1. PENGERTIAN DRAMA
Kata drama berasal dari Yunani ‘draomai’ yang berarti ‘berbuat’,
‘berlaku’, atau suatu perbuatan. Kata itu muncul saat orang-orang Yunani
masih mempunyai kepercayaan terhadap dewa-dewa. Mereka mempercayai
bahwa dewa paling atas adalah Dewa Zeus. Dewa Zeus mempunyai dua
keturunan yang masing-masing bernama Dewi Apolo dan Dewa Dewa
Dyonesos. Dewi apolo adalah dewi kesuburan, sedangkan Dews Dyonesos
adalah dewa pengrusak atau penghancur. Apabila saat musim hujan, tanaman
subur, dan binatang berkemban biak, dipercayai bahwa saat itu Dewi Apolo
sedang turun ke bumi. Sebaliknya jika musim kering tiba, tanah gersang,
tanaman mati, dan binatang tidak berkembang biak, maka itu pertanda Dewa
Dyonesos sedang turun ke bumi.
Berdasarkan kepercayaan tersebut pada peristiwa alam tersebut, maka
orang-orang Yunani memerlukan upacara-upacara ritual dengan maksud
mengajukan persembahan rasa terima kasih pada Dewi Apolo berupa tarian-
tarian yang berupa peniruan gerak dari binatang-binatang. Mereka bergembira
suka ria. Mereka’ kosmos’ (gembira0. Kosmos itu sendiri akhirnya menjadi
kata ‘komedi’. Sedangkan pada saat-saat menderita sewaktu menghadapi gejala
alam yang kering kerontang, hujan tidak turun, tanaman mati, dan binatang tiak
berkembang biak, mereka pun menyelenggarakan upacara persembahan pada
Dewa Dyonesos. Upacara ritual yang mereka lakukan adalah
mempersembahkan korban seekor ‘tragos’ atau kambing yang disembelih.
Menurut kepercayaan mereka suara mengembiknya ;tragos’ saat disembelih
mewakili jeritan rakyat seluruh Yunani yang menandakan permintaan
pengampuanan kepada Dewa Dyonesos. Jerit kambing yang disembelih disebut
‘tragodia’ yang lantas sekarang berkembang menjadi kata tragis. Peristiwanya
dikenal sebagai kata yang sekarang menjadi istilah dalam drama, yaitu ‘tragedi’.
Semua upacara ritual itu, terutama upacara kosmos, mereka ‘draomai’
atau ‘berlaku’, ‘berbuat’, atau melalukan ‘suatu perbuatan’ menirukan gerakan-
gerakan binatang lengkap dengan kostum kulit binatang yang mereka pakai.
Oleh sebab itu istilah ‘perbuatan menirukan sesuatu; selanjutnya berkembang
menjadi kata drama.
Pada saat ini, drama berkembang menjadi sebuah bentuk karya seni.
Karya seni tersebut bersumber pada gerak-gerak peniruan yang dilakukan
orang-orang terhadap prilaku orang lain. Bahwa peniruan gerak tersebut pada
akhirnya membentuk ceria dan menjadi sebuah pertunjukan. Pertunjukan adalah
gejala kreativitas manusia yang selalu berkembang dari masa ke masa. Untuk
lebih jelasnya kita ikuti sumber yang menjelaskan pengertian kata drama
tersebut.
Panuti Sudjiman dalam ‘Kamus Istilah Sastra’ menjelaskan bahwa
drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan
mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dialog, dan lazimnya dirancang
untuk pementasan di panggung (Panuti Sudjiman, 1984:20). Sedangkan dalam
‘Kamus Besar Bahasa Indonesia’ dijelaskan bahwa drama adalah komposisi
syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak
melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Pengertian lainnya
dijelaskan pula bahwa drama adalah pertunjukan (Depdikbud, 1995;243).
Sementara Brahim menyimpulkan bahwa drama adalah pertunjukan dan adanya
lakon yang dibawakan dalam pertunjukan itu. Atau lakon itu sendiri yang
karena strukturnya dapat disebut 'dram‘', tetapi pengertian yang kedua ini baru
kemudian datangnya (Brahim, 2968:52).
Dari sumber itu saja dapat disimpulkan bahwa drama mempunyai
pengertian:
a. Berupa karya sastra yang berbentuk cerita atau lakon bergaya prosa atau
puisi yang disajikan dalam dialog.
b. Merupakan cerita atau lakon yang mengandung konflik yang disusun untuk
pertunjukan.
Supaya jelas, agaknya kita perlu kembali pada pengertian karya sastra.
Karya sastra adalah bentuk kegiatan kreatif manusia yang menggunakan bahasa
sebagai medianya. Atau lebih jelasnya menjadi karya seni yang menggunakan
bahasa sebagai mediannya, baik lisan maupun tulisan. Dari pengertian sastra
tersebut dapat diketahui bahwa secara garis besar, drama dapat dikelompokan
pada bentuk karya sastra, dan juga bukan karya sastra.
Drama sebagai karya sastra, drama disebut sebagai bentuk cerita atau
lakon yang disusun dalam bentuk dialog baik bergaya puisi atau prosa yang
mengandung pertentangan dramatic untuk dipentaskan di atas panggung.
Drama sebagai karya pentas atau panggung, drama mempunyai
pengertian suatu pertunjukan yang mengandung lakon sebagai titik tolak,
dengan mengutamakan media gerak dan suara untuk disajikan di atas panggung
oleh sekelompok orang untuk ditonton.
Jadi pengertian drama dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu
sebagai karya sastra, dan sebagai karya pentas. Perbedaan keduanya sebagai
berikut.
Karya Sastra Karya Pentas
1. Merupakan bacaan 1. Merupakan Pertunjukan
2. Milik Pribadi 2. Milik Kolektif
3. Mmerlukan Pembaca 3. Memerlukan Penonton
4. Perlu Penggarapan 4. Siap disajikan
2. Penggolongan Drama
Drama dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
a. Penggolongan berdasarkan kurun waktu
Berdasarkan kurun waktu drama terbagi pada drama tradisional dan
drama modern dengan rincian sebagai berikut.
Drama tradisional adalah salah satu bentuk kesenan yang berakar
dan bersumber dari tradisi masyarakat lingkungan. Dihasilkan
oleh kreativitas suku bangsa Indonesia di beberapa daerah, dan
bertolak dari tradisi yang sejalan dengan kebudayaannya. Oleh
sebab itu drama tradisional sering disebut drama atau teater
daerah, karena pada umumnya disajikan dalam media bahasa
daerah. Ciri utama dari teater daerah itu yakni ‘improvisasi’ yaitu
drama yang tidak bersandar pada naskah.
Drama tradisional terbagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut;
Drama atau Teater Rakyat Drama atau teater klasik Drama transisi
(berkembang disetiap suku (drama pertunjukan yang (bersumber pada
bangsa) telah mapan) drama tradisional
Contoh: Contoh: tetapi penyajiannya
1. Drama atau teater tutur 1. Wayang orang atau sudah dipengaruhi
- Kentrung (Jawa wayang wong oleh teater barat)
Timur) 2. Wayang kulit
- Pantun Sunda 3. Wayang golek
- Dalang Jemblung
- Cepung (Lombok)
- Sinrili (Sulawesi
Selatan)
- Babaka
(Minangkabau)
- Wayang Beber
(Pacitan
2. Insiden permulaan
Pada bagian ini mulai dihadirkan insiden permulaan yang menjadi
benih-benih timbulnya konflik yang jadi inti drama. Insiden
tersebut merupakan tenaga perangsang yang terjadi secara tiba-tiba
dari bagian perkenalan atau eksposisis yang seterusnya menjadi
motif dasar plot.
3. Penanjakan laku atau Rising Action
Pada bagaian ini insiden muncul sebelumnya semakin bertambah
ruwet. Konfik muncul dan mulai menajam, sedangkan jalan keluar
masih jauh dan samar.
4. Krisis atau Titik Balik
Krisis disebut juga klimaks adalah bagain yang paling tegang dari
seluruh urutan peristiwa. Daya-daya yang bertentangan saling
memperlihatkan kekuatannya, dan membutuhkan penyelesaian.
Pertimbangan tertentu dalam cerita akan conong ke salah satu
pihak sebagai jalan keluar yang selama ini ruwet.
6. Keputusan
Bagian ini segalanya telah berakhir. Ada hasil dari semua
penyelesaian, dan cerita segera berakhir.
Tokoh dan Perwatakan
Tokoh adalah manusia yang bergelut dengan konlik-konflik yang
diciptakan pengarang dalam drama. Tokoh dalam drama sering juga
disebut pelaku. Tokoh dalam drama dapat dibagi menjadi:
a. Tokoh protagonis
Tokoh utama yang muncul dan ingin mengatasi berbagai persoalan
yang dihadapi sewaktu mencapai keinginan.
b. Tokoh antagonis
Tokoh yang melawan keinginan tokoh protagonist. Tokoh inilah
yang merangsang timbulnya konflik dalam diri tokoh protagonis
c. Tokoh tritagonis
Tokoh yang berada di luar tokoh tersebut di atas. Tokoh ini bisa
membantu mempertajam adanya konflik atau membantu
memecahkan konflik
d. Tokoh pembantu
Tokoh yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik, tetapi
diperlukan guna menyelesaikan cerita.
Perwatakan pada naskah drama disajikan secara tidak langsung
yaitu melalui dialog para tokohnya.
Penggambaran watak melalui dialog bisa terjadi melalui:
1. Dialog tokoh (yang digambarkan wataknya) dengan tokoh lain
(yang tidak digambarkan wataknya).
2. Dialog tokoh (yang tidak digambarkan wataknya) dengan tokoh
(yang tidak digambarkan wataknya)
3. Dialog tokoh dengan tokoh (yang masing-masing sedang
digambarkan wataknya).
Latar atau Setting
Penggambaran tempat, waktu, lingkungan social, dan suasana dalam
cerita.
Dialog
Dialog merupakan unsur terpenting dari naskah drama. Karena semua
unsur yang perlu diteliti pada dasarnya Nampak dalam bentuk dialog.
Amanat
Pikiran-pikiran tersembunyi pengarang yang oleh pembaca harus
dipikirkan, diresapi, dihayati, dan bahkan mungkin dilakukan dalam
hidup sehari-hari. Amanat merupakan endapan halus dari pengarang
yang telah dikristalkan melalui seluruh isi cerita yang Nampak dari
dialog para tokohnya.
Tempat
Waktu Tokoh statis
Latar Penokohan Tokoh
Unsur Drama
C. Naskah
Naskah adalah unsur penting bagi sebuah pertunjukan drama, karena di
dalamnya termuat konsep cerita yang disusun dalam bentuk dialog serta
memuat konflik-konflik kehidupan manusia. Naskah drama merupakan sebuah
konsep cerita dramatic yang memang direncanakan untuk dipentaskan.
D. Penonton
Pertunjukan drama dilaksanakan dengan maksud untuk ditonton. Tanpa
penonton hasil kerja kreatif menjadi buntu, segala ide sebgai usaha
mengkongkritkan naskah menjadi tidak sampai pada siapa-siapa. Penonton
merupakan unsur terpenting bagi sebuah pertunj