pak Bowo, saya... saya harus pergi. Terima kasih," ucapnya gugup. Aku tidak bisa mengejar Putri. Bukan hanya sekretarisku Rina, tapi sepertinya banyak karyawanku seakan memperhatikanku. Sudah tentu mereka tidak berani bergunjingm di depanku. Untuk menjaga wibawa, kubiarkan Putri berjalan meninggalkanku. Aku menatapnya pun kembali ke mejaku dengan lunglai. Tapi aku tidak mau menyerah, June. Aku merasa bersalah dan hidupku tidak akan pernah merasa tenang sebelum ia memaafkan aku. Lagi pula sebagai laki-laki, aku tertarik untuk mencari tahu tentang dirinya. Aku masih menyukainya. Maafkan aku June, untuk ikutan melukai hatimu. Aku sudah beristri, aku tahu persis itu. Namun aku tidak bisa menolak gejolak hati ini. Rasanya seperti lava panas yang sewaktu-waktu bisa semburat keluar. Aku harus menemuinya. Aku menelepon kantornya, menanyakan perihal pembicaraan yang batal di antara kami. Untung bos Putri seorang pria asing yang mementingkan profesionalisme. la berjanji padaku di telepon untuk mengirim Putri kembali ke kantorku. Janji si Bos itu ditepati. Putri kembaii ke kantorku karena memang harus menjalani pekerjaannya sebagai konsultan public relations. "Terima kasih untuk kembali," ujarku menjabat tangannya. Putri menerima jabatan tanganku. "Seharusnya saya tahu dari awal bahwa Pak Bowo yang disebut-sebut di televisi sebagai bos artis Rina itu adalah Pak Bowo yang saya kenal." Aku senyum-senyum sendiri. "Mengapa?" tanyaku usil. "Kalau saya tahu pasti, saya tidak ada pernah datang untuk

pertama kali," jawabnya terang-terangan. Aku hanya tersenyum, daripada salah berkomentar. Aku biarkan saja ia bicara demikian. Perempuan selalu begitu kan, June? Mereka berbicara apa yang dikehendaki, padahal mungkin hatinya tidak bermaksud demikian. "Pak Bowo, saya ingin kita bicara bisnis saja, bukan yang lain," katanya Kami memang berbicara bisnis. Tapi mataku lekat-lekat menatapnya dan pikiranku melayang entah ke mana. Badan Putri lebih kurus, rambutnya pun kini bergaya lain. "Aku sibuk kerja, dan rambut ini gaya shaggy," jawabnya saat kutanya. Tapi Putri memang lebih senang bekerja saja. Dia memang menjawab pertanyaanpertanyaanku, tapi seperlunya. Kubiarkan ia menggelar proposal dan gambargambar di mejaku, lalu berbicara panjang lebar mengenai ideide kerjanya. Aku hanya mengiyakan saja. Kami rutin bertemu untuk urusan bisnis. Aku menuruti saja apa maunya. Setelah sebulan bertatap muka berkali-kali, aku tidak tahan untuk mengajaknya makan siang. "Hanya sekadar makan siang, Put. Kita bisa tetap membicarakan bisnis," pintaku. Kamu pernah mencoba bekerja dengan orang lain saat makan siang June? Sangatlah sulit ya? Putri pun akhirnya menyerah untuk tidak mengeluarkan berkas-berkas kerjanya berhubung meja penuh dengan makanan dan segala pernak-pernik lainnya. Dari melihat keluar jendela, lambat-laun dia mau merespon omonganku. "Bagaimana Mbak Aida?" tanyanya basa-basi. "Baik," jawabku. "Sudah punya anak?" Aku menggeleng. "Kamu?" tanyaku balik ragu-ragu. Ia menggeleng. Aku bernapas lega. Plong rasanya mendengar ia masih sendiri...eit, tunggu dulu. "Menikah?" Lama Putri tidak menjawab, ia memainkan serbet di depannya. Aku memberanikan diri mengulang lagi, "Siapakah pria itu?" Putri lalu menggeleng. "Tidak ada dan belum," sahutnya. Beban yang tadi hinggap di tubuhku mendadaklenyap. Hatiku seperti bersorak-sorak di dalam. Ada apa denganku? Makan siang kami berjalan tenang tanpa banyak pertanyaan lain. Aku tidak maumenjejalinya dengan segala hal yang sebenarnya membuatku penasaran, seperti: Mengapa ia tidak punya pacar dan belum menikah? Di manakah ia tinggal sekarang? Dendamkah ia padaku? Apa yang ada di benaknya? Apalagi dia tidak banyak makan, mungkin di otaknya penuh pikiran. Kubaca auranya yang

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

49

samar-samar meredup. Ada apa dengannya? Sedihkah hatinya? Namun rupanya tidak ada makan siang yang kedua. Putri tidak muncul-muncul lagi atau telepon lagi ke kantorku. Aku bertanya pada si bos, katanya sudah seminggu itu Putri dirawat inap di Rumah Sakit Pondok Indah. Aku kaget bukan kepalang. Sakit apakah ia? Putri mengidap kanker rahim stadium tiga. Aku tercengang, rasanya dia biasa saja, walaupun memang aura yang memancar putih tampak redup. Aku pikir ya karena keadaan hatinya yang kalut atau terus-terusan belum bisa memaafkan aku. Setiap kali kutanya, "Apakah kamu sakit?" Dia selalu menjawab tidak. Dengan mata ketiga yang kumiliki, seharusnya aku tahu kalau dia sakit parah seperti itu. Aku menjumpainya di rumah sakit dan merasa hopeless. Aku harus berbuat sesuatu, June. Saat pertama menjenguknya, yang kulakukan hanya mentransfer sedikit tenaga dalamku ke tubuhnya agar ia bisa lebih kuat melawan penyakitnya. Putri sendiri kata dokter tidak pernah rutin menjalani terapi radiasi kemoterapi. Dokter bahkan tidak yakin jika Putri juga rutin menelan obat-obatan. "Apa sih artinya hidup ini Mas Bowo? Aku bertahan hidup agar tidak mati," ujarnya saat terjaga. Aku sedih mendengarnya. Aku mau ia juga berperang melawan penyakitnya, karena aku tidak mau kehilangan orang yang kusayang... ops, apa yang kubilang barusan, June? Kusayang? ---------------------------------2. Setelah Anda membaca penggalan novel tersebut, jawablah pertanyaan dibawah ini. a. siapa saja yang terdapat pada cuplikan novel tersebut dan bagaimana karakter perwatakan dalam penggalan novel dengan bukti yang mendukung? b. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel dengan buktibukti yang mendukung, peristiwa berawal dari mulai timbulnya masalah, masalah memuncak dan penyelesaianya. c. dimana cerita tersebut terjadi, kondisi social seperti apa masyarakat tempo itu? 3. Setelah selesai mengidentifikasi, lakukan diskusi dengan teman-teman Anda yang lain.

11. Mengidentifikasi alur, penokohan dan latar dalam cerpen yang dibacakan. Pernahkah kamu membaca cerpen yang sangat menarik sehingga kamu berkeinginan untuk menceritakan isinya kepada orang lain? Apa yang harus kamu lakukan supaya kamu dapat menceritakan kembali isi cerpen itu? Menceritakan kembali adalah suatu bentuk kegiatan menuturkan cerita berdasarkan cerita yang sudah ada. Yang dituturkan kembali adalah isi cerpen. Unsure-unsur isi cerpen adalah peristiwa, tokoh, dan latar yang terangkai dalam jalinan cerita, serta pokok persoalan yang ingin disampaikan pengarang melalui alur cerita. Nah, pada pelajaran kali ini kamu akan belajar mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar pada cerpen yang akan dibacakan. Untuk itu perhatikan langkah-langkah sebagai berikut: 1. bacalah cerpen secara keseluruhan dengan sungguh-sungguh 2. ikutilah kata demi kata, kalimat demi kalimat dengan penghayatan 3. rasakan suasana batin tokoh yang terlibat dan suasana penceritaannya. Sebuah cerpen bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan juga bukan bagian dari novel yang belum dituliskan. Ada yang mengatakan bahwa cerpen merupakan karya prosa fiksi yang dapat selesai dibaca dalam sekali duduk dan ceritanya cukup dapat membangkitkan efek tertentu dalam diri pembaca. Panjang pendeknya sebuah cerpen yang bagus merupakan bagian dari pengalaman cerita itu yang paling esensial. Sebuah cerpen biasanya memiliki plot yang diarahkan pada insiden atau peristiwa tunggal. Misalnya dalam cerpen Bawuk karya Umar Kayam. Kualitas watak tokoh dalam cerpen jarang dikembangkan secara penuh karena pengembangan semacam itu membutuhkan waktu, sementara pengarang sendiri sering kurang memiliki kesempatan untuk itu. (Sayuti 2000, 8) a. Alur Kesederhanaan pemaparan peristiwa dalam rangkaian atau urutan waktu bukanlah hal yang paling utama bagi seorang

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

51

penulis fiksi. Bagi pengarang yang paling penting adalah menyusun peristiwa-peristiwa cerita. Seorang penuis cerita harus menciptakan plot atau alur cerita sebuah fiksi. Hal ini berarti bahwa alur cerita sebuah fiksi menyajikan peristiwa-peristiwa kepada pembaca tidak hanya dalam sifat kewaktuan, tetapi juga dalam hubungan-hubungan yang sudah diperhitungkan. Dengan demikian, plot sebuah cerita akan membuat pembaca sadar terhadap peristiwa-peristiwa yang dihadapi atau dibacanya. Adanya pola-pola tertentuyang berulang dan seringkali menunjukkan adanya titik-titik kesamaan, struktur plot sebuah fiksi dapat dibagi secara kasarmenjadi tiga bagian, yaitu awal, tengah, dan akhir. 1. Awal Tidak semua karya fiksi mempunyai bagian awal cerita sejenis. Dalam sebagian besar cerita yang konvensional, permulaan cerita biasanya benar-benar merupakan suatu awal, suatu hal yang memang merupakan permulaan dan terkait dengan sifat temporal. Jarang terjadi bahwa sebuah awal cerita tidak menyatakan lebih banyak tentang fakta-fakta yang disajikan.

2. Tengah Konflik dalam suatu cerita dapat dipastikan bersumber pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembaca dapat terlihat secara emosional terhadap apa yang terjadi dalam cerita. Konflik dalam cerita biasanya dibedakan menjadi 3 jenis. Pertama, konflik dalam diri tokoh. Kedua, konflik antara seseorang dengan masyarakat atau sosial konflik. Ketiga, konflik antara manusia dengan alam atau konflik alamiah. Disamping konflik-konflik tersebut, pada bagian tengah plot cerita terdapat adanya konflik komplikasi dan klimaks. Komplikasi merupakan perkembangan konflik permulaan, sedangkan klimaks merupakan titik tertinggi komplikasi. 3. Akhir Jika pada bagian tengah plot terdapat komplikasi dan klimaks sebagai akibat adanya konflik, bagian akhir terdiri terdiri dari segala sesuatu yang berasal dari klimaks menuju ke pemecahan. Kaidah-kaidah plot atau alur : a. kemasukakalan b. kejutan c. suspense d. keutuhan

b. Tokoh Tokoh adalah bagian penting yang dapat melahirkan peristiwa. Ada beberapa jenis tokoh dalam sebuah karya fiksi (cerpen). Tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam cerita itu. Tokoh datar yaitu tokoh yang hanya ditampilkan satu sisinya saja. Tokoh bulat ialah tokoh yang dapat dilihat semua sisi kehidupannya. c. Latar Dalam sebuah cerpen harus terjadi dalam suatu tempat dan suatu waktu, seperti halnya kehidupan ini. Secara garis besar latar dalam sebuah cerpen dapat dikategorika dalam tiga bagian, yaitu latar tempat, waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis, dimana peristiwa itu terjadi. Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam plot, secara historis. Melalui pemberian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar tujuan cerpen itu dengan jelas pula. Latar social merupakan gambaran status yang menunjuk seoarng tokoh dalam masyarakat dan sekelilingnya. Kegiatan siswa Bacalah cerpen berikut ! ZIARAH Turun dari sebuah bis di terminal terakhir, lelaki itu menjejakkan kakinya dengan tubuh yang gemetar. Seluruh tubuhnya terasa lemas, ringan dan serasa terbang. Tanpa menghiraukan keramaian, ia bersujud, mencium aspal terminal tiga kali. Dibantu oleh istrinya, ia perlahan bangkit. Wajahnya telah dibasahi air mata yang mengalir tak tertahankan. Lelaki itu berjalan dengan langkah teratur. Pelan sekali, tiap langkah penuh makna. Matanya liar berkeliling mencermati sekitarnya. Di pintu keluar, lelaki itu berhenti sejenak, menengadahkan kepala dan menghirup dalam udara yang berkeliaran. Lelaki itu lalu berteriak lantang. Suaranya menggema di antara suara-suara mesin kendaraan dan teriakan-teriakan kondektur, tukang becak, sopir taksi, tukang ojek yang mencari penumpang. Orang-orang berhenti, mengamati lelaki itu lalu bergerak kembali, tak peduli lelaki itu terisak. Mereka lalu mencari penginapan di sekitar terminal. Sebuah penginapan sederhana, namun kelihatan teduh. Pada saat

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

53

istirahat di penginapan itu, tak sekejab pun lelaki itu dapat tidur meski ia berusaha memejamkan mata. Pikirannya terus mengembara. Berjuta baying-bayang menari-nari di kepalanya. aku kembali ! aku kembali ! teriak hatinya. Tiba-tiba bau mayat menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Tidak ! Tidak ! Tidaaaaak ! Lelaki itu menjerit. Istrinya terbangun. Ada apa Mas? Katanya sambil bangkit. Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak apa-apa, tidak apa-apa, katanya dengan nafas terburu. Wajahnya kelihatan pucat. Keringat membasahi keningnya. Istrinya mengeluarkan sapu tangan dan menghapus keringatnya. Ia berdiri mengambil botol berisi air mineral dan menuangkannya dalam gelas, lalu membangunkan suaminya untuk minum. Mereka memanggilku.Mereka memanggilku sambil melambai-lambaikan tangannya. Mereka menjerit, badai datang, masih kulihat mereka melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Sampai badai menerkamnya dan menghilangkan wajah-wajah mereka, kata lelaki itu dengan suara berat. Aku teramat berdosa. Aku tak pernah menghiraukan mereka ! Terkutuklah aku ! terkutuk.! lelaki itu memukul-mukul kepalanya sendiri. Istrinya cepat menyambar tangan lelaki itu. Sudahlah, Mas. Mas tidak bersalah. Besok pagi kita ikut ke sana ya? Empat puluh tahun sudah ia tinggalkan tanah kelahirannya. Dan kini ia kembali. Menyambut luka yang tersisa. Ia berharap tiada lagi ada siksa. Ia berharap hatinya mampu untuk menerima. Inilah kehidupan, inilah garis hidupnya. Masih tergambar jelas, waktu itu, usianya hampir menginjak tiga belas tahun. Ia telah menggembala lima ekor kambing keluarganya di tanah lapang di seberang bukit. Langit mendung. Ia bergegas pulang. Kibasan angin menghantarkan awan dengan cepat. Kilatan-kilatan cahaya di langit. Hujan turun deras sekali. Ia cepat menarik kambingkambingnya mencari tempat berteduh. Ditemukan sebuah pohon besar dengan lubang di bawahnya.ia berhimpit-himpitan dengan lima ekor kambingnya. Suara angin kencang, petir menyambarnyambar. Tiba-tiba terdengar gemuruh. Ia sangat ketakutan, memeluki kambingnya. Suara gemuruh berhenti. Hujan mulai reda. Ia memberanikan diri untuk keluar. Ia menarik kambingkambingnya dan tidak menghiraukan air hujan yang membasahi seluruh tubuhnya. Mendekati kampungnya, terdengar suara jeritan, tangisan, dan teriakan. Ada rasa gelisah di hatinya. Ia mempercepat langkah untuk mengetahui apa yang terjadi. Matanya terbelalak tatkala ia melihat kampungnya tak tampak lagi. Sisa-sisa bukit yang mengelilingi kampungnya telah runtuh dan mengubur

seluruh kampung. Ia tak menghiraukan kambing-kambingnya lagi. Ia menjerit sambil berlari-lari kearah kampungnya. Tiba-tiba terasa ada tangan mencekal kuat dan menariknya. Ia terjatuh. Jangan mendekat, masih terlalu berbahaya !. Benar, runtuhanruntuhan kecil masih saja terjadi. Ia pun menangis memanggilmanggil nama keluarganya. Orang-orang dari kampung tetangganya berdatangan. Belum ada satu orang pun yang berani mendekat. Setelah dirasa sudah aman, barulah orang-orang mendekat dan segera berusaha memberikan pertolongan. Lelaki kecil itu ikut bersama orangorang mendekat dan berusaha memberikan pertolongan . Lelaki itu bersama orang-orang menyinkirkan kayu-kayu dan pohonpohon tumbang dan menggali tanah. Tangisnya tak berhenti. Satu persatu, ditemukan orang-orang sudah tak bernyawa. Lelaki kecil itu meraung-raung setelah keluarganya satu persatu ditemukan dari timbunan tanah. Wajah bapak, ibu, kakak-kakaknya, dan adiknya, dan ternyata seluruh keluarganyatelah meninggalkannya. Sekarang ia hidup sebatangkara. Sejak peristiwa itu, ia ditampung dan hidup di rumah Pak Lurah. Setiap saat ia selalu terkenang. Ia terus menangis sepanjang waktu. Suatu hari diambinya keputusan. Ia harus pergi. Pergi jauh meninggalkan desa ini. Dan tak pernah kembali. Ia harus segera menghapus luka itu. Ia harus hidup. Empat puluh tahunan sudah ia mengarungi hidupnya. Kenangan itu terus memburunya. Semangat untuk melupakan kenangan pahit menumbuhkan rangsangan untuk giat menyibukkan diri dalam bekerja. Namun, kenangan itu tak terhapuskan begitu saja. Justru setiap helaan nafasnya terus diburu bayang-bayang. Saat terakhir, ia memutuskan untuk berziarah. Malam dilalui tidak dengan ketenangan. Beberapa lelaki itu berteriak-teriak dalam tidurnya. Sang istripun berjaga-jaga sampai pagi. Terus berusaha untuk menentramkan. Keesokan paginya, mereka menyewa sebuah taksi gelap melalui penjaga penginapan. Lelakinya menyebutkan nama tempat yang akan ditujunya. Kening sopir taksi berkerut. Apa bapak tidak salah menyebutkannya? Saya hafal seluruh pelosok kabupaten ini. Tapi nama yang baru bapak sebutkan baru kali ini saya dengar Lelaki itu menyebutkan nama tempatnya secara lengkap. Oh, kecamatan itu saya tahu. Dalam perjalanan, lelaki itu minta berhenti di sebuah pasar. Ia menyuruh istrinya untuk membeli bunga. Kami mau berziarah, kata lelaki itu kepada sopir taksi yang mengantarkannya. Sopir taksi itu merasa asing dengan daerah-daerah yang dilaluinya.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

55

Stop-stop, kita berhenti di sini saja Pak! kata lelaki pada pak sopir. Suami istri itu berjalan menuju makam keluarganya. Karya : Odi Shalahuddin

Setelah kamu membaca cerpen Ziarah karya odi sholahuddin tersebut, sekarang coba kerjakan tugas-tugas berikut sesuai perintahnya ! - Setelah kamu membaca cerpen Ziarah karya odi sholahuddin tersebut, sekarang coba kerjakan tugas-tugas berikut sesuai perintahnya ! 1. Susunlah beberapa pertanyaan berkaitan dengan isi cerpen tersebut! Gunakan kata bantu pertanyaan apa, siapa, dimana, mengapa, bagaimana, dan kapan ! 2. Isilah kolom-kolom berikut sesuai isi cerpen ! No Nama para pelaku Masalah yang dihadapi pelaku cerita Cara mengatasinya

12. Menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan. Cerpen adalah cerita pendek yang ceritanya habis dibaca dalam sekali duduk. Berbagai nilai yang ada dalam sebuah cerita/ cerpen adalah nilai moral, religi, budaya, sosial, dll. Nilai dalam sebuah cerpen disajikan aleh penulis dalam 2 bentuk, yaitu: 1. Langsung Pengarang secara eksplisit atau langsung / nyata memberikan nasehat / amanat dalam cerita tersebut. 2. Tak langsung Pengarang menyajikan secara implisit yaitu bisa melalui konflik, watak tokoh, alur, dsb. Jadi, penulis tidak secara langsung member / menuliskan amanat pada cerpen

tersebut. Pada pertemuan yang lalu anda telah membahas unsurunsur intrinsik dalam sebuah cerpen. Salah satu unsur intrinsik tersebut adalah nilai-nilai atau pesan moral yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca. Nilai-nilai sebuah cerpen merupakan realisasi dari fungsi cerpen sebagai media pendidikan bagi pembaca. Jadi, selain untuk menghibur, cerpen juga berfungsi untuk mengajari pembaca akan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai kehidupan dalam sebuah cerpen terkadang tidak disampaikan secara langsung oleh pengarang. Oleh sebab itu, untuk memahaminya seorang pembaca harus mengetahui dan memahami cerita dalam karya sastra tersebut secara keseluruhan. Nilai-nilai moral menurut Nurgiyantoro (2002: 320) merupakan bagian dari tema. Dengan kata lain, nilai-nilai moral dapat dikatakan sebagai salah satu tema dari sebuah cerpen. Nilai-nilai moral merupakan bagian dari isi dan berkaitan dengan hal di dalam karya tersebut sehingga diketegirikan dalam unsur intrinsic sebuah karya sastra. Nilai-nilai moral umumnya mencerminkan pendangan hidup pengarang. Pandangan yang dimaksud adalah pandangannya mengenai niali-nilai kebenaran yang ingin disampaikan kepada para pembaca atau penikmat karya sastra tersebut. Menurut Kenny melalui Nurgiyantoro (2002: 321), moral dalam cerita dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat priktis, yang dapat diambil lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Nilai-nilai dalam sebuah cerpen mengandung pelajaran yang berharga untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para pembaca atau penikmat sastra. Agar fungsi karya sastra sebagai penghibur dan media pendidikan dapat tercapai, anda harus menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra. Latihan Bacalah cerpen di bawah ini lalu temukan nilai-nilai moral yang ada di dalamnya. Suatu Siang di Bungurasih

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

57

Oleh: Retno Wi Alhamdulillah, sampai juga di Bungurasih. Berarti sudah separo perjalanan yang kutempuh. Bis yang kutumpangi berhenti di jalur dua pemberhentian bis. Uffhh!! Surabaya yang panas, sepanas orang-orang yang mengerubutiku. Perlu tenaga, Mbak? seorang penyedia jasa angkutan barang menawarkan bantuan. Aku tolak dengan sopan sambil tersenyum. Aku tak ingin penolakanku menimbulkan reaksi yang tidak menyenangkan darinya. Ah, Surabaya tak pernah berubah. Bungurasih tak pernah sepi dari manusia. Kupercepat langkah kakiku untuk menghindari buruan para calo yang mencari penumpang. Sekaligus memperkecil resiko kecopetan. Kabarnya terminal terbesar di Jawa Timur ini menjadi sarang para pencopet. Ya, maklum. Inilah Surabaya. Penduduknya padat, lapangan pekerjaan sempit.Sebagian orang akan melakukan apapun untuk bisa bertahan hidup. Setelah antri sebentar akhirnya tiba juga giliranku untuk membayar peron. Kuangsurkan recehan perak kepada petugas. Setelah menerima karcis, aku bergegas memburu diantara arus manusia menuju ruang tunggu. Suasana ruang tunggu tak kalah bising. Langkah tergesa kaki manusia dengan membawa tas-tas besar saling berebut untuk mendahului. Apalagi ditambah klakson bis yang sahut-menyahut. Untunglah ada peraturan yang melarang awak bis mencari penumpang di ruang tunggu. Jam di tengah ruang tunggu menunjuk angka 12.15. Berarti kemungkinan sampai di Jember jam 16.00. Masih bisa untuk menjamak sholat. Aku memang tidak terbiasa sholat di terminal ini. Selain musholanya jauh aku juga tidak berani sendirian. Entahlah, mungkin karena dari kecil aku tidak pernah pergi sendirian. Maklum, aku adalah si bungsu yang hanya mempunyai kakak laki-laki. Jadi kemanapun pergi selalu ada yang mengantar. Tapi sayang sekarang kakakku mulai sibuk jadi aku harus mulai belajar pergi sendirian. Assalamualaikum. Sebuah salam terdengar nyaring disela-sela klakson bis yang terus bersahutan. Tak kuhiraukan suara itu, karena aku yakin tidak ditujukan untukku. Aku masih terus berjalan menuju tempat pemberangkatan bis. Aku harus cepat agar bisa mendapat kursi paling depan. Assalamualaikum. Siapa, sih. Aku mulai penasaran. Aku semakin kaget ketika sebuah tangan menarik lenganku. Assalamualaikum Untuk kesekian kalinya ia mengucap salam. Sangat sopan.

Waalaikumsalam Agak gugup aku menjawab salamnya. Ukh, dari tadi ana panggil sejak anti membayar peron. Kok nggak menjawab. Aku hanya tersenyum. Maaf, Mbak. Soalnya . Saya kira Mbak bukan memanggil saya. Aku masih belum mengerti siapa perempuan di depanku ini. Kuteliti dengan seksama, jangan-jangan aku pernah bertemu tapi lupa. Jilbab putih lebarnya, gamisnya yang bermotif bungabunga kecil, lengkap dengan kaos kaki dan sepatu hitam. Anehnya ia tidak membawa apa-apa. Memoriku buntu. Aku memang belum pernah melihat dia sebelumnya. Afwan, Ukh bisa duduk sebentar. Pintanya menyadarkan lamunanku. Kami pun mencari kursi yang agak kosong. Meskipun sulit akhirnya dapat juga. Kalau semula aku hanya pasif, kini aku yang duluan bertanya. Maaf, Mbak ini siapa, ya. Sepertinya baru sekarang kita bertemu. Kupanggil dia Mbak karena dari wajahnya aku yakin ia lebih tua dariku. Bibirnya tersenyum sebelum menjawab. Ana Rina, kalau Anti? Saya Lilik. Jawabku singkat. Begini, ehm Ia tampak kebingungan. Aku masih diam menunggu sambil sesekali memperhatikan jam dinding di tengah ruang tunggu. Apa sih maunya. Aduh, ana jadi nggak enak. Kebingungannya semakin kentara. Sebenarnya ana baru kena musibah. Ucapnya dengan nada sedih. Innalillahi.. Aku mencoba berempati dengan kondisinya. Ana tadi ke Malang. Rencananya mau mengambil baju walimah yang dipinjam teman. Mendengar nama Malang disebut, aku langsung tertarik. Karena sebelum di Jember aku pernah kuliah di Malang. Malang mana, Mbak? Tanyaku antusias. Daerah Dinoyo. Orang di sekitar tidak lagi memperhatikan kami. Semua kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Karena nggak ketemu, akhirnya ana pulang lagi. Tapi saat menempuh perjalanan ke Surabaya, ana kecopetan. Dompet dan tas ana hilang. Dengan tawa hambar ia mengakhiri ceritanya. Aku mulai mengerti kalau sebenarnya Rina butuh uang. Tapi sampai ceritanya usai aku belum berinisiatif untuk menawarkan bantuan. Kulihat lagi jam dinding. Aku masih bingung antara percaya atau tidak dengan kisahnya. Logikaku mengatakan agar waspada. Ini adalah Surabaya. Semua modus penipuan bisa saja

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

59

terjadi. Ah, waktuku semakin pendek. Kuinggat-ingat uang yang aku bawa saat ini. Aku hanya membawa uang pas-pasan. Meskipun masih ada di tabungan, tapi semua telah kuanggarkan untuk membayar hutang. Motorku baru rusak berat dan untuk minta orang tua aku tidak berani. Untunglah ada teman yang memberi pinjaman. Konsekuensinya anggaranku bulan ini terpotong untuk membayar hutang. Untuk kesekian kalinya kutatap wajah bulat yang ada di depanku. Kucoba mencari kebenaran di sana. Ya Allah kalau dia benar-benar membutuhkan pasti aku akan sangat berdosa. Tapi kalau ternyata dia menipuku? Tak tahulah. Aku masih bingung. Apalagi jam di dinding terus bergerak. Sekilas aku teringat temanku yang pernah kehabisan ongkos saat menempuh perjalanan Surabaya Jakarta. Uangnya tinggal 200 perak. Untunglah ada orang yang bersedia menolong. Afwan, Ukh. Kalau boleh ana minta diongkosi untuk pulang. Aku tidak kaget dengan ucapannya karena dari awal aku sudah menduga. Tapi. Gimana, ya. Uangku hanya 50.000, itupun sudah terpakai untuk ongkos Kediri-Surabaya. Ya Allah, jawaban apa yang harus kuberikan? Antara rasa takut mendzolimi orang yang kesusahan dan khawatir tertipu bercampur menjadi satu. Terus terang, yang membuatku heran adalah sikapnya yang mudah meminta kepada orang yang belum kenal. Terdesak apapun, seorang akhwat tidak akan mudah meminta. Maksimal ia akan meminjam, bukan meminta. Tapi bisa jadi dia benar-benar terpaksa melakukannya. Setelah agak lama, kuberanikan bertanya tentang tujuannya. Rumah Mbak Rina dimana? Bagaimanapun aku harus segera mengambil keputusan. Banyuwangi. Banyuwangi mana? Ana di jalan Bratang nomor 120 Banyuwangi. Kalau begitu bareng saja. Saya juga mau ke Jember. Kita kan satu jalur. Di benakku langsung terbayang aku akan naik bis ekonomi dalam cuaca yang sepanas ini. Tapi tak apalah, kan ada teman ngobrol. Tapi ana baru berangkat jam 2 nanti karena harus memblokir ATM yang juga kecopetan. Kan bisa telepon ke kantor pusat layanan sekarang?

Tapi ana harus menghubungi suami dulu. Suami saya baru pulang kantor sekitar jam 2 siang. Kilahnya halus. Sebenarnya keraguanku semakin bertambah mendengar alasannya. Atau, jangan-jangan aku yang terlalu paranoid. Ah, sudahlah. Aku semakin kesal dengan diriku sendiri. Kalaupun tertipu aku masih ada uang di tabungan, daripada bersuudhon, padahal dia benarbenar membutuhkan. Otakku sudah capek berpikir lagi. Aku juga tak mau tersiksa antara rasa kasihan dan suudhon. Berapa, ongkos ke Banyuwangi? Akhirnya kalimat itu muncul dari mulutku. Wajahnya tampak meunjukkkan rasa lega. Biasanya Rp. 18000. Segera kusodorkan selembar duapuluh ribuan karena aku harus segera berangkat. Aku tak ingin sampai di Jember maghrib. Jazakillah, Ukh. Afwan ana ngrepotin. Nggak apa-apa, kok Mbak. Saya pergi dulu ya, Mbak. Assalamualaikum. Kutinggalkan bangku menuju tempat pemberangkatan bis diiringi tatapan aneh dari puluhan pasang mata di sekitarku. Masa bodoh dengan mereka. Segera kunaiki bis patas jurusan Jember. Sepanjang perjalanan aku masih memikirkan peristiwa yang baru kualami. Ah, biarlah pasti ada hikmahnya. **** Hati-hati, lho mulai sekarang. Mbak Atik berkata sambil menghitung sisa Tarbawi di etalase. Sekarang susah membedakan antara orang yang benar-benar membutuhkan dengan penipu. Sambungnya. Iya, lho. Pas aku pulang dari Nganjuk ketemu dengan orang seperti itu. Katanya kesusahan, eh ternyata penipu. Mbak Ros yang sedang menyapu ikut bicara juga. Eh, Mbak Ros ketemu di mana? Sambungku cepat. Di Bungurasih. Orangnya pake kostum persis akhwat. Waduh! Jangan-jangan sama, Mbak. Selaku cepat teringat kejadian dua hari yang lalu. Dek, Lilik ketemu juga?

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

61

Iya. Kemarin pas mau ke Jember aku juga ketemu di Surabaya. Katanya sih rumahnya Banyuwangi. Eh, rumahnya di Jalan Bratang bukan? Iya. Eh..eh. Kalian kok memalukan, sih. Masa satu rumah tertipu oleh orang yang sama. Sambung Mbak Atik geli. Dia cerita gimana, Dek? Katanya kecopetan sewaktu naik bis dari Malang ke Surabaya. Kok, sama ya ceritanya. Berarti dia tergolong penipu yang nggak kreatif. Sebenarnya yang menjadi masalah bukan uangnya. Tapi modus yang dipakai itu bisa merusak citra akhwat. Aku setuju dengan pendapat Mbak Ros. Iya-ya. Aku jadi gemes juga. Kayaknya yang menjadi sasaran memang akhwat. Bahasa yang dipakai meyakinkan banget. Kira-kira apa yang harus kita lakukan, ya. Kasihan, kan akhwat lain. Maunya membantu eh, malah tertipu. Mbak Ros tampak berpikir keras, sampai tidak sadar kalau menyapunya salah arah. Apalagi kalau yang menjadi sasaran orang umum. Benar-benar merusak izzah kita. Kalau kita membuat tulisan di koran gimana? Paling tidak memberi tahu agar para akhwat waspada. Usulku memecah kesunyian. Bisa juga, sih. Sambung Mbak Atik. Tapi sesaat kemudian. Tapi apa nanti orang nggak salah paham? Maksud Mbak Atik? Kuperdekat kursiku ke arah meja. Takutnya pembaca akan mengira semua akhwat seperti itu. Penipu. Benar juga, ya. Trus gimana? Aku manyun sesaat. Mbak Ros

kasih usulan, dong! Kulihat Mbak Ros masih serius berpikir. Aku dan Mbak Atik menunggu dengan sabar usulan Mbak Ros. Cepetan Mbak mikirnya. Giliran Mbak Atik yang menjadi tidak sabar. Oh, ya. Aku ingat sekarang. Wajah Mbak Ros tampak berbinar. Aku dan Mbak Atik menatap penuh harap. Sekarang aku ada jadwal mengajar. Lanjutnya tanpa bersalah. Waaa..aaa Mbak Ros jelek. Dikira mencari solusi, eh malah mikir yang lain. Aku dan Mbak langsung memburu Mbak Ros yang lari kebelakang. * * * * Kugeser tasku agar lebih dekat. Siang ini terminal Bungurasih agak sepi, sehingga banyak kursi kosong di ruang tunggu. Aku harus menunggu kakakku yang masih ke toilet. Seorang laki-laki duduk di bangku yang sederet denganku. Aku hanya melihatnya sekilas, selanjutnya aku teruskan membaca novel islam terbaruku. Assalamualaikum. Sebuah suara menghentikan bacaanku. Reflek mataku menoleh ke sumber suara tadi. Deg!! Jantung serasa berhenti berdetak. Kutatap lekat wajah di depanku. Ia adalah orang yang telah menipu aku dan Mbak Ros. Ternyata aku bertemu lagi dengannya di sini. Sepertinya terminal ini memang menjadi daerah operasinya. Tapi kenapa dia seperti tidak mengenaliku? Apa karena terlalu banyak akhwat yang menjadi korbannya? Atau karena wajahku yang agak berubah akibat cacarku yang belum sembuh? Wa..alaikum salam. Kuatur nafasku agar tetap tenang. Otakku segera berpikir keras untuk menyusun strategi dalam menghadapinya. Duduk, Mbak. Ajakku ramah. Setelah suasana agak cair, mulailah orang yang sekarang bernama Mia itu bercerita. Persis yang pernah dia ceritakan sebulan lalu. Benarbenar tidak kreatif, pikirku. Afwan. Sambungku setelah ceritanya selesai. Mbak lupa dengan saya? Kutatap wajahnya tajam. Sebulan yang lalu kita pernah ketemu di sini, kan? Kulihat ekspresi wajahnya yang langsung berubah pias. Dan Mbak juga mengarang cerita yang sama. Maskudnya apa?! Aku semakin mendesaknya karena merasa berada di posisi yang menang. Ia hanya diam membisu. Dengar, Mbak. Gara-gara perbuatan Mbak, nama jilbab jadi tercemar dan banyak akhwat yang menjadi korban. Kasihan, kan mereka. Belum tentu mereka punya kelebihan uang. Kalau Mbak memang mau menipu nggak usahlah berdandan seperti ini. Dia hanya menatap sinis mendengar ucapanku. Dan afwan. Sekarang saya nggak bawa uang karena sedang diantar kakak.

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

63

Aku hampir melanjutkan kalimatku ketika terdengar suara yang cukup jelas di telingaku. Diam!! .. Nafasku berhenti seketika saat laki-laki yang di sebelahku telah mendekat dengan sebuah pisau kecil di tangan. Aku mendelik karena tidak menyangka kalau Rina atau entah siapa namanyamempunyai sindikat yang tidak main-main. Cepat beri yang dia minta,.atau kau ingin pilihan yang lebih buruk lagi, hah ..h!! Eee. Iya, iya Pak. Sebentar. Sebenarnya saya tidak membawa. Cepat!! Aduh, aku semakin gugup. Tremorku pun mendadak kambuh. Kakak, kenapa ke toiletnya lama sekali. Aku hampir menangis karenanya. Segera kuaduk isi tasku dan kutemukan satu-satunya lembaran lima puluh ribuan di sana. Disambarnya uang tersebut dengan kasar oleh Rina. Jazakillah, Ukhti. Ucapnya dengan nada penuh kemenangan. Aku benar-benar marah dan jengkel dibuatnya. Tapi apa dayaku melihat mata laki-laki yang mendelik penuh ancaman terus mengawasi. Aku benar-benar lemas. Dari sela-sela hilir mudik manusia tampak kakakku datang dengan membawa botol minuman.Kakaaa..kk.! Jeritku spontan. Yang kupanggil hanya bengong melihat, karena memang Rina dan temannya telah pergi. Uhh dasar nggak peka! Tes Kompetensi 1. Pada pelajaran yang lalu, anda telah berlatih menulis sebuah karya sastra dalam bentuk cerpen. Bacakan cerpen anda tersebut di depan kelas secara bergiliran! 2. Sementara teman anda membaca di depan kelas, anda menyimak dengan saksama cerpen yang sedang dibacakan! 3. Analisislah unsur-unsur cerpen yang dibacakan teman anda! 4. Simpulkanlah nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut!

Daftar Pustaka
Dirjen Pend Dasar Menengah/Dep Pend dan K. 1997. Jendela Iptek Teknologi. Jakarta: Balai Pustaka. Haryono. 2000. Rendra dan Teater Modern Indonesia. Yogyakarta: Kepel Press. Ismail, Taufik, dkk (penyunting). 2001. Horison Sastra Indonesia. Jakarta: The Ford Foundation. Nurgiyantoro, burhan. 2005. toeri pengkajian fiksi. Yogyakarta: gajah mada university press Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres. Rampan, Korrie Layun. 2000. Leksikon Susastra Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Redaksi Titian Ilmu. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Wiyatmi, 2006. pengantar kajian sastra. Yogyakarta.: pustaka book publishing. Sumber Internet www.amurt.net, www.kahfiez.blogspot.com, www.id.wikipedia.com, www.kompas.com, www.itb.ac.id, www.padepokansastra.multiply.com, www.ediwarsidi.multiply.com www.suarapembaruan.com, , www.pikiranrakyat.com, www.tokohindonesia.com www.metrotvnews.com,

Sastra Indonesia Kelas XI SMA

65

Anda mungkin juga menyukai