Anda di halaman 1dari 26

Seni Teater : Pengertian, Sejarah,

Contoh, Gambar, Ciri, Jenis


Materi Seni Budaya Kelas X SMK Marsudirini Marganingsih Surakarta

Seni Teater : Pengertian, Sejarah, Contoh, Gambar, Ciri,


Jenis, Fungsi, Unsur – Dalam sejarahnya, kata “Teater” berasal
dari bahasa Inggris theater atau theatre, bahasa
Perancis théâtre dan dari bahasa Yunani theatron (θέατρον). Secara
etimologis, kata “teater” dapat diartikan sebagai tempat atau gedung
pertunjukan. Sedangkan secara istilah kata teater diartikan sebagai
segala hal yang dipertunjukkan di atas pentas untuk konsumsi
penikmat.

Seni Teater
Pengertian Seni Teater
Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian
yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah (kalau
ada) , penafsiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses
pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca,
pendengar, penonton,pengamat, kritikus atau peneliti).
Selain itu, istilah teater dapat diartikan dengan dua cara yaitu dalam
arti sempit dan dalam arti luas. Teater dalam arti sempit
dideskripsikan sebagai sebuah drama (perjalanan hidup
seseorang yang dipertunjukkan di atas pentas, disaksikan banyak
orang dan berdasarkan atas naskah yang tertulis). Sedangkan dalam
arti luas, teater adalah segala adegan peran yang dipertunjukkan di
depan orang banyak, seperti ketoprak, ludruk, wayang, sintren,
janger, mamanda, dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya
Dalam perkembangannya, istilah teater selalu dikaitkan dengan kata
drama. Hubungan kata “teater” dan “drama” bersandingan
sedemikian erat yang pada prinsipnya keduanya merupakan istilah
yang berbeda. Drama merupakan istilah yang berasal dari bahasa
Yunani Kuno “draomai” yang berarti bertindak atau berbuat dan
dalam bahasa Perancis “drame” menjelaskan tingkah laku kehidupan
kelas menengah.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah “teater”
berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan “drama”
berkaitan dengan peran atau naskah cerita yang akan dipentaskan.
Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang
dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton. Dengan
kata lain drama merupakan bagian atau salah satu unsur dari teater.

Sejarah Teater
Waktu dan tempat pertunjukan teater pertama kali dimulai tidak
diketahui. Adapun yang dapat diketahui hanyalah teori tentang asal
mulanya. Di antaranya teori tentang asal mula teater adalah sebagai
berikut:

1. Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita


ditambahkan pada upacara semacam itu yang akhirnya
berkembang menjadi pertunjukan teater. Meskipun upacara
agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini hidup terus hingga
sekarang.
2. Berasal dari nyayian untuk menghormati seorang
pahlawan di kuburannya. Dalam acara ini seseorang
mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan yang lama kelamaan
diperagakan dalam bentuk teater.
3. Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan
cerita. Cerita itu kemudian juga dibuat dalam bentuk teater
(kisah perburuan, kepahlawanan, perang, dsb).

Naskah teater tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis


seorang pendeta Mesir, I Kher-nefert, di jaman peradaban mesir kuno
kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh Masehi dimana pada jaman itu
peradaban Mesir kuno sudah maju. Mereka sudah bisa membuat
piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa membuat kalender,
sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis menulis.
I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan
teater ritual di kota Abydos, sehingga terkenal sebagai “Naskah
Abydos” yang menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa
baik. Jalan cerita naskah Abydos juga diketemukan tergambar
dalam relief kuburan yang lebih tua. Sehingga para ahli bisa mengira
bahwa jalan cerita itu sudah ada dan dimainkan orang sejak tahun
5000 SM.
Meskipun baru muncul sebagai naskah tertulis di tahun 2000 SM. Dari
hasil penelitian yang dilakukan diketahui juga bahwa pertunjukan
teater Abydos terdapat unsur-unsur teater yang meliputi; pemain,
jalan cerita, naskah dialog, topeng, tata busana, musik, nyanyian,
tarian, dan properti pemain seperti tombak, kapak, tameng, dan
sejenisnya.

Jenis Jenis Teater


Teater Menurut jenisnya
I Made Bandem dan Sal Mugiyanto (1996) membagi teater daerah di
Indonesia menjadi dua, yakni teater tradisional dan teater modern.

1. Teater Tradisional
2. Teater non-tradisional atau Teater modern.

• Teater Tradisional biasa juga disebut teater daerah yang


tersebar di seluruh wilayah Indonesia, di antaranya adalah;
ketoprak, ludruk, mamanda, dulmuluk, arja, lenong dan masih
banyak lagi. Biasanya cerita dalam teater tradisional mengusung
budaya setempat dan disampaikan secara improvisasi (tanpa
naskah).

Contoh Teater Tradisional
• Banjet,
• Longser,
• Ogel,
• Reog,
• Topeng Cirebon,
• Angklung Badut,
• Wayang Golek dari Jawa Barat
• Reog Ponorogo,
• Ludruk dari Jawa Timur-Ketoprak,
• Wayang Orang,
• Wayang Kulit,
• Wayang Suket,
• Kethek Ogleg,
• Dagelan,
• Scandul dari Jawa Tengah-
• Lenong dan Topeng Blantik dari Betawi

Ciri ciri Teater Tradisional


Teater Tradisional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

• 1. Pementasan panggung terbuka (lapangan, halaman rumah),


• 2. Pementasan sederhana,
• 3. Ceritanya turun temurun.

• Teater non-tradisional atau Teater modern secara umum


adalah teater yang penyampaian ceritanya berdasarkan pada
naskah dan sumber ilmunya dari dunia Barat, dan juga
bahannya dari kejadian-kejadian sehari- hari, atau karya sastra.
Contoh Teater Modern
• a. drama
• b. teater
• c. sinetron
• d. film

Ciri ciri Teater Modern


1. – Panggunga tertata
2. – Ada pengaturan jalan cerita
3. – tempat panggung tertutup

Teater Menurut penyampaian ceritanya


1. Teater Improvisasi (tanpa naskah)
2. dan teater berdasar naskah

Teater Menurut bentuk pertunjukannya


1. teater tutur,
2. teater gerak,
3. teater boneka,
4. drama,
5. drama musikal.
Teater Tutur
adalah Kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai Teater Tutur
berhubungan dengan aktivitas bercerita secara tunggal (monolog),
seperti membaca puisi, deklamasi, mendongeng, dan stand up comedy.

Teater Tutur
Contoh Teater Tutur yang bersumber dari nilai-nilai lokal
adalah bakaba, macapat, kentrung, dan P.M. Toh, yang
seringkali berhubungan dengan cerita rakyat (folklor).

• Teater Gerak
Kegiatan teater yang dialognya disampaikan melalui gerak, misalnya
pantomim/tablo. Contoh Teater Gerak yang bersumber dari nilai-nilai
lokal adalah randai, wayang orang, dan tari kecak. Tema cerita dalam
Teater Gerak adalah bagian dari cerita rakyat (folklor).
Teater gerak yang paling populer dan bertahan sampai saat ini adalah
pantomim. Sebagai sebuah pertunjukan yang sunyi karena tidak
menggunakan suara, pantomim mencoba mengungkapkan
ekspresinya melalui tingkah laku gerak dan mimik para pemainnya.
Makna pesan yang hendak direalisasikan dipertunjukkan dalam
bentuk gerak.

TEATER GERAK

• Teater Boneka
Kegiatan teater yang menggunakan benda/boneka yang merupakan
representasi dari suatu karakter atau tokoh dalam cerita,
misalnya wayang kulit, wayang golek, wayang potehi, cemen,
dan wayang suket.
Teater Boneka

Contoh teater boneka yang cukup populer ialah pertujukan


wayang kulit. Dalam pertunjukan wayang kulit, wayang dimainkan
di belakang layar tipis dan sinar lampu menciptakan bayangan
wayang di layar. Penonton wanita duduk di depan layar, menonton
bayangan tersebut. Penonton pria duduk di belakang layar dan
menonton wayang secara langsung.
TEATER WAYANG KULIT

Beralih ke luar negeri, pertujukan Boneka Bunraku dari Jepang mampu


melakukan banyak sekali gerakan sehingga diperlukan tiga dalang
untuk menggerakkannya. Dalang berpakaian hitam dan duduk persis
di depan penonton. Dalang utama mengendalikan kepala dan lengan
kanan. Para pencerita bernyanyi dan melantunkan kisahnya.

• Teater Dramatik
Kegiatan teater yang bersumber dari naskah tertulis, misalnya
drama Kwek-Kwek (karya D. Djayakusuma) dan Romeo dan Juliet.
Teater
Dramatik

• Drama Musikal

Drama Musikal
Kegiatan teater yang menggabungkan cerita, gerak, dan musik,
dengan dialog yang dinyanyikan. Bentuk drama musikal adalah operet
dan kabaret, misalnya operet Laskar Pelangi, Bawang Merah dan
Bawang Putih, Ande-Ande Lumut, Si Pitung, dan Sabai nan Aluih.
Teater tradisi yang dapat dikategorikan ke dalam Drama Musikal
adalah lenong, ketoprak, ludruk, teater kubruk, dan langendrian.
Cerita dalam teater mengandung unsur konflik atau pertentangan
antara dua pihak dan sebagai bentuk pembelajaran karakter,
pertentangan selalu diakhiri dengan kemenangan pihak yang baik.
Pesan atau moral cerita didapatkan melalui dialog para tokoh dan juga
laku cerita yang terjadi. Tokoh cerita dalam teater sering pula disebut
sebagai karakter dan secara mendasar atau konvensional karakter
dalam teater dibedakan menjadi, protagonis (karakter yang bersifat
baik dan membawa pesan kebaikan), antagonis (karakter yang bersifat
jahat), dan tritagonis (karakter yang dimunculkan dalam cerita untuk
membantu kelancaran jalannya cerita).
Untuk memahami karakter ini pemain bisa mempelajarinya dari dialog
dan peran karakter tersebut dalam cerita. Selanjutnya, karakter dapat
dilihat dari dimensi fisiknya seperti tinggi tubuh, usia, jenis kelamin
dan cirri fisik yang lain. Dari dimensi kejiwaan dapat diketahui watak
atau sifat karakter tersebut apakah sombong, baik hati, dermawan atau
licik. Dari sisi status sosial dapat diketahui apakah karakter tersebut
termasuk orang terpandang, pejabat, pegawai atau masyarakat biasa.

Unsur unsur seni teater


Unsur-unsur yang terdapat dalam seni teater dibedakan menjadi
dua, antara lain:

1. Unsur Internal Teater


2. Unsur Eksternal Teater
Unsur Internal Teater
Unsur internal merupakan unsur yang menyangkut tentang
bagaimana keberlangsungan pementasan suatu teater. Tanpa unsur
internal internal tidak akan ada suatu pementasan teater. Oleh karena
itu, unsur internal dikatakan sebagai jantungnya sebuah pementasan
teater. Unsur internal, meliputi:
1. Naskah/Skenario
Naskah/Skenario berisi kisah dengan nama tokoh dan diaolog yang
duicapkan.
2. Pemain/Pemeran/Tokoh
Pemain merupakan orang yang memeragakan tokoh tertentu pada
film/sinetron biasa disebut aktris/aktor. Macam-macam peran:a.
Peran UtamaPeran Utama Yaitu peran yang menjadi pusat perhatian
penonton dalam suatukisahb. Peran PembantuPeran Pembantu Yaitu
peran yang tidak menjadi pusat perhatianc. Peran Tambahan /Figuran-
Figuran Yaitu peran yang diciptakan untuk memperkuat gambar
suasana
3. Sutradara
Sutradara merupakan orang yang memimpin dan mengatur sebuah
teknik pembuatan atau pementasan teater/drama/film/sinetron.
4. Properti
Properti merupakan sebuah perlengkapan yang diperlukan dalam
pementasandrama atau film.Contohnya : kursi, meja, robot, hiasan
ruang, dekorasi, danlain-lain
5. Penataan
Seluruh pekerja yang terkait dengan pendukung pementasan teater,
antaralain:

• Tata Rias

Tata Rias adalah cara mendadndani pemain dalam memerankan tokoh


teateragar lebih meyakinkan
• Tata Busana

Tata Busana adalah pengaturan pakaina pemain agar mendukung


keadaan yang menghendaki. Contohnya : pakaian sekolah lain dengan
pakaian harian

• Tata Lampu, Tata Lampu adalah pencahayaan dipanggung


• Tata Suara, Tata Suara adalah pengaturan pengeras suara

Unsur Eksternal Teater


Unsur eksternal adalah unsur yang mengurus segala sesuatu yang
berkaitan dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam sebuah pementasan.
Unsur eksternal diantaranya, yaitu :
a. Staf produksi
Staf produksi adalah sekelompok tim atau individual yang
berkenaan dengan pimpinan produksi sampai semua bagian yang ada
di bawahnya. Adapun tugas masing-masing dari mereka adalah sebagai
berikut:

• Produser/ pimpinan produksi


• Mengurus semua hal tentang produksi;
• Menetapkan personal (petugas), anggaran biaya, fasilitas,
program kerja dan lain sebagainya.

b. Sutradara/ derektor

• Pembawa sekaligus pengarah jalannya naskah;


• Koordinator semua pelaksanaan yang menyangkut pementasan;
• Mencari dan menyiapkan aktor;
• Menyiapkan make up dan juga men-setting segala sesuatu yang
dipegang oleh bagian desainer beserta kru.
c. Stage manager

• Pemimpin dan penanggung jawab panggung;


• Membantu sutradara.

d. Desainer
Menyiapkan semua aspek visual yang menyangkut setting tempat atau
suasana, properti atau perlengkapan pementasan, kostum, tata lampu
dan pencahayaan, serta perlengkapan lain (seperti: audio).

e. Crew
Crew merupakan pemegang divisi dari setiap sub yang dipegang bagian
desainer, diantaranya:

• Bagian pentas/tempat;
• Bagian tata lampu (lighting);
• Bagian perlengkapan dan tata musik;

FUNGSI SENI TEATER


1. Teater sebagai Sarana Upacara

Pada awal munculnya, teater hadir sebagai sarana upacara


persembahan kepada dewa Dyonesos dan upacara pesta untuk dewa
Apollo.Teater yang
berfungsi untuk kepentingan upacara tidak membutuhkan penonto
n karena penontonnya adalah bagian dari peserta upacara itu sendiri.
Di Indonesia seni teater yang dijadikan sebagai sarana upacara
dikenal dengan istilah teater tradisional.

2. Teater sebagai Media Ekspresi

Teater merupakan salah satu bentuk seni dengan fokus utama pada
laku dan dialog. Berbeda dengan seni musik yang mengedepankan
aspek suara dan seni tari yang menekankan pada keselarasan gerak dan
irama. Dalam praktiknya, Seniman teater akan mengekspresikan
seninya dalam bentuk gerakan tubuh dan ucapan-ucapan.

3. Teater sebagai Media Hiburan

Dalam perannya sebagai sarana hiburan, sebelum pementasannya


sebuah teater itu harus dengan persiapkan dengan usaha yang
maksimal. Sehingga harapannya penonton akan terhibur dengan
pertunjukan yang digelar.

4. Teater sebagai Media Pendidikan

Teater adalah seni kolektif, dalam artian teater tidak dikerjakan secara
individual. Melainkan untuk mewujudkannya diperlukan kerja tim
yang harmonis. Jika suatu teater dipentaskan diharapkan pesan-pesan
yang ingin diutarakan penulis dan pemain tersampaikan kepada
penonton. Melalui pertunjukan biasanya manusia akan lebih mudah
mengerti nilai baik buruk kehidupan dibandingkan hanya membaca
lewat sebuah cerita.
Penulisan Naskah
Penciptaan naskah untuk teater anak-anak mengambil tema
yang akrab dengan kehidupan sehari-hari mereka seperti tentang dunia
sekolah, cerita binatang, dongeng, dakwah keagamaan, petualangan
khas anak dsb. Naskah cerita dibuat tidak terlalu panjang, sehingga
ketika dipentaskan hanya memakan waktu sekitar 15-20 menit. Hal ini
disesuaikan dengan kemampuan anak dalam berolah akting,
menghafal naskah dsb. Dialog-dialog pun dibuat dengan logika
berbahasa yang sederhana dan kalimat yang pendek-pendek agar
mudah dihafal dan dihayati.

Pelatihan Seni Peran


Latihan seni peran mencakup konsentrasi, latihan membaca,
penguasaan sarana ekspresi, perwatakan, dan teknik bermain.

• a. Konsentrasi

Konsentrasi adalah suatu kesanggupan memusatkan semua


kekuatan rohani dan pikiran ke sebuah fokus sasran yang jelas.
Pengertian konsentrasi bukanlah mengosongkan pikiran, tetapi
memusatkan pikiran (Rendra, 1985). Kemampuan berkonsentrasi
pada anak-anak tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus diasah
terus-menerus. Dasar dari latihan konsentrasi adalah penguasaan diri.
Pelatihan konsentrasi yang mencakup konsentrasi pendengaran,
penglihatan dan penciuman harus dilakukan secara rileks agar anak-
anak tidak mengalami ketegangan.

• b. Latihan Membaca

Latihan membaca bertujuan agar anak-anak terampil membaca,


menangkap makna bacaan dan mampu mengkomunikasikan makna
tersebut kepada orang lain. Dalam hal ini, kefasihan membaca menjadi
syarat utama yang harus diakuasai anak-anak. Anak-anak diminta
untuk memahami isi bacaan cerita anak-anak, naskah drama anak,
dongeng yang menarik dsb. Setelah membaca anak-anak diminta untuk
menceritakan kembali alur cerita dan karakter-karakter tokoh. Latihan
membaca pada hakekatnya sebagai latihan dasar bagi anak-anak untuk
menyampaikan pikirannya secara jelas. Kepentingan praktis lainnya
adalah untuk belajar mengucapkan dialog dalam permainan drama
kelak.

• c. Penguasaan Sarana Ekspresi

Media sarana ekspresi seorang pemain drama adalah tubuh,


suara (vokal) dan sukma (Rendra, 1985). Pengolahan tubuh anak-anak
ditekankan pada aspek koordinasi dalam melakukan akting. Koordinasi
itu terkait dengan menciptakan gerak sesuai dengan kebutuhan
pemanggungan. Anak-anak ditunjukkan tentang sikap tubuh yang baik
di atas pentas.

Penguasaan sarana ekspresi merupakan ketrampilan bermain


dalam menggunakan peralatan-peralatan ekspresinya (tubuh, vokal
dan sukma) (Rendra, 1985). Salah satu teknik bermain yang bisa
ditempuh adalah dengan memberi isi pada pengucapan-pengucapan
dialog dengan penekanan makna yang terkandung di dalamnya.
Seindah apa pun dialog dalam drama tidak akan hidup apabila
diucapkan dengan datar. Pada latihan anak-anak ditunjukkan bahwa
cara pengucapan berbeda akan melahirkan makna berbeda.

Dalam bermain diperlukan pula teknik pengembangan agar


pertunjukan tidak monoton. Anak-anak dilatih mengenali suasana
yang ada pada setiap adegan seperti suasana penih, gembira kekacauan
dsb. Ketika anak-anak telah mengenali suasana dari setiap adegan
maka mereka dilatih menciptakan suasana dengan berbagai cara
seperti dialog, gerakan, pemanfaatan ilustrasi musik, efek suara,
pencahayaan dsb.

Sarana ekspresi mencakup olah tubuh, olah suara, dan olah rasa.
1). Olah Tubuh
Latihan olah tubuh adalah kegiatan melatih kesadaran tubuh dan cara
mendayagunakan tubuh. Olah tubuh dilakukan dalam tiga tahap, yaitu
latihan pemanasan, latihan inti, dan latihan pendinginan.

a). Latihan pemanasan (warm-up), yaitu serial latihan gerakan tubuh


untuk meningkatkan sirkulasi dengan cara meregangkan otot atau
melemaskan otot-otot. Teknis yang dipakai bisa dengan melakukan
gerakan yang ada dalam gerakan senam kelenturan.
b). Latihan inti, yaitu latihan gerakan yang akan dilatihkan atau latihan
gerakan sesuai kebutuhan naskah yang akan dipentaskan.
c). Latihan pendinginan adalah latihan dengan gerakan yang dapat
menimbulkan efek relaksasi, sehingga membantu menghantarkan
pemain kedalam proses konsentrasi

Fungsi utama dari latihan olah tubuh ini adalah menjadikan organ
tubuh lentur sehingga leluasa dan luwes jika digerakkan ketika sedang
bermain peran.

2). Olah Suara


Pengolahan suara atau vokal pada anak-anak ditekankan pada
penciptaan nada dalam dialog. Penciptaan nada dapat memberi efek
tertentu pada dialog sesuai dengan kandungan makna di dalamnya
(Harymawan, 1988). Anak-anak diajak memainkan berbagai macam
warna suara. Latihan ini akan memberikan ketrampilan berdialog pada
anak-anak.

Untuk menjadi pemain teater yang baik, maka dia harus mempunyai
dasar suara atau vokal yang baik pula. “Baik” disini dapat diartikan
sebagai berikut.
a). Dapat terdengar seluruh penonton sampai posisi paling belakang
b). Jelas secara artikulasi yaitu pengucapan yang tepat
c). Baik secara intonasi yaitu baik dalam lagu dialog
d). Tersampaikan misi atau pesan yang disampaikan melalui dialog
e). Tidak monoton

Dalam latihan olah suara perlu diperhatikan dan dipertimbangkan olah


pernafasan sebagai dasar pelatihan. Teknik pernafasan yang digunakan
dalam teater adalah pernafasan diafragma. Selanjutnya, setelah
mampu melakukan pernafasan diafragma latihan olah suara
ditekankan untuk melatih artikulasi, intonasi, dan diksi sehingga
kalimat yang diucapkan jelas dan enak didengar.

3). Olah Rasa


Dalam latihan olah rasa atau sukma penekannya pada faktor
emosi. Anak-anak dibimbing untuk mampu menumbuhkan emosi
sesuai dengan tuntutan peran. Apabila anak-anak telah mampu
menumbuhkan emosi, maka anak-anak dirangsang untuk
mengembangkan emosi sesuai dengan takaran peran. Pada pihak lain,
anak-anak juga dilatih untuk mengendalikan emosi, agar kelak bisa
mengontrol perkembangan emosi yang berlebih. Ketika anak-anak
terlatih mengelola emosi maka kehidupannya akan terkontrol dengan
baik. Oleh karena itu, pengelolaan emosi anak mendapat latihan yang
besar.

Pemeran atau pemain teater membutuhkan kepekaan rasa, agar dapat


menghayati karakter tokoh. Semua emosi tokoh yang dimainkan harus
mampu diwujudkan. Oleh karena itu, latihan-latihan yang mendukung
kepekaan rasa perlu dilakukan. Terlebih dalam konteks aksi, reaksi,
dan responsi. Seorang pemeran tidak hanya mengekspresikan karakter
tokoh yang perankan saja, tetapi juga harus memberikan respon
terhadap ekspresi tokoh lainnya. Latihan atau kegiatan olah rasa ini
dapat dilakukan dengan cara latihan konsentrasi dan imajinasi.

Nilai karakter yang dapat diintegrasikan dalam tahap pelatihan dasar


pemeranan adalah;
a). Disiplin dalam hal ketepatan waktu latihan
b). Kerjasama dengan peserta yang lain sewaktu melaksanakan nomor-
nomor
latihan (olah tubuh, suara, dan rasa)
c). Percaya diri dalam berekspresi atau melakukan kegiatan dalam
latihan
d). Kerja keras dalam melakukan latihan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan
e). Komunikatif dalam arti mampu menjalin komunikasi baik dengan
rekan ataupun pelatih
Dalam kehidupan sehari-hari setiap anak pasti memiliki watak
yang berbeda, sehingga pemahaman terhadap perwatakan akan
mengantarkan mereka pada bentuk pergaulan yang lebih baik. John
Harrop dan Sabih R. Epstein (1990) mengatakan bahwa latihan
perwatakan mencakup aspek fisiologis, psikologis dan sosiologis Dalam
latihan fisiologis anak-anak diminta mengidentifikasi aspek fisiologis
teman-temannya seperti jenis kelamin, usia, postur, warna kulit, dan
semua aspek fisik lainnya. Selanjutnya, anak-anak diminta
mengidentifikasi aspek fisiologis pada cerita anak-anak atau dongeng
yang pernah dibaca selama pelatihan.

Aspek psikologis terkait dengan sikap, motivasi, emosi,


keinginan, dorongan dan intelektual (John Harrop dan Sabih R.
Epstein, 1990). Latihan aspek ini dimulai dengan sebuah permainan
yang disebut “perangakap raksasa”. Melalui permainan ini dihadapkan
pada berbagai jebakan. Pada setiap jebakan anak-anak harus dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan sang raksasa seputar kondisi
psikologis anak-anak. Dengan latihan ini anak-anak lebih mengenal
dirinya. Selanjutnya anak-anak dikenalkan pada perwatakan-
perwatakan tokoh cerita, dongeng maupun drama.

Aspek sosilogis terkait dengan ciri-ciri status ekonomi, profesi, agama,


kekerabatan dsb (John Harrop dan Sabih R. Epstein, 1990). Pada
latihan ini anak-anak diminta mencatat profesi orang tuanya, jenis
pakaian yang biasa dipakai seseorang sesuai dengan profesinya. Dari
identifikasi pakaian dikembangkan pada peralatan yang dipakai dalam
sebuah profesi, sehingga anak-anak berlatih memahami perwatakan
secara lebih utuh.

Latihan perwatakan adalah latihan untuk menjadi karakter tokoh yang


akan diperankan. Latihan ini dimulai dari tafsir terhadap tokoh yang
akan diperankan, observasi karakter, eksplorasi karakter, kolaborasi
antarkarakter, dan latihan dengan tata artistik.

1. Tafsir

Sebelum memainkan sebuah tokoh dalam cerita, seorang pemain harus


mengenali tokoh tersebut melalui informasi yang didapatkan dari
dalam cerita. Tokoh tersebut harus diketahui wataknya atau sifatnya
apakah sombong, jahat, atau baik budi. Tokoh tersebut harus pula
diketahui perannya dalam cerita apakah ia antagonis, protagonis,
tritagonis atau hanya sekedar tokoh figuran. Tokoh tersebut harus pula
diketahui ciri-ciri fisiknya dan status sosialnya. Semua informasi ini
sangat diperlukan sehingga calon pemeran dan menafsirkan dan
mempraktikkannya.

b). Observasi Karakter


Setelah mendapatkan informasi mengenai peran yang akan dimainkan
seorang pemeran memerlukan observasi atau pengamatan secara nyata
dalam kehidupan untuk menemukan model acuan dari orang-orang
yang diamati tersebut. Model acuan yang sesuai dengan karakter tokoh
yang akan dimainkan berikutnya diamati secara detil sehingga gaya dan
tingkah lakunya dapat diadaptasikan ke dalam praktik pemeranan.
Alangkah lebih baik jika ciri-ciri karakter orang yang diamati ini dicatat
sehingga nantinya akan mudah untuk diaplikasikan.

c). Eksplorasi Karakter


Eksplorasi karakter adalah kegiatan mengembangkan gaya atau
perilaku karakter yang akan dimainkan berdasar catatan hasil
pengamatan (observasi). Gaya dan perilaku ini disesuaikan dengan
tuntutan cerita. Oleh karena itu dalam mengembangkan gaya dan
perilaku karakter ini harus tidak boleh lepas dari tuntutan cerita.

d). Kolaborasi Antarkarakter


Kerjasama antarkarakter atau kolaborasi ini sangat diperlukan ketika
latihan sudah mengarah pada adegan-adegan dalam cerita di mana
karakter yang satu akan bertemu dengan karakter yang lain. Kerjasama
antarkarakter ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekakuan atau
ekspresi karakter yang berjalan sendiri-sendiri sehingga tidak terjadi
komuikasi yang alami dan mengakibatkan makna atau maksud adegan
menjadi kabur. Tidak jarang, pemain teater itu hanya bermain menurut
tafsirnya sendiri tanpa menghiraukan yang lainnya. Oleh karena itu
sangat diperlukan latihan aksi-reaki dan response antarkarakter dalam
setiap adegan sehingga kerjasama terbentuk dengan baik dan
komunikasi peran menjadi alami.

e). Latihan dengan Tata Artistik


Latihan dengan artistik dilakukan ketika semua pemain sudah
memahami cerita yang akan dimainkan dan karakter yang akan
diperankan. Bentuk latihan ini berupa adegan-adegan yang mana
pemain menyesuaikan dirinya dengan aspek tata artistik seperti tata
rias dan busana, dekorasi panggung, tata cahaya, dan ilustrasi musik
atau salah satu di antaranya.
Nilai karakter yang dapat diintegrasikan dalam tahap pemeranan
karakter ini adalah:
• (1). Disiplin dalam hal ketepatan waktu latihan
• (2). Kerjasama dengan peserta yang lain sewaktu melaksanakan
latihan observasi, eksplorasi, dan kolaborasi antarkarakter serta
ketika latihan dengan tata artistik
• (3). Percaya diri dalam memainkan karakter yang akan
diperankan
• (4). Kreatif dalam mengembangkan laku karakter
• (5). Komunikatif dalam arti mampu menampilkan karakter peran
sesuai amanat Cerita.

PROSES PEMENTASAN
Sekalipun telah memiliki kemampuan bermain teater berkat pelatihan
yang diberikan oleh seorang instruktur (pendamping), tetapi dalam
sebuah pementasan teater mereka tidak bisa bekerja sendiri. Mereka
harus didampingi seorang sutradara. Sutradara adalah orang yang
membantu melatih pemain, mengarahkan permainan, membimbing
dan sumber inspirasi dalam pertunjukan. Sutradara harus menguasai
permainan dan artistik. Kecakapan seorang sutradara akan
menentukan sebuah pertunjukan.

Tahap proses pementasan mencakup persiapan pementasan. Dalam


hal ini seorang instruktur (pendamping) dan para pemain harus
memahami serta menghafal baris-baris kalimat dialognya sehingga
cerita bisa berjalan secara menyeluruh. Dalam proses pementasan ini
mulai dibentuk pula kepanitiaan pentas. Selanjutnya tahap proses
pementasan seperti di bawah ini.

Kepanitiaan Pentas
Kepanitiaan dibentuk untuk mengatur penyelenggaraan pementasan.
Pementasan di sini tidak haru dilakukan di panggung tetapi bisa juga di
selenggarakan di dalam kelas dengan penonton teman-teman sekolah
sendiri. Tugas panitia adalah mengatur jalannya pementasan mulai
dari penonton datang sampai pertunjukan selesai di mana ada yang
bertindak sebagai penerima tamu, pengatur penonton, pembawa acara,
pembantu rias dan busana, dekorasi, dan lain sebagainya.

Gladi Bersih
Gladi bersih adalah latihan keseluruhan dan lengkap sebagai model
dari pentas yang sesungguhnya di mana kerja panitia juga sudah
dimulai. Namun sebelum gladi bersih, latihan secara menyeluruh dari
awal hingga akhir cerita sudah sering pula dilakukan sehingga pemain
benar-benar siap.

Pentas
Pementasan dapat diselenggarakan di mana saja dengan ketersediaan
sarana dan prasaran yang ada, tidak harus di gedung pertunjukan. Inti
dari penyelenggaraan pentas adalah unjuk kerja para pemain dan
kepanitaan serta kerjasama di antara mereka.

Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk memberikan penilaian atas pentas yang telah
dilakukan. Evaluasi lebih bersikap refleksi sehingga semua yang
terlibat menyadari kekurangan dan mau memperbaikinya untuk
kegiatan yang akan datang.

1. Nilai karakter yang dapat diintegrasikan dalam proses


pementasan:
2. Disiplin dalam hal ketepatan waktu latihan dan menjalankan
prosedur latihan
3. Kerjasama dengan peserta yang lain baik dari tim panitia maupun
tim pemain
4. Percaya diri dalam memainkan peran dan melaksanakan tugas
kepanitiaan
5. Kreatif dalam mengembangkan permainan dan melaksanakn
tugas kepanitiaan

pentas
Kerja keras dalam melakukan latihan untuk mencapai hasil yang
dinginkan Komunikatif dalam arti mampu menjalin komunikasi
dengan seluruh rekan kerja produksi pementasan untuk mencapai hasil
yang maksimal.

Anda mungkin juga menyukai